Gangguan belajar adalah kesulitan dalam memperoleh, menyimpan, atau menggunakan informasi akademik yang disebabkan oleh masalah kognitif seperti perhatian, ingatan, atau pemikiran. Terdapat tiga jenis gangguan belajar utama yaitu gangguan membaca, menulis, dan matematika. Diagnosa dan pengobatan yang efektif meliputi evaluasi psikologis, pendidikan khusus, dan terapi.
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Gangguan belajar
1. GANGGUAN BELAJAR
DEFINISI
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan
keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau
pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan
fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada
anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas.
Terdapat tiga jenis gangguan belajar :
• Gangguan Membaca,
• Gangguan Menuliskan Ekspresi, Dan
• Gangguan Matematik.
Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan
mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis,
dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling
dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah
penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
PENYEBAB
Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan
pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan
bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.
Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan
khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa
melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau
terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa
dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan
jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari
diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
GEJALA
Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk
menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada
awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-
gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau,
2. berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami
kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan
mengkopi.
Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya
menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau,
hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.
DIAGNOSA
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal
atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan,
karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.
Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian
tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan
keahlian aritmatik.
PENGOBATAN
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati
disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin
dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak
terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan
kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami
ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan
konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html
DEFINISI GANGGUAN BELAJAR lLearning Disorders= LD (Diagnostic & Statistical Manual of
Mental Disorders [DSM-IVJ): (2∞4)
Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang membaca, maternatik, atau
menulis di bawah hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik dan
inteligensinya.
Problem belajar sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari.
Di AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus sekolah
(1,5 X populasi umurn). Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan
dan adaptasi sosialnya. Orang dengan LD mempunyai proses kognitif yg abnormal: kelainan di
bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.
Jenis jenis Kesulitan Belajar ( LD ):
• Gangguan membaca (Disleksia)
• Gangguan matematik (Diskalkulia)
3. • Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
• Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik
Gangguan Membaca (Disleksia):
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi
anak.
Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman
yang buruk.
4% dari anak usia sekolah di AS
Anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan
Gangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai: – ADHD, Conduct disorder, & depresi
(remaja)
Gangguan Matematik (diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi
anak
Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
• linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),
• perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)
• matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)
• atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
• Prevalensi ± 5% anak usia sekolah
• Anak perempuan > anak laki-laki
• Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
• Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)
Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak
Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar ayam)
Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 SD
Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya
gangguan depresi yang kronis
Bagaimana Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Terpadu Itu ? (2-3,4)
Anak merupakan bagian dari keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri sendiri, ia
mempunyai keterkaitan yang erat dengan semua anggota keluarga, berikut semua permasalahan
yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan pada anak merupakan suatu tanda adanya bentuk
‘permasalahan’ lain dalam keluarga itu, yang mungkin belum muncul ke permukaan, sehingga
sering orang tua tidak menyadari hal ini. Oleh karenanya untuk menanggulangi masalah ini
diperlukan suatu pendekatan tim, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter
rehabilitasi medik), tenaga psikolog dan tenaga pendidik/remedial, ahli terapi wicara, okupasi,
fisioterapis, petugas sosial.
Tergantung dari permasalahan yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara pengobatan di
bawah ini perlu dipertimbangkan:
4. Farmakoterapi:
disesuaikan dengan kondisi gangguan yang ada
• Stimulan: methylphenidate
• Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.
• Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine, Sertraline),
RIMA (Moclobomide).
• Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.
Psikoterapi :
termasuk terapi individual, terapi keluarga, terapi kelompok.
Terapi lainnya :
termasuk terapi edukasi khusus, wicara, perilaku, okupasi & fisioterapi.
Kesimpulan
Gangguan belajar pada anak merupakan suatu gangguan yang sangat kompleks baik penyebab
maupun penanganannya. Untuk ini diperlukan satu tim terpadu, yang terdiri dari tenaga medis
(dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara, terapis okupasi,
fisioterapis dan tenaga pendidik/remedial yang dapat mengatasi permasalahan gangguan belajar ini
secara komprehensif dan terpadu.
http://www.kesulitanbelajar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=15&Itemid=2
Gangguan Belajar
Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar sepesifik dalam konteks
Tipe-tipe Gangguan Belajar
- Gangguan Matematika
Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.
- Gangguan Menulis
Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis
- Gangguan Membaca ( disleksia )
Gangguan Membaca –disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan
ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.
Perspektif Teoritis
Penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan
kemungkinan faktor-faktor neorologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar
memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori.
Intervensi gangguan belajar
Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon &
Moats,1988)
1. Model Psikoedukasi
Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak daripada usaha untuk
mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.
2. Model Behavioral
Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki ketrampilan-ketrampilan dasar,
5. atau “perilaku yang memampukan (enabling behaviours).”
3. Model Medis
Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam
pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.
4. Model neuropsikologi
Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan
deficit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).
5. Model lingguistik
Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana
suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan
masalah dalam membaca, mengeja, dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.
6. Model kognitif
Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka balajar
materi-materi akademik.
http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-belajar.html
MENGENAL GANGGUAN BELAJAR
DISKALKULIA & DISGRAFIA
DISKALKULIA
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga
dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara
matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan
berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan
kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya
kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.
CIRI-CIRI
Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai
memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi
(belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang
uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali,
dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung
saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk
arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung
dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses
substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan
nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main
yang berhubungan sistem skor.
6. FAKTOR PENYEBAB
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga
berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi
secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk
menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak
cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan
mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya
dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang
mengandung unsur hitungan.
CARA PENANGGULANGAN
Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan
serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan
diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara
detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek
lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan
strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan
melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan
gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah
atau urutan dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak
mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam
memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah
melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk
membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari.
Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam
sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan
anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan
angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-
hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di
kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu
untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam
7. menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
DISGRAFIA
Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik,
seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan
gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan
penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar,
terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga
disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan
frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan
pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan
disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun
keterlambatan proses visual motoriknya.
CIRI-CIRI
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau
pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali
terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang
dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
MEMBANTU ANAK DISGRAFIA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di
antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang
dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak
lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak
merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau
bisa juga orang tua
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini
secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan
konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat
agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan
sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau
melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua
dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang
8. dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk
mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis
surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan
sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya
menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm
Gangguan belajar “disleksia”
Disleksia
Disleksia adalah gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan menulis. Anak
dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat.
Mungkin, kalimat seperti, “Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke kampung halamannya”
akan terlihat oleh anak-anak ini: “Liran sekah tan llu ndi it Aah ke kaung halanya” atau
“LiburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”.
Wah, apa sebenarnya yang terjadi dalam cara kerja otak mereka? Apakah mereka bodoh? Ternyata,
mereka bukan mengalami keterlambatan intelektual. Ilmuwan jenius Albert Einstein konon pernah
mengalami hal ini, begitu pun aktor ganteng Tom Cruise! Gangguannya memang terjadi di otak
ketika pesan yang dikirim tercampur aduk, sehingga sulit dipahami. Anak dengan gangguan ini
sering frustrasi dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Anak dengan disleksia umumnya memulai masa sekolah dengan baik-baik saja. Masalah baru
muncul ketika tugas membaca semakin banyak di tingkat kelas yang lebih tinggi. Umumnya guru
akan mengatakan anak-anak ini sebenarnya cerdas, tapi sulit sekali membaca.
Bila anak mengalami gangguan belajar semacam ini, segera periksakan ke psikolog atau psikiater,
sehingga bisa ditentukan penanganannya. Terapis akan membantu anak membuat aktivitas
membaca jadi lebih mudah. Anak akan diajari cara baru untuk mengingat bunyi huruf seperti ‘p’
dan ‘b’ yang hampir mirip bunyinya. Anak juga akan diajari merapatkan kedua bibir untuk
menghasilkan bunyi tersebut. Cara-cara seperti ini akan membantu anak membaca lebih mudah.
Sekarang ini bahkan sudah ada program komputer yang membantu anak untuk belajar tentang
bunyi suatu huruf. Sementara itu, di sekolah anak-anak ini boleh menggunakan alat perekam untuk
merekam penjelasan guru daripada mencatat. Di rumah, anak-anak ini butuh waktu ekstra untuk
mengerjakan PR dan butuh pendamping untuk membantu kesulitan yang mereka temui.
http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=150
Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar
Proses belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan
pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang
tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak Sekolah
Dasar merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat
pula sebagai kondisi tersendiri.
Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental,
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak.
9. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca
(disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).
Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam
kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan). Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami
anak lain seusianya dan tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga
tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi yang kurang,
pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan gangguan pada sistem sensorik
(penglihatan dan pendengaran).
Gangguan berhitung (diskalkulia)
Gangguan berhitung atau gangguan matematik merupakan kesulitan dalam kemampuan aritmatik;
termasuk berhitung dan menyelesaikan soal-soal aritmatik. Kesulitan ini tidak sesuai dengan
kemampuan anak seusianya, tingkat kecerdasan dan pendidikan yang dijalaninya. Selain itu,
kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik atau
emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan, kultur atau ketidakmampuan ekonomi.
Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu kemampuan di
bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan
berbagai area kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem solving);
yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa yang dapat dimengerti serta
merefleksikan kemampuan dan opini penulis tentang suatu topik.
Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar
dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat
diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan
tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan
bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan
belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan
kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.
Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi
faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.
Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera
dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan
pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran
juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat
kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat
kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan
adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau
gangguan kecemasan.
Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini
10. bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan
teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang
tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga
untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua
mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan diri anak.
Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang
menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang
membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu
belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat
belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta
api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat
digunakan gambar kereta api yang dia senangi.
Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena
ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang
tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak
berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua
hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik,
meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.
Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di
sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar.
Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam
belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke
anak-anak lain atau ke jendela kelas.
Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat
mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan
menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami
gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja
sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan
untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20070119230849
Apakah anda Dysgraphia ..?
Dysgraphia (atau agraphia) adalah sebuah kekurangan dalam kemampuan untuk menulis, terlepas
dari kemampuan untuk membaca, bukan karena kerusakan intelektual.
Orang dengan dysgraphia biasanya dapat menulis pada tingkat tertentu, dan sering kurang dalam
hal keterampilan motorik halus dan dapat menjadi lintasan yang dominan, menemukan tugas- tugas
seperti kesulitan mengikat tali sepatu. Ini sering tidak mempengaruhi semua keterampilan motorik
halus. Mereka dapat juga kurang dalam tata bahasa dan kemampuan dalam ejaan dasar (misalnya,
mengalami kesulitan dengan huruf p, q, b, dan d), dan seringkali akan menulis kata yang salah
ketika mencoba untuk merumuskan pikiran (di atas kertas). Pada masa kanak- kanak, kelainan ini
umumnya muncul saat anak pertama kali diperkenalkan untuk menulis. Anak mungkin membuat
ukuran dan spasi tulisan yang tidak tepat, atau menulis kata- kata yang salah atau salah ejaan
11. menyeluruh meskipun mengikuti instruksi dengan seksama. Anak- anak dengan kelainan lain
mungkin memiliki ketidakmampuan belajar, tetapi mereka biasanya tidak memiliki masalah-
masalah sosial atau akademis lainnya. Kasus dysgraphia pada orang dewasa umumnya terjadi
karena adanya trauma neurologis. Dysgraphia juga dapat didiagnosis pada orang dengan sindrom
Tourette, ADHD atau spektrum kelainan pada autisme seperti sindrom Asperger. DSM IV
mengidentifikasi dysgraphia sebagai “Gangguan ekspresi menulis” sebagai “keterampilan menulis
(yang) … yang substansial di bawah ini yang diharapkan orang diberikan … usia, diukur
kecerdasan, dan pendidikan yang sesuai dengan usia.”
Jenis dysgraphia
Ada tiga jenis dysgraphia yang diakui. Beberapa anak mungkin memiliki kombinasi dari dua atau
ketiga, dan gejala- gejala individu dapat berbeda dalam presentasi dari apa yang digambarkan di
sini.
a. Penderita Dyslexia- Dysgraphia
Dengan menderita disleksia dysgraphia, secara spontan pekerjaan bersifat tulisan tak terbaca,
bekerja cukup baik, dan ejaannya yang buruk. Kecepatan memainkan jari (metode untuk
mengidentifikasi masalah- masalah motorik halus) normal, mengindikasikan defisit yang ada tidak
mungkin berasal dari kerusakan cerebellar. Seorang penderita dysgraphic- disleksia tidak selalu
memiliki disleksia. Disleksia dan dysgraphia tampaknya tidak berhubungan tetapi sering ditemukan
bersama- sama.
b. Dysgraphia Motorik
Dysgraphia motorik disebabkan oleh kekurangan kemampuan motorik halus, rendahnya
keterampilan, rendahnya gerakan otot, atau tidak ditentukan sebagai gerakan kekikukan motorik.
Dysgraphia motorik dapat menjadi bagian dari masalah yang lebih besar dari apraxia motorik.
Umumnya, tulisan tidak akan terbaca, bahkan jika dibuat tiruan memakai dokumen lain. Bentuk
tulisan mungkin diterima dalam contoh singkat dalam menulis, tetapi hal ini membutuhkan upaya
yang ekstrim dan dalam jumlah waktu yang tidak masuk akal untuk dikerjakan, dan tidak terus-
menerus untuk jangka waktu yang signifikan. Menulis perjalanan yang panjang sangat menyakitkan
dan tidak dapat dimungkinkan. Bentuk dan ukuran huruf menjadi semakin tidak konsisten dan tidak
terbaca. Tulisan sering miring karena salah memegang pena atau pensil. Keterampilan ejaan tidak
terganggu. Memainkan jari hasilnya di bawah normal.
c. Spatial dysgraphia
Penderita dysgraphia karena cacat atau tidak mampu dalam memahami ruang telah terbaca secara
spontan dalam pekerjaan menulis, tetapi ejaan dan kecepatan masih dalam batas normal.
Gejala dysgraphia
Sebuah bentuk campuran huruf besar / kecil huruf, ukuran dan bentuk huruf tidak beraturan, huruf-
huruf yang belum selesai, susah payah menggunakan tulisan sebagai alat komunikasi, keganjilan
tulisan, banyak kesalahan ejaan (kadang- kadang), rasa sakit saat menulis, penurunan atau
peningkatan kecepatan menulis dan menyalin, berbicara dengan diri sendiri saat menulis, kejang
otot di lengan dan bahu (kadang-kadang di bagian tubuh), ketidakmampuan untuk melenturkan
(kadang- kadang bergerak) lengan (menciptakan huruf L seperti bentuk), dan umumnya tdk terbaca.
Keengganan atau penolakan untuk menyelesaikan tugas- tugas menulis.
Banyak orang yang mengalami dysgraphic merasakan kesakitan saat menulis. Rasa sakit biasanya
dimulai dari lengan bawah dan kemudian menyebar di sepanjang sistem saraf ke seluruh tubuh.
Rasa sakit ini dapat menjadi lebih buruk atau bahkan muncul bila penderita dysgraphic makin
tertekan. Sedikit orang yang tidak menderita dysgraphia tahu tentang hal ini, karena banyak
dysgraphia tidak mengatakan kepada siapa pun. Ada beberapa alasan mengapa rasa sakit saat
menulis jarang disebut:
12. • Penderita tidak tahu bahwa itu adalah pengalaman yang tidak biasa memiliki rasa sakit saat
menulis.
• Jika mereka tahu bahwa itu berbeda dari pengalaman bagaimana orang lain menulis, mereka
merasa bahwa hanya beberapa yang akan percaya mereka.
• Mereka yang tidak percaya bahwa rasa sakit saat menulis adalah nyata dan akan sering tidak
memahaminya. Ini biasanya akan dikaitkan dengan nyeri otot atau kram, dan itu akan sering hanya
dianggap ketidaknyamanan kecil.
• Bagi beberapa orang penderita dysgraphia, mereka tidak lagi menulis, dan mengetik saja
semuanya, sehingga mereka tidak lagi merasakan rasa sakit seperti ini.
Masalah Umum yang sering dikaitkan dengan Dysgraphia
Stres
Ada beberapa masalah umum yang tidak berhubungan dengan dysgraphia tetapi sering dikaitkan
dengan dysgraphia, yang paling umum yang stres. Seringkali anak- anak (dan orang dewasa)
penderita dysgraphia akan menjadi sangat frustasi dengan tugas menulis (dan ejaan); anak- anak
yang lebih muda mungkin menangis atau menolak untuk menyelesaikan tugas tertulis. Frustrasi ini
dapat menyebabkan anak (atau yang dewasa) sangat stres dan dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit yang terkait dengan stres. Ini bisa menjadi akibat dari gejala dysgraphia.
Perawatan
Perawatan untuk dysgraphia bervariasi dan dapat mencakup pengobatan gangguan motorik untuk
membantu mengontrol gerakan menulis. Perawatan lain mungkin dialamatkan pada lemahnya
memori atau masalah neurologis lainnya. Beberapa dokter menyarankan bahwa individu dengan
dysgraphia menggunakan komputer untuk menghindari masalah tulisan dengan tangan.
Terapi okupasi dapat dianggap untuk memperkuat otot, meningkatkan ketangkasan atau kecekatan,
dan mengevaluasi koordinasi mata dan tangan. Dysgraphic pada anak- anak juga seharusnya
dievaluasi untuk ketangkasan atau kecekatan mempergunakan kedua tangan, yang dapat menunda
keterampilan motorik halus pada anak usia dini.
Sering kali hal- hal kecil dapat membantu siswa penderita dysgraphia, seperti menggunakan alat
atau menyerahkan ketikan pekerjaan daripada pekerjaan yang memerlukan tulisan tangan.
Saran untuk guru dan orangtua:
1. Penggunaan pensil- pensil kecil (pensil yang terpotong menjadi tiga) tongkat pensil, atau pensil
berbentuk segitiga semua menaikkkan kemampuan mencengkeram. Pensil yang luar biasa besarnya
berguna untuk individu yang sering gemetar atau jenis kerusakan cerebral palsy.
2. Memastikan bahwa instruksi tulisan tangan sepenuhnya telah dilakukan. Siswa seharusnya dapat
menceritakan bagaimana setiap huruf dibuat menggunakan kata- kata yang sama dengan guru.
3. Sebelum siswa mulai menulis kertas, minta mereka ikut serta dalam kegiatan pemanasan seperti
verbalisasi apa yang akan mereka tulis.
4. Gunakan kertas bergaris kuning yang akan menyoroti kata- kata yang mengarah ke arah yang
diinginkan.
5. Memungkinkan siswa memiliki waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas- tugas di kelas;
kalau tidak mereka tidak akan mendapatkan manfaat dari latihan belajar.
6. Berikan keyboard kepada siswa sejak dini
7. Izinkan siswa untuk menggunakan laptop atau komputer lain.
8. Izinkan anak- anak untuk memerintah orang dewasa.
9. Izinkan anak- anak untuk memasukkan ke dalam alat perekam, mereka atau orang dewasa dapat
menuliskannya nanti. Hal ini memungkinkan proses output yang kreatif terjadi tanpa dihentikan
oleh masalah pembuatan.
