SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  8
Télécharger pour lire hors ligne
Kebudayaan Materi dan
Materialisme Budaya
Tugas mata kuliah Seminar dan Metodologi Ilmu Pengetahuan Budaya
Semester Ganjil 2008/2009

Dosen: Prof. Dr. Noerhadi Magetsari

Oleh: Satrio Arismunandar
NPM: 0806401916

Program S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia
November 2008
1
Pendahuluan

Penelitian ilmu budaya bisa dilakukan lewat dua pendekatan. Pertama,
pendekatan yang lebih bersifat idealisme. Kedua, pendekatan yang lebih bersifat
materialisme. Kebudayaan itu sendiri mengandung kedua aspek tersebut, yakni aspek
yang bersifat ide (gagasan), dan aspek yang bersifat materi (fisik).
Makalah singkat ini mencoba mengungkap lebih jauh tentang aspek materi
dari kebudayaan, atau kita sebut saja kebudayaan materi (material culture). Sementara
di sisi lain, ada paradigma keilmuan untuk memahami kebudayaan, yang lebih
menitikberatkan pada aspek-aspek materi tersebut, atau yang kita sebut materialisme
budaya (cultural materialism).
Selalu ada perdebatan, mana sebenarnya yang lebih menentukan dalam
kebudayaan. Yakni, apakah ide dan gagasan yang menghasilkan perilaku, atau
sebaliknya, justru perilaku dan tindakan yang lebih menentukan gagasan.
Yang manapun yang lebih dominan, “jejak-jejak”kebudayaan itu bisa terlihat
dari aspek verbal (kebahasaan) dan nonverbal (non-kebahasaan). Aspek verbal itu
sendiri terbagi dua, yaitu yang bersifat lisan dan tulisan (teks tertulis). Sedangkan
aspek nonverbal juga terbagi dua, yakni yang berupa artifak dan alam.

Gagasan/ide

Perilaku (behavior,
action)

Verbal

Lisan

Nonverbal

Tulisan (teks)

Artifak

Alam

Penafsiran Dokumen dan Kebudayaan Materi

Menurut Ian Hodder, bukti-bukti bisu, seperti teks tertulis dan artifak, berbeda
dengan kata-kata lisan. Bukti-bukti bisu ini secara fisik bertahan cukup lama, dan
2
karena itu dapat dipisahkan secara ruang dan waktu dari pengarang, produser, atau
penggunanya. Jejak-jejak material ini sering harus ditafsirkan tanpa bisa
memanfaatkan komentar asli dari sang sumber (indigenous commentary).
Jejak-jejak dan residu material dengan demikian menghadirkan problem
khusus

bagi

riset

kualitatif. Disiplin-disiplin

utama

yang telah

mencoba

mengembangkan teori dan metode yang pas untuk tujuan itu, adalah: sejarah, sejarah
seni, arkeologi, antropologi, sosiologi, psikologi kognitif, teknologi, dan studi-studi
kebudayaan materi modern.
Jejak-jejak materi tersebut bisa berupa dokumen dan rekaman. Lincoln dan
Guba (1985) membedakan dokumen tertulis dan rekaman (records), berdasarkan
apakah teks itu disiapkan untuk bukti suatu transaksi formal. Jadi, yang dimaksud
dengan rekaman antara lain: sertifikat nikah, surat izin mengemudi, kontrak
pembangunan, dan pernyataan perbankan. Sedangkan yang dimaksud dokumen
adalah teks yang dibuat untuk alasan personal ketimbang alasan resmi, seperti: catatan
harian, memo, surat, dan nota lapangan.
Yang menjadi persoalan adalah soal penafsiran dari teks tertulis tersebut,
apapun jenisnya. Teks-teks itu penting bagi riset kualitatif, karena relatif mudah
diakses dan biayanya murah. Selain itu, informasi yang disajikannya mungkin
berbeda dari bentuk lisan, atau tak tersedia dalam bentuk lisan. Karena teks tertulis itu
lebih awet dan bertahan lama, ia juga memberi wawasan historis.
Teks tertulis merupakan kasus khusus dari artifak, yang mendapat prosedur
penafsiran yang hampir sama. Baik dalam teks maupun artifak, problemnya adalah
bagaimana menempatkan kebudayaan materi dalam berbagai konteks, sementara pada
saat yang sama, masuk ke dalam relasi dialektis antara konteks tersebut dengan
konteks dari si penganalisis.
Latihan hermeneutis ini, di mana pengalaman yang dijalani sekitar
kebudayaan materi diterjemahkan ke dalam konteks interpretasi yang berbeda, adalah
sesuatu yang umum, baik untuk teks maupun bentuk-bentuk lain kebudayaan materi.

