SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  47
PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER
                     DALAM PENGEMBANGAN
             KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

                                      OLEH
                                 HM SARTONO
                              KATA PENGANTAR
         Dengan selalu mengucap Puji Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah
SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Makalah Disertasi ini dapat tersusun
meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dan Makalah Disertasi ini berjudul
“PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER”
sebagai salah satu upaya untuk memahami dan menerapkan teori teori tentang
Pembentukan karakter didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan
merupakan upaya paling penting untuk membentuk kepribadian peserta didiknya
         Tujuan utama makalah ini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan
kesepahaman) tentang bagaimana Basis Pendidikan karakter sebagai sebuah program
Pengembangsan didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan
merujuk pada Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan Potensi Peserta Didik
untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, yang penulis memaknai
bahwa, Tujuan Pendidikan tidaklah semata-mata mengarahkan satuan pendidikan untuk
mencetak wujud manusia yang hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
atau memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi semata, tetapi harus diimbangi oleh
penguasaan dan kemampuan mengamalkan nilai-nilai dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
         Penulis menyadari bahwa kesempatan mengembangkan diri, bukan hanya
semata-mata ditentukan oleh tingkat kecerdasan, bakat dan minatnya akan tetapi
kompetensi/ kemampuan dasar yang dimiliki dan disiplin, disamping itu juga memiliki
etos kerja yang tinggi, disiplin serta sangat dominan terlepas dari hal-hal yang
melatarbelakangi pengembangan diri suatu pekerjaan, tidak kalah pentingnya adalah
faktor lingkungan kerja yang pertama kali mempengaruhi pertumbuhan perkembangan
personal/individu Tidak semua orang dapat berbuat sesuai , dengan keadaan ataupun
harapan, hal ini disebabkan oleh kelayakan atau tidaknya suatu pekerjaan yang ditekuni.
Namun demikian sangat tergantung pada kemampuan menyesuaikan diri terhadap
kewajiban pekerjaan/ jabatan keprofesionalan dari masing-masing individu.
         Makalah yang cukup sederhana ini akan menela‟ah pengembangan Kurikulum
dan kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of
education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian
yang lebih besar pada pendidikan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa
sebelumnya. Dan penulis menyadari pula bahwa rampungnya tugas ini tidak terlepas dari
keterlibatan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun
material oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih.
         Penulis telah berusaha merampungkan makalah ini dengan sebaik mungkin,
namun hasilnya masih belum sempurna dengan harapan agar kiranya makalah ini dapat
bermanfaat sebagai salah satu informasi dalam usaha untuk pengembangan pendididkan
pada umumnya melalui upaya upaya untuk meningkatkan kesesuaian mutu pendidikan
karakter dan pembentukan karakter yang merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian dan akhlak mulia, agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia
yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya akan lahir generasi muda

                                                                                     1
yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur
  agama dan pancasila.
           Sekolah/Madrasah mulai dari Pendidikan Usia Dini / Taman Kanak-Kanak
  sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan
  dan menanamkan nilai-nilai karakter. Semua masyarakat akan sepakat tentang pentingnya
  karakter dalam kehidupan, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mengatur
  secara sistematis kurikulum berbasis karakter sehingga peserta didik dapat lebih
  berkarakter dalam kehidupan, yang dipandang perlu mendapat perhatian dalam upaya
  pengembangan kependidikan di masa yang akan datang.

1. Pendahuluan
            Pendidikan dewasa ini hampir kehilangan keberadaannya sebagai suatu proses
   yang mengantarkan setiap peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang
   secara pribadi dapat memerankan dirinya ditengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai
   problem solver, selanjutnya manusia disebut dengan makhluk sosial. Kenyataan ini dapat
   dilihat dari adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) pada masyarakat akan makna-
   makna kebenaran, kebahagiaan, keadilan dan lain-lain.
            Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola pendidikan
   untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan dan nampak jelas bahwa
   Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dewasa ini dan di masa depan, dapat
   memberikan dampak positif dan negative, sehingga terjadi perubahan masyarakat yang
   bersifat global dengan bertumpu pada transpormasi sosial kekuatan iptek dan ekonom,
   perubahan kehidupan berbangsa yang bersifat individualisme dan konsumerisme
   Munculnya persoalan sosial dalam kehidupan berbangsa, dan persoalan-persoalan
   tersebut, tercermin dari semakin maraknya korupsi yang merambah pada semua sektor
   kehidupan masyarakat, kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang semakin membesar,
   kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya
   ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi/ sex bebas yang terjadi di
   kalangan remaja, pemerkosaan di tempat umum atau sarana publik, kekerasan dan
   kerusuhan (tindakan anarkis, konflik sosial dan kekerasan atas nama agama/ sara), serta
   penuturan bahasa yang buruk. telah terjadi dekadensi moral, dan yang lebih fatal lagi
   merosotnya moralitas, menyebabkan memudarnya karakter anak bangsa Prinsip-prinsip
   moral, dan nilai-nilai budaya bangsa tidak lagi menjadi pegangan dalam kehidupan
   mereka atau tidak lagi melekat sebagai karakteristik diri, kondisi semakin rapuhnya
   karakter anak bangsa, internalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga,
   masyarakat dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting untuk berupaya
   memperkokohkannya kembali. Dengan perkembangan global dihadapi suatu masalah
   yaitu nilai budaya asing yang masuk menyebabkan pola kehidupan secara perlahan
   terpengaruh termasuk pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
   semakin mempercepat transformasi pola kehidupan masyarakat. Nilai negatif dari
   globalisasi akan mempengaruhi identitas dan integritas bangsa. Dan kondisi bangsa
   akhir-akhir ini, ketersediaan sumber daya manusia yang berkarakter merupakan
   kebutuhan yang amat vital. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan
   diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek
   yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan
   karakter bangsa. Upaya mengatasi kondisi tersebut maka diperlukan pemahaman dan
   langkah untuk membangun kembali karakter bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila.
            Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education),
   oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih
   besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dalam pendidikan karakter harus

                                                                                        2
terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan
  mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada
  paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih
  diutamakan Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah
  member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan,
  sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebagaiberikut : “Ilmu
  diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (HR
  Bukhari) , hal ini mengandung makna bahwa proses pendidikan karakter merupakan
  keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman
  pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai,
  keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai -nilai moral
           Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar pendidikan tidak hanya
  membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya
  akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang
  bernafaskan nilai-nilai luhur Agama dan Pancasila. Sekolah/Madrasah Pendidikan Usia
  Dini sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam
  mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. berfungsi mengembangkan
  kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
  rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
  didik agar menjadi manusia : 1)Yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
  Esa, 2) Berakhlak mulia, 3) Sehat jasmani dan rohani, 4) Berilmu, 5) Cakap, 6) Kreatif,
  7) Mandiri, dan 8) menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
  Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia
  yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan menjadi dasar dalam
  pengembangan pendidikan karakter bangsa, kebutuhan itu, secara imperatif, adalah
  sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.
           Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan           didefinisikan sebagai kurikulum
  operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
  Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan
  berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan
  kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan,
  pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
  mengikutu pendidikan lebih lanjut.

2. Pentingnya Pendidikan Karakter
             Proses pembelajaran yang masih menekankan penguasaan materi dan lebih
   terlihat lagi adalah target evaluasi yang masih bertumpu pada angka-angka menunjukkan
   bahwa konsep pendidikan masih berkisar pada peningkatan dimensi kognitif, tapi lemah
   pada dimensi yang lain, seperti psikomotorik dan afektif. Bahkan, secara nasional,
   keberhasilan pendidikan diukur melalui pengujian materi yang hanya berisi aspek
   kognitif saja. Hal ini terbukti pada pelaksanaan Ujian Nasional. Sedangkan pendidikan
   yang lain, seperti akhlak, kekerasan, belum tersentuh.
             Pendidikan karakter juga belum diimplementasikan dalam kurikulum yang
   dijadikan acuan dalam kegiatan pembelajaran. Yang ada hanyalah siswa dididik untuk
   mendapatkan nilai yang tinggi dan mendapatkan prestasi yang bagus. Akhirnya lulusan
   yang dihasilkan kurang memiliki karakter yang jelas. Bahkan lulusan yang dihasilkan
   masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat, baik dari segi mentalitas maupun
   moralitas. Lulusan yang memiliki nilai yang bagus belum tentu memiliki moralitas dan
   mentalitas yang bagus. Konsep pendidikan yang tidak hanya mengacukepada nilai
   seharusnya sudah dilaksanakan oleh lembaga pendidikan agar manusia Indonesia

                                                                                        3
memiliki karakter yang jelas. Jangan sampai generasi mendatang sama saja dengan
generasi-generasi sebelumnya yang belum sadar terhadap nilai-nilai sosial yang
seharusnya dibangun.
                Paparan makalah ini menyajikan beberapa basis dari pendidikan karakter,
khususnya      didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan
sebagaimana pertanyaan yang selalu hadir dalam diri penulis makalah ini ketika
berhadapan dengan Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter yaitu : (1)
Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ? (2).Apakah ”karakter” dapat
dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ? (3) Karakter apa yang
perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP? (4) Bagaimana menerapkan Basis karakter
secara efektif dalam implementasi pembelajaran ? (5)               Bagaimana mengukur
keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter? (6) Siapa yang
harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter ?
2.1. Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ?
                Proses pendidikan karakter didasarkan pada potensi individu manusia
Kognitif, Afektif, Psikomotorik dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi
pada keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat
                Totalitas Karakter dimaksud dalam Pendidikan adalah Karakter Bangsa
Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila :Beriman dan Bertakwa; Jujur dan
Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif;
Peduli dan Suka Menolong
                Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan
empat bagian yakni           (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan
keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan
menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan
dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru
disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas
yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan.
                   Kepentingan nasional Indonesia merupakan kepentingan bangsa dan
      negara dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional Indonesia yang di
      dalamnya mencakup usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.                    Rumusan
      mencerdasakan kehidupan bangsa itu memiliki 2 (dua) arti penting yaitu
      membangun manusia Indonesia yang cerdas dan berbudaya. Pengertian cerdas
      harus dimaknai, bukan saja sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menguasai
      ilmu pengetahuan, budaya serta kepribadian yang tangguh akan tetapi juga
      memiliki kecerdasan emosional yang dengan bahasa umum disebut sebagai
      berkarakter mulia atau berbudi luhur, berakhlak mulia. Sedangkan berbudaya
      memiliki makna sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menangkap dan
      mengembangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang beradab dalam sikap dan
      tindakan berbangsa dan bernegara (karakter bangsa) dengan penuh tanggung jawab.
      disadari, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat
      penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar
      lagi).    Mengingat begitu pentingnya pendidikan karakter itu sendiri karena
      terindikasi munculnya Degradasi Moral Perusak Karakter Bangsa . Eksistensi,
      kemuliaan dan kejayaan sebuah bangsa tergantung akhlaknya, demikian juga
      keterpurukan, kehinaan dan kehancurannya. Awal dan sumber segala kebaikan
      adalah akhlak, demikian juga segala keburukan bersumber dan bermuara kepada
      akhlak. Apabila sebuah bangsa mengalami krisis moral dan akhlak, maka bangsa
      tersebut akan berbuat dlalim, berbuat kerusakan terhadap alam maupun kedlaliman
      terhadap sesamanya. Dampak dari kedlaliman tersebut adalah timbulnya berbagai

                                                                                        4
musibah, balak dan bencana, baik yang bersumber dari alam seperti maupun
manusia. Seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika bernama Thomas Lichona
mengidentifikasi adanya 10 tanda-tanda degradasi moral yang dapat merusak
karakter bangsa. Degradasi moral itu ialah (1) Mmeningkatnya kekerasan pada
remaja (2) Penggunaan kata-kata yang memburuk (3) Pengaruh peer group (rekan
kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan (4) Meningkatnya penggunaan
narkoba, alkohol dan seks bebas (5) kaburnya batasan moral baik-buruk (6)
Menurunnya etos kerja (7) Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru (8)
Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara (9) Membudayanya
ketidakjujuran (10) Adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama.
(www.cortland.edu/character/aboutus.html)
            Pentingnya pendidikan karakter itu sendiri jika dilihat dari berbagai
peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa
aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang
mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang
mendahulukan hak pribadi daripada kewajiban sebagai bangsa. Pada akhirnya
berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu tumbuhnya pandangan
sempit seperti kesukubangsaan (ethnicity) dan unsur SARA lainnya. Kerancuan ini
menyebabkan masyarakat frustasi dan cenderung meluapkan jati diri dan tanggung
jawab tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial".
            Pentingnya proses Pendidikan Karakter didasarkan pada totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural
dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut:




                                                                                 5
Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia
yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur
dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan
Kreatif; Peduli dan Suka Menolong.
             Dalam pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti
yang sudah disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam
paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu
pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau
sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Maka dengan adanya
pendidikan karakter diharapkan dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena
yang namanya pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang
             Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia
yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur
dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan
Kreatif; Peduli dan Suka Menolong dalam aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action).