10. Memiliki rasa iba dan tahu bahwa masalah ini tidak ada hubungannya dengan kecerdasan atau
perilaku.
http://a11no4.wordpress.com/2010/03/29/apakah-anda-dysgraphia/
13. Gangguan Belajar dan Sistem Kerja Otak
PENURUNAN prestasi akademis bisa menjadi salah satu indikasi, adanya kesulitan belajar yang
dialami anak-anak usia sekolah. Bila ditelusuri, ternyata kesulitan belajar ada kaitannya dengan
gangguan kerja otak secara medis maupun nonmedis.
GANGGUAN kerja otak secara umum muncul dalam berbagai keluhan. Mudah lupa, gampang
stres, mudah emosi, cepat lelah, mudah pusing, lambat memahami materi, sulit konsentrasi, sulit
merespon, telat bereaksi, hingga menurunnya daya kreativitas.
Hingga kini masih sering ditemui penanganan yang tidak tepat pada anak-anak yang mengalami
gangguan kerja otak, baik oleh orangtua, guru, pemerintah, serta orang dewasa yang
bertanggungjawab mencerdaskan bangsa. Sebab utamanya satu: kurangnya wawasan dan
pengetahuan.
Orangtua kadang menambah jam belajar anak-anak serta memaksa mereka ikut les tambahan di luar
sekolah. Tujuannya supaya anak jadi lebih pintar. Sementara oknum guru di sekolah malah
memberi sanksi fisik maupun non fisik yang membuat anak-anak makin tertekan.
Ironisnya, bila tak lagi bisa ditangani para guru, pimpinan sekolah biasanya memanggil orangtua.
Kemudian menganjurkan si anak untuk dipindahkan ke sekolah lain. Saat bersamaan para pembuat
kebijakan tiap tahun terus membuat standarisasi nilai kelulusan yang harus dicapai anak-anak.
“Padahal penerapan cara-cara di atas seringkali tidak menyelesaikan masalah. Sebab
penanganannya memang tidak tepat sasaran,” ungkap peneliti otak dan sistem syaraf manusia,
Shifu Yonathan Purnomo, pada Seminar Rahasia Kecerdasan Otak, di Hotel Baltika, akhir pekan
lalu.
Penegasan itu disampaikan setelah 20 tahun terakhir Yonathan meneliti otak dan sistem syaraf
manusia di Indonesia, Cina, dan beberapa negara lain di dunia. Gangguan kerja otak bisa
disebabkan faktor medis seperti tumor, kanker, dan cacat lahir. Sedangkan sebab non-medis yaitu
kebiasaan dan perilaku tahunan yang menyebabkan otak tidak tumbuh optimal.
Pria 46 tahun ini mengungkap perilaku yang kurang tepat yaitu memberi terlalu banyak beban
pelajaran kepada si kecil, sebelum usia mereka mencapai 12 tahun. Memaksa anak belajar
menguasai materi tertentu, justru bisa menghambat pertumbuhan otak. Kondisi tersebut memicu
terjadinya gangguan kerja otak.
“Kecerdasan otak bersifat fluktuatif sama seperti kesehatan jasmani. Kecerdasan otak juga bisa
dilatih agar kuat menghadapi berbagai situasi dan tekanan. Caranya melalui latihan Shuang Guan
Qi Xia secara benar dan teratur,” ujar Shifu Yonathan.
Melalui Shuang Guan Qi Xia, ayah empat anak ini menciptakan 180 gerakan senam sederhana yang
bersumber dari beladiri kungfu. Yonathan yang juga Guru Besar Perguruan Xin Gong Ci yang
berpusat di Surabaya ini mengungkap, berbagai gerakan tersebut bertujuan melatih keseimbangan
kerja otak kiri dan kanan.
Beberapa gerakan yaitu membentuk angka delapan dan nol menggunakan kedua tangan.
Menyentuh jari-jari tangan secara bergantian, bermain tembak jari, serta sentuh jari-jari tangan
dengan berbagai variasi gerakan.
“Latihan ini membuat orang yang melakukan tidak mudah lupa dan tetap produktif hingga usia tua,
tidak gampang sakit, dan pada akhirnya tidak bikin susah orang lain di masa tua,” terang Yonathan.
(ricky reynald yulman)
Jangan Paksa Persalinan
EMPAT puluh persen pertumbuhan otak terjadi sejak anak masih dalam kandungan. Ketika lahir
berat otak bayi normal, rata-rata 600 gram. Seorang dewasa yang pertumbuhan otaknya optimal
memiliki otak dengan berat rata-rata 1,5 kg.
Di satu sisi Shifu Yonathan Purnomo mengingatkan, kecacatan otak bisa terjadi sejak bayi dalam
kandungan. Beberapa penyebabnya yaitu kekurangan gizi, terkena virus tertentu, dan keracunan
14. obat.
Yonathan juga berpesan agar orangtua dan pihak manapun tidak memaksa janin lahir sebelum
waktu persalinan tiba. Baik melalui operasi cesar atau memberi obat perangsang kelahiran.
Tindakan tersebut biasanya dilakukan agar bayi bisa lahir pada hari dan tanggal tertentu.
“Kondisi itu membuat si janin yang belum siap keluar, mengalami tekanan dan bisa membuat otak
bayi cacat. Setelah diteliti, kebanyakan bayi yang persalinannya dipaksakan, setelah dewasa, mudah
mengalami gangguan kerja otak,” jelas Yonathan. (ricky reynald yulman)
Gerakan Shuang Guan Qi Xia:
-Tangan kiri membentuk angka delapan di depan dada menggunakan. Saat bersamaan tangan kanan
membuat bentuk angka nol. Setelah dilakukan beberapa kali kemudian bergantian.
-Membuka telapak tangan kanan dengan jari-jari tegak. Tangan kiri membentuk seperti pistol untuk
berpura-pura menembak jari-jari tangan kanan. Dalam satu hitungan secara bersamaan, posisi
jarijari tangan harus berganti dengan pengurangan jari-jari yang sudah ditembak.
-Jari-jari tangan kanan dan kiri membentuk kuncup tapi hanya ibu jari boleh menyentuh ujung
telunjuk. Kemudian ibu jari berpindahpindah menyentuh ujung jari lain secara bergantian. Variasi
gerakan: ibu jari tangan kiri menyentuh kelingking sedangkan ibu jari kanan mulai menyentuh
ujung telunjuk. (ricky reynald yulman)
http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/4495/gangguan-belajar-dan-sistem-kerja-otak
Anak Berbakat dengan Gangguan Belajar
KEBERBAKATAN bukanlah penyimpangan, tetapi merupakan perkembangan intelektual,
sedangkan gangguan belajar (specific learning disabilities) adalah keadaan seseorang yang
mengalami gangguan dalam satu atau lebih area inteligensia. Gangguan belajar disebabkan adanya
gangguan perkembangan yang mengakibatkan fungsi inteligensia terganggu. Keunikan, kelebihan,
dan karakteristik anak semacam ini yang ternyata menyulitkan, berbagai gangguan perkembangan,
serta kebutuhan khususnya dalam metode pendidikan, membutuhkan sejumlah besar keilmuan
untuk menjelaskan.
Umumnya mereka terlambat bicara dan terjebak dalam diagnosis autisme, sekalipun memang
mereka mempunyai gejala mirip autisme. Tidak jarang pula tertukar diagnosis mereka dengan
autisme Asperger ataupun autis savant. Autis Asperger ada yang mempunyai IQ tinggi (tetapi tidak
mengalami keterlambatan bicara), dan autis savant mempunyai talenta luar biasa (tetapi mengalami
gangguan sangat luas dalam area inteligensia, seperti dalam film Rainman yang diperankan Dustin
Hoffman).
Dalam uji psikologi, anak berbakat dengan gangguan belajar menunjukkan profil inteligensia tidak
harmonis, hasil uji akan sangat tinggi dalam performa berupa kemampuan abstraksi dan logika
analisis, tetapi tertinggal dalam kemampuan verbal. Kesulitan yang sering mengikuti hingga
dewasa adalah gangguan pada memori jangka pendek yang mengatur kemampuan hafalan, terlihat
dari nilai hasil uji digit span test yang rendah, 2-3 (normal, 2-9). Para ahli audiologi menyebutnya
auditory processing disorder (APD). Artinya bukan telinganya yang terganggu, tetapi proses
informasi di otak terganggu sehingga mereka sering tampak seperti anak tuli atau melongo jika
diajak bicara dan tidak merespons jika dipanggil. Pada akhirnya berakibat mengalami
ketertinggalan perkembangan bicara dan bahasa.
BERBAGAI gangguan perkembangan lain yang menyertai saat masih balita adalah
ketidaksinkronan perkembangan. Motorik kasar berkembang hebat, tetapi motorik halus tertinggal.
Kemampuan pencandraan visual berkembang hebat, tetapi mengalami gangguan dalam penerimaan
informasi melalui telinga. Ia juga mengalami ketidakteraturan perkembangan sensoris, misalnya
sensor raba sangat peka sehingga jijik dengan benda basah dan lembek, sering tidak merespons
15. panggilan tetapi terlalu peka suara bising dan mudah terangsang pada suara.
Ia sangat berani, tetapi juga sangat penakut. Ia mempunyai periode berkonsentrasi intensif, namun
juga kadang tampak bagai anak tidak bisa konsentrasi dan hiperaktif sehingga sering terjebak dalam
diagnosis anak dengan gangguan konsentrasi atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD).
Keberbakatan (giftedness) sesuai dengan definisi Renzulli, yaitu mempunyai kemampuan
inteligensia berupa kemampuan logika analisis dan abstraksi tinggi, kreativitas tinggi, serta
motivasi dan ketahanan kerja tinggi. Namun, banyak di antara mereka justru sulit berprestasi di
sekolah. Hal ini karena ia visual learner, selalu berpikir secara analisis, perfeksionis, dan kadang
diikuti rasa percaya diri yang kurang, dan takut gagal sebelum mengerjakan tugas yang sebenarnya
bisa dia kerjakan.