Keterbatasan Artikulasi dan Gambaran Parsial

Kebudayaan materi, termasuk teks tertulis, menghadirkan tantangan bagi
pendekatan interpretatif, yang sering menekankan pada pentingnya dialog dengan dan
3
komentar kritis lisan dari partisipan. Bukti-bukti kebudayaan materi, di sisi lain,
mungkin tak memiliki partisipan yang masih hidup, yang bisa memberi tanggapan
pada interpretasi.
Bahkan jika partisipan seperti itu masih ada, mereka sering tidak mampu
mengartikulasikan makna-mana kebudayaan materi. Apapun yang terjadi, kebudayaan
materi bertahan lama, sehingga si pembuat dan pengguna orisinalnya mungkin hanya
mampu memberi gambaran parsial dari keseluruhan sejarah makna-makna yang
diberikan pada sebuah objek, mengingat objek itu digunakan dan direinterpretasikan
dalam rentang waktu yang panjang.
Tantangan yang diajukan oleh kebudayaan materi itu penting bagi analisis
antropologis dan sosiologis, karena kebudayaan materi sering merupakan medium di
mana suara-suara alternatif dan suara yang sering dibungkam, bisa diekspresikan.
Namun, “pembaca” kebudayaan materi harus mengakui bahwa hanya
beberapa aspek dari makna kebudayaan materi, yang seperti bahasa. Makna dari
banyak kebudayaan materi dikenali dari penggunaan, sementara pengetahuan
(knowledge) kebudayaan materi sering amat tak beraturan bentuknya dan berada
dalam konteks tertentu (contextualized).
Operasi-operasi teknis mengimplikasikan jejaring yang luas dari sumber
materi, sosial, dan simbolik, sedangkan makna-makna abstrak yang dihasilkannya
terkait erat dengan materi tersebut.

Metode interpretasi terhadap kebudayaan materi, berpusat pada prosedurprosedur hermeneutik serentak dari rumusan konteks, konstruksi kemiripan dan
perbedaan yang terpolakan, dan penggunaan teori-teori kebudayaan materi dan sosial
yang relevan.
Kebudayaan materi mungkin tidak bisa langsung “berbicara balik” (speak
back). Namun, jika prosedur-prosedur yang layak sudah dipatuhi, terdapat ruang bagi
data dan bagi tingkatan-tingkatan teori yang berbeda, untuk menghadapi interpretasiinterpretasi.
Sang penafsir belajar dari pengalaman sisa-sisa materi. Data dan sang penafsir,
masing-masing mengangkat keberadaan yang lain secara dialektis. Interepretasiinterpretasi dapat dikonfirmasikan, atau dibuat lebih atau kurang benar ketimbang
yang lain-lain, dengan menggunakan rentang standar yang cukup adil dari kriteria
internal dan eksternal (sosial).
4
Materialisme Budaya sebagai Paradigma

Materialisme budaya adalah sebuah paradigma, yang prinsip-prinsipnya
tampaknya relevan bagi tata laku penyelenggaraan riset dan pengembangan teori
dalam seluruh bidang dan sub-bidang antropologi.
Bagi kaum materialis budaya, apakah mereka seorang antropolog budaya,
arkeolog, antropolog biologi, atau ahli bahasa, pengalaman intelektual utama
antropologi bukanlah etnografi, tetapi pertukaran data dan teori di antara bidang dan
sub-bidang yang berbeda-beda, yang terkait dengan studi global, komparatif,
diakronis, dan sinkronis tentang umat manusia, dan studi-studi lainnya.
Menurut Marvin Harris, materialisme budaya didasarkan pada prinsip-prinsip
epistemologis tertentu, yang dipegang secara umum oleh semua disiplin yang
mengklaim memiliki pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah itu didapat melalui
operasi-operasi yang bisa diulang (replicable) dan terbuka (public), yaitu lewat
observasi dan transformasi logis.
Tujuan dari riset ilmiah adalah merumuskan teori-teori yang bersifat
eksplanatif, yang bercirikan: (1) prediktif atau retrodiktif, (2) bisa dites (atau bisa
ditunjukkan salahnya), (3) sangat ketat, (4) dari cakupan yang luas, dan (5) bisa
dipadukan atau kumulatif, dalam kumpulan teori-teori yang koheren dan meluas
(expanding).