                                                                               6
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi
paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)
nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan
yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving
good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter
menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan yang
diharapkan dengan adanya pendidikan karakter(character education) tersebut
sesuai dengan Teori taksonomi Bloom dimana pendidikan memiliki tiga domaian
yaitu Domaian Kognitif, Afektif Psikomotor atau menurut bapak Pendidikan
Indonesia Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah lain dengan tiga domain yang
maksudnya sama yaitu cipta, rasa dan karsa. Sebagaimana uraian diatas tersimpul
bahwa ada 4 Pilar Dasar Nilai Moral yang tercermin dalam pendidikan karakter
seperti dalam gambar berikut :




                                                                               7
Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis
      karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati,
      olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati`berkenaan dengan perasaan
      sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna
      mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah
      raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan
      penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan
      kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan
      penciptaan. Pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
      pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
      memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan
      kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
                   Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan
      empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan
      keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari
      dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga
      berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan
      aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan
      kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan
      penciptaan.
2.2. Apakah ”karakter” dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
     Pendidikan ?
                  ”karakter” dapat dikembangkan dalam KTSP adalah Pendidikan budi
      pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan
      kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara
      apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan
      sepenuh hati. Mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan

                                                                                        8
menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta
didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan
(afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Merupakan basis
pengembangan KTSP




            Pengembangan Kurikulum dimana Kurikulum itu sendiri adalah
jantungnya pendidikan curriculum is the heart of education Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai Kurikulum Operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan                    Kurikulum
dikembangkan berdasarkan          prinsip-prinsip yang berpusat pada           potensi,
perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik                dan lingkungannya,
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut.
            Pendidikan karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin,
(5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10)
Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli
Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab
            Pendidikan karakter adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku
bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif
dalam pergaulan dunia. Merupakan basis pengembangan KTSP.
            Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan
Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam
KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender
pendidikan, silabus, RPP
            Tahapan Pengembangan KTSP melibatkan seluruh warga satuan
pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar Prosedur pengembangan
kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan 1.
Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama
antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah                 (tenaga pendidik dan
kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua

                                                                                      9
stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh
masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3.
Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang
dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan
pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai
dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang
diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi
sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat
perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi:
Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal
Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ Madrasah 6.
Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana Keteladanan Penghargaan
dan pemberdayaan 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk
keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian
keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua
warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara
terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah
kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan
dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri
berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung
implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai
dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi
Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir)
Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program
lanjutan.
             Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di
Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan
berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan
pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang
Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap
satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ) 4. Penyiapan
bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan
karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet
diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter
di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan
karakter di setiap jenjang pendidikan
             PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER melibatkan staf/karyawan
Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi
tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-
nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik memupuk
kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari
pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra
dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter.




                                                                              10
Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti adalah suatu program
(Sekolah/Madrasah dan luar Sekolah/Madrasah ) yang mengorganisasikan
dan menyederhanakan sumber moral serta disajikan dengan memperhatikan
pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan . pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
pesrta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
            The golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang
pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar adalah: cinta kepada
Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat
dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja
keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah
hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan
bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan
perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan,
berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.




                                                                          11
Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-
buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati. Juga tidak sekedar mengajarkan mana yang benar
dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana
yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah,
mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).
Merupakan basis pengembangan KTSP.
            Karena adanya krisis ekonomi dan moral yang terus berkelanjutan
melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan
tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia
mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan
pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Sebuah
mimpi panjang yang melenakan jika konsep pendidikan masih seperti ini.
            Karakter dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan pendidikan karakter masih bersifat pencanangan dalam arti
kebijakannya dulu. Ditjen Pendidikan Dasar sebetulnya sudah merintis program-
program pendidikan karakter. Pendidikan karakter dimensinya berbagai macam,
ada dimensi kreativitas, kejujuran, kedisiplinan. pendidikan karakter yang
menekankan dimensi disiplin. Pendidikan antikorupsi, kita juga sudah terapkan.
Juga ada pendidikan lingkungan hidup. Ini sebetulnya merupakan dimensi-dimensi
pendidikan karakter yang sudah diterapkan di jenjang pendidikan dasar.
            Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”,
yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian
atau akhlak (Oxford). Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat
manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung
dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi

                                                                                    12
pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The
stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
             Karakter dalam perspektif Islam dapat juga diartikan sama dengan
akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa
atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak
dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang
tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang
baik. Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik
disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai Setan.
Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk
energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa
nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan
energi negatif itu berupa nilai-nilai yang a-moral yang bersumber dari taghut
(Setan). Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian
dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif
itu berupa: Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritrual itu berupa îmân, islâm,
ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada
manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm); Kedua,
kekuatan potensi manusia positif, berupa âqlus salîm (akal yang sehat), qalbun
salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa)
dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal
insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga, sikap
dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan
spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep-
konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi:
istiqâmah (integritas), ihlâs, jihâd dan amal saleh.
             Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang
yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al-
mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam
hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki
personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan
competency yang bagus pula (professional).
             Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi
negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thâghût (nilai-
nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian,
pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai-
nilai material (thâghût ) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan
penggelapan nilai-nilai kemanusiaan. Hampir sama dengan energi positif, energi
negatif terdiri dari: Pertama, kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu berupa kufr
(kekafiran), munafiq (kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang
kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis
dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang serba
material (asfala sâfilîn); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu pikiran
jahiliyah (pikiran sesat), qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun
mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu „l-lawwamah (jiwa yang
tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah

                                                                                  13
selain Allah berupa harta, sex dan kekuasaan (thâghût). Ketiga, sikap dan perilaku
tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan
thâghût dan kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep-
konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan
perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb al-dunyâ (materialistik),
dlâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif). Energi negatif tersebut dalam
perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang
yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ‟amal al sayyiât
(destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja
akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak
bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu
mendayagunakan kompetensi yang dimiliki.




            Adapun hal berkaitan dengan karakter adalah prakondisi pendidikan
karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat
dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing
values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam
rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18
nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras,
(6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat
Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli
Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Pusat Kurikulum.
Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah.
2009:9-10). Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun
satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara
melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang

                                                                                   14
diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis
      karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang
      satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan
      pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam
      pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah
      dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih,
      rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
2.3. Karakter apa yang perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP?




                  Karakter yang perlu menjadi basis pengembangan Kurikulum Tingkat
     Satuan Pendidikan adalah nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kreativitas, apalagi
     nilai-nilai lain yang diangkat sehingga siswa menginternalisasi nilai-nilai tersebut
     Jika dilihat, sebenarnya, karakter bukan pada aspek kognitif, tapi aspek afektifnya.
     Cuma aspek afektif tidak bisa teraktualisasi secara maksimal tanpa ada kognitif.
     Orang menjadi jujur, juga harus tegas. Karena definisi kejujuran itu memerlukan
     pertimbangan-pertimbangan intelektual sehingga dia bisa tidak kelihatan naif saat
     jujur. Kreativitas juga sebuah aspek yang non-kognitif, tetapi untuk bisa kreatif
     orang juga harus cerdas dalam mengaktualisasikan kreativitas tersebut. Umat
     Muslim merupakan Mayoritas Penduduk Indonesia Umat Muslim Indonesia patut
     bersyukur karena dapat bersatu dalam jumlah yang besar dan menjadi mayoritas di
     negerinya. Indonesia adalah karya besar umat Muslim dan kemerdekaan Indonesia
     adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa kepada seluruh Bangsa Indonesia utamanya
     Umat Muslim. Pembangunan karakter bangsa pada hakekatnya adalah
     pembangunan karakter umat, dan kalau Bangsa Indonesia memiliki karakter,
     berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur, sudah barang tentu umat Muslim
     yang paling berkepentingan. Kesenjangan antara Muslim Cita dan Muslim Fakta
     adalah apabila umat Muslin Indonesia dapat menjadi Muslim yang baik maka
     jayalah Indonesia, dan sebaliknya kondisi bangsa Indonesia yang banyak
     mengalami krisis dan keterpurukan mencerminkan muslim Indonesia belum
     menjadi sebagaimana diharapkan. Bahkan dalam perspektif pembangunan bangsa,
     umat Muslim dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) Muslim berideologi
     Islam politik, yaitu Muslim yang sadar politik atau mind set-nya politik dan
     kekuasaan, menjadikan Islam sebagai ideologi politik, bertujuan mendirikan negara
     atau khilafah islamiah, dan biasanya bersifat radikal, tidak merasa menjadi

                                                                                      15
Indonesia, sedikit kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara dan bahkan
selalu merongrong kedaulatan RI; (2) Muslim mistik, yaitu Muslim yang
disibukkan dengan urusan ritual keagamaan bahkan yang bersifat mistik, tidak
mempersoalkan keindonesiaan tetapi juga tidak memberikan kontribusi yang berarti
dalam pembangunan bangsa dan negara dan tidak membahayakan negara; (3)
Muslim moderat, yaitu Muslim yang ideal karena memiliki prinsip keseimbangan
antara urusan dunia dan akhirat, selalu berusaha menjadi ummatan wasathan (umat
moderat), dan dimanapun berada selalu memberikan manfaat bagi lingkungannya.
Ciri-ciri Muslim moderat antara lain: at home di Indonesia, mencintai, berjuang dan
rela berkorban untuk bangsa dan negaranya, dan memberikan kontribusi bagi
pembangunan bangsa dan negara. Sampai sekarang ini, ketiga kelompok Muslim
tersebut masih ada, bahkan Muslim politik semakin menguat pada era reformasi
 atau pasca Orde baru. Muslim mistik juga tetap eksis. Dalam konteks
pembangunan karakter bangsa, pembangunan karakter harus diarahkan untuk
menjadi Muslim moderat atau Muslim ideal. Mengawinkan antara keislaman,
keindonesiaan dan kemodernan. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Nur
Cholis Madjid pada era 70 an, dan sekarang ini dirasakan pentingnya gagasan
tersebut direaktualisasi dalam konteks pembangunan karakter bangsa. Muslim
Indonesia akan dapat mewujudkan rahmatan lil‟alamin (merahmati semua) apabila
dapat mengawinkan ketiga komponen tersebut. Dengan mengawinkan ketiga
komponen tersebut seorang muslim akan memiliki tiga kesadaran: kesadaran ideal
(keislaman), kesadaran tempat (keindonesiaan) dan kesadaran waktu (kemodernan).
Dengan memiliki tiga kesadaran ini seorang Muslim akan memiliki kearifan,
kemuliaan dan kejayaan. Etika dan Moral dalam Islam Kehadiran Islam di muka
bumi adalah sebagai pedoman hidup manusia dan untuk memberikan solusi yang
tegas terhadap berbagai persoalan kemanusiaan. Salah satu persoalan kemanusiaan
yang perlu mendapat perhatian besar dari umat Islam adalah persoalan etika. Etika
dan moralitas adalah puncak nilai keberagamaan seorang muslim. Hal ini sejalan
dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk
menyempurnakan keagungan. Berislam yang tidak membuahkan akhlak adalah sia-
sia. Menurut Raghib al-Isfahani, etika Islam berbentuk ethical individual social
egoism dalam motivasi moral. Maksudnya, pengejaran perilaku moral individu
tidak mesti mengorbankan perilaku moral etis sosial. Etika Islam tidak hendak
memasung otoritas individu untuk sosial sebagaimana paham komutarianisme atau
pengorbanan sosial untuk individu sebagaimana paham universalisme (Amril M.
200: 2ix). Etika Islam harus berlandaskan pada cita-cita keadilan dan kebebasan
bagi individu untuk melakukan kebaikan sosial. Etika Islam adalah sebuah
pandangan moralitas agama yang mengarahkan manusia untuk berbuat baik antar
sesamanya agar tercipta masyarakat yang baik dan teratur.
            Pentingnya sekolah-Madrasah memperhatikan masalah pembentukan
akhlak pada anak-anak didiknya “innama bu’itstu liutammima makaarimal
akhlaaq Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara
apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi
paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)
nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,

                                                                                16
pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan
      yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving
      good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter
      menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan
      dilakukan. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
      tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
      berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
      teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
      Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan
      potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2)
      memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan
      peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter
      dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan,
      masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
2.4. Bagaimana menerapkan Basis karakter secara efektif dalam implementasi
     pembelajaran ?




