SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  11
PENENTUAN JARAK DALAM ASTRONOMI
Dalam astronomi penentuan dapat dinyatakan dalam meter (untuk persamaan-
persamaan fisika), kilometer, satuan astronomi (AU atau SA), tahun cahaya dan parsec.
Satu satuan astronomi didefinisikan sebagai jarak rata-rata antara Bumi dan Matahari, yaitu
sekitar 1,495 978 92 × 1011
m, sedangkan tahun cahaya (ly) didefinisikan sebagai jarak yang
ditempuh oleh cahaya di ruang hampa selama satu tahun. Karena kelajuan cahaya di ruang
hampa adalah 299.792.458 m/s, maka satu tahun cahaya setara dengan 9,46 × 1015
meter.
Jarak bintang biasanya diukur menggunakan metode paralaksis. Sederhananya coba
pegang pensil secara tegak sekitar 25 cm di tengah-tengah kedua mata Anda. Lihatlah
pensil hanya menggunakan mata kiri kemudian lihatlah pensil dengan menggunakan mata
kanan. Berbeda bukan? Ya, letak pensil pastinya akan berubah akibat berubahnya sudut
pandang, begitu juga posisi bintang dari Bumi. Jika kita mengamati bintang pada bulan
Januari, lalu enam bulan kemudian (Bumi telah berevolusi 180°) kita amati lagi, posisi
bintang (deklinasinya) akan berubah. Setengah dari perubahan deklinasi ini disebut sudut
paralaks (p), atau biasa disebut paralaks saja.
Perhatikan posisi Matahari, Bumi dan bintang yang memberikan sudut p. sudut p
dalam radian dapat kita nyatakan dengan:
Jika p dinyatakan dalam detik busur(“) (ingat 1 rad = 180°/π, 1° = 60’ dan 1’ = 60”) dan jarak
dinyatakan dalam AU (r tentunya 1 AU) maka:
Dari persamaan ini para astronom membuat satuan jarak baru yang disebut parsek
(parsec) yang didefinisikan sebagai jarak suatu objek yang memiliki paralaks satu detik
busur. Jadi satu parsek = 206265 AU, sehingga rumus baku jarak dalam parsek dan
paralaks dalam detik busur adalah:
SISTEM MAGNITUDO
Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo berbanding
terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu bintang makin kecil
skala magnitudonya. Pada zaman dulu, bintang yang paling terang diberikan magnitudo 1
dan yang cahayanya paling lemah yang masih dapat dilihat oleh mata diberi magnitudo 6.
Sekarang diberikan ketentuan bintang dengan beda magnitudo satu memiliki beda
kecerlangan 2,512 kali, jadi jika bintang A memiliki magnitudo 1 dan bintang B memiliki
magnitudo 3 berarti bintang A 6,25 kali tampak lebih terang dari bintang B. Perbandingan
magnitudo semu bintang dapat menggunakan rumus Pogson berikut:
Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti di atas disebut
magnitudo semu, m. Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai terang bintang yang
sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara bintang yang satu dan bintang yang
lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya, bintang terang sekalipun akan nampak redup
bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu
tingkat kecerlangan bintang apabila bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari
Bumi. Dengan mengingat persamaan radiasi E = L /4πr2
, dengan E energi radiasi, L
luminositas (daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan
magnitudo mutlak (absolut) adalah:
Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam satuan
parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut paralaks satu detik
busur, yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (ly) atau 206265 satuan astronomi (AU).
Jika yang ditanyakan ialah jarak, maka rumus diatas dapat dibalik menjadi:
Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung.
Kuantitas m – M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara magnitudo mutlak
dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan rumus Pogson.
Misalkan magnitudo semu matahari tampak dari Bumi, m = -26,83, maka magnitudo
mutlak matahari, M ialah:
M = m + 5 – 5 log d.
mengingat jarak Bumi-Matahari = 1 AU = 1/206265 parsec, maka
M = -26,83 + 5 – 5 log (1/206265)
M = 4,74
ORBIT (1)
Planet-planet mengelilingi Matahari dengan orbit elips, dan memang sebagian besar
benda langit memiliki orbit elips. Pada artikel ini hanya akan dibahas mengenai orbit elips.
