Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang tata cara pelaksanaan shalat menurut ajaran Islam berdasarkan beberapa hadis Nabi Muhammad SAW.
1. KATA PENGANTAR
Assalamu „alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahhirabbil‟alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Agung Muhammad
SAW yang selalu kita nantikan syafa‟atnya di Akhir kelak nanti. Amien..
Penulis berucap Syukur kepada Allah atas limpahan Nikmat sehat-Nya, baik fisik maupun akal
pikiran, sehingga penulis berhasil menyelesaikan pembuatan makalah, sebagai tugas dari mata
kulia.
Tentunya makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu, penulis
mengharapkan kritik-kritik dan saran dari pembaca untuk lebih baiknya makalah ini. Demikian,
dan jika terdapat banyak kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirul kalam......
Wassalamua‟laikum Wr.Wb
2. BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Shalat Merupakan salah satu ibadah yang paling mulia dan paling dicintai oleh Allah. Bahkan,
Nabi saw. Sendiri telah menegaskan tentang kedudukan shalat dalam agama, yaitu, dalam sabda
beliau yang berbunyi : “Shalat merupakan tiang agama.” Nabi sendiri disuruh Allah untuk
melakukan Shalat lima waktu pada saat Isra‟ Mi‟raj. itu merupakan perintah langsung dari Allah
untuk Nabi dan wajib disampaikan kepada umat-Nya.
Shalat merupakan rukun islam yang kedua setelah manusia mengucapkan dua kalimat Syahadat,
dari kelima rukun islam tersebut, yang harus dilakukan oleh manusia setiap hari adalah Shalat.
Seperti yang dikatakan Rasulullah bahwa Shalat merupakan tiang agama, berarti apabila kita
lalai menjalankan sholat satu kali pun, kita bisa meninggalkan ajaran agama kita, dan itu kita
berarti melanggar ajaran agama. Melanggar suatu apapun itu merupakan perbuatan dosa, apalagi
melanggar ajaran-ajaran agama kita. Sesibuki apapun kita, kita harus melaksanakan sholat,
apabila kita meninggalkannya maka sholatnya harus diQadha‟ atau dibayar pada hari yang
lainnya. Dan apabila kita melakukan suatu perjalanan yang jauh, maka sholatnya harus di Jama‟,
dengan sholat jama‟ dapat meringankan perjalanan kita karena dilakukan dengan masing-masing
dua rakaat.
Disini kami pemakalah akan membahas tentang yang telah disampaikan diatas, yaitu hadits
tentang shalat, shalat wajib dan sunnah :Tata cara Shalat, shalat berjama‟ah, shalat jama‟, shalat
qasar, shalat sunnah, dan shalat jenazah.
Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua agar kita semua
dapat menjalankan shalat dengan khusyu‟.
B. Rumusan masalah
1.
Jelaskan bagaimana tata cara shalat beserta hadits yang mendukungnya!
2.
Bagaimana cara shalat berjama‟ah beserta hadits yang mendukungnya!
3.
Bagaimana cara shalat jama‟ beserta hadits yang mendukungnya!
4.
Bagaimana cara shalat Qasar beserta hadits yang mendukungnya!
5.
Apa saja yang ada dalam shalat sunnah itu? dan jelaskan hadits yang mendukungnya!
6.
Bagaimana cara mensholati jenazah? Dan jelaskan hadits yang mendukungnya!
C.
Tujuan
Kami sebagai Pemakalah akan membahas Hadits tentang Shalat Wajib dan Sunnah :
1.
Untuk menjelaskan bagaimana tata cara shalat beserta hadits yang mendukungnya.
2.
Untuk menjelaskan bagaimana cara shalat berjama‟ah beserta hadits yang mendukungnya!
3.
Untuk menjelaskan bagaimana cara shalat jama‟ beserta hadits yang mendukungnya!
4.
Untuk menjelaskan bagaimana cara shalat Qasar beserta hadits yang mendukungnya!
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Tata Cara Shalat
Tata cara shalat sudah diatur oleh syari‟at islam secara baik lagi sempurna. Misalnya, tentang
syarat rukun shalat, dan bagaimana pelaksanaan shalat itu sendiri.
Tata cara pelaksanaan shalat dapat diketahui dengan hadits berikut ini:
ٚسٜ ػٓ ػ جذاهلل ث ٓ ػ م يً ث ٓ ِذّذ اث ٓ اخ جشٔ ب س ؼ يذث ٓ سبٌ ُ ػٓ س ف يبْ اٌ ش
ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ل بي: ِ ف زبح اٌ ظ الح اٌ ٛ ضٛء
اٌ ذ ٕ ف يخ ػٓ اث يٗ اْ س سٛي اهلل
.َ ٚر ذشي ّٙب اٌ ز ى ج يش ٚر ذ ٍ ي ٍٙب اٌ س ال
“Telah mengkhabarkan kepada kami Sa‟id bin Salim dari Sofyan Ats-Tsauri dari Abdillah bin
Uqail dari Muhamad bin Hanafiyah dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Kunci
pembuka shalat adalah wudlu‟, permulaan shalat adalah takbir, dan penutup shalat adalah
salam.”