Karena sering berada dalam diagnosis autisme atau DHD ditambah karakteristiknya yang khusus
itu, mereka sering dianjurkan ke sekolah luar biasa (SLB) karena membawa skor IQ total rendah
(akibat ketidakharmonisannya yang kemudian dirata-ratakan), atau dimasukkan ke kelas lambat
yang sebenarnya justru keliru karena pada dasarnya mereka adalah pemikir yang sangat cepat.
Apabila ia bisa masuk ke sekolah dasar umum, ia segera dikeluarkan karena guru kewalahan,
dianggap mengganggu jalannya pelajaran, dan pihak sekolah tidak mengerti materi serta metode
apa yang dapat diberikan kepadanya.
Pada pelajaran matematika umumnya mereka mendapat angka baik, namun tidak demikian pada
pelajaran menghafal yang memang lemah. Dengan demikian, pelajaran PKKn, agama, dan bahasa
Indonesia mendapat angka jelek. Padahal nilai pelajaran ini sama sekali tidak boleh merah.
Mereka dianggap sangat emosional, keras kepala, dan sulit diatur. Apalagi diikuti dengan tulisan
yang jelek karena memang motorik halusnya lemah, hukuman yang diberikan tidak hanya cukup
hukuman fisik seperti disetrap di muka kelas, juga dikenai hukuman psikis, yaitu dimarahi dan
akhirnya angkanya disunat.
Padahal, mereka adalah kelompok anak berisiko, dukungan pendidikan yang tidak menunjang
hanya akan menyebabkan masalah lebih sulit, yaitu jatuhnya anak ke dalam kondisi frustrasi,
depresi, hilang percaya diri, berkembangnya konsep diri negatif, timbul perilaku bermasalah, atau
timbul keinginan bunuh diri.
KESULITAN orangtua menghadapi anaknya ini adalah kebingungan lengkap. Menghadapi pihak
profesional, seperti dokter dan psikolog, hanya mendapatkan penjelasan sepotong, bahkan tidak ada
kekompakan untuk mengatakan bagaimana keadaan anak ini. Ditambah pula kebingungan mencari
sekolah yang mau menerima. Pihak sekolah pun mengalami kebingungan. Apalagi ilmu learning
disabilities belum populer di kalangan guru. Begitu juga karakteristik psikis anak berbakat memang
tidak dikenal, terlebih yang mempunyai keistimewaan ganda seperti ini, berbakat tetapi mengalami
gangguan belajar.
Dengan begitu metode pengajaran yang beragam dalam kelas juga belum dikenal. Tidak ada
informasi formal barang sedikit pun tentang anak seperti ini, baik dari lembaga pengajaran ilmiah
maupun lembaga pemerintah. Ironisnya informasi yang didapat sangat simpang siur, melelahkan,
membingungkan, tidak tahu siapa yang harus dipercaya.
Dari hasil penelitian para ahli di Belanda pada tahun 1980-an, anak berbakat yang tidak berprestasi
adalah setengah dari populasi anak berbakat (2-4 persen dari anak- anak yang lahir).
Ketidakmampuan mereka berprestasi disebabkan selain mereka tidak mendapat dukungan
perkembangan, juga karena masalah ketidakharmonisan perkembangan.
Agar bisa ditangani dengan baik dan tidak tersasar ke berbagai diagnosis gangguan belaka, maka
sejak dini mereka sudah dilacak melalui dokter tumbuh kembang, taman bermain, dan taman
kanak- kanak. Sekolah taman kanak-kanak merupakan pusat tumbuh kembang anak yang ditangani
oleh dokter sekolah, psikolog, ortopedagog, ahli gerak, ahli wicara, dan berbagai remedial teachers.
Tidak terbimbingnya anak ini sejak dini menyebabkan ia hanya tampak bagai anak yang mengalami
keterbelakangan mental.
16. Apa yang bisa diharapkan untuk mengatasi anak-anak berbakat Indonesia yang tak jelas rimbanya
ini adalah kerja sama di antara para ahli (dokter, psikolog, dan pedagog) dalam membuat
kesepakatan bagaimana melakukan deteksi dini, tata laksana penanganan, metode, serta materi yang
cocok dalam pendidikan. Tidak kalah pentingnya adalah pendirian pusat informasi dan psycho
educational assessment.
http://bibilung.wordpress.com/2007/07/16/anak-berbakat-dengan-gangguan-belajar/
Disleksia
Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang
disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis.
Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- (”kesulitan untuk”) dan λέξις lexis
(”huruf” atau “leksikal”).
Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan
menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti
kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca
pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut
sebagai “Alexia”. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga
ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya.
Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca
kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke
bawah.
Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil
dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.
Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi dyslexia adalah Albert Einstein, Tom
Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg, dan Vanessa Amorosi
http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia
DISLEKSIA
Kesulitan baca tulis bukan pertanda anak bodoh. Mungkin ia membutuhkan cara bejar yang berbeda
Membaca di depan kelas adalah siksaan bagi si kecil. Bulan-bulan pertama duduk di kelas I SD
amat gembira. Namun, saat teman-teman sudah mulai bisa membaca, ia masih bergulat dengan
kesulitannya. “Memikir dulu ini huruf apa,”.
Anak yang terganggu kemampuan baca atau tulisnya, biasa disebut kelainan disleksia, ternyata
tidak berarti terbelakang atau bodoh. Penanganan dini dibarengi ketekunan serta motivasi yang kuat
akan mengatasi kelainan itu.
Bakal calon presiden AS, George W. Bush dari Partai Republik, belum lama ini diberitakan sebagai
penderita disleksia. Pasalnya, banyak kata yang diucapkan Bush selama masa kampanyenya salah.
Misalnya, ia ingin menyatakan AS sebagai negara peacemaker (pencipta perdamaian), namun
mengucapkan “pacemaker” (alat pacu jantung), yang tentu sangat berbeda artinya. Tariffs and
barriers (bea dan cukai), diucapkan “terriers” (jenis anjing terier) untuk kata barriers.
Ada beberapa kata lagi yang ia ucapkan secara salah. Kabarnya, pengungkapan kata-kata maupun
kalimat salah tadi dilakukan secara konsisten, yang notabene bisa menandakan ia menderita
disleksia.
Pernyataan yang dipublikasikan sebuah majalah Amerika itu tentu bisa mengurangi nilai
pencalonan Bush sebagai presiden. Maka tim kampanyenya terus berusaha menepis tuduhan itu.
Gajah jadi “jagah”
Kata disleksia diambil dari bahasa Yunani, dys yang berarti “sulit dalam …” dan lex (berasal dari
legein, yang artinya berbicara). Jadi, menderita disleksia berarti menderita kesulitan yang
berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis.
17. Namun, sepanjang seseorang hanya mengalami disleksia murni saja, menurut dr. W. Roan,
psikiater, pada umumnya ia hanya mengalami suatu gangguan perkembangan spesifik pada tahap
usia tertentu. Pada saat pertumbuhan otak dan sel otaknya sudah sempurna, ia akan dapat
mengatasinya. Namun selama mendapat gangguan ia memerlukan pelatihan khusus untuk mengejar
ketertinggalannya.
Disleksia bukan aleksia. Yang disebut belakangan ini merupakan gangguan kemampuan membaca
atau mengenali huruf serta simbol huruf akibat kerusakan, infeksi, atau kecelakaan yang mengenai
otak atau selaput otak sehingga otak kiri korteks oksipital (bagian belakang) terganggu. Padahal
bagian otak ini berfungsi mengenali semua persepsi lihat. Karena terjadi gangguan sambungan otak
kiri dan kanan, pemulihan aleksia menjadi jauh lebih sulit.
Bentuk klinis disleksia bisa macam-macam. Pertama, sulit menyebutkan nama benda (anomi) amat
sederhana sekalipun seperti pensil, sendok, arloji, dll. Padahal penderita mengenal betul benda itu.
Gangguan bisa juga dalam kemampuan menuliskan huruf, misalnya b ditulis atau dibaca d, p ditulis
atau dibaca q atau sebaliknya.
Bisa juga salah dalam mengeja atau membaca rangkaian huruf tertentu, seperti “left” dibaca atau
ditulis “felt”, “band” dibaca atau ditulis “brand”, “itu” ditulis atau dibaca “uti”, “gajah” dibaca atau
ditulis “jagah”.
Yang menarik, disleksia ternyata tidak hanya menyangkut kemampuan baca dan tulis, melainkan
bisa juga berupa gangguan dalam mendengarkan atau mengikuti petunjuk, bisa pula dalam
kemampuan bahasa ekspresif atau reseptif, kemampuan membaca rentetan angka, kemampuan
mengingat, kemampuan dalam mempelajari matematika atau berhitung, kemampuan bernyanyi,
memahami irama musik, dll.
Repotnya, gangguan disleksia adakalanya diikuti dengan gangguan penyerta lain seperti
mengompol sampai usia empat tahun ke atas, nakal dan suka mengganggu teman serta mengganggu
di kelas.
Tuduhan terhadap Bush tadi mungkin berkenaan dengan gangguan ketidakmampuan
mengungkapkan bahasa ekspresif. Namun, penderita disleksia terbanyak adalah dalam belajar
membaca dan menulis.
Seringkali kurang disadari bahwa fungsi pengenalan membaca, huruf, dan bahasa merupakan
kesatuan yang melibatkan begitu banyak bagian di otak kita, yakni daya perhatian, daya persepsi
pancaindera khususnya indera lihat, dengar, raba, perspektif, daya motorik atau gerak sebagai
manifestasi menulis ucapan dan bahasa. Sebab itu bila ada gangguan disleksia, menurut dr. Roan,
kita tidak bisa hanya menyalahkan satu bagian kecil otak, karena hal itu merupakan koordinasi dari
banyak hal terkait.
Menurut para ahli AS, gangguan emosional ditambah cacat kecil visual para penderita
menyebabkan mereka gagal “melatih” otaknya tentang apa yang disampaikan. Adakalanya mereka
mampu mengeja huruf-hurufnya tapi sulit membaca rangkaiannya. Entah apa alasannya, tapi sekitar
90% penderitanya adalah kaum pria.