                                                                                   17
Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan
Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam
KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender
pendidikan, silabus, RPP. Penerapannya / Pelaksanaan pendidikan karakter
melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat
sekitar Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan
karakter melalui tahapan : 1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan
melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah
(tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat
komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua
siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah

                                                                           18
(internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan
dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan
untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan,
sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4.
Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan
karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter,
yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran
muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/
Madrasah       7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk
keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian
keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua
warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara
terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah
kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan
dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri
berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung
implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai
dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Penilaian penerapan nilai
pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan
peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi
akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang
memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa Mendata
kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa dalam dokumen I) Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya
bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah,
Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program
Pengembangan Diri) • Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya
bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)
            Pendidikan karakter dapat diimplementasikan sebagaimana di
gambarkan dalam tabel berikut :




            Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan
nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda
dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih
terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia

                                                                              19
memikul beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana
transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan
(enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah
pembentukan karakter dan watak bangsa (nation and character building), yang pada
gilirannya sangat krusial, dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara
dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa
pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik
rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh
karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang
mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan
berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
keharmonisan. Pendidikan karakter diawali dari keinginan mengubah perilaku
siswa. Kira-kira dalam jangka pendek dan menengah, perilaku apa yang diharapkan
berubah, seperti tak lagi tawuran Perubahan sikap bukan sesuatu yang berdiri
sendiri. Diketahui bahwa sekolah madrasah tidak bisa mengontrol perilaku anak
ketika di luar ruang kelas. Dari sudut padang pedagogis, ruang kelas anak tidak
hanya ruang kelas dalam arti konvensional. Tetapi ketika dia ada di luar, itu ruang
kelas anak di mana dia berguru pada orang dewasa. Ini yang kita katakan tidak
independen, steril dari pengaruh-pengaruh di luar kehidupan ruang kelas itu.
             Efektivitas implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana
strategi-strategi pembelajarannya dilakukan. Ada beberapa model dan strategi
pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan, antara lain: (1)
mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan perilaku
(cipta, rasa, karsa dan karya dalam slogan pendidikan di tingkat satuan pendidikan
). (2) menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan proaktif untuk
perkembangan karakter. (3) menciptakan suatu kepedulian pada masyarakat
kampus. (4) memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan tindakan
moral. (5) memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang
dengan menghormati semua peserta didik, mengembangkan kepribadiannya, dan
membantu mereka berhasil. (6) mendorong pengembangan motivasi diri
mahasiswa. (7) melibatkan staf/karyawan kampus sebagai komunitas pembelajaran
dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya
untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para
mahasiswa. (8) memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang
terhadap inisiatif pendidikan karakter. (9) melibatkan keluarga dan anggota
masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.
             Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu
pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa
kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti
             Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki
Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung
kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan
"tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan
pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku
yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang.
             KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat
sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan
             Mukti Ali mendesain mengintegrasikan             kurikulum dengan
penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia
pendidikan kita yang masih berkutat dengan problem internalnya, seperti penyakit

                                                                                20
dikotomi, profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah,
      perilaku pendidiknya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, membangun karakter
      dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda,
      mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani
      para tokoh yang memang patut untuk dicontohi.
2.5. Bagaimana mengukur keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis
     PendidikanKarakter?




                 Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu
     pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa
     kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara,
     KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya,
     mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak
     didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan".
     Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang
     lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan
     karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi"
     pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali
     mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan
     keterampilan. Karakter itu, semacam nilai-nilai gabungan (komposit). Ada satu
     pihak yang disiplin dan pandai, disiplin dan jujur, disiplin dan kreatif, ada juga
     kreatif dan disiplin. Kombinasi-kombinasi. Kita sekarang belum mempunyai suatu
     alat ukur untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter. Sekarang kita masih
     mengarahkan bahwa keberhasilan anak dalam mengikuti program pendidikan tidak
     hanya pintar saja, tetapi paling tidak pintar dan jujur, pintar dan berakhlak mulia.
     Kreatif tentunya juga kita harapkan. Kalau dari ilmu sosial bisa diukur, cuma kita
     harus menggunakan konstrak-konstrak yang jelas tentang apa yang namanya
     berkarakter. Hal ini akan dapat terukur secara afektif yaitu bagaimana keterlibatan
     semua fihak dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan disiplin. Sementara
     dianggap keberhasilan pada tahap awal.


                                                                                      21
Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di
      Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan
      berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan
      pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang
      Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap
      satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter) 4. Penyiapan
      bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan
      karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet
      diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter
      di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan
      karakter di setiap jenjang pendidikan
2.6. Siapa yang harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis
     PendidikanKarakter ?
                   Melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas
      pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter
      serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu
      pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan
      jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari pendidikan karakter. melibatkan
      keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan
      kurikulum berbasis pendidikan karakter.
                   Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua
      pihak baik Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan
      pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana
      disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah
      untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan
      kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan
      pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan
      semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi
      pekerti yang luhur. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan
      hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang
      baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai
      yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter
      (characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada
      di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran
      Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan kebudayaan asli bangsa Indonesia. Di
      samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan
      masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang.
      Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan
      penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais
      Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya,
      mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan, dan
      pandangan mereka terbatas. Berarti harus ada upaya melibatkan orangtua dan
      masyarakat Sebetulnya yang mudah harus ada role model, contoh. Contoh itu
      anggota masyarakat, anggota partai. Guru contoh langsung. Orangtua juga. Dalam
      sudut pandang pedagogis, ruang kelas itu ruang kelas tanpa dinding, borderless
      classroom. Ini yang tidak bisa guru kendalikan. Siswa, kan, tidak boleh dihadapkan
      pada nilai-nilai yang kontradiktif. Apa yang diajarkan sekolah harus kurang-lebih
      sejalan dengan apa yang ada di luar ruang kelas



                                                                                         22
3. Disain Pendidikan Karakter




               Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-
 nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak
 atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan,
 kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Terminologi ”karakter” itu sendiri sedikitnya
 memuat dua hal: values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan
 dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya
 adalah suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu,
 di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar kamuflase.
 Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat
 moral atau etika yang bersifat universal, seperti kejujuran. Pendidikan karakter sebagai
 pendidikan nilai menjadikan “upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu
 siswa mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti”
 (Curriculum Corporation, 2003: 33).




                                                                                           23
Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan
menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini.               Sebagai aspek
kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:
mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai
pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat,
menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku
aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik
berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Terlepas dari berbagai
kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional
pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi
pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik.
Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta
direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,
pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan
norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu
pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design
menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian
pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
             Disain Sasaran Pendidikan Karakter adalah seluruh Sekolah/Madrsah di
Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga Sekolah/Madrsah , meliputi para peserta
didik, Tenaga Pendidik dan Kependidikann , dan pimpinan Sekolah/Madrsah menjadi
sasaran program ini. Sekolah/Madrsah yang selama ini telah berhasil melaksanakan
pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh
untuk disebarluaskan ke Sekolah/Madrsah lainnya.


                                                                                       24
Disain pengembangan Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-
nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Disain dari
Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu
media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di Sekolah/Madrsah.
Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di
Sekolah/Madrsah        juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan
Sekolah/Madrsah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di
Sekolah/Madrsah secara memadai.
             Disain Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu
ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen
Sekolah/Madrsah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di
Sekolah/Madrsah.       Melalui program telah didisain ini diharapkan lulusan memiliki
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter
mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang
baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan
karakter nantinya diharapkan menjadi budaya Sekolah/Madrsah. Dan pada tataran
Sekolah/Madrsah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya
Sekolah/Madrsah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga Sekolah/Madrsah, dan masyarakat sekitar
Sekolah/Madrsah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
             Dan takalah pentingnya bahwa desain dari pengintegrasian Program imtaq
ditetapkan sebagai salah satu program pengembangan diri wajib, artinya merupakan jenis
pengembangan diri yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Program imtaq juga
dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memberikan nilai akhlak mulia bagi peserta
didik, namun hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sekolah/ Madrasah itu
sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dapatlah dijadikan suatu acuan dalam
pengembangan pendidikan karakter di satuan pendidikan, yang merupakan salah satu
tujuan pendidikan nasional, dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Desain Program ini disusun dan ditetapkan
setelah melalui tahapan sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari dewan pendidik dan
stakeholder sekolah Madrasah lainnya (komite Sekolah/ Madrasah dan orang tua peserta
didik). Salah satu cara yang dapat dipercaya adalah penerapan Pendidikan karakter untuk
mencegah merosotnya nilai-nilai moral dan etika pada generasi penerus bangsa, harus
dimulai sejak usia dini karena pada usia dini, anak masih dapat dibentuk dan diarahkan
sesuai dengan keinginan kita.
             Adapun prosedur mendisain cara mengimplementasikan pendidikan karakter
mulai dari pendidikan anak usia dini yaitu penciptaan lingkungan yang penuh dengan
kasih sayang, memperkenalkan pentingnya cinta, melalui metode pembiasaan, metode
keteladanan, metode bercerita, pengurangan kegiatan yang mengembangkan kognitif dan

                                                                                       25
diganti dengan kegiatan yang mengembangkan afektif, serta pemanfaatan permainan
tradisional. Sekolah Madrasah dituntut mengembangkan pendidikan berkarakter melalui
pengembangan intelligence guotient, emotional quotient, dan spiritual quotient pada diri
peserta didik dalam proses pembelajarannya. Disain dari Nilai-nilai yang harus
dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dan berangkat dari empat
sumber dan pilar dasar yang sangat fundamental dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu
Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Nilai-nilai itu mencakup
tujuh belas aspek nilai, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, dan peduli
lingkungan. Disain pengembangannya bisa dilakukan melalui kegiatan Intrakurikuler,
ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri. Disain dari Keterlaksanaan program
didukung oleh beberapa faktor pendukung. Misalnya: 1) adanya motivasi dan dukungan
dari warga sekolah (peserta didik, guru dan pegawai); 2) motivasi dan dukungan dari
orang tua peserta didik dan masyarakat,
             Disain dari Basis Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran baru
yang berdiri sendiri ,bukan pula dimasukkan sebagai standar kompetensi dan kompetensi
dasar baru,tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran yang sudah ada,pengembangan diri
dan budaya sekolah serta muatan lokal. oleh karna itu,guru dan sekolah perlu
mengintegrasi nilai – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter kedalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),silabus,dan rencana program pembelajaran
(RPP) yang sudah ada . Adapun Prinsip yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan karakter adalah : (1) Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses
pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti ,dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun
kemasyarakat (2) Melalui semua mata pelajaran pengembangan diri dan budaya sekolah
,serta muatan local (3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan .satu hal
yang selalu harus diingat bahwa suatu aktivitas belajar dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan ranah kongnitif,afektif dan psikomotorik (4) Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.guru harus
merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan
pertanyaan mencari sumber informasi ,dan mengumpulkan informasi dari sumber
memgolah informasi yang sudah dimiliki,dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi dikelas ,
sekolah,dan tugas-tugas diluar Sekolah/Madrsah .
             Pemahaman mengenal arti pendidikan karakter akan ikut menentukan isi
pendidikan karakter bagi pengikut paham yang mengartikan pendidikan moral untuk
menjadikan seseorang berkarakteter,maka isi pendidikan merupakan pilihan yang paling
tepat untuk mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat.bahan pendidikan yang
diperkirakan tidak sesuai dengan tujuan karakter tidak dimasukkan dalam
kurikulum.kalaupun terpaksa disebut dalam isi pelajaran,maka bahan pelajaran itu disebut
close area,yaitu bahan pelajaran tabu dan secret untuk dibicarakan ,seperti yang berkenaan
dengan ras,politik,dan kesukuan. Oleh karna itu ,pilihan isi pelajaran harus tersaring dan
terseleksi secara ketat ,yaitu bahan pelajaran yang sudah masuk dalam appa yang disebut
public culture.bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan karakter sebagai
pendidikan tenteng karakter,penyusunan isi pelajaran hamper tidak ada pembatasan. bahan
pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah nyata dalam
kehidupan sehari – hari .paham ini percaya bahwa penalaran moral dan konflik kongnitif
(cognitive conflict) dalam membicarakan moral ,suatu hal yang sangat penting dalam
menumbuhkan inteligensi. Paham ini percaya bahwa penyusunan isi bahan pelajaran