ٗ ٔاخ جشٔ ب اث شا٘ يُ ث ٓ ِذّذ ػٓ ػ ٍٝ ث ٓ ي ذي ث ٓ خ الد ػٓ اث يٗ ػٓ جذٖ سف ب ػخ ث ٓ ِب ٌ ه ا
ً ٌٖ ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ي مٛي: ارا ل بَ ادذ و ُ اٌ ٝ اٌ ظ الح ف ٍ ي زٛ ضبء سّغ س سٛي ا
و ّب أِش اهلل ر ؼب ٌ ٝ ص ُ ٌ ي ى جش ف بْ و بْ ِ ؼٗ شئ ِٓ اٌ مشاْ ال شأ ث ٗ ٚاْ ٌ ُ ي ىٓ ِ ؼٗ شئ
ِٓٓ اٌ مشاْ ف ٍ يذّذ اهلل ٌٚ ي ى جشٖ ص ُ ٌ يشو غ د زٝ ي طّ ئٓ ساو ؼب ص ُ ٌ ي مُ د زٝ ي طّ ئ
سأ سٗ ف ٍ يج ٍس د زٝ ي طّ ؼٓ جب ٌ سب ل ب ئ ّب ص ُ ٌ ي سجذ د زٝ ي طّ ئٓ سب جذا ص ُ ٌ يشف غ
.ٗ ف ّٓ ٔ مس ِٓ ٘زٖ ف ب ٔ ّب ي ٕ مض ِٓ ط ال ر
“Telah mengkhabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhamad dari Ali bin yahya bin Khalad dari
ayahnya dari kakeknya yang bernama Rifa‟ah bin Malik, bahwa dia telah mendengar Rasulullah
saw. Bersabda: “Apabila salah seorang diantara kamu akan mengerjakan shalat, hendaklah dia
berwudlu‟ lebih dahulu sebagaimana yang telah diperintahkan Allah. Lalu dia bertakbir,
kemudian bila dia menghafal sebagian dari ayat-ayat Al-qur‟an, hendaklah membacanya. Bila
tidak menghafalnya, hendaklah dia membaca hamdalah (memuji kepada Allah) dan bertakbir.
Lalu ruku‟ hingga sempurna didalam ruku‟. Kemudian berdiri (I‟tidal) hingga sempurna didalam
berdiri. Lalu bersujud hingga sempurna didalam sujud, kemudian mengangkat kepala (bangkit),
lalu duduk hingga sempurna didalam duduk. Barang siapa mengurangi sedikit saja dari tatacara
ini, berarti dia telah mengurangi pelaksanaan shalat.”
Penjelasan Hadits
Rasulullah telah menjelaskan tentang tatacara pelaksanaan shalat, sebagaimana yang sudah
lazim dilakukan. Sabda Rasulullah: “Bila menghafal sebagian dari ayat-ayat Al-Qur‟an,
hendaklah membacanya. Dan bila tidak menghafal, hendaklah membaca hamdalah,” adalah
sebagai perintah pada permulaan islam, ketika Al-Qur‟an belum banyak diturunkan, dan belum
4. ada aturan bahwa didalam surat harus membaca Surat Al-fatihah, atau dalam keadaan darurat.
Misalnya ada orang awam masuk islam, kemudian dia akan melaksanakan shalat, tetapi belum
hafal bacaan Surat Al-fatihah, maka dia diperbolehkan membaca sembarang ayat Al-Qur‟an
yang sudah dihafalnya, atau membaca hamdalah saja dalam pelaksanaan shalat, sebagai ganti
bacaan Surat Al-fatihah. Tentu saja dia harus terus menerus belajar membaca Surat Al-fatihah
hingga hafal.
Bila tidak dipahami demikian, maka akan memunculkan permasalahan. Sebab hadits diatas
bertentangan dengan hadis-hadis lain yang menerangkan, bahwa shalat tidak akan sah tanpa
disertai bacaan surat Al-fatihah. Namun boleh jadi yang dimaksud pada hadis diatas adalah Surat
Alfatihah, hingga dapat dipahami bahwa shalat dengan hanya membaca Surat Al-fatihah saja
sudah sah. Tetapi bila lafal sebagian dari ayat-ayat Al-Qur‟an dimaksudkan sebagai surat-surat
pendek dalam Al-Qur‟an, kemudian dibaca sesudah surat Al-fatihah, maka lebih utama. Sebab
telah kita maklumi bahwa membaca salah satu surat atau ayat Al-Qur‟an didalam shalat sesudah
bacaan Surat Al-Fatihah hukumnya sunnah.