Tidak seperti penyandang cacat mental, intelegensi anak disleksia umumnya normal, bahkan acap
kali di atas rata-rata. Walaupun sulit membaca kata-kata, biasanya mereka tidak menjumpai
kesulitan dalam membaca angka atau not balok musik, kecuali kalau mereka menderita disleksia
angka. Jadi, jangan menganggap anak disleksia anak terbelakang atau bodoh.
Pria dan menurun
Banyak orang terkenal seperti Sir Winston Churchill (1874 – 1965), mantan perdana menteri
Inggris, Sir Isaac Newton (1642 – 1727), ahli fisika yang menemukan gaya tarik Bumi, Albert
Einstein (1879-1955), ahli fisika lain yang menemukan beberapa teori penting tentang kosmos,
dianggap anak bodoh sewaktu mereka kecil karena kurang berprestasi. Namun, di kemudian hari
malah dielu-elukan dunia karena prestasinya.
Prof. John Stein dari Universitas Oxford dan Prof. Tony Monaco dari sebuah pusat penelitian
tentang gen manusia, telah menemukan tiga gen sama yang berhubungan dengan disleksia dalam
18. sampel darah para penderita. “Penemuan ini membuktikan bahwa disleksia memang karena faktor
keturunan atau bawaan,” kata Prof Stein.
Penelitian dilakukan dengan mempelajari sampel DNA (deoxyribonucleic acid atau sel inti) yang
terdiri atas materi genetik berupa darah dari 90 keluarga.
Anak dengan kelainan disleksia, menurut penelitian, dilahirkan dari keluarga dengan kesulitan
kronis dalam membaca atau mengeja, sekalipun intelegensi mereka cukup tinggi. Selain itu para
peneliti menemukan bahwa susunan kromosom kaum disleksia berhubungan erat dengan sistem
kontrol imunitas. Ini menunjukkan, para penderitanya rentan terhadap serangan dari antibodi.
Begitu seorang anak ditemukan mempunyai kelainan disleksia, berikan terapi sedini mungkin.
Latihan remedial teaching (terapi mengulang) dengan penuh kesabaran dan ketekunan biasanya
akan membantu si anak mengatasi kesulitannya. Memberikan motivasi seperti pujian atau hadiah
kecil setiap kali ia berhasil mengatasinya akan sangat membantu.
Untuk mereka yang memiliki gangguan penyerta, bisa ditambah dengan terapi perilaku. Atau,
tambahan terapi wicara bagi mereka yang disertai kesulitan wicara. (Nanny Selamihardja)
FALUDY, ANAK DISLEKSIA GENIUS
Alexander Faludy, baru berusia 14 tahun tapi sudah berhasil masuk ke Cambridge University,
sebuah universitas kebanggaan orang Inggris. Keberhasilannya ini mungkin tidak dianggap luar
biasa kalau saja ia seorang anak normal.
Alexander seorang peyandang disklesia berat, karena kemampuan menulisnya sangat terbatas dan
tulisannya seperti cakar ayam. Dalam satu menit paling-paling ia hanya bisa menulis dua kata dan
hanya dia sendiri yang mampu membacanya. Tapi daya ingatnya luar biasa. Ia mampu
mengungkapkan di luar kepala artikel-artikel teologi atau sejarah kebudayaan serta kesenian.
Kesuksesannya ini bukan berkat talentanya yang luar biasa saja, tapi juga berkat jasa orang tuanya
yang terus berjuang agar kemampuan yang menonjol tadi terus dipupuk.
Orang tuanya, Andrew Faludy dan istrinya, Tanya, keduanya guru bahasa Inggris di Hampshire,
berjuang agar putranya diizinkan meninggalkan pelajaran yang kurang dikuasai seperti matematika
dan science ketika usianya mencapai 11 tahun, agar ia lebih berkonsentrasi pada pelajaran yang
menonjol saja.
Mereka menyadari Alexander anak “ajaib” setelah anak mereka, ketika itu berusia tiga tahun,
mendengarkan cerita Thomas the Tank Engine melalui kaset. Ternyata, ia dapat mengingat kembali
secara utuh kata demi kata. Demikian juga dengan cerita-cerita lain.
“Pada usia lima tahun, kemampuannya semakin menakjubkan. Sesuatu di luar kemampuan orang
normal ada di kepalanya,” kata ibunya. “Mungkin otak disleksianya diisi dengan sesuatu yang tidak
dimiliki orang lain,” tambahnya.
Semula memang ia tersisih di sekolahnya karena kurang terampil ditambah ketidakmampuannya
menulis. Namun, pada usia sembilan tahun ia menjadi orang termuda yang berhasil lulus bahasa
Inggris dengan nilai rata-rata B dalam ujian akhir SMU untuk O Level.
Pada usia 11 tahun ia mengikuti ujian SMU lagi, kali ini A Level, yaitu jenis ujian tingkat SMU
yang lebih tinggi ketimbang O Level, sebagai persyaratan untuk masuk universitas. Ia lulus dengan
nilai B untuk pelajaran sastra, yang berisi analisis tentang Shakespeare, Milton, dan karya penyair
metafisika dalam bentuk kaset rekaman. Tetapi, ketika ia sering dikucilkan teman-teman sekelasnya
yang lebih besar, orang tuanya menarik dia dari sekolahnya dan mengikuti kuliah di Universitas
Terbuka jurusan sastra yang bisa dipelajari di rumah.
“Kemampuan matematika saya memang di bawah normal karena saya demikian benci pada
pelajaran itu. Rasanya, tidak ada gunanya untuk mempelajarinya lagi,” demikian alasan Alexander.
“Tulisan saya juga benar-benar tak terbaca tetapi apa yang masuk ke otak saya langsung dapat saya
sampaikan lewat kaset rekaman. Dengan demikian saya dapat menguasai pelajaran yang tidak
mampu saya lakukan di atas kertas.”
Orang tuanya berkeliling Inggris untuk mencarikan tempat yang mau menerima putranya.
Akhirnya, ia diterima di Milton Abbey, sebuah asrama kecil khusus pria di Dorset. Di situ ia
19. dibimbing oleh bapak asrama Andrew Day dan istrinya Yvette.
Dalam tiga tahun Alexander berkembang tidak hanya dalam dunia akademisnya tetapi juga
pendidikan sosialnya. Pikir orang tuanya, sudah saatnya ia bisa masuk ke Universitas Cambridge.
“Sebelumnya kami pikir sebaiknya ia tumbuh dalam lingkungan yang sesuai usianya karena usia 11
tahun masih terlalu muda untuk masuk universitas,” kata Ny. Faludy.
“Kini pribadinya sudah siap untuk menghadapi perdebatan-perdebatan dalam kehidupan akademis
yang tidak diperoleh dalam kuliah korespondennya.”
Martin Golding, seorang tutornya mengatakan, “Kami mengetes dia dengan teliti agar ia dapat
diperjuangkan untuk masuk universitas itu karena kami yakin, ia sangat berbakat.”
Dengan tinggi 182 cm, Alexander kini tampak begitu canggung saat mengenakan stelan pantalon
hijau dari bahan corduroy, dilengkapi vest dan dasi. Namun, dibandingkan saat ia masuk ke asrama
di bawah asuhan Andrew dan Yvette tadi, kini ia sudah tampak lebih dewasa.
Kini Alexander menghabiskan sebagian besar waktunya di Milton Abbey dengan mendengarkan
“buku audio”-nya dan mencoba mengikuti beberapa pelajaran terutama teologi dan sastra.
“Banyak orang dengan berbagai macam minat ilmu datang menemui Alexander untuk
mendisukusikan apa saja: politik, sastra, sejarah, dll.,” kata Ny. Day. “Benar-benar menakjubkan
melihat seorang anak berusia 14 tahun sudah mencapai tingkat intelegensi yang lebih tinggi
walaupun ia penyandang disleksia.
http://www.indonusa.ac.id/psikologi/index.php?
option=com_content&view=article&id=160:disleksia&catid=84:artikel&Itemid=81
Mengajarkan Anak Disleksia Membaca
Bayangkan Anda sedang berada di Cina atau Arab. Bayangkan Anda berada di tempat umum yang
semua petunjuknya ditulis dengan tulisan Cina atau Arab. Apakah Anda mengerti? Ataukah Anda
bingung? Atau malah Anda beranggapan bahwa semua itu hanyalah sebuah tulisan-tulisan keriting
yang tidak ada maknanya?
Begitulah kira-kira keadaan anak yang menderita gangguan belajar spesifik disleksia. Mereka
terjebak dalam dunia yang penuh dengan tulisan-tulisan yang tidak dimengerti. Istilah disleksia
mengacu pada gangguan membaca yang dimiliki oleh seseorang, seperti kesulitan membaca,
memahami bacaan, kesulitan membedakan huruf yang mirip seperti b, d, q, p, v, u, n, dan lainnya.
Berbeda dengan slow learner, anak yang didiagnosis disleksia harus memiliki IQ rata-rata atau di
atas rata-rata.
Jika anak Anda dalam tahap belum bisa membedakan mana huruf-huruf yang mirip seperti b dan d,
maka cara pengajaran yang perlu dilakukan adalah mempelajari hurufnya satu persatu. Misalnya
fokuskan pengajaran kali ini pada huruf b. Tulislah huruf b dalam ukuran yang besar kemudian
mintalah anak untuk mengucapkan sembari tangannya mengikuti alur huruf b atau membuat kode
tertentu oleh tangan. Latihlah dan perkuatlah terus menerus sampai ia bisa menguasainya, setelah
itu mulailah beranjak ke huruf d.
Terdapat dua cara untuk mengajarkan anak membaca kata-kata: melihat dan mendengar kata
tersebut satu persatu. Buatlah kata yang dicetak dalam ukuran besar – misalnya ‘buku’, setelah itu
kita ucapkan ‘buku’, lalu mintalah anak mengulangi apa yang kita ucapkan yaitu ‘buku’.