Prinsip-prinsip Epistemologis yang Spesifik

Sebagai tambahan terhadap prinsip-prinsip epistemologis umum, yang berbagi
bersama disiplin-disiplin ilmiah lain, materialisme budaya juga didasarkan pada
prinsip-prinsip epistemologis yang bersifat spesifik bagi studi sistem sosiobudaya
manusia.
Prinsip-prinsip ini termasuk: (1) pemisahan peristiwa-peristiwa mental
(pikiran-pikiran) dari perilaku (tindakan dari bagian-bagian tubuh, serta dampakdampak lingkungannya), dan (2) pemisahan sudut pandamg emic (komunitas
partisipan) dari etic (komunitas pengamat), terhadap pikiran-pikiran dan perilakuperilaku tersebut.
Alasan bagi distingsi epistemologis antara peristiwa mental dan perilaku ini
adalah karena operasi (prosedur observasi) yang digunakan untuk memperoleh
5
pengetahuan dari peristiwa mental (mental events), secara kategoris berbeda dari
prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan dari peristiwa perilaku
(behavioral events).
Komponen-komponen kehidupan sosial --yang paling langsung memediasi
dan memfasilitasi pemuasan kebutuhan, dorongan, ketidaksukaan, dan kecenderungan
perilaku biogram-- membentuk pusat penyebab sistem sosiobudaya.
Beban mediasi ini dipikul oleh kombinasi proses-proses demografis,
teknologi, ekonomi, dan ekologis –cara produksi dan reproduksi-- yang ditemukan di
setiap sistem sosiobudaya.

Infrastruktur, Struktur, dan Superstruktur

Infrastruktur membentuk tatap muka antara alam di satu sisi dan kebudayaan
di sisi yang lain. Alam yang dimaksud di sini adalah dalam bentuk batasan-batasan
psikologis, biologis, kimiawi, fisik, dan ketidakkemampuan untuk berbeda dari yang
lain. Sedangkan di dalam kebudayaan itu terkandung cara-cara utama Homo sapiens
dalam mengoptimasi kesehatan dan kesejahteraannya.
Ketidakmampuan untuk berubah dari hukum fisika, kimia, biologi, dan
psikologi karenanya memberi prioritas strategis awal pada infrastruktur, dalam
perumusan teori-teori materialis kebudayaan. Optimisasi dan adaptasi budaya harus
pertama-tama dan terakhir mematuhi sikap menahan diri dan peluang dari lingkungan
dan hakikat manusia.
Sebagai tambahan terhadap infrastruktur, setiap sistem sosiobudaya manusia
terdiri dari dua subsistem utama lain, yaitu struktur dan superstruktur. Masing-masing
dengan aspek mental/perilaku dan emic/etic. Struktur menunjukkan subsistem
domestik dan politis. Sedangkan, superstruktur menunjukkan nilai, estetika, aturan,
kepercayaan, simbol, ritual, agama, filsafat, dan bentuk-bentuk lain pengetahuan,
termasuk sains itu sendiri.
Maka prinsip-prinsip teoretis dasar dari materialisme budaya sekarang dapat
dinyatakan: (1) optimisasi untung/rugi dari pemuasan kebutuhan biogram, secara
probabilistik menentukan (atau memilih untuk) perubahan-perubahan dalam
infrastruktur perilaku etic; (2) perubahan-perubahan dalam infrastruktur perilaku etic
secara probabilistik menseleksi perubahan dalam bagian lain dari sistem sosiobudaya
tersebut. Kombinasi dari butir 1 dan 2 adalah prinsip bagi pengutamaan infrastruktur.
6
Terdapat mitos populer di kalangan kaum interpretasionis pencaci-sains bahwa
antropologi positivis selayaknya runtuh, karena kegagalannya menghasilkan tubuh
teori-teori ilmah yang koheren tentang masyarakat dan kebudayaan. Tuduhan ini
mengisyaratkan, seolah-olah kaum postmodernis telah melakukan studi sistematis
tentang kumpulan teori-teori positivis, yang menangani evolusi konvergen dan paralel
atas sistem sosiobudaya. Namun, mereka sebenarnya tidak melakukan ini.
Adalah ironis, pada saat antropologi mencapai sukses ilmiahnya yang terbesar,
kalangan antropolog --yang tidak pernah menguji kumpulan teoritis positivis yang
mereka kecam-- justru merayakan kematian antropologi positivis dan kelahiran
paradigma humanistik yang “baru.” Hanya mereka yang tak tahu sejarah teori-teori
antropologi dapat memuji paradigma semacam itu sebagai sesuatu yang “baru,” dan
bukan sekadar “refigurasi pemikiran sosial.”
Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa humanisme antipositivistik
menjadi begitu menarik bagi generasi baru kaum antropolog (dan praktisi “ilmu”
sosial lain). Salah satu alasannya mungkin karena generasi mahasiswa yang muncul
selama dekade 1960-an dan 1970-an percaya bahwa ilmu-ilmu sosial positivis
bertanggungjawab atas momok abad ke-20, seperti fasisme, Stalinisme, imperialisme
Amerika, korporasi, dan kompleks edukasional-industrial-militeris.
Tak diragukan, hiperindustrialisme, teknologi tinggi, dan “technological fix”
memang

menjurus

ke

perasaan

dehumanisasi

dan

keterasingan

Namun,

mengasosiasikan semua ini dengan ilmu sosial positivis adalah keliru. Problemnya
bukan karena kita memiliki terlalu banyak ilmu sosial positivis, tetapi justru karena
kita memiliki terlalu sedikit.
Berbagai kekejaman abad ke-20 faktanya dilakukan persis oleh orang-orang
yang acuh tak acuh atau menentang keras ilmu sosial positivis (misalnya: Lenin,
Stalin, Hitler, Mussolini).
Terlalu banyak antropolog yang tampaknya lupa bahwa ada sisi lain dari
relativisme, fenomenologi, dan antipositivisme. Yaitu, sisi di mana kaum relativis
yang mengecam nalar dan pengetahuan ilmiah, telah mengkonstruksi dunia sesuai
dengan citranya sendiri. ***

