Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) memberi kuasa kepada kreditur untuk membebankan hak tanggungan atas jaminan agunan tanah debitur sampai pelunasan kredit. SKMHT berlaku untuk kredit-kredit tertentu seperti kredit usaha kecil, kredit pemilikan rumah, dan kredit produktif lainnya dengan plafon tertentu. SKMHT tidak gugur meskipun pemberi kuasa meninggal, kecuali apabila kreditur sudah diberit
2. Pengertian
§ Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah kuasa yang
bersifat khusus, tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum
lain selainnya membebankan Hak Tanggungan
§ SKHMT dibuat dalam blangko standar sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1996 yang memuat unsur-unsur penting sebagaimana dipersyaratkan
dalam Undang-Undang Hak Tanggungan
§ SKHMT berlaku 1 (satu) bulan, 3 (tiga) bulan bahkan untuk kredit-kredit
tertentu Undang-Undang menentukan bahwa SKMHT dapat berlaku sampai
dengan masa berlakunya perjanjian kredit
3. Persyaratan Dalam SKMHT
§ Tidak memuat kuasa substitusi adalah Kuasa yang dapat dikuasakan
kembali kepada orang lain
§ Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada
membebankan Hak Tanggungan
§ Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan
nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila
debitor bukan pemberi Hak Tanggungan.
4. UU Yang Mengatur SKMHT
v Pasal 15 Undang-Undang
N o m o r 4 Ta h u n 1 9 9 6
tentang Hak Tanggungan
y a n g Pa s a l 1 5 a y a t ( 1 )
sampai dengan ayat (6)
v U n d a n g - u n d a n g H a k
Tanggungan Nomor 4 Tahun
1996 Pasal 15 ayat (3,4)
v Surat keputusan direksi Bank
I n d o n e s i a n o m o r
2 6 / 2 4 / K E P / D I R / 1 9 9 3
tentang kredit usaha kecil
yang kemudian dicabut dan
d i g a n t i d e n g a n s u r a t
keputusan direksi Bank
I n d o n e s i a n o m o r
30/55/LEP/DIR tanggal 8
Agustus 1998
5. WAKTU PEMBUATAN SKMHT
i. SKMHT dibuat saat jaminan yang diberikan oleh bank untuk menjamin pelunasan
kredit debitur kepada bank adalah berupa tanah yang memenuhi syarat sebagai
objek tanggungan yaitu tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak
guna usaha, atau hak pakai yang memiliki sifat dapat dipindahtangankan.
ii. SKMHT juga dibuat jika debitur akan mengajukan kredit properti atau berupa hak
milik atas satuan rumah, SKMHT hanya dibuat jika APHT belum bisa dibuat atau
ditandatangani oleh pihak bank atau kreditur.
6. FUNGSI SKMHT
a. Supaya pihak bank atau kreditur dapat mewakili pemberi jaminan untuk melaksanakan
pembebanan hak tanggungan dengan menandatangani APHT sesuai dengan syarat dan
ketentuan yang berlaku atau sesuai dengan pasal 15 UU Hak Tanggungan Nomor 4 thn 1996
(UUHT)
b. Bank sebagai penyedia KPR (Kredit Pemilikan Rumah) akan mewakili kamu untuk menerima
Hak Tanggungan. SKMHT bersifat sah setelah dibuat oleh notaris dan ditandatangani sebagai
bukti otentik atas KPR
7. Ketentuan Hukum Yang berlaku Untuk SKMHT
§ Surat Kuasa Membebankan Hak
Ta n g g u n g a n u n t u k m e n j a m i n
p e l u n a s a n
kredit/pembiayaan/pinjaman …
“ b e r l a k u s a m p a i d e n g a n
berakhirnya perjanjian pokok”…
Untuk :
a. Kredit/Pembiayaan/Pinjaman
p r o d u k t i f u n t u k U s a h a
Mikro/Usaha Kecil dengan plafon
kredit Rp50.000.000,00(lima
puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah).
b. Kredit/Pembiayaan/Pinjaman yang
ditujukan untuk pengadaan rumah
toko oleh Usaha Mikro/Usaha Kecil
dengan paling luas sebesar 200
m² (dua ratus meter persegi) dan
luas bangunan paling luas sebesar
70 m² (tujuh puluh meter persegi)
d e n g a n p l a f o n
kredit/pembiayaan/pinjaman tidak
melebihi Rp250.000.000,00(dua
ratus lima puluh juta rupiah) yang
dijamin dengan hak atas tanah
yang dibiayai pengadaannya
d e n g a n
kredit/pembiayaan/pinjaman
tersebut
8. Jenis-Jenis Kredit Yang Menggunakan SKMHT
1. Kredit yang diberikan kepada nasabah
usaha kecil, yang meliputi :
a. Kredit kepada Koperasi Unit Desa; b.
Kredit Usaha Tani;
c. Kredit kepada Koperasi Primer untuk
Anggotanya
2. Kredit produktif lain yang diberikan oleh
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
dengan plafond kredit tidak melebihi Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),
antara lain :
a. Kredit Umum Pedesaan (BRI);
b. b . K r e d i t Ke l a ya k a n U s a h a ( ya n g
disalurkan oleh Bank Pemerintah);
3. Kredit Pemilikan Rumah yang diadakan
untuk pengadaan perumahan, yaitu :
a) Kredit yang diberikan untuk membiayai
pemilikan rumah inti, rumah sederhana atau
rumah susun dengan luas tanah maksimum
200 m² (dua ratus meter persegi) dan luas
bangunan tidak lebih dari 70 m² (tujuh puluh
meter persegi);
b) Kredit yang diberikan untuk pemilikan
Kapling Siap Bangun (KSB) dengan luas tanah
54 m² (lima puluh empat meter persegi)
sampai dengan 72 m² (tujuh puluh dua meter
persegi) dan kredit yang diberi-kan untuk
membiayai bangunannya;
c ) K r e d i t y a n g d i b e r i k a n u n t u k
perbaikan/pemugaran rumah sebagai-mana
dimaksud huruf a dan b;
9. Apabila Pemberi Kuasa Dalam SKMHT Meninggal Dunia
§ Dijelaskan dalam Pasal 15 ayat I UUHT dan telah diperjanjikan sebelumnya
terdapat dalam klausula SKMHT tersebut, bahwa “kuasa yang diberikan
dengan akta ini tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat berakhir oleh
sebab apapun juga kecuali telah dilaksanakan pembuatan APHT”, Tetapi
dalam prakteknya di lapangan ada beberapa unsur yang menjadikan
SKMHT tidak gugur jika pemberi kuasa meninggal dunia, yang pertama,
pihak penerima kuasa dan notaris/PPAT tidak mengetahui atau belum
mengetahui jika si pemberi kuasa meninggal dunia, karena proses
pengurusan pengurusan APHT sudah di limpahkan sepenuhnya kepada
penerima kuasa. Yang kedua agar tidak merugikan pihak kreditur yang
sudah memberikan fasilitas kredit kepada nasabah yang meninggal dunia.
Akan tetapi, jika penerima kuasa telah mengetahui bawha pemberi kuasa
meninggal dunia dari dan ataupun keterangan dari ahli waris, bukan berarti
SKMHT dapat berakhir begitu saja, karena untuk menjamin kepentingan
kreditur biasanya tanggung jawab di limpahkan kepada ahli waris.