Tunjukanlah kata tersebut terus menerus, tambahkanlah beberapa kata yang sudah ia ketahui,
hingga ia mengenali dan dapat mengucapkannya langsung begitu ia melihat kata ‘buku’.
Ada beberapa anak yang sudah bisa membaca namun ia memiliki masalah dengan pemahaman
(comprehension). Menurut Baumer (1996) ada beberapa cara mengajar jika pemahaman anak Anda
lemah:
1. Memilih cerita yang menarik pada level dimana 98% ia bisa memahami kata-kata dalam cerita
tersebut. Mintalah ia untuk membacakan secara keras dan bilang kepada kita apa yang telah ia baca.
2. Jika anak tidak bisa melakukan ini, mintalah ia membaca tanpa bersuara, berhenti setiap
20. paragraph dan menceritakan kepada kita apa yang telah ia baca.
3. Ketika pemahamannya berkembang, tambahkan jumlah paragraph yang ia baca hingga ia bisa
membaca dan paham keseluruhan halaman.
4. Untuk membantu pemahamannya, Anda bisa memberikan arahan: menurutmu apa yang
dirasakan si tokoh? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana akhir ceritanya?
Berdasarkan pengalaman saya mengajarkan anak disleksia, sebelum kita mengajarkannya mengenai
pemahaman, kita harus mengidentifikasi sejauh mana kemampuannya. Jika ia tidak mampu
memahami satu halaman, potonglah menjadi beberapa paragraph. Jika ia tidak bisa memahami
beberapa paragraph, potonglah menjadi satu paragraf, dan seterusnya hingga sampai pada satu
kalimat.
Membaca cerita bersama anak dirasa cukup efektif karena kita bisa langsung cross-check langsung
pemahamannya. Misalnya ketika anak tidak paham kata ‘terbit, kita bisa menganalogikan ‘terbit’
dengan bertanya ‘kalau pagi hari, matahari muncul atau menghilang?’ lalu ketika anak menjawab
‘muncul’ kita menjelaskan bahwa itulah yang dimaksud dengan ‘terbit’. Menganalogikan kata-kata
tidak dimengerti dapat mengajarkan anak untuk memberi tanda kata-kata yang belum ia pahami.
Dalam mengajari anak disleksia, kita harus hati-hati untuk tidak mengkritik terlalu jauh karena anak
yang menderita disleksia rawan untuk memiliki motivasi dan self-esteem yang jatuh. Ketika anak
mulai menyadari ia memiliki kesulitan dalam membaca dan ia sudah tertinggal jauh dari teman-
temannya, ia akan membenci pelajaran membaca dan langsung menyerah (mogok) ketika
menghadapi kata yang sulit. Aksi mogok ini bisa disiasati dengan cara belajar membaca melalui
minatnya. Misalnya pada anak yang memiliki minat memasak, kita bisa mengajarkan membaca
resep dan menyuruhnya memasak. Dari situ kita melihat sejauh mana pemahamannya terhadap
bacaan.
Mengajar membaca anak disleksia adalah proses yang tidak mudah. Anak disleksia memiliki short
term memory yang terbatas dan kosa kata yang minim sehingga membutuhkan banyak penguatan.
Variaskan metode melalui permainan kata atau mengajak anak jalan-jalan sambil mengajari
membaca tulisan-tulisan yang ada. Dan hal yang terpenting dalam proses pembelajaran ini adalah
berilah apresiasi pada sekecil apapun perkembangannya.
http://ruangpsikologi.com/mengajar-membaca-anak-disleksia
Dyslexia atau Disleksia : Kesulitan Mengeja, Membaca dan Menulis
Kesulitan Belajar umum pada anak-anak
Tahukah Anda bahwa dyslexia (disleksia dalam bahasa Indonesia) adalah penyebab yang paling
umum dari masalah kesulitan mengeja, membaca dan menulis? Bagaimana kita membantu anak-
anak mengatasi kesulitan-kesulitan ini agar berhasil di sekolah? Informasi-informasi berikut ini
bertujuan membantu orang tua, guru, dan terapis mengerti dyslexia dan membantu anak/murid
mengembangkan kecintaan membaca dan menulis.
Apa itu dyslexia dan penyebabnya?
Dyslexia adalah suatu masalah kesulitan belajar khusus. Dyslexia mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk belajar, mengolah, dan mengerti suatu informasi dengan baik. Secara khusus, hal
ini menyebabkan masalah dalam membaca dan menulis karena seseorang dengan problem dyslexia
mempunyai kesulitan mengenali dan mengartikan suatu kata, mengerti isi suatu bacaan, dan
mengenali bunyi. Tentunya ini menghambat kemampuan seorang anak untuk belajar membaca,
bahkan jika anak mempunyai intelegensia normal dan instruksi yang jelas. Dyslexia mempengaruhi
15-20% dari populasi, dan terjadi pada laki-laki dua kali lebih banyak dari pada perempuan.
Penyebab dari dyslexia secara umum bisa jadi dari genetika, namun penyebab lain yang tidak
umum adalah cedera pada kepala atau trauma. Beberapa anak dyslexia ternyata memproses
21. informasi menggunakan area yang berbeda pada otak dibanding anak-anak tanpa kesulitan belajar.
Walaupun begitu, ini bukan merupakan karakteristik pada semua anak dyslexia. Beberapa type
dyslexia bisa menunjukkan perbaikan sejalan bertambahnya usia anak.
Bagaimana mengidentifikasi dyslexia?
Identifikasi dyslexia mungkin sangat sulit dilakukan sebagai orang tua atau guru di kelas. Namun
orang tua dan guru bisa melihat beberapa tanda dan gejala dyslexia, dan bisa mencari pendapat dan
evaluasi dari ahli profesional/terapis yang tepat.
Perhatikan beberapa tanda berikut :
• Kesulitan mengasosiasikan (menghubungkan arti) suatu huruf dengan bunyinya
• Terbalik dengan huruf (dia jadi bia) atau kata (tik jadi kit)
• Kesulitan membaca kata tunggal
• Kesulitan mengeja kata tunggal
• Kesulitan mencatat huruf/kata dari papan tulis atau buku
• Kesulitan mengerti apa yang mereka dengar (auditory)
• Kesulitan mengatur tugas, material, dan waktu
• Kesulitan mengingat isi materi baru dan materi sejenisnya
• Kesulitan dengan tugas menulis
• Kesulitan pada kemampuan motorik halus (misalnya memegang alat tulis, mengancing baju)
• Tidak terkoordinasi
• Masalah perilaku dan/atau tidak suka membaca
Jika seorang anak menunjukkan sejumlah tanda-tanda dyslexia, rujuklah anak kepada lembaga
pendidikan khusus atau ahli profesional yang terlatih dalam masalah dyslexia, untuk melakukan
evaluasi menyeluruh. (Catatan : daftar tanda-tanda di atas tidak merupakan daftar mutlak tanda dan
gejala dyslexia. Gunakanlah hanya sebagai panduan umum, bukan sebagai dasar diagnosis.
Tanyakanlah dulu kepada ahli untuk rujukan selanjutnya)
Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu anak dyslexia?
Setelah anak dievaluasi, hasilnya akan menunjukkan dengan cara bagaimana anak bisa belajar
paling baik. Ada anak yang belajar lebih baik dengan cara visual (melihat), auditori
(mendengarkan), dan taktil (menyentuh/meraba). Menggunakan gaya belajar yang sesuai untuk tiap
anak sangat penting supaya mereka bisa belajar lebih baik. Berikut adalah contoh cara belajar untuk
masing-masing type anak (saran-saran ini bersifat umum dan tidak harus digunakan secara mutlak
pada tiap anak)
Visual (penglihatan)
Anak belajar paling baik dengan cara melihat informasi. Karena itu, cara mulai yang baik adalah
dengan menggunakan kartu bergambar dengan kata-kata tertulis di bawahnya (flash card). Pilihlah
kata-kata yang sesuai dengan level belajar anak. Selain itu, jika anak kesulitan dengan bunyi,
tunjukkan di mana bunyi itu dibuat di dalam mulut secara umum.
Contoh : tunjukkan huruf /t/ pada kartu, lalu arahkan ke dalam mulut Anda. Buatlah bunyi /t/
dengan gerakan yang berlebihan. Biarkan anak meniru tindakan Anda sambil melihat ke dalam
cermin. Tingkatkan dengan kombinasi suku kata 2 huruf (ta, ti) dan 3 huruf (tas, top), dengan cara
menyuarakan dan menulis. Bantulah juga dalam hal kemampuan mengelompokkan dengan
menggunakan gambar-gambar dan kata pada kalender harian. Ulanglah kalender ini setiap hari, lalu
tandai tugas-tugas yang sudah selesai.
Auditori (pendengaran)
22. Anak-anak auditori belajar paling baik dengan cara mendengarkan apa yang diajarkan. Untuk anak
yang kesulitan pada masalah bunyi, ajarkan sepasang kata singkat dan mintalah anak untuk
mengatakan kata mana yang betul (tas/das). Juga, mintalah mereka menulis huruf, kata, atau
kalimat sementara Anda mengucapkannya, untuk melatih kemampuan menulis. Bantulah juga
dalam hal kemampuan mengelompokkan dengan memasang kalender “verbal” (diucapkan). Baca
dengan keras kepada anak jadwal hariannya dan bantulah dia mengatur tugas, jadwal, dll.
Taktil (perabaan)
Anak-anak ini belajar paling baik dengan proses ‘menyentuh’. Ini adalah anak-anak yang biasa
terlihat memisahkan bagian suatu benda dan kemudian menyatukannya kembali. Mereka belajar
paling baik dengan melalui sentuhan, sehingga sangatlah penting untuk memasukkan gaya belajar
ini ke dalam perintah-perintah Anda.