Berikut ini ada Hadis tentang Tatacara Shalat yang dilakukan Nabi Muhammad saw:
اي اخ جشٔ ٝ ِذّذ ث ٓ ػج الْ ػٓ ػ ٍٝ اث ٓ ي ذ يٝ ث ٓ خ الد ػٓ اخ جشٔ ب اث شا٘ يُ ث ٓ ِذّذ ق
ط ٍٝ اهلل
سف بػخ ث ٓ ساف غ ل بي: جبء سجً ٌ ي ظ ٍٝ ف ٝ اٌ ّ سجذ ل شي جب ِٓ س سٛي اهلل
ٍٝ ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ف مبي ٌٗ اٌ ٕ جٝ ط
ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ص ُ جبء ف س ٍُ ػ ٍٝ اٌ ٕ جٝ ط ٍٝ اهلل
ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ: اػذ ط الر ه ف بٔ ه ٌ ُ ر ظً. ف مبي: ػ ؼ ٍّ ٕٝ ي ب س سٛي اهلل
و يف اهلل
ا ط ٍٝ ل بي:ارا ر ٛجٙذ اٌ ٝ اٌ م ج ٍخ ف ى جش ص ُ ال شأ ث بَ اٌ مشاْ ِٚب شبء اهلل اْ ر مشأ ف برا
سو ؼذ ف بج ؼً ساد ز يه ػ ٍٝ سو ج ز يه ٚ ِ ىٓ سٚػه ٚاِذد ظٙشن ف برا سف ؼذ ف بل ُ ط ٍ جه
ٚاسف غ سأ سه د زٝ ر شج غ اٌ ؼظبَ اٌ ٝ ِ فب ط ٍٙب ف برا سجذد ف ّ ىٓ اٌ سجٛد ف برا سف ؼذ
ًرٌ ه ف ٝ و ً سو ؼخ ٚ سجذح د زٝ ر طّ ئٓ.ف بج ٍس ػ ٍٝ ف خزن اٌ ي سشٜ ص ُ اف ؼ
“Telah mengkhabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammad, dia telah berkata: Telah
mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Ajlan dari Ali bin Yahnya dari Khalad dari Rifa‟ah
bin Rafi‟, dia telah berkata: “Ada seorang laki-laki mengerjakan shalat didalam masjid,
berdekatan dengan Rasulullah saw. Setelah selesai shalat, lelaki itu datang menghadap
Rasulullah saw. Sambil mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian Rasulullah bersabda:
“Ulangi Shalatmu!. Sebab sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat.” Kemudian lelaki itu
segera berdiri, lalu melaksanakan shalat seperti apa yang dia lakukan sebelumnya.
Rasulullah bersabda lagi: “Ulangi Shalatmu. Sebab sesungguhnya kamu belum melaksanakan
shalat.” Lelaku itu kemudian berkata: “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku bagaimana
seharusnya aku melaksanakan shalat.” Rasulullah kemudian bersabda: “Jika engkau menghadap
kiblat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Surat Al-Fatihah dan apa yang engkau hafal dari
sebagian ayat-ayat Al-Qur‟an. Apabila engkau ruku‟, maka luruskanlah punggungmu. Apabila
5. engkau bangkit dari ruku‟, maka luruskanlah tulang punggungmu dan tegakkanlah kepalamu,
hingga tulang-tulangmu kembali pada tempat semula. Apabila engkau sujud, maka tekanlah
sujudmu. Dan apabila engkau bangkit dari sujud, maka duduklah diatas telapak kaki kirimu.
Kemudian lakukanlah hal seperti itu pada setiap rakaat, dan lakukanlah sujud (yang kedua),
sehingga engkau tumakninah.”
Penjelasan Hadis
Rasulullah telah mengajarkan tatacara shalat yang sempurna, setelah sebelumnya beliau
menyaksikan ada seorang lelaki yang melakukan shalat secara sembarangan didekat beliau.
Rasulullah mengajarkan tatacara shalat setelah lelaki itu meminta kepada beliau untuk
mengajarkannya. Ini sebagai bukti betapa bijaknya Rasulullah dalam menuntun umatnya ke arah
kesempunaan ibadah.
B.
Shalat Berjamaah
Shalat jamaah sangat dianjurkan oleh agama, pahala yang didapat dua puluh tujuh derajat
lebih besar dari pada shalat seorang diri.
Dari Riwayat Malik, Abi Zinad, A‟raj, dan Abi Hurairah Berkata:
ٍٝ اخ جشٔ ب ِب ٌ ه ػٓ اث ٝ اٌ ضٔ بد ػٓ االػ شط ػٓ اث ٝ ٘شي شح س ضٝ اهلل ػ ٕٗ اْ اٌ ٕ جٝ ط
.اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ل بي: ط الح اٌ جّبػخ اف ضً ِٓ ط الح ادذ و ُ ٚدذٖ ث خّس ٚػ ششي ٓ جضءا
“Telah menghkabarkan kepada kami Malik dari Abi Zinad dari A‟raj dari Abu Hurairah
radhiyallahu „anhu, bahwa Nabi saw. Telah bersabda: “Shalat berjamaah yang dilakukan salah
seorang diantara kamu lebih utama dari pada shalat sendirian, pahalanya berlipat dua puluh lima
kali.”