                                                                                       26
yang menekankan pada segi kognitif pada akhirnya akan mengembangkan moral kognitif
(cognitive moral development). Namun paham ini tidak percaya terhadap tingkat
keberhasilan penanaman nilai moral seperti dikemukakan oleh durkheimian,sociological
ethcists yang meramalkan akan terjadi internalisasi melalui proses pengkondisian dan
latihan moral.penemuan atau kesimpulan kholberg tentang tahap- tahap perkembangan
moral (pre-conventional,conventional,post-conventional,autonomus, principle levels)
membuktikan bahwa teori internalisasi dari suatu buku”yang beranggapan benar” ternyata
tidak sesuai dengan perkiraan kalangan durkheimian.oleh karna itu ,ia menggunakan
istilah cognitive development untuk merujuk pada asumsi mengenai teori pilihan tentang
moral seperti telah dikemukakan oleh Dewey (1909),mead (1934), Baldwin (1906) dan
Piaget (1932) Bahaya penyusunan bahan seperti di atas dapat terjadi transfer negative
yang menimbulkan pilihan sikap yang tidak positif terhadap kawasan nilai-nilai sentral
yang dicapai.hal ini bisa terjadi manakala guru kekurangan bahan dan pengetahuan untuk
membahas sesuatu topik yang problematis.
             Berkaitan dengan penyajian materi pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah
muncul paham yang menghendaki agar materi pendidikan karakter disampaikan dengan
memperhatikan faktor psikologi anak,sehingga dapat menjamin tingkat keberhasilan
tujuan pendidikan. Paham ini berpendapat bahwa untuk mencapai terjadinya internalisasi
moral,hendaknya pada tahap permulaan dikembangkan pengkondisian dan latihan moral
disajikan dengan baik dan menarik,walaupun hanya dengan teknik ceramah ,hal ini
menghasilkan internalisasi.penalaran moral dan penyajian pendidikan moral dan langkah
– langkah berpikir ilmuan sosial hanya akan menimbulkan kegaduhan saja, di lain pihak
,paham yang mementingkan perkembangan penalaran moral tidak setuju kalau pendidikan
budi pekerti atau moral menekankan pada pengkondisian dan latihan moral dalam rangka
upaya internalisasi nilai moral,seperti dianut para Durkheimian.
             Paham yang didukung oleh faculty psychology ini hanya menimbulkan
kebosanan dan menyebabkan jenis- jenis berpikir yang kurang berkembang.Dengan
perkataan lain,keadaan ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak konstruktif bagi
seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang menyangkut moral ,yang oleh para ahli
kesehatan mental dianggap bisa menimbulkan psikosomatik,tanpa alasan. Oleh karna itu
,pihak ini cenderung untuk menggunakan cognitive development sebagai pusat
pendekatan dalam pendidikan budi pekerti dan tidak mengikuti cara transmisi nilai-nilai
budi pekerti yang pasti benar.cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam
pendidikan budi pekerti akan di jadikan dorongan agar seseorang dapat melakukan
reksturisasi dalam pengalaman dirinya melalui berbagai pengalaman dalam melakukan
pilihan moral dan pertimbangan moral (moral choice and moral judgement).Paham ini
pada dasarnya mengikuti aliran fieldpsycology dan convigurational psychology,proses
pengambilan keputusan dan pendekatan masalah dapat di kembangkan suatu pengalaman
belajar yang membiasakan seseorang untuk mampu menyusun konnsteruksi berpikir serta
mendorong perkembangan penalaran moral maupun berpikir ilmiah. Banyak orang
berpikir,pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam mendidik karakter atau budi
pekerti adalah guru dan guru pendidikan budi pekerti.Pikiran demikian jelas kurang tepat
karena masalah karakter/budi pekerti/moral ini akan berkaitan satu dengan lainbaik
program pendidikan          disekolah maupun masalah lingkungan,terutama masalah
keadilan.perlakuan yang tidak adil dapat berupa keputusan hakim atau pejabat
Negara,juga tindakan seseorang.Masyarakat bisa memiliki pertimbangan moral yang
berbeda-beda. Seseorang bisa saja mengambil sikap”komplasen,agnostic,regresif-
liberal,bahkan radikal‟sekalipun terhadap ketidak adilan. Pendidikan karakter atau budi
pekerti sangatlah luas sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala ia hanya menjadi
tanggung jawab guru. Oleh karna itu, timbul gagasan tentang pentingnya kurikulum

                                                                                     27
tersembunyi[hidden curriculum] dealam pendidikan karakter/budi pekerti,yang tidak
 secara eksplisit di tulis dalam kurikulum.Pendapat ini beranggapan bahwa seluruh
 kegiatan guru,orang tua, masarakat, dan negara di harapkan untuk membantu dan
 melakukan pelayanan ekstra dalam memmbantu pencapaian tujuaqn pendidikan
 karakter/budi pekerti. Guru bidang studi dapat mengaitkan masalah bidang studinya
 dengan karaqkter/budi pekerti.Demikian pula kepala sekolah dan orang tua dapat berbuat
 sesuatu dalam kaitannya dalam masalah karakter/budi pekerti, walupunmaasalah
 lingkungan masarakat seperti keadilan,kemakmuran,keamanan,dan kesetia kawanan sosiai
 mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral seseorang.Dengan perkataan
 lain, ppandangan ini menuntut adanya tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap
 keberhasilan pendidikan budi pekerti.

4. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN




                                                                                    28
Pentingnya Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan Berbasis
Pendidikan Karakter dalam hal ini Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan
untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini
sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana

                                                                                      29
diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai
persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan
upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar
pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan
karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.                Upaya
pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya
dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah,
akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur,
disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu
bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga
mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia
melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan
cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan
peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. oleh
karena itu, sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui
pengembangan budaya sekolah (school culture). Pedoman ini ditujukan kepada semua
warga pada setiap satuan pendidikan(dasar sampai menengah) melalui serangkaian
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yang bersifat komprehensif.
Perencanaan di tingkat satuan pendidikan pada dasarnya adalah melakukan penguatan
dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sedangkan pelaksanaan
dan penilaian tidak hanya menekankan aspek pengetahuan saja, melainkan juga sikap
perilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak mulia. Pedoman ini dikembangkan
berdasarkan      atas     pengalaman     beberapa     satuan   pendidikan    yang    telah
mengimplementasikannya. Hasil-hasil pengalaman itu diperoleh melalui pelaksanaan
(piloting) yang dilakukan Pusat Kurikulum
 4.1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP)
                      Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum
       satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen
       diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata
       lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan,
       struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan
       pembelajaran (RPP)
 4.2. Tahapan Pengembangan
                      Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu
       melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat
       sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan
       karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
                      (1). Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan
       komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan
       kapendidikan serta komite sekolah). (2). Membuat komitmen dengan semua
       stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat
       setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. (3). Melakukan
       analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan
       dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang
       bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator
       keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta
       prosedur penilaian keberhasilan. (4). Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan
       dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. (5). Membuat perencanaan dan
       program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui

                                                                                       30
pembelajaran, Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain,
     Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah (6). Melakukan
     pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana, Keteladanan, Penghargaan dan
     pemberdayaan (7). Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk
     keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian
     keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua
     warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara
     terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah
     kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan
     dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri
     berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
     dalam budaya sekolah           Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung
     implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
     Implementasi nilai dalam pembelajaran Implementasi belajar aktif dalam
     pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan
     nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai
     pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan
     peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi
     akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang
     memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa.
     Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya
     dan karakter bangsa dalam dokumen I. Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter
     dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi,
     Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan
     program Pengembangan Diri) Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan
     budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)
4.3. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di
     Satuan Pendidikan
                   Terkait dengan penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-
     kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” Tingkat Nasional, Tingkat
     Propinsi, Tingkat Kabupaten/Kota, dan Tingkat Satuan Pendidikan 2. Pemetaan
     kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter di PAUD, SD/MI, SMP/MTs,
     SMA/MA, SMK, SLB dan PKBM untuk setiap Kabupaten/Kota (Sumber: Bantuan
     Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Propinsi dan
     Kab/Kota, 2010; ToT Tingkat Utama dan Tingkat Nasional terhadap 1.200 orang
     peserta dari unsur-unsur unit Utama Kemendiknas, Dinas Pendidikan Provinsi &
     Kab/Kota, P4TK; LPMP; dan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta) 3.
     Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan
4.4. Pengintegrasian dalam mata pelajaran
                   Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa
     diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai
     tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam
     silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi
     (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah
     nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di
     dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK
     dan KD dengan nilai dan Indikator untuk menentukan nilai yang akan
     dikembangkan; c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam
     tabel 1 itu ke dalam silabus; d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam
     silabus ke dalam RPP; e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik

                                                                                    31
secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan
     internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f.
     memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan
     untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
4.5. Pengembangan Proses Pembelajaran
                    Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan
     pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak;
     dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
     1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang
               sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan
               dalam ranah kgnitif, afektif, dan psikmtr. Oleh karena itu, tidak selalu
               diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada
               pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk
               pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, Toleransi,
               disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar
               membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk
               pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan,
               rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga
               peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang
               menunjukkan nilai-nilai itu.
     2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik,
               guru, kepala sekolah, dan tenaga Kependidikan            di sekolah itu,
               direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender
               Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya
               sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program
               sekolah adalah lomba vcal grup antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta
               tanah air, pagelaran seni, lomba pidat bertema budaya dan karakter
               bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga
               antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik
               bertema budaya dan karakter bangsa, pameran ft hasil karya peserta didik
               bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba
               mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan
               dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber
               untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan
               dengan budaya dan karakter bangsa.
     3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti leh
               seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun
               pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya,
               kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap
               tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian
               masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial
               (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau
               membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau
               mengatur barang di tempat ibadah tertentu).
4.6. Penilaian Hasil Belajar
                    Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan
     pada Indikator. Sebagai contoh, Indikator untuk nilai jujur di suatu semester
     dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya
     mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru
     mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan serang peserta didik itu

                                                                                      32
jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan
     perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan
     dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi
     dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai
     bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.
                   Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di
     kelas atau di sekolah. Mdel anecdtal recrd (catatan yang dibuat guru ketika melihat
     adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat
     digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu
     persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
     menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan
     menyatakan sikapnya terhadap upaya menlng pemalas, memberikan bantuan
     terhadap rang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kntrversial sampai kepada
     hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.
4.7. Indikator Sekolah dan Kelas
                   Ada 2 (dua) jenis Indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini.
     Pertama, Indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, Indikator untuk mata
     pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala
     sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan
     mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter
     bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan
     dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan
     perilaku afektif serang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.
                   Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas
     dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika serang peserta
     didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik,
     jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta
     tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang
     dikembangkan dalam Indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat
     progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kmpleks antara satu
     jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam
     jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa
     lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang
     lebih kmpleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai Indikator
     kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya
     menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya.
     Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan
     tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta
     didik.    Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan
     pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka ditetapkan
     Indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini.
4.8. Keterkaitan jenjang Kelas dan Indikator
NILAI                        INDIKATOR

                             7–9                             10- 12

Religius:                    Mengagumi kebesaran             Mensyukuri keunggulan
Sikap dan perilaku yang      Tuhan melalui kemampuan         manusia sebagai makhluk
patuh dalam                  manusia dalam melakukan         pencipta dan penguasa

                                                                                      33
melaksanakan ajaran         sinkronisasi antara aspek      dibandingkan makhluk
agama yang dianutnya,       fisik dengan aspek kejiwaan.   lain
Toleran terhadap
pelaksanaan ibadah          Mengagumi kebesaran            Bersyukur kepada Tuhan
agama lain, dan hidup       Tuhan karena kemampuan         karena menjadi warga
rukun dengan pemeluk        dirinya untuk hidup sebagai    bangsa Indonesia.
agama lain.                 anggota masyarakat.

                            Mengagumi kekuasaan            Merasakan kekuasaan
                            Tuhan yang telah               Tuhan yang telah
                            menciptakan berbagai alam      menciptakan berbagai
                            semesta.                       keteraturan di alam
                                                           semesta.

                            Mengagumi kebesaran            Merasakan kebesaran
                            Tuhan karena adanya agama      Tuhan dengan
                            yang menjadi sumber            keberagaman agama yang
                            keteraturan hidup              ada di dunia.
                            masyarakat.

                            Mengagumi kebesaran            Mengagumi kebesaran
                            Tuhan melalui berbagai         Tuhan melalui berbagai
                            pokok bahasan dalam            pokok bahasan dalam
                            berbagai mata pelajaran.       berbagai mata pelajaran.

Jujur:                      Tidak menyontek ataupun        Melaksanakan tugas sesuai
Perilaku yang didasarkan    menjadi plagiat dalam          dengan aturan akademik
pada upaya menjadikan       mengerjakan setiap tugas.      yang berlaku di sekolah.
dirinya sebagai rang yang
selalu dapat dipercaya      Mengemukakan pendapat          Menyebutkan secara tegas
dalam perkataan,            tanpa ragu tentang suatu       keunggulan dan
tindakan, dan pekerjaan.    pokok diskusi.                 kelemahan suatu pokok
                                                           bahasan.

                            Mengemukakan rasa senang       Mau bercerita tentang
                            atau tidak senang terhadap     permasalahan dirinya
                            pelajaran.                     dalam menerima pendapat
                                                           temannya.

                            Menyatakan sikap terhadap      Mengemukakan pendapat
                            suatu materi diskusi kelas.    tentang sesuatu sesuai
                                                           dengan yang diyakininya.

                            Membayar barang yang           Membayar barang yang
                            dibeli di tk sekolah dengan    dibeli dengan jujur.
                            jujur.

                            Mengembalikan barang yang      Mengembalikan barang


                                                                                      34
dipinjam atau ditemukan di      yang dipinjam atau
                           tempat umum.                    ditemukan di tempat
                                                           umum.

Toleransi:                 Tidak menggangu teman           Memberi kesempatan
Sikap dan tindakan yang    yang berbeda pendapat.          kepada teman untuk
menghargai perbedaan                                       berbeda pendapat.
agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan       Menghormati teman yang          Bersahabat dengan teman
tindakan rang lain yang    berbeda adat-istiadatnya.       lain tanpa membedakan
berbeda dari dirinya.                                      agama, suku, dan etnis

                           Bersahabat dengan teman         Mau mendengarkan
                           dari kelas lain.                pendapat yang
                                                           dikemukakan teman
                                                           tentang budayanya.

                                                           Mau menerima pendapat
                                                           yang berbeda dari teman
                                                           sekelas.

Disiplin:                  Selalu tertib dalam             Selalu teliti dan tertib
Tindakan yang              melaksanakan tugas-tugas        dalam mengerjakan tugas.
menunjukkan perilaku       kebersihan sekolah.
tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan     Tertib dalam berbahasa lisan    Tertib dalam menerapkan
peraturan.                 dan tulis.                      kaidah-kaidah tata tulis
                                                           dalam sebuah tulisan.