Referensi:
1. Bahan-bahan kuliah Prof. Dr. Noerhadi Magetsari, 22 Oktober 2008.
7
2. Bahan-bahan kuliah Prof. Dr. Noerhadi Magetsari, 29 Oktober 2008.
3. Harris, Marvin, “Cultural Materialism is Alive and Well and Won’t Go Until
Something Better Comes Along,” dalam Brodsky, Assessing Cultural
Anthropology.
4. Hodder, Ian. “The Interpretation of Documents and Material Culture.”
5. Christomy, T., dan Untung Yuwono (ed.). 2004. Semiotika Budaya. Depok:
Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat UI.

Depok, 3 November 2008

8

Contenu connexe

Tendances

pandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakat
pandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakatpandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakat
pandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakat
Luluk Wulandari Hariyanto
 
Dasar dasar teori antropologi
Dasar dasar teori antropologiDasar dasar teori antropologi
Dasar dasar teori antropologi
khoirulfahrudin88
 

Tendances (20)

Dinamika masyarakat dan kebudayaan (bagian pertama)
Dinamika masyarakat dan kebudayaan (bagian pertama)Dinamika masyarakat dan kebudayaan (bagian pertama)
Dinamika masyarakat dan kebudayaan (bagian pertama)
 
pandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakat
pandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakatpandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakat
pandangan tentang perubahan kebudayaan dan masyarakat
 
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptxBAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
 
Resolusi konflik ddwk
Resolusi konflik ddwkResolusi konflik ddwk
Resolusi konflik ddwk
 
Evolusi & difusi kebudayaan
Evolusi & difusi kebudayaanEvolusi & difusi kebudayaan
Evolusi & difusi kebudayaan
 
Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan KebudayaanManusia dan Kebudayaan
Manusia dan Kebudayaan
 
Ruang lingkup antropologi
Ruang lingkup antropologiRuang lingkup antropologi
Ruang lingkup antropologi
 
ANTROPOLOGI.ppt
ANTROPOLOGI.pptANTROPOLOGI.ppt
ANTROPOLOGI.ppt
 
Ppt 11 postmodernisme
Ppt 11 postmodernismePpt 11 postmodernisme
Ppt 11 postmodernisme
 
Perubahan sosial budaya
Perubahan sosial budayaPerubahan sosial budaya
Perubahan sosial budaya
 
Dasar dasar teori antropologi
Dasar dasar teori antropologiDasar dasar teori antropologi
Dasar dasar teori antropologi
 
LINGUISTIK KOGNITIF
LINGUISTIK KOGNITIFLINGUISTIK KOGNITIF
LINGUISTIK KOGNITIF
 
Implikatur shintia
Implikatur shintiaImplikatur shintia
Implikatur shintia
 
makalah Transformasi generatif
makalah Transformasi generatif makalah Transformasi generatif
makalah Transformasi generatif
 
Politik sebagai seni
Politik sebagai seniPolitik sebagai seni
Politik sebagai seni
 
Power Point Presentasi Antropologi Budaya (Etnik dan Ras)
Power Point Presentasi Antropologi Budaya (Etnik dan Ras)Power Point Presentasi Antropologi Budaya (Etnik dan Ras)
Power Point Presentasi Antropologi Budaya (Etnik dan Ras)
 
Ppt perubahan sosial
Ppt perubahan sosialPpt perubahan sosial
Ppt perubahan sosial
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 
Intercultural communication
Intercultural communication Intercultural communication
Intercultural communication
 
Makalah Teori difusionisme
Makalah Teori difusionismeMakalah Teori difusionisme
Makalah Teori difusionisme
 

En vedette

En vedette (10)

Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
 
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaMemahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
 
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikPierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
 
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
 
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
 
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RIHati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
 
Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaKepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
 
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami IPertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
 
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan SosiologisCiri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis
 
Dekonstruksi Derrida dan Pengaruhnya pada Kajian Budaya
Dekonstruksi Derrida dan Pengaruhnya pada Kajian BudayaDekonstruksi Derrida dan Pengaruhnya pada Kajian Budaya
Dekonstruksi Derrida dan Pengaruhnya pada Kajian Budaya
 

Similaire à Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya

Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Thmra
 
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Thmra
 
Tantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmuTantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmu
ayu Naoman
 
Book report kontek budaya
Book report kontek budayaBook report kontek budaya
Book report kontek budaya
irursururi
 
2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivisme2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivisme
gumaha
 

Similaire à Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya (20)

metodologi-antropologi (1).ppt
metodologi-antropologi (1).pptmetodologi-antropologi (1).ppt
metodologi-antropologi (1).ppt
 
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sosFatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
 
Week 05 Tradisi Riset Audiens.pptx
Week 05 Tradisi Riset Audiens.pptxWeek 05 Tradisi Riset Audiens.pptx
Week 05 Tradisi Riset Audiens.pptx
 
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) - Baiq Rilda Erliana Zahara,...
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) - Baiq Rilda Erliana Zahara,...Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) - Baiq Rilda Erliana Zahara,...
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) - Baiq Rilda Erliana Zahara,...
 