Dari Hadis lain juga mengatakan:
ٓط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ اخ جشٔ ب ِب ٌ ه ػٓ ٔ بف غ ػ
اث ٓ ػّش س ضٝ اهلل ػ ّٕٙب اْ س سٛي اهلل
ف ضً ػ ٍٝ اٌ فشد ث س جغ ٚػ ششي ٓ دسجخ.ٚ س ٍُ ل بي: ط الح اٌ جّبػخ د
“Telah dikhabarkan kepada kami Malik dari Nafi‟ dari Ibnu Umar Radhiyallahu an‟huma, bahwa
Rasulullah saw. Telah bersabda: “Shalat berjamaah lebih utama dari pada shalat seorang diri, dua
puluh derajat kali lipat.”
Penjelasan Hadis
Dari dua Hadis diatas Rasulullah menegaskan tentang pentingnya shalat berjamaah. Serta
keistimewaan yang terkandung didalamnya. Shalat jamaah adalah sunnah Rasul yang sangat
terkenal, mengandung hikmah yang besar, serta dapat mempersatukan kaum muslimin dalam
pandangan dan gerak langkah, hingga diantara mereka tergalang kebersamaan dan rasa
solidaritas.
Dalam menyikapi perihal hukum shalat jamaah, ada perbedaan pendapat dikalangan para
Ulama‟. Menurut Mayoritas Jumhur Ulama shalat jamaah hukumnya buka fardu „ain, hanya saja
apakah sunnah ataukah fardlu kifayah, dikalangan mereka masih terjadi perbedaan pendapat.
6. Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Rasulullah berniat akan membakar rumah mereka
ketika meninggalkan shalat isya‟. Sedangkan riwayat yang lain lagi menerangkan, ketika
meninggalkan seluruh shalat lima waktu secara mutlak juga akan dibakar rumahnya. Menurut
pendapat yang terpilih shalat jamaah hukumnya fardlu kifayah bukan fardlu „ain. Dan ini
merupakan banyak dukungan dari para Ulama.
Berikut ini ada Hadits tentang Pahala Jamaah Shalat isya‟ dan subuh:
:ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ل بي
ط ٍٝ اهلل
اخ جشٔ ب ِب ٌ ه ػٓ ػ جذ اٌ شدّٓ ث ٓ دشِ ٍخ اْ س سٛي اهلل
اء ٚاٌ ظ جخ ال ي س زط ي ؼٛٔ ّٙب اٚٔ ذٛ٘زا.ث ي ٕ ٕب ٚث يٓ اٌ ّ ٕبف م يٓ شٙٛد اٌ ؼش
“Telah Mengkhabarkan kepada kami Malik dari Abdurrahman bin Harmalah, bahwa Rasulullah
saw. Telah Bersabda: “Perbedaan mencolok antara kami dengan orang-orang munafik adalah
menghadiri shalat jamaah isya‟ dan subuh. Mereka sangat keberatan menghadiri dua shalat
jamaah tersebut.” Atau “mereka tidak sanggup melakukan kedua shalat jamaah itu.” Atau:
“Mereka
ogah
menuju
tempat
pelaksanaan
shalat
jamaah
tersebut.”
Penjelasan Hadis
Penyebutan shalat isya‟ dan subuh secara khusus pada hadis diatas, karena biasanya pada
pelaksanaan shalat tersebut kebanyakan mata manusia sudah atau masih ngantuk, hingga merasa
malas untuk melaksanakan shalat jamaah. Oleh karena itu, bagi mereka yang melaksanakannya,
maka Allah akan menyediakan pahala yang besar. Bahkan keberadaan shalat jamaah isya‟ dan
subuh dijadikan pembeda antara orang munafik dengan orang islam yang sejati.
Rukun atau Fardlu shalat:
1.
Niat.
2.
Takbiratul ikhram.
3.
Berdiri tegak bagi yang mampu ketika shalat fardlu.
4.
Membaca al-fatihah pada tiap rakaat.
5.
Ruku‟.
6.
I‟tidal.
7.
Sujud dua kali untuk tiap rakaat.
8.
Duduk diantara dua sujud.
9.
Tuma‟ninah pada setiap ruku‟, sujud, duduk diantara dua sujud dan i‟tidal sekalipun pada
shalat sunnah.
10.
Tasyahud Akhir.
11.
Membaca shalawat Nabi.
12.
Duduk untuk tasyahud, shalawat dan salam.
13.
Mengucapkan salam.
14.
Tertib.
7. C.
Shalat Jama’
Shalat jama‟ adalah melaksanakan atau menggabungkan shalat wajib dalam satu waktu.