                           Patuh dalam menjalankan         Menaati pesedur kerja
                           ketetapan-ketetapan rganisasi   labratrium dan prosedur
                           peserta didik.                  pengamatan permasalahan
                                                           sosial.

                           Menaati aturan berbicara        Mematuhi jadwal belajar
                           yang ditentukan dalam           yang telah ditetapkan
                           sebuah diskusi kelas.           sendiri.

                           Tertib dalam menerapkan         Tertib dalam menerapkan
                           aturan penulisan untuk karya    aturan penulisan untuk
                           tulis.                          karya tulis ilmiah.

Kerja keras:               Mengerjakan semua tugas         Mengerjakaan tugas
Perilaku yang              kelas selesai dengan baik       dengan teliti dan rapi.
menunjukkan upaya          pada waktu yang telah
sungguh-sungguh dalam      ditetapkan.
mengatasi berbagai
hambatan belajar, tugas,   Tidak putus asa dalam           Menggunakan waktu


                                                                                     35
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Contenu connexe

Tendances

Pengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi PublikPengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi Publikyuniawatiantitirani
 
Wawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela Negara
Wawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela NegaraWawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela Negara
Wawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela NegaraAlfonsus Liguori
 
Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-
Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-
Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-temanna #LABEDDU
 
3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakan3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakanMuh Firyal Akbar
 
studi lapangan pkp bbpk ciloto
studi lapangan pkp bbpk cilotostudi lapangan pkp bbpk ciloto
studi lapangan pkp bbpk cilotoFatihElluqmani
 
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan MasyarakatPeran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakatnugisptrainig
 
TUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docx
TUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docxTUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docx
TUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docxhaidaraly5
 
Proposal lebah madu pramuka kwaran padang batung
Proposal lebah madu pramuka kwaran padang batungProposal lebah madu pramuka kwaran padang batung
Proposal lebah madu pramuka kwaran padang batungYanur Maestrogame
 
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptxPPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptxAdliaDifrianti2
 
Dasar dasar fasilitasi
Dasar dasar fasilitasiDasar dasar fasilitasi
Dasar dasar fasilitasinugisptrainig
 
RTL Rencana Tindak Lanjut
RTL Rencana Tindak LanjutRTL Rencana Tindak Lanjut
RTL Rencana Tindak LanjutDokter Tekno
 
Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)
Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)
Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)FatihElluqmani
 
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif KebijakanModul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakanunitpublikasi
 
Makalah Administrasi pendidikan
Makalah Administrasi pendidikanMakalah Administrasi pendidikan
Makalah Administrasi pendidikanHasmul Tafit
 

Tendances (20)

Pengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi PublikPengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi Publik
 
Etika publik
Etika publikEtika publik
Etika publik
 
Wawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela Negara
Wawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela NegaraWawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela Negara
Wawasan Kebangsaan dan Nilai Nilai Bela Negara
 
Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-
Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-
Agenda ii pkp-modul-kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-
 
3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakan3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakan
 
studi lapangan pkp bbpk ciloto
studi lapangan pkp bbpk cilotostudi lapangan pkp bbpk ciloto
studi lapangan pkp bbpk ciloto
 
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan MasyarakatPeran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
 
Rbpmp modul 3
Rbpmp modul 3Rbpmp modul 3
Rbpmp modul 3
 
Materi kepramukaan
Materi kepramukaanMateri kepramukaan
Materi kepramukaan
 
TUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docx
TUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docxTUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docx
TUGAS INDIVIDU AGENDA 2.docx
 
Analisis Isu Kontemporer
Analisis Isu KontemporerAnalisis Isu Kontemporer
Analisis Isu Kontemporer
 
Proposal lebah madu pramuka kwaran padang batung
Proposal lebah madu pramuka kwaran padang batungProposal lebah madu pramuka kwaran padang batung
Proposal lebah madu pramuka kwaran padang batung
 
Kajian Manajemen Publik
Kajian Manajemen PublikKajian Manajemen Publik
Kajian Manajemen Publik
 
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptxPPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
 
Dasar dasar fasilitasi
Dasar dasar fasilitasiDasar dasar fasilitasi
Dasar dasar fasilitasi
 
RTL Rencana Tindak Lanjut
RTL Rencana Tindak LanjutRTL Rencana Tindak Lanjut
RTL Rencana Tindak Lanjut
 
Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)
Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)
Bahan tayang pelayanan publik digital agenda iii pkp (iman k astubi)
 
Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan
Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam PembangunanPengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan
Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan
 
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif KebijakanModul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
 
Makalah Administrasi pendidikan
Makalah Administrasi pendidikanMakalah Administrasi pendidikan
Makalah Administrasi pendidikan
 

En vedette

4 panduan pelaks_pendidikan_karakter
4 panduan pelaks_pendidikan_karakter4 panduan pelaks_pendidikan_karakter
4 panduan pelaks_pendidikan_karakterCoky Fauzi Alfi
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Fandy Neta
 
Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn
Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kknPendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn
Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kknthehaer
 
Panduan pendidikan karakter di sd
Panduan pendidikan karakter di sdPanduan pendidikan karakter di sd
Panduan pendidikan karakter di sdNia Piliang
 
2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknas
2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknas2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknas
2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknasCoky Fauzi Alfi
 
Literature of Quantum teaching
Literature of Quantum teachingLiterature of Quantum teaching
Literature of Quantum teachingpagardewa
 
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTERJURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTERkrista yayang
 
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulumPengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulumsman 2 mataram
 
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013Bapake Icha Kukuh Andin
 
RPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XII
RPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XIIRPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XII
RPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XIIDiva Pendidikan
 

En vedette (12)

4 panduan pelaks_pendidikan_karakter
4 panduan pelaks_pendidikan_karakter4 panduan pelaks_pendidikan_karakter
4 panduan pelaks_pendidikan_karakter
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
 
Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn
Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kknPendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn
Pendidikan karakter untuk memperkecil virus kkn
 
Panduan pendidikan karakter di sd
Panduan pendidikan karakter di sdPanduan pendidikan karakter di sd
Panduan pendidikan karakter di sd
 
isi
isiisi
isi
 
Draf bab iii
Draf bab iiiDraf bab iii
Draf bab iii
 
2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknas
2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknas2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknas
2 kerangka acuan_pendidikan_karakter_kemdiknas
 
Literature of Quantum teaching
Literature of Quantum teachingLiterature of Quantum teaching
Literature of Quantum teaching
 
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTERJURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
 
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulumPengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
 
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013
 
RPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XII
RPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XIIRPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XII
RPP SMA Pendidikan Agama Kristen & Budi Pekerti (PAK) XII
 

Similaire à Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxQoniahHilya
 
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara IndonesiaMakalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara IndonesiaDedy Wiranto
 
Menggugah kesadaran guru dalam pelesterian
Menggugah kesadaran  guru dalam  pelesterianMenggugah kesadaran  guru dalam  pelesterian
Menggugah kesadaran guru dalam pelesterianIsmail Bisri
 
New microsoft office word document
New microsoft office word documentNew microsoft office word document
New microsoft office word documentWannus Sastra
 
Resensi resti purnama sari
Resensi resti purnama sariResensi resti purnama sari
Resensi resti purnama sariPamilaNovitasari
 
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptxPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptxReynaldi Wahyu
 
Data bem unpatti
Data bem unpattiData bem unpatti
Data bem unpattiAfif Faith
 
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdfArtikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdfzuhriyahaminatus004
 
Pendidikan karakter...Apaan Tuch!
Pendidikan karakter...Apaan Tuch!Pendidikan karakter...Apaan Tuch!
Pendidikan karakter...Apaan Tuch!Fauzan Gusdurian
 
Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2Warnet Raha
 
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikTransformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikSlamet Readi
 

Similaire à Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum (20)

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
 
Ppd
PpdPpd
Ppd
 
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara IndonesiaMakalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
 
Isbd
IsbdIsbd
Isbd
 
Menggugah kesadaran guru dalam pelesterian
Menggugah kesadaran  guru dalam  pelesterianMenggugah kesadaran  guru dalam  pelesterian
Menggugah kesadaran guru dalam pelesterian
 
New microsoft office word document
New microsoft office word documentNew microsoft office word document
New microsoft office word document
 
Ict
IctIct
Ict
 
Ict
IctIct
Ict
 
Resensi resti purnama sari
Resensi resti purnama sariResensi resti purnama sari
Resensi resti purnama sari
 
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptxPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
 
Data bem unpatti
Data bem unpattiData bem unpatti
Data bem unpatti
 
Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2
 
Pengantar Pengajian Profesional
Pengantar Pengajian ProfesionalPengantar Pengajian Profesional
Pengantar Pengajian Profesional
 
TI resume jurnal
TI resume jurnalTI resume jurnal
TI resume jurnal
 
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdfArtikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
 
Pendidikan karakter...Apaan Tuch!
Pendidikan karakter...Apaan Tuch!Pendidikan karakter...Apaan Tuch!
Pendidikan karakter...Apaan Tuch!
 
Pendidikan karakter
Pendidikan karakterPendidikan karakter
Pendidikan karakter
 
Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2
 
Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4
 
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikTransformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
 

Plus de sman 2 mataram

Explanation by nita a malia dolpin
Explanation by nita a malia   dolpinExplanation by nita a malia   dolpin
Explanation by nita a malia dolpinsman 2 mataram
 
Explanation by ni putu puspita history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita   history and culture of koreaExplanation by ni putu puspita   history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita history and culture of koreasman 2 mataram
 
Explanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldiExplanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldisman 2 mataram
 
Explanation by santi korean wave
Explanation by santi   korean waveExplanation by santi   korean wave
Explanation by santi korean wavesman 2 mataram
 
Explanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanoneExplanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanonesman 2 mataram
 
The story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amritaThe story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amritasman 2 mataram
 
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hanantaThe story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hanantasman 2 mataram
 
The story of mandalika princess
The story of mandalika princessThe story of mandalika princess
The story of mandalika princesssman 2 mataram
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozisman 2 mataram
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozisman 2 mataram
 
Narrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandiNarrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandisman 2 mataram
 
Narrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalikaNarrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalikasman 2 mataram
 
Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)sman 2 mataram
 
Narrative about toba lake by endri
Narrative about  toba lake by endriNarrative about  toba lake by endri
Narrative about toba lake by endrisman 2 mataram
 
Kadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsihKadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsihsman 2 mataram
 
Mantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawatiMantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawatisman 2 mataram
 
A narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlitaA narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlitasman 2 mataram
 

Plus de sman 2 mataram (20)

Explanation by nita a malia dolpin
Explanation by nita a malia   dolpinExplanation by nita a malia   dolpin
Explanation by nita a malia dolpin
 
Explanation by ni putu puspita history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita   history and culture of koreaExplanation by ni putu puspita   history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita history and culture of korea
 
Explanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldiExplanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldi
 
Explanation by santi korean wave
Explanation by santi   korean waveExplanation by santi   korean wave
Explanation by santi korean wave
 
Explanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanoneExplanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanone
 
The story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amritaThe story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amrita
 
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hanantaThe story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
 
The story of mandalika princess
The story of mandalika princessThe story of mandalika princess
The story of mandalika princess
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
 
Narrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandiNarrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandi
 
Narrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalikaNarrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalika
 
Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)
 
Narrative about toba lake by endri
Narrative about  toba lake by endriNarrative about  toba lake by endri
Narrative about toba lake by endri
 
Mirgawati (animals)
Mirgawati (animals)Mirgawati (animals)
Mirgawati (animals)
 
Kadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsihKadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsih
 
Narative text
Narative textNarative text
Narative text
 
Mantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawatiMantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawati
 
Cece p a narrative
Cece p a narrativeCece p a narrative
Cece p a narrative
 
A narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlitaA narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlita
 

Dernier

Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANwawan479953
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024ssuser0bf64e
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanAdePutraTunggali
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxJuliBriana2
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanAyuApriliyanti6
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdfAfriYani29
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaharnosuharno5
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxHaryKharismaSuhud
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 

Dernier (20)

Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 

Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

  • 1. PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN OLEH HM SARTONO KATA PENGANTAR Dengan selalu mengucap Puji Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Makalah Disertasi ini dapat tersusun meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dan Makalah Disertasi ini berjudul “PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER” sebagai salah satu upaya untuk memahami dan menerapkan teori teori tentang Pembentukan karakter didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan merupakan upaya paling penting untuk membentuk kepribadian peserta didiknya Tujuan utama makalah ini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan kesepahaman) tentang bagaimana Basis Pendidikan karakter sebagai sebuah program Pengembangsan didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan merujuk pada Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan Potensi Peserta Didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, yang penulis memaknai bahwa, Tujuan Pendidikan tidaklah semata-mata mengarahkan satuan pendidikan untuk mencetak wujud manusia yang hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi semata, tetapi harus diimbangi oleh penguasaan dan kemampuan mengamalkan nilai-nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penulis menyadari bahwa kesempatan mengembangkan diri, bukan hanya semata-mata ditentukan oleh tingkat kecerdasan, bakat dan minatnya akan tetapi kompetensi/ kemampuan dasar yang dimiliki dan disiplin, disamping itu juga memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin serta sangat dominan terlepas dari hal-hal yang melatarbelakangi pengembangan diri suatu pekerjaan, tidak kalah pentingnya adalah faktor lingkungan kerja yang pertama kali mempengaruhi pertumbuhan perkembangan personal/individu Tidak semua orang dapat berbuat sesuai , dengan keadaan ataupun harapan, hal ini disebabkan oleh kelayakan atau tidaknya suatu pekerjaan yang ditekuni. Namun demikian sangat tergantung pada kemampuan menyesuaikan diri terhadap kewajiban pekerjaan/ jabatan keprofesionalan dari masing-masing individu. Makalah yang cukup sederhana ini akan menela‟ah pengembangan Kurikulum dan kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Dan penulis menyadari pula bahwa rampungnya tugas ini tidak terlepas dari keterlibatan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun material oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih. Penulis telah berusaha merampungkan makalah ini dengan sebaik mungkin, namun hasilnya masih belum sempurna dengan harapan agar kiranya makalah ini dapat bermanfaat sebagai salah satu informasi dalam usaha untuk pengembangan pendididkan pada umumnya melalui upaya upaya untuk meningkatkan kesesuaian mutu pendidikan karakter dan pembentukan karakter yang merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya akan lahir generasi muda 1
  • 2. yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan pancasila. Sekolah/Madrasah mulai dari Pendidikan Usia Dini / Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. Semua masyarakat akan sepakat tentang pentingnya karakter dalam kehidupan, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mengatur secara sistematis kurikulum berbasis karakter sehingga peserta didik dapat lebih berkarakter dalam kehidupan, yang dipandang perlu mendapat perhatian dalam upaya pengembangan kependidikan di masa yang akan datang. 1. Pendahuluan Pendidikan dewasa ini hampir kehilangan keberadaannya sebagai suatu proses yang mengantarkan setiap peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang secara pribadi dapat memerankan dirinya ditengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai problem solver, selanjutnya manusia disebut dengan makhluk sosial. Kenyataan ini dapat dilihat dari adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) pada masyarakat akan makna- makna kebenaran, kebahagiaan, keadilan dan lain-lain. Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola pendidikan untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan dan nampak jelas bahwa Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dewasa ini dan di masa depan, dapat memberikan dampak positif dan negative, sehingga terjadi perubahan masyarakat yang bersifat global dengan bertumpu pada transpormasi sosial kekuatan iptek dan ekonom, perubahan kehidupan berbangsa yang bersifat individualisme dan konsumerisme Munculnya persoalan sosial dalam kehidupan berbangsa, dan persoalan-persoalan tersebut, tercermin dari semakin maraknya korupsi yang merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat, kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang semakin membesar, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi/ sex bebas yang terjadi di kalangan remaja, pemerkosaan di tempat umum atau sarana publik, kekerasan dan kerusuhan (tindakan anarkis, konflik sosial dan kekerasan atas nama agama/ sara), serta penuturan bahasa yang buruk. telah terjadi dekadensi moral, dan yang lebih fatal lagi merosotnya moralitas, menyebabkan memudarnya karakter anak bangsa Prinsip-prinsip moral, dan nilai-nilai budaya bangsa tidak lagi menjadi pegangan dalam kehidupan mereka atau tidak lagi melekat sebagai karakteristik diri, kondisi semakin rapuhnya karakter anak bangsa, internalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting untuk berupaya memperkokohkannya kembali. Dengan perkembangan global dihadapi suatu masalah yaitu nilai budaya asing yang masuk menyebabkan pola kehidupan secara perlahan terpengaruh termasuk pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin mempercepat transformasi pola kehidupan masyarakat. Nilai negatif dari globalisasi akan mempengaruhi identitas dan integritas bangsa. Dan kondisi bangsa akhir-akhir ini, ketersediaan sumber daya manusia yang berkarakter merupakan kebutuhan yang amat vital. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Upaya mengatasi kondisi tersebut maka diperlukan pemahaman dan langkah untuk membangun kembali karakter bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila. Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education), oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dalam pendidikan karakter harus 2
  • 3. terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebagaiberikut : “Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (HR Bukhari) , hal ini mengandung makna bahwa proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai -nilai moral Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur Agama dan Pancasila. Sekolah/Madrasah Pendidikan Usia Dini sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia : 1)Yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) Berakhlak mulia, 3) Sehat jasmani dan rohani, 4) Berilmu, 5) Cakap, 6) Kreatif, 7) Mandiri, dan 8) menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa, kebutuhan itu, secara imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut. 2. Pentingnya Pendidikan Karakter Proses pembelajaran yang masih menekankan penguasaan materi dan lebih terlihat lagi adalah target evaluasi yang masih bertumpu pada angka-angka menunjukkan bahwa konsep pendidikan masih berkisar pada peningkatan dimensi kognitif, tapi lemah pada dimensi yang lain, seperti psikomotorik dan afektif. Bahkan, secara nasional, keberhasilan pendidikan diukur melalui pengujian materi yang hanya berisi aspek kognitif saja. Hal ini terbukti pada pelaksanaan Ujian Nasional. Sedangkan pendidikan yang lain, seperti akhlak, kekerasan, belum tersentuh. Pendidikan karakter juga belum diimplementasikan dalam kurikulum yang dijadikan acuan dalam kegiatan pembelajaran. Yang ada hanyalah siswa dididik untuk mendapatkan nilai yang tinggi dan mendapatkan prestasi yang bagus. Akhirnya lulusan yang dihasilkan kurang memiliki karakter yang jelas. Bahkan lulusan yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat, baik dari segi mentalitas maupun moralitas. Lulusan yang memiliki nilai yang bagus belum tentu memiliki moralitas dan mentalitas yang bagus. Konsep pendidikan yang tidak hanya mengacukepada nilai seharusnya sudah dilaksanakan oleh lembaga pendidikan agar manusia Indonesia 3
  • 4. memiliki karakter yang jelas. Jangan sampai generasi mendatang sama saja dengan generasi-generasi sebelumnya yang belum sadar terhadap nilai-nilai sosial yang seharusnya dibangun. Paparan makalah ini menyajikan beberapa basis dari pendidikan karakter, khususnya didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan sebagaimana pertanyaan yang selalu hadir dalam diri penulis makalah ini ketika berhadapan dengan Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter yaitu : (1) Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ? (2).Apakah ”karakter” dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ? (3) Karakter apa yang perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP? (4) Bagaimana menerapkan Basis karakter secara efektif dalam implementasi pembelajaran ? (5) Bagaimana mengukur keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter? (6) Siapa yang harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter ? 2.1. Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ? Proses pendidikan karakter didasarkan pada potensi individu manusia Kognitif, Afektif, Psikomotorik dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi pada keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat Totalitas Karakter dimaksud dalam Pendidikan adalah Karakter Bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila :Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan. Kepentingan nasional Indonesia merupakan kepentingan bangsa dan negara dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional Indonesia yang di dalamnya mencakup usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan mencerdasakan kehidupan bangsa itu memiliki 2 (dua) arti penting yaitu membangun manusia Indonesia yang cerdas dan berbudaya. Pengertian cerdas harus dimaknai, bukan saja sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menguasai ilmu pengetahuan, budaya serta kepribadian yang tangguh akan tetapi juga memiliki kecerdasan emosional yang dengan bahasa umum disebut sebagai berkarakter mulia atau berbudi luhur, berakhlak mulia. Sedangkan berbudaya memiliki makna sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menangkap dan mengembangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang beradab dalam sikap dan tindakan berbangsa dan bernegara (karakter bangsa) dengan penuh tanggung jawab. disadari, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar lagi). Mengingat begitu pentingnya pendidikan karakter itu sendiri karena terindikasi munculnya Degradasi Moral Perusak Karakter Bangsa . Eksistensi, kemuliaan dan kejayaan sebuah bangsa tergantung akhlaknya, demikian juga keterpurukan, kehinaan dan kehancurannya. Awal dan sumber segala kebaikan adalah akhlak, demikian juga segala keburukan bersumber dan bermuara kepada akhlak. Apabila sebuah bangsa mengalami krisis moral dan akhlak, maka bangsa tersebut akan berbuat dlalim, berbuat kerusakan terhadap alam maupun kedlaliman terhadap sesamanya. Dampak dari kedlaliman tersebut adalah timbulnya berbagai 4
  • 5. musibah, balak dan bencana, baik yang bersumber dari alam seperti maupun manusia. Seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika bernama Thomas Lichona mengidentifikasi adanya 10 tanda-tanda degradasi moral yang dapat merusak karakter bangsa. Degradasi moral itu ialah (1) Mmeningkatnya kekerasan pada remaja (2) Penggunaan kata-kata yang memburuk (3) Pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan (4) Meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas (5) kaburnya batasan moral baik-buruk (6) Menurunnya etos kerja (7) Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru (8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara (9) Membudayanya ketidakjujuran (10) Adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama. (www.cortland.edu/character/aboutus.html) Pentingnya pendidikan karakter itu sendiri jika dilihat dari berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang mendahulukan hak pribadi daripada kewajiban sebagai bangsa. Pada akhirnya berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu tumbuhnya pandangan sempit seperti kesukubangsaan (ethnicity) dan unsur SARA lainnya. Kerancuan ini menyebabkan masyarakat frustasi dan cenderung meluapkan jati diri dan tanggung jawab tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial". Pentingnya proses Pendidikan Karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut: 5
  • 6. Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong. Dalam pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti yang sudah disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Maka dengan adanya pendidikan karakter diharapkan dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena yang namanya pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong dalam aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). 6
  • 7. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan yang diharapkan dengan adanya pendidikan karakter(character education) tersebut sesuai dengan Teori taksonomi Bloom dimana pendidikan memiliki tiga domaian yaitu Domaian Kognitif, Afektif Psikomotor atau menurut bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah lain dengan tiga domain yang maksudnya sama yaitu cipta, rasa dan karsa. Sebagaimana uraian diatas tersimpul bahwa ada 4 Pilar Dasar Nilai Moral yang tercermin dalam pendidikan karakter seperti dalam gambar berikut : 7
  • 8. Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan. Pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan. 2.2. Apakah ”karakter” dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ? ”karakter” dapat dikembangkan dalam KTSP adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan 8
  • 9. menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Merupakan basis pengembangan KTSP Pengembangan Kurikulum dimana Kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan curriculum is the heart of education Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai Kurikulum Operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut. Pendidikan karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab Pendidikan karakter adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Merupakan basis pengembangan KTSP. Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, RPP Tahapan Pengembangan KTSP melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan 1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua 9
  • 10. stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ Madrasah 6. Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana Keteladanan Penghargaan dan pemberdayaan 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ) 4. Penyiapan bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai- nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter. 10
  • 11. Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti adalah suatu program (Sekolah/Madrasah dan luar Sekolah/Madrasah ) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber moral serta disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan . pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan pesrta didik yang berlangsung sepanjang hayat. The golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. 11
  • 12. Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik- buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Juga tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Merupakan basis pengembangan KTSP. Karena adanya krisis ekonomi dan moral yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Sebuah mimpi panjang yang melenakan jika konsep pendidikan masih seperti ini. Karakter dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pendidikan karakter masih bersifat pencanangan dalam arti kebijakannya dulu. Ditjen Pendidikan Dasar sebetulnya sudah merintis program- program pendidikan karakter. Pendidikan karakter dimensinya berbagai macam, ada dimensi kreativitas, kejujuran, kedisiplinan. pendidikan karakter yang menekankan dimensi disiplin. Pendidikan antikorupsi, kita juga sudah terapkan. Juga ada pendidikan lingkungan hidup. Ini sebetulnya merupakan dimensi-dimensi pendidikan karakter yang sudah diterapkan di jenjang pendidikan dasar. Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak (Oxford). Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi 12