FILSAFAT ILMU DALAM KEBUDAYAAN.pptx
FILSAFAT ILMU DALAM KEBUDAYAAN.pptxFILSAFAT ILMU DALAM KEBUDAYAAN.pptx
FILSAFAT ILMU DALAM KEBUDAYAAN.pptx
 
Perbedaan Pendapat Antar Pertemanan dalam Memahami Sebuah Pesan di Salah Satu...
Perbedaan Pendapat Antar Pertemanan dalam Memahami Sebuah Pesan di Salah Satu...Perbedaan Pendapat Antar Pertemanan dalam Memahami Sebuah Pesan di Salah Satu...
Perbedaan Pendapat Antar Pertemanan dalam Memahami Sebuah Pesan di Salah Satu...
 
Teori teori kebudayaan
Teori teori kebudayaanTeori teori kebudayaan
Teori teori kebudayaan
 
Jurnal teori-teori-tentang-budaya
Jurnal teori-teori-tentang-budayaJurnal teori-teori-tentang-budaya
Jurnal teori-teori-tentang-budaya
 
Jenis penelitian kualitatif etnografi
Jenis penelitian kualitatif etnografiJenis penelitian kualitatif etnografi
Jenis penelitian kualitatif etnografi
 
Theory of communication
Theory of communication Theory of communication
Theory of communication
 
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
 
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
Tugas uas antropologi tamara adelya l1_c021132 (1)
 
Tantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmuTantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmu
 
Book report kontek budaya
Book report kontek budayaBook report kontek budaya
Book report kontek budaya
 
2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivisme2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivisme
 
Penelitian-Kualitatif.pdf
Penelitian-Kualitatif.pdfPenelitian-Kualitatif.pdf
Penelitian-Kualitatif.pdf
 
Citra Aulia Rizki , ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Citra Aulia Rizki , ISBD,  Farmasi,  Dr.  Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosCitra Aulia Rizki , ISBD,  Farmasi,  Dr.  Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Citra Aulia Rizki , ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
 
Aksiologi Sains
Aksiologi SainsAksiologi Sains
Aksiologi Sains
 
Pengantar Ilmu Budaya_TM 1.pptx
Pengantar Ilmu Budaya_TM 1.pptxPengantar Ilmu Budaya_TM 1.pptx
Pengantar Ilmu Budaya_TM 1.pptx
 
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docxJurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
Jurnal Antropologi Jasmine Muntaza.docx
 

Plus de Satrio Arismunandar

Plus de Satrio Arismunandar (14)

Mass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsMass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic Concepts
 
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelTerciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
 
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
 
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era ReformasiKorupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
 
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
 
Sejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat YunaniSejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat Yunani
 
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiRetaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
 
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisPemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
 
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasIndonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
 
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiKetika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
 
Carl Gustav Hempel tentang Eksplanasi Ilmiah, Teori Konfirmasi dan Paradoks B...
Carl Gustav Hempel tentang Eksplanasi Ilmiah, Teori Konfirmasi dan Paradoks B...Carl Gustav Hempel tentang Eksplanasi Ilmiah, Teori Konfirmasi dan Paradoks B...
Carl Gustav Hempel tentang Eksplanasi Ilmiah, Teori Konfirmasi dan Paradoks B...
 
Alienasi Manusia Menurut Karl Marx
Alienasi Manusia Menurut Karl MarxAlienasi Manusia Menurut Karl Marx
Alienasi Manusia Menurut Karl Marx
 

Dernier

PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
AtiAnggiSupriyati
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
NurindahSetyawati1
 

Dernier (20)

RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 

Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya

  • 1. Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya Tugas mata kuliah Seminar dan Metodologi Ilmu Pengetahuan Budaya Semester Ganjil 2008/2009 Dosen: Prof. Dr. Noerhadi Magetsari Oleh: Satrio Arismunandar NPM: 0806401916 Program S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia November 2008 1
  • 2. Pendahuluan Penelitian ilmu budaya bisa dilakukan lewat dua pendekatan. Pertama, pendekatan yang lebih bersifat idealisme. Kedua, pendekatan yang lebih bersifat materialisme. Kebudayaan itu sendiri mengandung kedua aspek tersebut, yakni aspek yang bersifat ide (gagasan), dan aspek yang bersifat materi (fisik). Makalah singkat ini mencoba mengungkap lebih jauh tentang aspek materi dari kebudayaan, atau kita sebut saja kebudayaan materi (material culture). Sementara di sisi lain, ada paradigma keilmuan untuk memahami kebudayaan, yang lebih menitikberatkan pada aspek-aspek materi tersebut, atau yang kita sebut materialisme budaya (cultural materialism). Selalu ada perdebatan, mana sebenarnya yang lebih menentukan dalam kebudayaan. Yakni, apakah ide dan gagasan yang menghasilkan perilaku, atau sebaliknya, justru perilaku dan tindakan yang lebih menentukan gagasan. Yang manapun yang lebih dominan, “jejak-jejak”kebudayaan itu bisa terlihat dari aspek verbal (kebahasaan) dan nonverbal (non-kebahasaan). Aspek verbal itu sendiri terbagi dua, yaitu yang bersifat lisan dan tulisan (teks tertulis). Sedangkan aspek nonverbal juga terbagi dua, yakni yang berupa artifak dan alam. Gagasan/ide Perilaku (behavior, action) Verbal Lisan Nonverbal Tulisan (teks) Artifak Alam Penafsiran Dokumen dan Kebudayaan Materi Menurut Ian Hodder, bukti-bukti bisu, seperti teks tertulis dan artifak, berbeda dengan kata-kata lisan. Bukti-bukti bisu ini secara fisik bertahan cukup lama, dan 2
  • 3. karena itu dapat dipisahkan secara ruang dan waktu dari pengarang, produser, atau penggunanya. Jejak-jejak material ini sering harus ditafsirkan tanpa bisa memanfaatkan komentar asli dari sang sumber (indigenous commentary). Jejak-jejak dan residu material dengan demikian menghadirkan problem khusus bagi riset kualitatif. Disiplin-disiplin utama yang telah mencoba mengembangkan teori dan metode yang pas untuk tujuan itu, adalah: sejarah, sejarah seni, arkeologi, antropologi, sosiologi, psikologi kognitif, teknologi, dan studi-studi kebudayaan materi modern. Jejak-jejak materi tersebut bisa berupa dokumen dan rekaman. Lincoln dan Guba (1985) membedakan dokumen tertulis dan rekaman (records), berdasarkan apakah teks itu disiapkan untuk bukti suatu transaksi formal. Jadi, yang dimaksud dengan rekaman antara lain: sertifikat nikah, surat izin mengemudi, kontrak pembangunan, dan pernyataan perbankan. Sedangkan yang dimaksud dokumen adalah teks yang dibuat untuk alasan personal ketimbang alasan resmi, seperti: catatan harian, memo, surat, dan nota lapangan. Yang menjadi persoalan adalah soal penafsiran dari teks tertulis tersebut, apapun jenisnya. Teks-teks itu penting bagi riset kualitatif, karena relatif mudah diakses dan biayanya murah. Selain itu, informasi yang disajikannya mungkin berbeda dari bentuk lisan, atau tak tersedia dalam bentuk lisan. Karena teks tertulis itu lebih awet dan bertahan lama, ia juga memberi wawasan historis. Teks tertulis merupakan kasus khusus dari artifak, yang mendapat prosedur penafsiran yang hampir sama. Baik dalam teks maupun artifak, problemnya adalah bagaimana menempatkan kebudayaan materi dalam berbagai konteks, sementara pada saat yang sama, masuk ke dalam relasi dialektis antara konteks tersebut dengan konteks dari si penganalisis. Latihan hermeneutis ini, di mana pengalaman yang dijalani sekitar kebudayaan materi diterjemahkan ke dalam konteks interpretasi yang berbeda, adalah sesuatu yang umum, baik untuk teks maupun bentuk-bentuk lain kebudayaan materi. Keterbatasan Artikulasi dan Gambaran Parsial Kebudayaan materi, termasuk teks tertulis, menghadirkan tantangan bagi pendekatan interpretatif, yang sering menekankan pada pentingnya dialog dengan dan 3