Shalat jama‟ dilaksanakan pada waktu bepergian dalam jarak tempuh 90 km. pada shalat jama‟,
yang bisa dijamakkan adalah shalat dzuhur, ashar, magrib dan isya‟, sedangkan subuh tidak bisa
dijama‟kkan.
Dalam riwayat hadis shahih muslim mengatakan:
ٗػٓ أ س ث ٓ ِبٌ ٍه س ضي اهلل ػ ٕٗ ػٓ اٌ ٕ جي ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ: ارا ػجً ػ ٍ ي
.اٌ س فش ي ؤخشاٌ ّ غشة د زٝ ي جّ غ ث ي ّٕٙب ٚث يٓ اٌ ؼ شبء د يٓ ي غ يت اٌ ش فك
“Anas bin Malik r.a berkata: “Apabila Nabi bergegas dalam perjalanan, beliau akhirkan shalat
zhuhur ke awal waktu shalat Asar, lalu beliau menjama‟ keduanya. Dan belian akhirkan shalat
maghrib, sehingga beliau menjama‟kan dengan shalat isya‟ ketika mega merah telah hilang.
Penjelasan Hadis
Saat memasuki shalat dzuhur, lalu masih dalam perjalanan maka shalatnya bisa dijama‟ diawal
waktu shalat asar. Dan ketika waktu maghrib datang menjama‟kannya shalat isya‟ ketika mega
merah telah hilang.
D. Shalat Qasar
Yang dimaksud dengan mengqasar sholat adalah meringkas shalat. Shalat yang bisa diringkas
hanya shalat dengan jumlah empat rakaat. Sementara maghrib dan subuh tidak bisa diqasarkan.
Bila menqasar shalat, bisa dilakukan dengan dua rakaat saja, untuk memudahkan seorang
Musafir.
Berikut ini ada Hadis tentang Mengqasar shalat:
ي: ساي ذ اٌ ٕ جٝ ص ارااػجٍ ٗ اٌ س يش ي ؤخشاٌ ّ غشة ػٓ ػ جذاهلل ث ٓ ػّش س ضٝ اهلل ػ ّٕٙب ل ب
ُ ف ي ظ ٍ يٙب ص الص ب ص ُ ي س ٍُ ص ُ ل ٍُ ي ٍ جش د زٝ ي م يُ اٌ ؼ شبء ف ي ظ ٍ يٙب سو ؼخي ٓ ص
.ًي س ٍُ ٚال ي س جخ ث ؼذ اٌ ؼ شبء د زٝ ي مَٛ ِٓ جٛف اٌ ي
“Dari Abdullah bin Umar r.a berkata: Saya melihat Nabi saw. Apabila tergesa-gesa dalam
perjalanan beliau akhirkan maghrib. Beliau shalat tiga rakaat kemudian salam. Beliau diam
sejenak sampai masuk isya‟ lalu beliau shalat dua rakaat kemudian salam, dan beliau tidak
membaca tasbih setelah isya‟ sampai beliau bangun jauh ditengah malam.”
Penjelasan Hadis
Dari Hadis diatas dapat dijelaskan bahwa apabila kita tergesa-gesa dalam perjalanan pada saat
waktu maghrib, maka kita harus mengqasar shalat maghrib dan isya‟. Maghrib dilakukan dengan
tiga rakaat, sedangkan isya‟ dengan dua rakaat.
Dari Hadis lain Riwayat Abu Hurairah disitu Rasulullah memberi pesan kepada Umatnya,
bahwa:
ْػٓ اث ٝ ٘شي شح س ضٝ اهلل ػ ٕٗ ل بي: اٌ ٕ جٝ ص ال ي ذً الِ شاح ر ؤِٓ ث بهلل ٚاٌ يَٛ االخ ش ا
َٛ ٌٚ ي ٍخ ٌ يس ِؼٙب دشِخ. ر سبف ش ِ س يشح ي
8. “Dari Abu Hurairah r.a berkata: Nabi saw. Bersabda: “Tidak halal bagi seseorang wanita yang
beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian perjalanan sehari semalam tanpa ada
muhrim (seorang yang haram dinikah atau menikah).”
Penjelasan Hadis
Dari Hadis diatas dapat dijelaskan bahwa Apabila seseorang bepergian, terutama wanita,
maka wanita itu harus didampingi muhrimnya. Seperti: ayahnya, atau saudaranya. Sehingga
wanita tersebut terhindar dari bahaya.