Contoh : Biarkan anak membuat bentuk huruf dari tanah liat, untuk membentuk kata singkat.
Ulanglah bunyi dari tiap huruf sementara anak membuatnya. Selain itu, alat pengeja taktil juga
penting untuk pembelajar type ini. Alat ini meliputi huruf-huruf bertekstur/guratan sehingga anak
mendapat rabaan taktil sementara mengeja. Bantulah mengelompokkan dengan mengkombinasikan
proses belajar visual dan taktil. Buat kalender dan tandai tiap tanggal penting dengan sticker timbul/
bertekstur. Setiap hari, ulanglah kalender ini bersama anak dan buatlah ia menyentuh dan
merasakan stiker tersebut. Kombinasi pembelajaran visual dan taktil akan membantu daya ingat.
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Dyslexia%20atau%20Disleksia%20:%20Kesulitan
%20Mengeja,%20Membaca%20dan%20Menulis&&nomorurut_artikel=343
Mathemathics Disorder
Adakah diantara kalian yang pernah mengalami salah mengenali angka atau selalu salah melakukan
perhitungan angka?? atau adakah yang hingga mengalami fobia pada matematika??
apakah itu termasuk mathemathics disorder?? sebenarnya apa sih mathemathics disorder itu?? dan
apakah semua orang yang sulit melakukan proses perhitungan berarti mengalami mathemathics
disorder??
Mathemathics disorder atau mungkin lebih dikenal dengan nama diskalkulia merupakan
ketidakmampuan matematis dimana seseorang memiliki kesulitan menyelesaikan problem
aritmatika dan memahami konsep matematik. Ketidakmampuan ini dapat dilihat secara kuantitatif
yang terbagi dalam bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating).
Anak yang menderita gangguan ini akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses
matematis yang ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang
melibatkan angka maupun simbol-simbol matematis.
Nah, adapun ciri-ciri dari anak yang mengalami mathemathics disorder ini secara umum adalah
sebagai berikut :
• Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal namun seringkali memiliki
memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis
• Sulit melakukan hitungan matematis
• Sulit melakukan proses-proses matematis
• Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah
• Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu
• Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka
• Mengalami hambatan dalam mempelajari musik
• Dapat pula mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main
yang berhubungan dengan sistem skor
Diskalkulia atau mathemathics disorder ini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
• Adanya kelemahan pada proses penglihatan atau visual
23. • Bermasalah dalam mengurutkan informasi
• Fobia matematika
Kemunculan pertama gangguan ini biasanya terjadi pada usia kurang lebih tujuh tahun, ketika anak
memasuki usia sekolah.
http://roswitaindra.wordpress.com/2010/03/17/mathemathics-disorder/
“DISKALKULIA: apakah selalu mengikuti disleksia
Bagi sebagian penyandang disleksia, sukses dalam bidang matematika mungkin merupakan sesuatu
yang harus dicapai dengan penuh perjuangan. Terdapat berbagai penelitian yang melaporkan
masalah ini. Salah satu peneliti (Steeves, 1983) melaporkan bahwa justru banyak anak disleksia
yang jenius di bidang matematika. Sebaliknya, Joffe (1990) melaporkan bahwa 10% anak disleksia
menunjukkan prestasi yang sangat baik di bidang matematika, sedangkan 30% lainnya tidak
menunjukkan kesulitan sama sekali di bidang hitung menghitung ini. Namun Miles dan Miles
(1992) melaporkan bahwa sebagian besar penyandang disleksia mengalami diskalkulia.
Terdapat mitos yang beredar di masyarakat bahwa disleksia-diskalkulia ini lebih sering disandang
oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Namun analisis terkini menunjukkan bahwa
anggapan tersebut timbul dikarenakan penelitian-penelitian yang menjadi sumber datanya adalah
penelitian yang subjeknya berasal dari kelompok anak yang sudah dirujuk untuk suatu gangguan
prilaku, dan kebanyakan subjek tersebut adalah laki-laki. Penelitian terkini menunjukkan bahwa
penyandang disleksia-diskalkulia sama banyak laki dan perempuan.
Jika anak disleksia-diskalkulia mendapatkan terapi yang tepat, mereka mampu memahami konsep-
konsep perhitungan, mampu mengerjakan tugas matematika dengan benar bahkan akhirnya
menunjukkan ke-jenius-an mereka di bidang hitung menghitung ini sesuai dengan potensi
kecerdasan yang mereka miliki. Kadang, kita tidak dapat melihat prestasi ini saat anak berada di
usia sekolah melainkan terlihat saat anak sudah beranjak besar. Salah satu contohnya adalah
.seorang ilmuwan yang terkenal, Albert Einstein, di awal usia sekolahnya menunjukkan kesulitan
yang amat sangat di bidang aritmetika. Saat itu ke-jenius-annya di bidang matematika belum
nampak karena dia tidak mampu memberikan jawaban yang cepat, akurat dan “hafal mati” seperti
yang diharapkan gurunya. Tentu saja hal ini diakibatkan karena Albert Einstein menyandang
disleksia. Beruntung, di kemudian hari Albert Einstein tidak membiarkan ke-disleksia-diskalkulia-
annya ini menghambatnya untuk terus berkarya di bidang matematika.
Kesulitan-kesulitan matematika yang sering dihadapi oleh penyandang disleksia cukup bervariasi,
sehingga satu individu disleksia bisa menunjukkan banyak kesulitan, namun individu disleksia lain
mungkin menunjukkan diskalkulia ringan saja.
Berikut adalah berbagai aspek kesulitan yang mungkin ditemukan pada anak penyandang
diskalkulia:
• Membaca kalimat dalam soal matematika
o Anak disleksia-diskalkulia mengalami kesulitan dalam memaknai kata-kata / istilah-istilah yang
sering tampil dalam soal-soal matematika. Anak sulit memahami pengertian-pengertian sebagai
berikut: ‘kurang lebih sama dengan’, ‘ diantaranya’, ‘ sejajar’, ‘ jalan lain, ‘sama banyak dengan’, ‘
di pinggir’, ‘ di atas dari’, ‘ di bawah dari’, ‘ di samping dari’, ‘ jauh dari’, ‘ seimbang’, ‘sama
dengan’, ‘ lebih besar dari’, ‘ lebih tinggi dari ‘, ‘di depan dari’, ‘di sudut dari ‘, ‘perkirakan’,
‘kurang dari’, ‘garis yang simetris’, ‘ganjil’, ‘genap’, ‘simetris’, ‘rata-rata’, ‘secukupnya’, dll
• Membaca angka, membaca angka dari kanan, menyalin angka
o Sesuai dengan karakteristik disleksianya, anak seringkali salah “lihat” angka, lalu salah
menyalinnya. Sering pula dijumpai mereka tidak dapat mengelompokkan angka dari kanan pada
angka dengan jumlah digit yang banyak, misalnya: 752250, seharusnya dituliskan sebagai 752.250.
• Memahami nilai satuan, puluhan, ratusan sehingga menyulitkan pada penulisan, apalagi pada
operasi perhitungan yang lebih kompleks lainnya misalnya pada operasi penjumlahan ke bawah,
mereka menyusun nilai satuan di kelompok puluhan, atau nilai ratusan di puluhan.
• Mengenali simbol operasi perhitungan
24. o Anak disleksia-diskalkulia mengalami kesulitan untuk memahami symbol (+), (-), (x), (:), dan
symbol-simbol lain yang lebih rumit. Soal-soal yang ditulis dengan symbol (-), mungkin malah
dikerjakan selayaknya instruksi (+). Bahkan pada sebagian anak dengan gangguan berat, mereka
merasa tidak yakin apakah yang dimaksud dengan “bertambah” atau “berkurang”.
• Mengidentifikasi bentuk, apalagi jika bentuknya dibolak balik (missal: segitiga sama sisi, segitiga
sama kaki)
• Mengenali dan memahami tanda “,” sebagai tanda desimal
• Menghitung ke depan dan ke belakang
• Melakukan perhitungan di luar kepala
• Membaca, memahami dan mengingat “time table”
• Mengatakan hari dalam seminggu, bulan dalam setahun
• Menyebutkan waktu dan memahami konsep waktu
• Memahami konsep uang
• Menggunakan kalkulator dengan benar
• Memahami persentase
• Mengestimasi
• Menggunakan rumus
• Menggunakan rumus yang sama untuk soal yang berbeda
Selain kesulitan memahami bahasa matematika , anak disleksia-diskalkulia juga mengalami
kesulitan dalam memaknai istilah-istilah non matematika, hal ini yang membuat mereka semakin
susah menyelesaikan soal-soal matematika, terutama yang berbentuk soal cerita.
Contoh:
• Untuk belajar membuat robot, Ayah harus membayar seratus ribu rupiah untuk empat kali
pertemuan dimana satu kali pertemuan adalah 2 jam lamanya.
• Anak disleksia bingung memaknai istilah “dimana”, “lamanya”
Apa yang dapat kita lakukan bagi penyandang disleksia-diskalkulia?
• Gunakan bahasa matematika yang lebih sederhana, jelas dan lebih mudah dipahami anak disleksia
• Latih anak untuk memahami dan menguasai simbol angka, dan symbol operasi perhitungan
matematika
• Bantu anak memahami soal cerita dengan cara menghadirkan benda-benda yang disebutkan dalam
soal secara visual à Belajar praktikal
• Gunakan kertas berpetak untuk membantu operasi perhitungan susun ke bawah
• Lakukan fragmentasi soal cerita yang panjang menjadi kalimat kalimat pendek yang mudah
dipaham.