  • 4. komentar kritis lisan dari partisipan. Bukti-bukti kebudayaan materi, di sisi lain, mungkin tak memiliki partisipan yang masih hidup, yang bisa memberi tanggapan pada interpretasi. Bahkan jika partisipan seperti itu masih ada, mereka sering tidak mampu mengartikulasikan makna-mana kebudayaan materi. Apapun yang terjadi, kebudayaan materi bertahan lama, sehingga si pembuat dan pengguna orisinalnya mungkin hanya mampu memberi gambaran parsial dari keseluruhan sejarah makna-makna yang diberikan pada sebuah objek, mengingat objek itu digunakan dan direinterpretasikan dalam rentang waktu yang panjang. Tantangan yang diajukan oleh kebudayaan materi itu penting bagi analisis antropologis dan sosiologis, karena kebudayaan materi sering merupakan medium di mana suara-suara alternatif dan suara yang sering dibungkam, bisa diekspresikan. Namun, “pembaca” kebudayaan materi harus mengakui bahwa hanya beberapa aspek dari makna kebudayaan materi, yang seperti bahasa. Makna dari banyak kebudayaan materi dikenali dari penggunaan, sementara pengetahuan (knowledge) kebudayaan materi sering amat tak beraturan bentuknya dan berada dalam konteks tertentu (contextualized). Operasi-operasi teknis mengimplikasikan jejaring yang luas dari sumber materi, sosial, dan simbolik, sedangkan makna-makna abstrak yang dihasilkannya terkait erat dengan materi tersebut. Metode interpretasi terhadap kebudayaan materi, berpusat pada prosedurprosedur hermeneutik serentak dari rumusan konteks, konstruksi kemiripan dan perbedaan yang terpolakan, dan penggunaan teori-teori kebudayaan materi dan sosial yang relevan. Kebudayaan materi mungkin tidak bisa langsung “berbicara balik” (speak back). Namun, jika prosedur-prosedur yang layak sudah dipatuhi, terdapat ruang bagi data dan bagi tingkatan-tingkatan teori yang berbeda, untuk menghadapi interpretasiinterpretasi. Sang penafsir belajar dari pengalaman sisa-sisa materi. Data dan sang penafsir, masing-masing mengangkat keberadaan yang lain secara dialektis. Interepretasiinterpretasi dapat dikonfirmasikan, atau dibuat lebih atau kurang benar ketimbang yang lain-lain, dengan menggunakan rentang standar yang cukup adil dari kriteria internal dan eksternal (sosial). 4
  • 5. Materialisme Budaya sebagai Paradigma Materialisme budaya adalah sebuah paradigma, yang prinsip-prinsipnya tampaknya relevan bagi tata laku penyelenggaraan riset dan pengembangan teori dalam seluruh bidang dan sub-bidang antropologi. Bagi kaum materialis budaya, apakah mereka seorang antropolog budaya, arkeolog, antropolog biologi, atau ahli bahasa, pengalaman intelektual utama antropologi bukanlah etnografi, tetapi pertukaran data dan teori di antara bidang dan sub-bidang yang berbeda-beda, yang terkait dengan studi global, komparatif, diakronis, dan sinkronis tentang umat manusia, dan studi-studi lainnya. Menurut Marvin Harris, materialisme budaya didasarkan pada prinsip-prinsip epistemologis tertentu, yang dipegang secara umum oleh semua disiplin yang mengklaim memiliki pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah itu didapat melalui operasi-operasi yang bisa diulang (replicable) dan terbuka (public), yaitu lewat observasi dan transformasi logis. Tujuan dari riset ilmiah adalah merumuskan teori-teori yang bersifat eksplanatif, yang bercirikan: (1) prediktif atau retrodiktif, (2) bisa dites (atau bisa ditunjukkan salahnya), (3) sangat ketat, (4) dari cakupan yang luas, dan (5) bisa dipadukan atau kumulatif, dalam kumpulan teori-teori yang koheren dan meluas (expanding). Prinsip-prinsip Epistemologis yang Spesifik Sebagai tambahan terhadap prinsip-prinsip epistemologis umum, yang berbagi bersama disiplin-disiplin ilmiah lain, materialisme budaya juga didasarkan pada prinsip-prinsip epistemologis yang bersifat spesifik bagi studi sistem sosiobudaya manusia. Prinsip-prinsip ini termasuk: (1) pemisahan peristiwa-peristiwa mental (pikiran-pikiran) dari perilaku (tindakan dari bagian-bagian tubuh, serta dampakdampak lingkungannya), dan (2) pemisahan sudut pandamg emic (komunitas partisipan) dari etic (komunitas pengamat), terhadap pikiran-pikiran dan perilakuperilaku tersebut. Alasan bagi distingsi epistemologis antara peristiwa mental dan perilaku ini adalah karena operasi (prosedur observasi) yang digunakan untuk memperoleh 5