E. Shalat Sunnah
ػٓ سث ؼخ ث ٓ ِب ٌ ه األ س ٍّي س ضٝ اهلل ػ ٕٗ ل بي. ل بي ٌ ٝ اٌ ٕ جي.ص.ف م ٍذ: ا سأ ٌ ه
ي:ف ب ػ ٕٝ ػ ٍٝ ٔ ف سه ل زه ف ٝ اٌ ج ٕخ ف مبي: اٚ غ يش ر ٌ ه؟ ف م ٍذ: ٘ٛ رٌ ه, ل بِشاف
.ث ى ضشح اٌ سجٛد
“Dari Rabi‟ah bin Malik al Aslamiy r.a, dia berkata: Nabi saw. Bersabda kepada saya:
Mohonlah! Lalu saya berkata: saya memohon kepada engkau untuk menemanimu didalam surga.
Lalu beliau bertanya: Apa lagi selain itu? Lalu saya menjawab: Hanya itu saja. Beliau bersabda:
bantulah aku agar terkabul permohonan untuk dirimu dengan banyak sujud (H.R Muslim).
Penjelasan Hadis
Hadis ini menjelaskan “banyak sujud” itu dengan banyak shalat sunnah, dia menjadikan Hadis
itu sebagai dalil shalat sunnah. Seakan-akan dia mengalihkan pengertian hakekat sujud selain
shalat karena tidak mau memisahkan sujud saja tanpa shalat. Dan sujud itu meskipun bertepatan
dengan shalat fardlu (seperti sujud tilawah dalam shalat). Akan tetapi penetapan sujud pada
shalat itu pasti bagi setiap orang islam. Hanya saja Nabi saw. Memberikan petunjuk dengan
suatu cara yang khusus yaitu shalat sunnah itu, agar dengan banyak shalat sunnah itu bisa
tercapai maksudnya.
Dalam hadis tersebut terkandung dalil yang menunjukkan kesempurnaan iman dan ketinggian
cita-citanya untuk mencapai tuntutan yang lebih mulia dan derajat yang paling tinggi dan
memelihara diri dari pengaruh negatif dunia dan syahwat. Dan hadis itu juga menunjukkan
bahwa shalat itu adalah amal yang lebih utama dari lainnya dalam usaha semacam itu, karena
beliau (Nabi saw) memberikan petunjuk, tidak akan mencapai maksud kecuali dengan banyakbanyak shalat. Disamping menunjukkan bahwa permohonannya itu termasuk permohonan yang
paling mulia.
Dalil hikmah Shalat sunnah:
ل بي س سٛي اهلل .ص. اٚي ِب ي ذب ست ث ٗ اٌ ؼ جذ ي َٛ اٌ م يبِخ ط ال ر ٗ ف بْ و بْ ار ّٙب و ز جذ
ٌٗ ر بِخ, ٚاْ ٌ ُ ي ى ٕٓ ار ّٙب ل بي اهلل ٌ ّ ال ئ ى زٗ: أ ظشٚا ً٘ ر جذْٚ ٌ ؼ جذٜ ِٓ ر طٛع
ن ص ُ ر ؤخز األػ ّبي ػ ٍٝ د ست رٌ ه.ف ز ىّ ٍْٛ ث ٙب ف شي ض زٗ ص ُ اٌ ضو بح و زي
“Rasulullah saw. Telah bersabda: Adapun yang pertama kali dihisap dari amal hamba itu pada
hari kiamat kelak ialah shalatnya. Jika dia sudah menyempurnakan shalat itu, maka ditulis
9. sempurna baginya, dan jika dia belum menyempurnakan shalatnya, maka Allah berfirman
kepada malaikatnya: “Perhatikanlah olehmu, apakah kamu menjumpai amal sunnahnya? (kalau
ada), maka kamu tambahkan shalat fardlunya itu dengan shalat sunnahnya, kemudian zakatnya,
demikian juga, kemudian amal-amalnya itu diambil sesuai dengan itu.”
Hadis tersebut sebagai dalil yang menunjukkan hikmah shalat sunnah. Mengenai lafal menurut
riwayat Muslim, bahwa beliau (Nabi saw) tidak shalat setelah terbit fajar kecuali dua rakaat,
maka hadis itu dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat makruh shalat sunnah setelah terbit
fajar.
