Indepth report radio komunitas di tengah pusaran konvergensi dan konglomerasi media
1. Indepth Report
Radio Komunitas di Tengah Pusaran
Konvergensi dan Konglomerasi Media
Oleh : Firdaus Cahyadi
Knowledge Manager, Yayasan SatuDunia
2. Konvergensi dan Konglomerasi Media
Perkembangan teknologi telekomunikasi
dan informatika (telematika) tidak terelakan
lagi. Perkembangan teknologi telematika kini
cenderung ke arah konvergensi (menyatu).
Kini dengan kemajuan teknologi telematika
yang cenderung konvergen itu, kita bisa
mendengar radio dan melihat televisi melalui
internet. Bahkan kita juga dapat berkomunikasi
layaknya telepon melalui intenet.
Pesatnya perkembangan teknologi
telematika itu membawa pergeseran pula dalam konsumsi media. Hasil Survei Media
Index yang dilakukan oleh Nielsen Media Survei1, menunjukan pembaca koran
konvensional menurun sementara pengguna internet mengalami kenaikan. Sementara
penonton televisi relatif stabil di angka 94 percent.
Prosentase Media yang Dibaca Publik
Tahun 2005 2009 Keterangan
Pembaca Koran 28 19
Pembaca Tabloid 20 13
Dalam
Pembaca Majalah 20 12
percent
Pendengar radio 46 39
Pengguna internet 8 17
Source: riset Nilsen yang dikutip Kompas.com
Data itu juga dikuatkan oleh riset yahoo.com dan TNS2 mengenai trend
pengguna internet di Indonesia. Riset itu menyebutkan bahwa telah terjadi lonjakan
yang signifikan dalam pengaksesan berita online, 28 percent di tahun 2009
1
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/16/16015757/survei.nielsen.pembaca.media.cetak.makin.turun
2
TNS is the world's largest Custom Market Research specialists. We provide quality marketing information
delivered by Global Industry Sector expert consultants, innovative Market Research Expertise across the product
life-cycle, in 80 countries. http://www.tnsglobal.com/tns/.
3. dibandingkan 37 percent di tahun 2010 sementara penggunaan media cetak terus
menurun3.
Survei Markplus Insight 4, menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia
cenderung tidak lagi menjadikan media konvensional sebagai sumber informasi utama.
Menurut riset tersebut, internet sudah menjadi preferensi utama dalam mendapatkan
informasi dan hiburan selain TV. Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
dan Surabaya, Internet lebih unggul dibanding TV.
Perkembangan teknologi telematika yang cenderung konvergen itu dibaca
dengan baik oleh industri media. Kini hampir semua media massa mainstream memiliki
edisi onlinenya. “Konglomerasi media di era konvergensi telematika adalah sesuatu
yang sulit dihindarkan,” ujar Don Bosco Salamun, dari Berita Satu Media Holdings 5,
saat menjadi pembicara di konferensi media baru yang diselenggarakan oleh Aliansi
Jurnalis Independen (AJI)6.
”Karena dengan
penyatuan kepemilikan media
itu dapat menjadikan
operasional industri media
lebih efisien,” katanya,
“Seorang wartawan misalnya,
dapat membuat satu berita
bukan hanya untuk satu kanal
namun juga beberapa kanal
sekaligus”
Bahkan dalam seperti ditulis di salah satu portal 7, Presiden Direktur PT Bakrie
Telecom Tbk (BTEL) Anindya Novyan Bakrie saat memaparkan Bakrie Telecom, Media
3
http://www.detikinet.com/read/2010/05/31/160759/1366831/398/media-online-mulai-memangsa-media-cetak
4
http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-di-indonesia.html
5
Berita Satu Media Holdings is an Indonesian media holding company that operates the Berita Satu TV, BeritaSatu.com, Jakarta
Globe, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Investor Daily, Majalah Investor and Suara Pembaruan. Berita Satu Media Holdings
are a multiplatform media company, focusing in broadcast, print, digital, online, social media, mobile, and events.
http://www.linkedin.com/company/berita-satu-media-holdings.
6
Konferensi “Media Baru: Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”, Hotel Nikko Jakarta, 7 Juli 2011
7
http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867
4. and Technology (BakrieTMT2015) yang akan menyinergikan lini bisnis telekomunikasi
(BTEL), media (VIVA Group) dan teknologi (BConn dan BNET) sampai dengan tahun
2015.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana masa depan media komunitas
seperti radio komunitas di tengah pusaran konvergensi dan konglomerasi media ini?
Radio Komunitas di Tengah Konvergensi dan Konglomerasi Media
Seperti halnya media mainstream
(arus utama), dengan kemajuan teknologi
telematika ini pula, para penggiat radio
komunitas memiliki banyak pilihan. Pilihan
pertama, bersiaran secara konvensional
(menggunakan spektrum frekuensi radio).
Pilihan ini memiliki jangkauan yang terbatas,
sekitar keberadaan stasiun radio komunitas.
Pilihan kedua, siaran radio komunitas hanya ditayangkan melalui streaming di
internet. Dan pilihan ketiga, selain bersiaran secara konvensional juga menayangkan
siarannya melalui streaming di internet. Pilihan yang ketiga ini membuat jangkaun
pendengar radio komunitas semakin luas.