• Latih anak untuk mengerti dan menguasai konsep uang, misalnya dengan berlatih berbelanja
sendiri mulai dari sejumlah barang yang sedikit sampai dengan yang cukup banyak
• Kertas kerja dibacakan dan direkam dalam audio tape, anak membaca sambil menyimak audio
tape
• Gunakan buku agenda untuk mencatat kegiatan kegiatan dan pekerjaan rumah
• Yakinkan bahwa instruksi disampaikan dengan jelas, perlahan sehingga murid mengerti
• Gunakan kertas untuk menutup soal yang sudah atau belum dikerjakan, soal yang terlihat hanya
soal yang sedang dikerjakan
Selain pendekatan khusus untuk aspek diskalkulianya, jangan lupakan strategi pembelajaran umum
bagi anak penyandang disleksia yaitu digunakan pendekatan multisensoris (dapat berupa bantuan
gambar, audiotape, dll), mengajarkan anak untuk menggunakan logikanya, bukan menghafal mati,
berikan materi bertahap satu per satu, dan berikan materi dalam unit-unit kecil. Hal lain yang tidak
boleh dilupakan adalah memperhatikan aspek emosi anak. Selalu berikan semangat dan pujian pada
setiap usaha perbaikan yang telah mereka tunjukkan.
http://indigrow.wordpress.com/2010/03/18/%E2%80%9Cdiskalkulia-apakah-selalu-mengikuti-
disleksia%E2%80%9D/
25. 1. PENGEFEKTIFAN CARA BELAJAR ANAK SD
Agar proses pembelajaran efektif, artinya pengajar harus mampu memberikan pelajaran yang
menggunakan semua indera tersebut di atas untuk bisa menjangkau semua murid.
Yang dapat dilakukan:
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung visual dapat belajar dengan lebih baik :
1. Pilihkan buku dengan gambar yang berwarna-warni, namun bukan buku komik.
2. Menonton video dan melihat foto.
3. Membuat kliping dari majalah bekas.
4. Mewarnai, menggambar dan membuat kolase.
5. Menghias : ajak anak anda memilih hiasan rumah, kebun, hadiah atau hiasan apa saja.
6. Gunakan flash card untuk belajar warna, bentuk, pola, huruf dan angka.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung auditorial dapat belajar dengan lebih baik :
1. Mendengarkan musik. Cari tahu musik apa yang mereka sukai dan gunakan musik untuk
mengatur suasana hati mereka sebelum, saat (sebagai latar belakang) dan sesudah (sebagai
hadiah/reward) belajar.
2. Masukkan musik ke dalam topik yang sedang dipelajari, misalnya irama tertentu untuk
mengingat suatu pelajaran. Mereka akan lebih cepat menyerap pelajaran tersebut.
3. Bicaralah dengan nada tenang dan teratur. Anak-anak auditorial membedakan guru mereka
dari nada dan tinggi rendahnya suara para guru.
4. Berceritalah dalam mengajarkan sesuatu dan gunakan nada yang berbeda untuk
menekankan topik tersebut.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung kinestetik dapat belajar dengan lebih baik:
1. Menari : gunakan lagu dengan irama yang menyenangkan.
2. Memasak : biarkan mereka berkreasi dan belajar mengukur, menghitung, membaca sambil
mengaduk sesuatu.
3. Pekerjaan tangan (art & craft) : menggunting, menempel, menggambar, finger painting,
membuat sesuatu dengan ’play dough’.
4. Gunakan metode ’hands-on’ dimana anak harus mecoba melakukan sesuatu sendiri dan
bukan hanya menyaksikan demo.
Yang Perlu Diingat:
1. Apapun cara belajar anak anda, pastikan suasana yang mendukung. Jangan paksa anak anda
untuk belajar disaat ia (dan juga anda) sedang kelelahan.
26. 2. Pilih topik yang menarik baginya, jangan berasumsi apa yang menarik untuk anda, akan
membuat ia tertarik. Kaitkan pembelajaran tersebut dengan sesuatu yang disukai si anak.
Jika anda bisa mengaitkan suatu informasi baru dengan apa yang sudah pernah
dipelajarinya, mereka akan lebih cepat mengerti.
3. Buatlah informasi baru tersebut relevan dengan situasi anak-anak. Contohnya, mereka tidak
suka pelajaran matematika dan merasa belajar matematka tidak ada gunanya. Tetapi jika
anda membantu mereka untuk mengatur anggaran untuk membeli mainan, mereka akan jauh
lebih tertarik untuk mempelajarinya.
4. Usahakan agar suasana belajar menyenangkan dan tidak terlalu berlarut-larut.
5. Jangan lupa untuk mengulang hal yang sudah dipelajari. Lebih baik mengulang hal sedikit-
sedikit daripada sekaligus banyak.
1. D. CARA BELAJAR ANAK
1. 1. Anak belajar secara kontinyu (terus-menerus).
Anak senantiasa belajar. Tak pernah mereka berhenti belajar. Bahkan mereka mungkin mempelajari
beberapa hal sekaligus, padahal kita tidak pernah bermaksud mengajarkan hal tersebut kepada
mereka. Kalau pengajaran kita tidak menantang mereka, boleh jadi mereka “belajar” bahwa
Sekolah Minggu sangat membosankan dan tidak menarik. Jika penelitian Al-Qur’an tidak
membangkitkan minat, boleh jadi mereka “belajar” bahwa Al-Qur’an adalah buku kuno yang
menjemukan dan tidak ada hubungannya dengan masa sekarang. Jika mereka secara pribadi tidak
terlibat dalam bagian doa, boleh jadi mereka “belajar” bahwa saat doa adalah waktu yang baik
untuk mengganggu teman yang duduk di sampingnya karena guru sedang menutup mata.
Kita sekali-kali tidak akan sengaja mengajarkan hal-hal ini. Namun demikian anak-anak mungkin
akan mempelajarinya. Dengan mengetahui bahwa para murid kita belajar secara kontinyu, mungkin
akan menolong kita untuk lebih berhati-hati mengenai apa yang kita ajarkan secara tidak langsung
melalui suasana kelas.
1. 2. Anak belajar melalui panca inderanya.
Mereka belajar:
i. 1 persen dari apa yang mereka baca.
ii. 20 persen dari apa yang mereka dengar.
iii. 30 persen dari apa yang mereka lihat.
iv. 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar.
v. 70 persen dari apa yang mereka katakan sementara
mereka melihat.
27. vi. 80 persen dari apa yang mereka katakan sementara
mereka melakukannya.
Anak hanya mempunyai satu cara belajar, yakni melalui panca inderanya. Panca indera itu
merupakan pintu masuk ke dalam kesadarannya. Fakta ini menunjukkan pentingnya penggunaan
bermacam-macam bahan bantuan untuk mengajar.
1. 3. Anak belajar melalui kegiatan.
Inilah prinsip yang terpenting tentang cara belajar para murid. Belajar bukanlah pengalaman yang
pasif. Hal belajar bukanlah sesuatu yang sekedar terjadi pada anak itu, melainkan adalah sesuatu
yang dilakukan oleh anak itu. Anak dapat mengingat paling banyak dari sesuatu yang dipelajarinya
dengan cara mengatakan dan melakukan.
Anak dapat terlibat dalam proses belajar melalui beberapa cara. Ia bisa belajar secara langsung
dalam kegiatan-kegiatan, misalnya mengerjakan proyek-proyek, pekerjaan tangan, diskusi dan
drama. Atau melalui lukisan-lukisan cerita ia bisa terlibat, secara tidak langsung karena
menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perasaannya dapat dibangkitkan, khayalannya
digiatkan, emosinya digerakkan.
1. 4. Anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan
untuk belajar.
Anak akan paling cepat belajar bila hal itu dijadikan sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan.
Dalam proses belajar ada dua macam dorongan. Yang pertama adalah dorongan dari luar, secara
lahir. Beberapa contoh dari dorongan sejenis ini ialah ganjaran, hadiah, penghargaan, dan pujian.
Dalam mengajar di Sekolah Minggu ada tempat bagi dorongan sejenis ini, tetapi jangan sampai
merupakan dorongan satu-satunya.
Dorongan yang kedua adalah dari dalam, secara batin. Keinginan, hasrat, dorongan hati pribadi
adalah contoh-contoh dorongan sejenis ini. Dalam hal terlibat kebutuhan dan kepentingan yang
dirasakannya. Dorongan inilah yang bekerja bila anak itu dipimpin untuk memahami bagaimana
kebutuhannya dipenuhi melalui penerapan prinsip-prinsip Al-Qur’an dalam kehidupannya.
Sungguh penting bagi kaum remaja dan orang dewasa menginsafi bahwa ajaran Alkitab dapat
dipraktekkan bagi keperluan hidup mereka.
1. 5. Anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar.
Ini berarti bahwa sebelum pengajar menarik perhatian anak dan membangkitkan rasa ingin tahu
mereka, mereka harus disiapkan untuk menerima kebenaran Al-Qur’an. Juga, para murid siap untuk
belajar bila mereka dapat melihat hubungan bagian-bagian pelajaran itu dengan keseluruhan
pengajaran tersebut. Mungkin sebelumnya pengajar harus memberi uraian pendahuluan tentang seri
pelajaran yang baru dan menghubungkan pelajaran-pelajaran yang dahulu dengan keseluruhannya
melalui ulangan secara berkala. Suatu prinsip belajar lainnya yang terpaut di sini adalah bahwa para
murid belajar hal-hal yang belum diketahuinya berdasarkan hal-hal yang sudah diketahuinya. Ini
berarti pengajar harus mengetahui taraf pengertian murid-muridnya dalam hal-hal rohani. Kita
harus mengetahui apa yang sudah diketahui para murid kita.
1. 6. Anak belajar dengan jalan meniru.
28. Fakta ini sekali menunjukkan pentingnya kehidupan pengajar. Kita mengajar, baik dengan
perbuatan dan sikap maupun dengan perkataan atau gagasan. Segala sesuatu mengenai diri kita
mengajarkan sesuatu. Dalam arti yang sesungguhnya, kita ini adalah “surat … yang dapat dibaca
oleh semua orang.”