F. Shalat Jenazah
ٖاخ جشٔ ب ِب ٌ ه ػٓ ػ جذاهلل ث ٓ جبث شث ٓ ػ ز يه, ػٓ ػ ز يه ث ٓ اٌ ذبسس ث ٓ ػ ز يه اخ جش
ٍُ ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س
جبء ي ؼٛد ػ جذاهلل ث ٓ ص ب ث ذ ػٓ جب ث شث ٓ ػ ز يه اْ س سٛي اهلل
ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ, ة ف ٛجذٖ ل ذ غ ٍت ف ظبح
ٖ ف ٍُ ي ج جٗ ف ب س زشج غ س سٛي اهلل
ٓٙٚل بي: غ ٍ ج ٕب ػ ٍ يه ي ب آ ث ب اٌ شث يغ ف ظبح اٌ ٕ سٛح ٚث ى يٓ ف ج ؼً اث ٓ ػ ز يه ي س ى ز
ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ دػٙٓ, ف برا ٚجت ف ال ر ج ى يٓ ث بو يخ, ل بي: ِٚب
ف مبي س سٛي اهلل
.اٌ ٛجٛة ي ب س سٛي اهلل؟ ل ب ي: ارا ِبد
“Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari Abdillah bin Jabir bin Atik bin Harits bin Atik,
dia meriwayatkan dari Jabir bin Atik: Sesungguhnya Rasulullah saw. Datang menjenguk
Abdullah bin Tsabit, kemudian beliau mendapatinya sudah sakit sangat parah. Lalu Rasulullah
memanggilnya, tetapi dia dapat menjawab. Kemudian mengucapkan Istirja‟ (innalillah), lantas
bersabda: “Kami telah tertinggal untuk mengejarmu, wahai Abu Rabi‟. Lantas terdengar kaum
wanita berteriak dan menangis. Ibnu Atik kemudian menyuruh mereka diam. Lalu Rasulullah
bersabda: “Biarkanlah mereka itu. Hanya saja apabila sudah benar-benar terjadi kematian, jangan
sampai ada seorang pun menangis.” Lantas Ibnu Atik berkata: “Apakah yang dimaksud AlWujud itu, ya Rasulullah?” jawab Rasulullah: “Kalau sudah benar-benar meninggal.”
Penjelasan Hadis
Menangis yang hanya mengeluarkan air mata, tidak diikuti dengan jeritan dan suara keras
adalah diperbolehkan, baik sesudah meninggalnya seseorang yang ditangisi maupun sebelumnya.
Lain halnya dengan pendapat orang yang berpandangan kepada pengertian Lahiriah hadis
tersebut, mereka hanya membolehkan menangis sebelum seseorang meninggal. Sedangkan
sesudah meninggal, maka tidak diperbolehkan. Tetapi pendapat ini lemah. Dikatakan lemah
karena bertentangan dengan hadis yang menyatakan bahwa ketika Rasulullah saw.
Mengeluarkan air mata karena melihat anak shalih seorang putrinya sedang sakaratul maut, maka
Sa‟d bin Ubaidah bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis?” rasulullah menjawab:
“Ini adalah rahmat yang dijadikan oleh Allah dalam hati hamba-hamba-Nya yang penyayang.”
10. Rasulullah memberitahukan kepada Sa‟d bin Ubaidah, bahwa menangis yang hanya sekedar
mengeluarkan air mata adalah tidak haram dan tidak makruh. Bahkan air mata tersebut
merupakan rahmat dan keutamaan. Sedangkan yang diharamkan adalah memanggil-manggil si
mayit, menyebut-nyebut kebaikannya, dan menampari pipi sendiri sambil menangis. Hal ini
diperkuat dengan sabda Rasulullah saw yang menegaskan: “Sesungguhnya Allah tidak menyiksa
seseorang karena air mata, dan tidak pula karena sedihnya hati.
ٕٗ اْ اٌ ّ يذ ٌ ي ؼزة ث ج ىبء اٌ ذٝ ف مبٌ ذ ػبئ شٗ س ضٝ اهلل ػ ٕٙب: اِب أ ٗ ٌ ُ ي ىزة ٌٚ ى
ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ػ ٍٝ ي ٙٛدي خ ٚ٘ٝ ي ج ىٝ ػ ٍ يٙب
اخطأ أٚٔ سٝ أ ّب ِش س سٛي اهلل
.ا٘ ٍٙب ف مبي: أ ُٙ ٌ ي ج ىْٛ ػ ٍ يٙب ٚأ ٙب ٌ ز ؼز ة ف ٝ ل جش٘ب
“Telah mengkhabarkan kepada kami Malik bin Anas dari Abdullah bin Abi Bakar dari ayahnya
dari Amrah: Sesungguhnya dia mendengar Aisyah berkata tatkala kepadanya diingatkan bahwa
Abdullah bin Umar telah berkata: “Sesungguhnya mayit akan disiksa karena tangisan orang yang
masih hidup.” Lantas Aisyah berkata: “Ketahuilah, Sesungguhnya Ibnu Umar Tidak Berdusta.
Akan tetapi dia keliru dan lupa. Sebab Rasulullah pernah melewati jenazah seorang perempuan
Yahudi yang ditangisi oleh keluarganaya, lalu beliau berkata: “Sesungguhnya mereka menangisi
perempuan itu, lantaran si perempuan tersebut akan disiksa didalam kuburnya.”