Dengan kemajuan teknologi telematika ini pula, definisi radio komunitas pun
berubah. Radio komunitas tidak bisa hanya didefinisikan berdasarkan jangkauan
wilayah siar. Radio komunitas harus didefinisikan berdasarkan persamaan kepentingan
dan juga minat.
Radio komunitas Suara Buruh Migran, Yogyakarta dapat dijadikan contoh dalam
hal ini. Radio komuniatas Suara Buruh Migran ini dapat didengar oleh para pekerja
Indonesia yang ada di Singapura, Arab Saudi, Hongkong dan Cina. Radio Suara Buruh
Migran, sejak awal memang didesain agar mudah diakses oleh buruh migran.
Pendengar cukup mengakses portal http://buruhmigran.or.id untuk mendengarkan
siaran radio ini. Selain itu, para pendengar pun dapat memberikan umpan balik melalui
facebook.
5. Namun, nampaknya para penggiat radio komunitas harus terus berjuang untuk
memanfaatkan peluang yang sudah ada di depan mata itu. Pasalnya, Rancangan
Undang Undang (RUU) Konvergensi Telematika yang akan menggantikan UU
Telekomunikasi tidak memberikan jalan yang mulus bagi penggiat radio komunitas.
Dalam draft RUU Konvergensi Telematika misalnya, penyelenggara telematika
dibagi menjadi dua, yaitu penyelenggara komersial dan non-komersial. Salah satu
penyelenggara telematika adalah penyelenggara layanan aplikasi. Sementara yang
dimaksud dengan penyelenggara telematika layanan aplikasi adalah penyebaran
konten dan informasi. Radio komunitas yang menayangkan siarannya secara online di
internet tentu masuk dalam penyelenggara telematika aplikasi ini.
Nah pertanyaannya kemudian adalah, apakah radio komunitas yang
menayangkan siarannya secara online masuk dalam kategori penyelenggara telematika
non komersial? Jika melihat pasal dalam draft RUU Konvergensi Telematika, radio
komunitas tidak
termasuk dalam
penyelenggara
telematika non-
komersial. Dalam RUU
Konvergensi Telematika,
penyelenggara
telematika non-komersial
adalah penyelenggara
telematika untuk
keperluan pertahanan
dan keamanan nasional, kewajiban pelayanan universal, dinas khusus dan perorangan.
Namun, andaikata radio komunitas yang menayangkan siarannya secara online
dikatigorikan sebagai penyelenggara telematika non-komersial pun, tetap saja
memberatkan aktivitasnya. Pasalnya, para penggiat radio komunitas harus tetap
membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) telematika dan mendapat ijin dari
menteri.
6. Bagi radio komersial yang
berorientasi profit dan juga berafiliasi
dengan media konglomerasi, ketentuan ini
mungkin tidak menjadi sebuah persoalan
besar. Namun, bagi radio komunitas
ketentuan ini bisa jadi menjadi persoalan
yang serius.
Pilihan untuk menayangkan siaran
radio komunitas secara online bukan saja
untuk memperluas jangkauan pendengar,
namun juga untuk menghemat biaya operasional. Namun, jika itu kemudian harus
dikenakan kewajiban membayar BHP telematika, tentu akan membuat daya hidup radio
komunitas semakin lemah.
Tekanan yang lebih besar lagi menimpa para penggiat radio komunitas yang
memilih untuk melakukan siaran secara konvensional (menggunakan spektrum
frekuensi radio) dan juga menayangkan siarannya secara online melalui streaming di
internet.
Bagi para penggiat radio komunitas yang memilih cara ini, mereka harus
mendapatkan dua ijin dari menteri. Ijin penggunaan spektrum frekuansi radio dan ijin
penyelenggara telematika. Selain itu, radio komunitas yang memilih bersiaran secara
konvensional dan online juga harus membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP)
telematika dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio.
Keberadaan radio komunitas (dan juga telivisi komunitas) yang hendak
memanfaatkan kemajuan teknologi telematika, perlahan tapi pasti akan lemah dan
kemudian mati dengan sendirinya. RUU Konvergensi Telematika ini memang sejak
semula tidak memberikan ruang yang cukup layak bagi kepentingan publik. RUU ini
lebih mengutamakan kepentingan bisnis multimedia.
Pembagian penyelenggara telematika dengan label komersial dan non-komersial
sejatinya menunjukan keberpihakan RUU ini kepada penyelenggara telematika
komersial. Ibarat pelebelan pria dan non-pria, maka sejatinya yang menjadi mainstream
7. (arus utama) adalah pria. Begitu pula pelabelan komersial dan non komersial dalam
RUU Konvergensi Telematika ini.
Dengan demikian tidak salah bila RUU Konvergensi Telematika ini justru dinilai
akan lebih memperkuat struktur bangunan konglomerasi media yang telah ada. Karena
hanya media milik konglomerat media yang bisa memenuhi ketentuan dari RUU ini. Jika
itu yang terjadi maka, dominasi opini publik dari media konglomerasi tidak terhindarkan
lagi. Dan itu berarti kebijakan publik yang akan dibuat pemerintah pun akan berpihak
pada kepentingan para konglomerat media itu.
Masih ada sedikit waktu bagi pemerintah untuk meninjau ulang RUU
Konvergensi Telematika ini. Tidak ada salahnya bila waktu yang tersisa ini digunakan
pemerintah untuk lebih mendengar dan memperhatikan kepentingan publik secara lebih
luas, bukan hanya kepentingan industri multimedia.