  • 6. pengetahuan dari peristiwa mental (mental events), secara kategoris berbeda dari prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan dari peristiwa perilaku (behavioral events). Komponen-komponen kehidupan sosial --yang paling langsung memediasi dan memfasilitasi pemuasan kebutuhan, dorongan, ketidaksukaan, dan kecenderungan perilaku biogram-- membentuk pusat penyebab sistem sosiobudaya. Beban mediasi ini dipikul oleh kombinasi proses-proses demografis, teknologi, ekonomi, dan ekologis –cara produksi dan reproduksi-- yang ditemukan di setiap sistem sosiobudaya. Infrastruktur, Struktur, dan Superstruktur Infrastruktur membentuk tatap muka antara alam di satu sisi dan kebudayaan di sisi yang lain. Alam yang dimaksud di sini adalah dalam bentuk batasan-batasan psikologis, biologis, kimiawi, fisik, dan ketidakkemampuan untuk berbeda dari yang lain. Sedangkan di dalam kebudayaan itu terkandung cara-cara utama Homo sapiens dalam mengoptimasi kesehatan dan kesejahteraannya. Ketidakmampuan untuk berubah dari hukum fisika, kimia, biologi, dan psikologi karenanya memberi prioritas strategis awal pada infrastruktur, dalam perumusan teori-teori materialis kebudayaan. Optimisasi dan adaptasi budaya harus pertama-tama dan terakhir mematuhi sikap menahan diri dan peluang dari lingkungan dan hakikat manusia. Sebagai tambahan terhadap infrastruktur, setiap sistem sosiobudaya manusia terdiri dari dua subsistem utama lain, yaitu struktur dan superstruktur. Masing-masing dengan aspek mental/perilaku dan emic/etic. Struktur menunjukkan subsistem domestik dan politis. Sedangkan, superstruktur menunjukkan nilai, estetika, aturan, kepercayaan, simbol, ritual, agama, filsafat, dan bentuk-bentuk lain pengetahuan, termasuk sains itu sendiri. Maka prinsip-prinsip teoretis dasar dari materialisme budaya sekarang dapat dinyatakan: (1) optimisasi untung/rugi dari pemuasan kebutuhan biogram, secara probabilistik menentukan (atau memilih untuk) perubahan-perubahan dalam infrastruktur perilaku etic; (2) perubahan-perubahan dalam infrastruktur perilaku etic secara probabilistik menseleksi perubahan dalam bagian lain dari sistem sosiobudaya tersebut. Kombinasi dari butir 1 dan 2 adalah prinsip bagi pengutamaan infrastruktur. 6
  • 7. Terdapat mitos populer di kalangan kaum interpretasionis pencaci-sains bahwa antropologi positivis selayaknya runtuh, karena kegagalannya menghasilkan tubuh teori-teori ilmah yang koheren tentang masyarakat dan kebudayaan. Tuduhan ini mengisyaratkan, seolah-olah kaum postmodernis telah melakukan studi sistematis tentang kumpulan teori-teori positivis, yang menangani evolusi konvergen dan paralel atas sistem sosiobudaya. Namun, mereka sebenarnya tidak melakukan ini. Adalah ironis, pada saat antropologi mencapai sukses ilmiahnya yang terbesar, kalangan antropolog --yang tidak pernah menguji kumpulan teoritis positivis yang mereka kecam-- justru merayakan kematian antropologi positivis dan kelahiran paradigma humanistik yang “baru.” Hanya mereka yang tak tahu sejarah teori-teori antropologi dapat memuji paradigma semacam itu sebagai sesuatu yang “baru,” dan bukan sekadar “refigurasi pemikiran sosial.” Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa humanisme antipositivistik menjadi begitu menarik bagi generasi baru kaum antropolog (dan praktisi “ilmu” sosial lain). Salah satu alasannya mungkin karena generasi mahasiswa yang muncul selama dekade 1960-an dan 1970-an percaya bahwa ilmu-ilmu sosial positivis bertanggungjawab atas momok abad ke-20, seperti fasisme, Stalinisme, imperialisme Amerika, korporasi, dan kompleks edukasional-industrial-militeris. Tak diragukan, hiperindustrialisme, teknologi tinggi, dan “technological fix” memang menjurus ke perasaan dehumanisasi dan keterasingan Namun, mengasosiasikan semua ini dengan ilmu sosial positivis adalah keliru. Problemnya bukan karena kita memiliki terlalu banyak ilmu sosial positivis, tetapi justru karena kita memiliki terlalu sedikit. Berbagai kekejaman abad ke-20 faktanya dilakukan persis oleh orang-orang yang acuh tak acuh atau menentang keras ilmu sosial positivis (misalnya: Lenin, Stalin, Hitler, Mussolini). Terlalu banyak antropolog yang tampaknya lupa bahwa ada sisi lain dari relativisme, fenomenologi, dan antipositivisme. Yaitu, sisi di mana kaum relativis yang mengecam nalar dan pengetahuan ilmiah, telah mengkonstruksi dunia sesuai dengan citranya sendiri. *** Referensi: 1. Bahan-bahan kuliah Prof. Dr. Noerhadi Magetsari, 22 Oktober 2008. 7
  • 8. 2. Bahan-bahan kuliah Prof. Dr. Noerhadi Magetsari, 29 Oktober 2008. 3. Harris, Marvin, “Cultural Materialism is Alive and Well and Won’t Go Until Something Better Comes Along,” dalam Brodsky, Assessing Cultural Anthropology. 4. Hodder, Ian. “The Interpretation of Documents and Material Culture.” 5. Christomy, T., dan Untung Yuwono (ed.). 2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI. Depok, 3 November 2008 8