ٍٝ ط
اخ جشٔ ب ِب ٌ ه ػٓ اي ٛة اٌ سخ ز يب ٔ ٝ ػٓ اث ٓ س يشي ٓ ػٓ اَ ػط يخ اْ س سٛي اهلل
اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ل بي ٌ ٙٓ ف ٝ غ سً اث ٕ زٗ: اغ س ٍ ٕٙب ص ال ص ب اٚخّ سب اٚاو ضش ِٓ ر ٌ ه ث ّبء
س ٚاج ؼ ٍٓ ف ٝ االخ يشح و بف ٛسا اٚ ش ي ئب ِٓ و فٛسا.ٚ سذ
“Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari Ayub As-Sikhtiyani dari Ibnu Sirin dari Umi
Athiyah: Sesungguhnya Rasulullah saw Bersabda kepada mereka (kaum wanita) ketika
memandikan putrinya: “Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih banyak lagi. Jika
kamu sekalian memandang perlu, maka mandikanlah dengan air dan daun bidara. Dan pada kali
yang terakhir, gunakanlah kapur barus atau sesuatu yang serupa dengan kapur barus.”
Penjelasan Hadis
Dalam hadis ini dapat diambil kesimpulan, bahwa memandikan mayit, mengkafani, menyolati,
dan mengebumikannya hukumnya adalah fardlu kifayah. Artinya, apabila ada sebagian orang
yang telah melakukannya, maka gugurlah hukum fardhu terhadap yang lain. Tetapi jika tidak ada
seorangpun yang melakukannya, maka semua orang yang berada dalam kampung tersebut
berdosa.
Memandikan mayit sebanyak tiga kali atau lima kali atau lebih banyak lagi hukumnya adalah
sunnah, karena melebihi yang telah difardhukan. Dalam memandikan mayit disunnahkan dalam
bilangan ganjil, sebagaimana yang dipahami dari hadis diatas. Sebab dalam hadis lain Rasulullah
juga bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah witir (Esa), dia menyukai yang witir (yang ganjil).”
11. Yang dimaksud adalah Esa dalam Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Karena itu, dia menyukai halhal yang serupa bilangannya dengan keadaan diri-Nya dalam hal keganjilannya.
اخ جشٔ ب ِب ٌ ه ػٓ سث ي ؼخ ث ٓ اث ٝ ػ جذ اٌ شدّٓ ػٓ اث ٝ س ؼ يذ اٌ خذسٜ اْ س سٛي اهلل
ٚال ر مٌٛ ٛا ٘جشا. ط ٍٝ اهلل ػ ٍ يٗ ٚ س ٍُ ل بي: ٚٔ ٙ ي ز ىُ ػٓ صي بسح اٌ م جٛس ف ضٚسٚ٘ب
“Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari Rabi‟ah bin Abi Abdirrahman dari Abi Sa‟id AlKhudri: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Aku dahulu telah melarang kamu sekalian
menziarahi kubur, tetapi sekarang berziarahlah. Dan janganlah kamu mengeluarkan ratapan.”
Dalam riwayat lain ditegaskan: “Maka sekarang berziarah kuburlah kalian, karena
sesungguhnya ziarah kubur itu dapat mengingatkan kepada kehidupan akhirat,”
Tujuan utama dari ziarah kubur adalah mengambil pelajaran dari apa yang telah menimpa
diri orang lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak atau belum dikenal. Betapapun
kuatnya mereka dan banyaknya harta yang mereka miliki serta pengaruh yang kuat, semua itu
tidak dapat memelihara diri mereka dari kematian. Dengan demikian, hati orang yang berziarah
kubur akan menjadi sadar dari kesesatannya dan mau bertaubat, serta mudah bagi yang berharta
untuk menyedekahkan dari sebagian dari hartanya dan bertambah rajin dalam beribadah kepada
Allah SWT.
12. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rukun atau Fardlu shalat:
1.
Niat.
2.
Takbiratul ikhram.
3.
Berdiri tegak bagi yang mampu ketika shalat fardlu.
4.
Membaca al-fatihah pada tiap rakaat.
5.
Ruku‟.
6.
I‟tidal.
7.
Sujud dua kali untuk tiap rakaat.
8.
Duduk diantara dua sujud.
9.
Tuma‟ninah pada setiap ruku‟, sujud, duduk diantara dua sujud dan i‟tidal sekalipun pada
shalat sunnah.
10.
Tasyahud Akhir.
11.
Membaca shalawat Nabi.
12.
Duduk untuk tasyahud, shalawat dan salam.
13.
Mengucapkan salam.
14.
Tertib.
B. SARAN
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu
membangun sangat kami harapkan.
kritik
yang sifatnya
13. DAFTAR PUSTAKA
Mahalli, Ahmad Mudjab, Hadis-hadis Ahkam Riwata Asy-syafi‟i, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003)
Al-albani, Muhammad nashirudin, Ringkasan Shahih Muslim (Jakarta: Gema Insani,
2003)
Az-zubaidi, Zaenuddin Ahmad, dan Zuhri, Muhammad, Terjemah Hadis Shahih Bukhari
Jilid I (Semarang: CV. Toha Putra, 1986)
Muhammad, Abu Bakar, Terjemahan Subulus Salam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1991)
http://abusalma.wordpress.com/2006/12/04/shalat-jama%E2%80%99-dan-qashar/
diakses tgl 09-092012 09:39