  • 13. pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter dalam perspektif Islam dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang baik. Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai Setan. Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan energi negatif itu berupa nilai-nilai yang a-moral yang bersumber dari taghut (Setan). Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif itu berupa: Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritrual itu berupa îmân, islâm, ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm); Kedua, kekuatan potensi manusia positif, berupa âqlus salîm (akal yang sehat), qalbun salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa) dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga, sikap dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep- konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi: istiqâmah (integritas), ihlâs, jihâd dan amal saleh. Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al- mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan competency yang bagus pula (professional). Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thâghût (nilai- nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai- nilai material (thâghût ) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan penggelapan nilai-nilai kemanusiaan. Hampir sama dengan energi positif, energi negatif terdiri dari: Pertama, kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu berupa kufr (kekafiran), munafiq (kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang serba material (asfala sâfilîn); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu pikiran jahiliyah (pikiran sesat), qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu „l-lawwamah (jiwa yang tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah 13
  • 14. selain Allah berupa harta, sex dan kekuasaan (thâghût). Ketiga, sikap dan perilaku tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan thâghût dan kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep- konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb al-dunyâ (materialistik), dlâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif). Energi negatif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ‟amal al sayyiât (destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan kompetensi yang dimiliki. Adapun hal berkaitan dengan karakter adalah prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10). Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang 14
  • 15. diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun. 2.3. Karakter apa yang perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP? Karakter yang perlu menjadi basis pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kreativitas, apalagi nilai-nilai lain yang diangkat sehingga siswa menginternalisasi nilai-nilai tersebut Jika dilihat, sebenarnya, karakter bukan pada aspek kognitif, tapi aspek afektifnya. Cuma aspek afektif tidak bisa teraktualisasi secara maksimal tanpa ada kognitif. Orang menjadi jujur, juga harus tegas. Karena definisi kejujuran itu memerlukan pertimbangan-pertimbangan intelektual sehingga dia bisa tidak kelihatan naif saat jujur. Kreativitas juga sebuah aspek yang non-kognitif, tetapi untuk bisa kreatif orang juga harus cerdas dalam mengaktualisasikan kreativitas tersebut. Umat Muslim merupakan Mayoritas Penduduk Indonesia Umat Muslim Indonesia patut bersyukur karena dapat bersatu dalam jumlah yang besar dan menjadi mayoritas di negerinya. Indonesia adalah karya besar umat Muslim dan kemerdekaan Indonesia adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa kepada seluruh Bangsa Indonesia utamanya Umat Muslim. Pembangunan karakter bangsa pada hakekatnya adalah pembangunan karakter umat, dan kalau Bangsa Indonesia memiliki karakter, berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur, sudah barang tentu umat Muslim yang paling berkepentingan. Kesenjangan antara Muslim Cita dan Muslim Fakta adalah apabila umat Muslin Indonesia dapat menjadi Muslim yang baik maka jayalah Indonesia, dan sebaliknya kondisi bangsa Indonesia yang banyak mengalami krisis dan keterpurukan mencerminkan muslim Indonesia belum menjadi sebagaimana diharapkan. Bahkan dalam perspektif pembangunan bangsa, umat Muslim dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) Muslim berideologi Islam politik, yaitu Muslim yang sadar politik atau mind set-nya politik dan kekuasaan, menjadikan Islam sebagai ideologi politik, bertujuan mendirikan negara atau khilafah islamiah, dan biasanya bersifat radikal, tidak merasa menjadi 15
  • 16. Indonesia, sedikit kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara dan bahkan selalu merongrong kedaulatan RI; (2) Muslim mistik, yaitu Muslim yang disibukkan dengan urusan ritual keagamaan bahkan yang bersifat mistik, tidak mempersoalkan keindonesiaan tetapi juga tidak memberikan kontribusi yang berarti dalam pembangunan bangsa dan negara dan tidak membahayakan negara; (3) Muslim moderat, yaitu Muslim yang ideal karena memiliki prinsip keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, selalu berusaha menjadi ummatan wasathan (umat moderat), dan dimanapun berada selalu memberikan manfaat bagi lingkungannya. Ciri-ciri Muslim moderat antara lain: at home di Indonesia, mencintai, berjuang dan rela berkorban untuk bangsa dan negaranya, dan memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara. Sampai sekarang ini, ketiga kelompok Muslim tersebut masih ada, bahkan Muslim politik semakin menguat pada era reformasi atau pasca Orde baru. Muslim mistik juga tetap eksis. Dalam konteks pembangunan karakter bangsa, pembangunan karakter harus diarahkan untuk menjadi Muslim moderat atau Muslim ideal. Mengawinkan antara keislaman, keindonesiaan dan kemodernan. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Nur Cholis Madjid pada era 70 an, dan sekarang ini dirasakan pentingnya gagasan tersebut direaktualisasi dalam konteks pembangunan karakter bangsa. Muslim Indonesia akan dapat mewujudkan rahmatan lil‟alamin (merahmati semua) apabila dapat mengawinkan ketiga komponen tersebut. Dengan mengawinkan ketiga komponen tersebut seorang muslim akan memiliki tiga kesadaran: kesadaran ideal (keislaman), kesadaran tempat (keindonesiaan) dan kesadaran waktu (kemodernan). Dengan memiliki tiga kesadaran ini seorang Muslim akan memiliki kearifan, kemuliaan dan kejayaan. Etika dan Moral dalam Islam Kehadiran Islam di muka bumi adalah sebagai pedoman hidup manusia dan untuk memberikan solusi yang tegas terhadap berbagai persoalan kemanusiaan. Salah satu persoalan kemanusiaan yang perlu mendapat perhatian besar dari umat Islam adalah persoalan etika. Etika dan moralitas adalah puncak nilai keberagamaan seorang muslim. Hal ini sejalan dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan keagungan. Berislam yang tidak membuahkan akhlak adalah sia- sia. Menurut Raghib al-Isfahani, etika Islam berbentuk ethical individual social egoism dalam motivasi moral. Maksudnya, pengejaran perilaku moral individu tidak mesti mengorbankan perilaku moral etis sosial. Etika Islam tidak hendak memasung otoritas individu untuk sosial sebagaimana paham komutarianisme atau pengorbanan sosial untuk individu sebagaimana paham universalisme (Amril M. 200: 2ix). Etika Islam harus berlandaskan pada cita-cita keadilan dan kebebasan bagi individu untuk melakukan kebaikan sosial. Etika Islam adalah sebuah pandangan moralitas agama yang mengarahkan manusia untuk berbuat baik antar sesamanya agar tercipta masyarakat yang baik dan teratur. Pentingnya sekolah-Madrasah memperhatikan masalah pembentukan akhlak pada anak-anak didiknya “innama bu’itstu liutammima makaarimal akhlaaq Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, 16
  • 17. pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. 2.4. Bagaimana menerapkan Basis karakter secara efektif dalam implementasi pembelajaran ? 17
  • 18. Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, RPP. Penerapannya / Pelaksanaan pendidikan karakter melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan : 1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah 18
  • 19. (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ Madrasah 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dokumen I) Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program Pengembangan Diri) • Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP) Pendidikan karakter dapat diimplementasikan sebagaimana di gambarkan dalam tabel berikut : Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia 19
  • 20. memikul beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak bangsa (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial, dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Pendidikan karakter diawali dari keinginan mengubah perilaku siswa. Kira-kira dalam jangka pendek dan menengah, perilaku apa yang diharapkan berubah, seperti tak lagi tawuran Perubahan sikap bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Diketahui bahwa sekolah madrasah tidak bisa mengontrol perilaku anak ketika di luar ruang kelas. Dari sudut padang pedagogis, ruang kelas anak tidak hanya ruang kelas dalam arti konvensional. Tetapi ketika dia ada di luar, itu ruang kelas anak di mana dia berguru pada orang dewasa. Ini yang kita katakan tidak independen, steril dari pengaruh-pengaruh di luar kehidupan ruang kelas itu. Efektivitas implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana strategi-strategi pembelajarannya dilakukan. Ada beberapa model dan strategi pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan, antara lain: (1) mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan perilaku (cipta, rasa, karsa dan karya dalam slogan pendidikan di tingkat satuan pendidikan ). (2) menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan proaktif untuk perkembangan karakter. (3) menciptakan suatu kepedulian pada masyarakat kampus. (4) memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan tindakan moral. (5) memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang dengan menghormati semua peserta didik, mengembangkan kepribadiannya, dan membantu mereka berhasil. (6) mendorong pengembangan motivasi diri mahasiswa. (7) melibatkan staf/karyawan kampus sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para mahasiswa. (8) memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter. (9) melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter. Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali mendesain mengintegrasikan kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia pendidikan kita yang masih berkutat dengan problem internalnya, seperti penyakit 20
  • 21. dikotomi, profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah, perilaku pendidiknya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk dicontohi. 2.5. Bagaimana mengukur keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter? Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Karakter itu, semacam nilai-nilai gabungan (komposit). Ada satu pihak yang disiplin dan pandai, disiplin dan jujur, disiplin dan kreatif, ada juga kreatif dan disiplin. Kombinasi-kombinasi. Kita sekarang belum mempunyai suatu alat ukur untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter. Sekarang kita masih mengarahkan bahwa keberhasilan anak dalam mengikuti program pendidikan tidak hanya pintar saja, tetapi paling tidak pintar dan jujur, pintar dan berakhlak mulia. Kreatif tentunya juga kita harapkan. Kalau dari ilmu sosial bisa diukur, cuma kita harus menggunakan konstrak-konstrak yang jelas tentang apa yang namanya berkarakter. Hal ini akan dapat terukur secara afektif yaitu bagaimana keterlibatan semua fihak dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan disiplin. Sementara dianggap keberhasilan pada tahap awal. 21
  • 22. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter) 4. Penyiapan bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan 2.6. Siapa yang harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter ? Melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan kebudayaan asli bangsa Indonesia. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan, dan pandangan mereka terbatas. Berarti harus ada upaya melibatkan orangtua dan masyarakat Sebetulnya yang mudah harus ada role model, contoh. Contoh itu anggota masyarakat, anggota partai. Guru contoh langsung. Orangtua juga. Dalam sudut pandang pedagogis, ruang kelas itu ruang kelas tanpa dinding, borderless classroom. Ini yang tidak bisa guru kendalikan. Siswa, kan, tidak boleh dihadapkan pada nilai-nilai yang kontradiktif. Apa yang diajarkan sekolah harus kurang-lebih sejalan dengan apa yang ada di luar ruang kelas 22
  • 23. 3. Disain Pendidikan Karakter Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai- nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Terminologi ”karakter” itu sendiri sedikitnya memuat dua hal: values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya adalah suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar kamuflase. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal, seperti kejujuran. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan “upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu siswa mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti” (Curriculum Corporation, 2003: 33). 23
  • 24. Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Disain Sasaran Pendidikan Karakter adalah seluruh Sekolah/Madrsah di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga Sekolah/Madrsah , meliputi para peserta didik, Tenaga Pendidik dan Kependidikann , dan pimpinan Sekolah/Madrsah menjadi sasaran program ini. Sekolah/Madrsah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke Sekolah/Madrsah lainnya. 24
  • 25. Disain pengembangan Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai- nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Disain dari Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di Sekolah/Madrsah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan Sekolah/Madrsah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di Sekolah/Madrsah secara memadai. Disain Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen Sekolah/Madrsah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah. Melalui program telah didisain ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya Sekolah/Madrsah. Dan pada tataran Sekolah/Madrsah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya Sekolah/Madrsah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga Sekolah/Madrsah, dan masyarakat sekitar Sekolah/Madrsah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut. Dan takalah pentingnya bahwa desain dari pengintegrasian Program imtaq ditetapkan sebagai salah satu program pengembangan diri wajib, artinya merupakan jenis pengembangan diri yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Program imtaq juga dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memberikan nilai akhlak mulia bagi peserta didik, namun hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sekolah/ Madrasah itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dapatlah dijadikan suatu acuan dalam pengembangan pendidikan karakter di satuan pendidikan, yang merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional, dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Desain Program ini disusun dan ditetapkan setelah melalui tahapan sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari dewan pendidik dan stakeholder sekolah Madrasah lainnya (komite Sekolah/ Madrasah dan orang tua peserta didik). Salah satu cara yang dapat dipercaya adalah penerapan Pendidikan karakter untuk mencegah merosotnya nilai-nilai moral dan etika pada generasi penerus bangsa, harus dimulai sejak usia dini karena pada usia dini, anak masih dapat dibentuk dan diarahkan sesuai dengan keinginan kita. Adapun prosedur mendisain cara mengimplementasikan pendidikan karakter mulai dari pendidikan anak usia dini yaitu penciptaan lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, memperkenalkan pentingnya cinta, melalui metode pembiasaan, metode keteladanan, metode bercerita, pengurangan kegiatan yang mengembangkan kognitif dan 25
  • 26. diganti dengan kegiatan yang mengembangkan afektif, serta pemanfaatan permainan tradisional. Sekolah Madrasah dituntut mengembangkan pendidikan berkarakter melalui pengembangan intelligence guotient, emotional quotient, dan spiritual quotient pada diri peserta didik dalam proses pembelajarannya. Disain dari Nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dan berangkat dari empat sumber dan pilar dasar yang sangat fundamental dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Nilai-nilai itu mencakup tujuh belas aspek nilai, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, dan peduli lingkungan. Disain pengembangannya bisa dilakukan melalui kegiatan Intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri. Disain dari Keterlaksanaan program didukung oleh beberapa faktor pendukung. Misalnya: 1) adanya motivasi dan dukungan dari warga sekolah (peserta didik, guru dan pegawai); 2) motivasi dan dukungan dari orang tua peserta didik dan masyarakat, Disain dari Basis Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran baru yang berdiri sendiri ,bukan pula dimasukkan sebagai standar kompetensi dan kompetensi dasar baru,tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran yang sudah ada,pengembangan diri dan budaya sekolah serta muatan lokal. oleh karna itu,guru dan sekolah perlu mengintegrasi nilai – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter kedalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),silabus,dan rencana program pembelajaran (RPP) yang sudah ada . Adapun Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter adalah : (1) Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti ,dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun kemasyarakat (2) Melalui semua mata pelajaran pengembangan diri dan budaya sekolah ,serta muatan local (3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan .satu hal yang selalu harus diingat bahwa suatu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan ranah kongnitif,afektif dan psikomotorik (4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.guru harus merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan mencari sumber informasi ,dan mengumpulkan informasi dari sumber memgolah informasi yang sudah dimiliki,dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi dikelas , sekolah,dan tugas-tugas diluar Sekolah/Madrsah . Pemahaman mengenal arti pendidikan karakter akan ikut menentukan isi pendidikan karakter bagi pengikut paham yang mengartikan pendidikan moral untuk menjadikan seseorang berkarakteter,maka isi pendidikan merupakan pilihan yang paling tepat untuk mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat.bahan pendidikan yang diperkirakan tidak sesuai dengan tujuan karakter tidak dimasukkan dalam kurikulum.kalaupun terpaksa disebut dalam isi pelajaran,maka bahan pelajaran itu disebut close area,yaitu bahan pelajaran tabu dan secret untuk dibicarakan ,seperti yang berkenaan dengan ras,politik,dan kesukuan. Oleh karna itu ,pilihan isi pelajaran harus tersaring dan terseleksi secara ketat ,yaitu bahan pelajaran yang sudah masuk dalam appa yang disebut public culture.bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan karakter sebagai pendidikan tenteng karakter,penyusunan isi pelajaran hamper tidak ada pembatasan. bahan pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah nyata dalam kehidupan sehari – hari .paham ini percaya bahwa penalaran moral dan konflik kongnitif (cognitive conflict) dalam membicarakan moral ,suatu hal yang sangat penting dalam menumbuhkan inteligensi. Paham ini percaya bahwa penyusunan isi bahan pelajaran 26
  • 27. yang menekankan pada segi kognitif pada akhirnya akan mengembangkan moral kognitif (cognitive moral development). Namun paham ini tidak percaya terhadap tingkat keberhasilan penanaman nilai moral seperti dikemukakan oleh durkheimian,sociological ethcists yang meramalkan akan terjadi internalisasi melalui proses pengkondisian dan latihan moral.penemuan atau kesimpulan kholberg tentang tahap- tahap perkembangan moral (pre-conventional,conventional,post-conventional,autonomus, principle levels) membuktikan bahwa teori internalisasi dari suatu buku”yang beranggapan benar” ternyata tidak sesuai dengan perkiraan kalangan durkheimian.oleh karna itu ,ia menggunakan istilah cognitive development untuk merujuk pada asumsi mengenai teori pilihan tentang moral seperti telah dikemukakan oleh Dewey (1909),mead (1934), Baldwin (1906) dan Piaget (1932) Bahaya penyusunan bahan seperti di atas dapat terjadi transfer negative yang menimbulkan pilihan sikap yang tidak positif terhadap kawasan nilai-nilai sentral yang dicapai.hal ini bisa terjadi manakala guru kekurangan bahan dan pengetahuan untuk membahas sesuatu topik yang problematis. Berkaitan dengan penyajian materi pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah muncul paham yang menghendaki agar materi pendidikan karakter disampaikan dengan memperhatikan faktor psikologi anak,sehingga dapat menjamin tingkat keberhasilan tujuan pendidikan. Paham ini berpendapat bahwa untuk mencapai terjadinya internalisasi moral,hendaknya pada tahap permulaan dikembangkan pengkondisian dan latihan moral disajikan dengan baik dan menarik,walaupun hanya dengan teknik ceramah ,hal ini menghasilkan internalisasi.penalaran moral dan penyajian pendidikan moral dan langkah – langkah berpikir ilmuan sosial hanya akan menimbulkan kegaduhan saja, di lain pihak ,paham yang mementingkan perkembangan penalaran moral tidak setuju kalau pendidikan budi pekerti atau moral menekankan pada pengkondisian dan latihan moral dalam rangka upaya internalisasi nilai moral,seperti dianut para Durkheimian. Paham yang didukung oleh faculty psychology ini hanya menimbulkan kebosanan dan menyebabkan jenis- jenis berpikir yang kurang berkembang.Dengan perkataan lain,keadaan ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak konstruktif bagi seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang menyangkut moral ,yang oleh para ahli kesehatan mental dianggap bisa menimbulkan psikosomatik,tanpa alasan. Oleh karna itu ,pihak ini cenderung untuk menggunakan cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam pendidikan budi pekerti dan tidak mengikuti cara transmisi nilai-nilai budi pekerti yang pasti benar.cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam pendidikan budi pekerti akan di jadikan dorongan agar seseorang dapat melakukan reksturisasi dalam pengalaman dirinya melalui berbagai pengalaman dalam melakukan pilihan moral dan pertimbangan moral (moral choice and moral judgement).Paham ini pada dasarnya mengikuti aliran fieldpsycology dan convigurational psychology,proses pengambilan keputusan dan pendekatan masalah dapat di kembangkan suatu pengalaman belajar yang membiasakan seseorang untuk mampu menyusun konnsteruksi berpikir serta mendorong perkembangan penalaran moral maupun berpikir ilmiah. Banyak orang berpikir,pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam mendidik karakter atau budi pekerti adalah guru dan guru pendidikan budi pekerti.Pikiran demikian jelas kurang tepat karena masalah karakter/budi pekerti/moral ini akan berkaitan satu dengan lainbaik program pendidikan disekolah maupun masalah lingkungan,terutama masalah keadilan.perlakuan yang tidak adil dapat berupa keputusan hakim atau pejabat Negara,juga tindakan seseorang.Masyarakat bisa memiliki pertimbangan moral yang berbeda-beda. Seseorang bisa saja mengambil sikap”komplasen,agnostic,regresif- liberal,bahkan radikal‟sekalipun terhadap ketidak adilan. Pendidikan karakter atau budi pekerti sangatlah luas sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala ia hanya menjadi tanggung jawab guru. Oleh karna itu, timbul gagasan tentang pentingnya kurikulum 27
  • 28. tersembunyi[hidden curriculum] dealam pendidikan karakter/budi pekerti,yang tidak secara eksplisit di tulis dalam kurikulum.Pendapat ini beranggapan bahwa seluruh kegiatan guru,orang tua, masarakat, dan negara di harapkan untuk membantu dan melakukan pelayanan ekstra dalam memmbantu pencapaian tujuaqn pendidikan karakter/budi pekerti. Guru bidang studi dapat mengaitkan masalah bidang studinya dengan karaqkter/budi pekerti.Demikian pula kepala sekolah dan orang tua dapat berbuat sesuatu dalam kaitannya dalam masalah karakter/budi pekerti, walupunmaasalah lingkungan masarakat seperti keadilan,kemakmuran,keamanan,dan kesetia kawanan sosiai mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral seseorang.Dengan perkataan lain, ppandangan ini menuntut adanya tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap keberhasilan pendidikan budi pekerti. 4. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN 28
  • 29. Pentingnya Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan Berbasis Pendidikan Karakter dalam hal ini Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana 29
  • 30. diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah, akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. oleh karena itu, sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui pengembangan budaya sekolah (school culture). Pedoman ini ditujukan kepada semua warga pada setiap satuan pendidikan(dasar sampai menengah) melalui serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yang bersifat komprehensif. Perencanaan di tingkat satuan pendidikan pada dasarnya adalah melakukan penguatan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sedangkan pelaksanaan dan penilaian tidak hanya menekankan aspek pengetahuan saja, melainkan juga sikap perilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak mulia. Pedoman ini dikembangkan berdasarkan atas pengalaman beberapa satuan pendidikan yang telah mengimplementasikannya. Hasil-hasil pengalaman itu diperoleh melalui pelaksanaan (piloting) yang dilakukan Pusat Kurikulum 4.1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP) Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 4.2. Tahapan Pengembangan Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: (1). Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah). (2). Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. (3). Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan. (4). Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. (5). Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui 30
  • 31. pembelajaran, Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain, Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah (6). Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana, Keteladanan, Penghargaan dan pemberdayaan (7). Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Implementasi nilai dalam pembelajaran Implementasi belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa. Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dokumen I. Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program Pengembangan Diri) Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP) 4.3. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Terkait dengan penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan- kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” Tingkat Nasional, Tingkat Propinsi, Tingkat Kabupaten/Kota, dan Tingkat Satuan Pendidikan 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter di PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SLB dan PKBM untuk setiap Kabupaten/Kota (Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Propinsi dan Kab/Kota, 2010; ToT Tingkat Utama dan Tingkat Nasional terhadap 1.200 orang peserta dari unsur-unsur unit Utama Kemendiknas, Dinas Pendidikan Provinsi & Kab/Kota, P4TK; LPMP; dan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta) 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan 4.4. Pengintegrasian dalam mata pelajaran Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan Indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan; c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP; e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik 31
  • 32. secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku. 4.5. Pengembangan Proses Pembelajaran Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat. 1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kgnitif, afektif, dan psikmtr. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, Toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu. 2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga Kependidikan di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vcal grup antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidat bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran ft hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa. 3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti leh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu). 4.6. Penilaian Hasil Belajar Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada Indikator. Sebagai contoh, Indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan serang peserta didik itu 32
  • 33. jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Mdel anecdtal recrd (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menlng pemalas, memberikan bantuan terhadap rang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kntrversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya. 4.7. Indikator Sekolah dan Kelas Ada 2 (dua) jenis Indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama, Indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, Indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif serang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika serang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang dikembangkan dalam Indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kmpleks antara satu jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih kmpleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai Indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya. Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik. Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka ditetapkan Indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini. 4.8. Keterkaitan jenjang Kelas dan Indikator NILAI INDIKATOR 7–9 10- 12 Religius: Mengagumi kebesaran Mensyukuri keunggulan Sikap dan perilaku yang Tuhan melalui kemampuan manusia sebagai makhluk patuh dalam manusia dalam melakukan pencipta dan penguasa 33
  • 34. melaksanakan ajaran sinkronisasi antara aspek dibandingkan makhluk agama yang dianutnya, fisik dengan aspek kejiwaan. lain Toleran terhadap pelaksanaan ibadah Mengagumi kebesaran Bersyukur kepada Tuhan agama lain, dan hidup Tuhan karena kemampuan karena menjadi warga rukun dengan pemeluk dirinya untuk hidup sebagai bangsa Indonesia. agama lain. anggota masyarakat. Mengagumi kekuasaan Merasakan kekuasaan Tuhan yang telah Tuhan yang telah menciptakan berbagai alam menciptakan berbagai semesta. keteraturan di alam semesta. Mengagumi kebesaran Merasakan kebesaran Tuhan karena adanya agama Tuhan dengan yang menjadi sumber keberagaman agama yang keteraturan hidup ada di dunia. masyarakat. Mengagumi kebesaran Mengagumi kebesaran Tuhan melalui berbagai Tuhan melalui berbagai pokok bahasan dalam pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran. berbagai mata pelajaran. Jujur: Tidak menyontek ataupun Melaksanakan tugas sesuai Perilaku yang didasarkan menjadi plagiat dalam dengan aturan akademik pada upaya menjadikan mengerjakan setiap tugas. yang berlaku di sekolah. dirinya sebagai rang yang selalu dapat dipercaya Mengemukakan pendapat Menyebutkan secara tegas dalam perkataan, tanpa ragu tentang suatu keunggulan dan tindakan, dan pekerjaan. pokok diskusi. kelemahan suatu pokok bahasan. Mengemukakan rasa senang Mau bercerita tentang atau tidak senang terhadap permasalahan dirinya pelajaran. dalam menerima pendapat temannya. Menyatakan sikap terhadap Mengemukakan pendapat suatu materi diskusi kelas. tentang sesuatu sesuai dengan yang diyakininya. Membayar barang yang Membayar barang yang dibeli di tk sekolah dengan dibeli dengan jujur. jujur. Mengembalikan barang yang Mengembalikan barang 34
  • 35. dipinjam atau ditemukan di yang dipinjam atau tempat umum. ditemukan di tempat umum. Toleransi: Tidak menggangu teman Memberi kesempatan Sikap dan tindakan yang yang berbeda pendapat. kepada teman untuk menghargai perbedaan berbeda pendapat. agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan Menghormati teman yang Bersahabat dengan teman tindakan rang lain yang berbeda adat-istiadatnya. lain tanpa membedakan berbeda dari dirinya. agama, suku, dan etnis Bersahabat dengan teman Mau mendengarkan dari kelas lain. pendapat yang dikemukakan teman tentang budayanya. Mau menerima pendapat yang berbeda dari teman sekelas. Disiplin: Selalu tertib dalam Selalu teliti dan tertib Tindakan yang melaksanakan tugas-tugas dalam mengerjakan tugas. menunjukkan perilaku kebersihan sekolah. tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan Tertib dalam berbahasa lisan Tertib dalam menerapkan peraturan. dan tulis. kaidah-kaidah tata tulis dalam sebuah tulisan. Patuh dalam menjalankan Menaati pesedur kerja ketetapan-ketetapan rganisasi labratrium dan prosedur peserta didik. pengamatan permasalahan sosial. Menaati aturan berbicara Mematuhi jadwal belajar yang ditentukan dalam yang telah ditetapkan sebuah diskusi kelas. sendiri. Tertib dalam menerapkan Tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya aturan penulisan untuk tulis. karya tulis ilmiah. Kerja keras: Mengerjakan semua tugas Mengerjakaan tugas Perilaku yang kelas selesai dengan baik dengan teliti dan rapi. menunjukkan upaya pada waktu yang telah sungguh-sungguh dalam ditetapkan. mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, Tidak putus asa dalam Menggunakan waktu 35