Sebelumnya kita perlu memahami apa definisi dari elips, menurut saya, Elips adalah bangun
dua dimensi yang mempunyai dua titik fokus (dengan jarak kedua titik fokus adalah tetap)
yang mana jumlah jarak setiap titik yang terletak pada keliling elips terhadap kedua fokusnya
adalah sama. Jadi elips memiliki dua fokus yang tidak berimpit dengan pusatnya dan
panjang/jarak dari fokus pertama ke suatu titik di keliling elips ke fokus kedua adalah sama
untuk sembarang titik (yang jelas pada kelilig elips).
Besaran-besaran dalam orbit elips adalah sebagai berikut:
1. Apfokus (Q)
Pada sistem Bumi – Matahari disebut aphelium, pada sistem Bumi – Bulan disebut apogea,
pada sistem bintang ganda disebut apastron.
Q = a + c
Q = a(1 + e)
2. Perifokus (q)
Pada sistem Bumi – Matahari disebut perihelium, pada sistem Bumi – Bulan disebut perigea,
pada sistem bintang ganda disebut periastron.
q = a – c
q = a(1 – e)
3. Sumbu semi-mayor(a)
Sumbu semi-mayor adalah setengah sumbu panjang elips, seperti yang kita tahu elips
memiliki dua sumbu yang tidak sama panjang.
4. Sumbu semi-minor(b)
Sumbu semi-minor adalah setengah dari sumbu pendek elips.
Dengan dalil pythagoras kita dapatkan b2
= a2
– c2
5. Panjang fokus (c)
Panjang fokus adalah jarak antara pusat elips terhadap fokusnya, setara dengan a – q atau
Q – a.
6. Lacus rectum (p)
Lacus rectum adalah setengah dari garis sejajar sumbu minor yang melalui fokus.
7. Eksentrisitas (e)
Eksentrisitas menyatakan tingkat kepepatan elips, yang dinyatakan dengan:
Jadi kita dapat menganggap lingkaran sebagai elips dengan eksentrisitas nol.
ORBIT (2)
Orbit suatu benda langit mengitari pusat orbitnya dinyatakan dalam Hukum III Kepler
yaitu:
Dengan a sumbu semi-mayor orbit (dianggap jarak rata-rata), T periode orbit (periode
revolusi), G konstanta gravitasi universal = 6,668 . 10-11
N m2
kg-2
, M massa benda pusat
dan m massa benda yang mengorbit. Karena massa benda yang mengorbit biasanya jauh
lebih kecil dari massa benda pusat, maka nilai G(M + m) biasa ditulis GM saja. Karena
rumus ini rumus fisika, maka semua besaran harus dalam satuan mks.
Adapun penyederhanaan rumus Kepler ini adalah
Dengan a dinyatakan dalam AU, T dalam tahun dan M dalam massa Matahari. Ingat,
rumus penyederhanaan ini tidak dapat digunakan jika besaran tidak sama dengan yang
telah saya tuliskan di atas.
Karena dalam orbit elips massa pusat berada pada salah satu fokus elips, bukan pada
pusatnya, perubahan jarak yang terjadi akibat revolusi planet juga semakin signifikan. Jarak
benda yang mengorbit dari benda pusat (r) dapat dinyatakan dengan persamaan:
Dengan ν (baca: nu) adalah sudut dari perifokus ke arah radius benda yang mengorbit
berlawanan arah jarum jam. Adapun kelajuan orbit benda tadi (disebut kelajuan sirkular)
dinyatakan dalam:
Sehingga untuk orbit yang mendekati lingkaran berlaku pendekatan:
Kelajuan yang dibutuhkan oleh benda yang mengorbit untuk bisa lepas dari pengaruh
gravitasi benda pusatnya harus lebih besar dari suatu nilai batas sehingga percepatan
sentripetalnya lebih besar dari percepatan gravitasi yang dialami benda tadi. Kelajuan
minimal untuk lepas dari orbit ini disebut kelajuan lepas, vesc (escape velocity). Dengan
menyetarakan energi gravitasi dan energi kinetik benda didapatkan vesc = vr √2.
TATA KOORDINAT BOLA LANGIT
Berikut saya membahas mengenai tata koordinat horizon dan ekuator, yang juga merupakan
perbaikan dari buku saya. Tata koordinat horizon dan ekuator sangat penting karena sangat
sering digunakan untuk menyatakan letak benda langit. Oke, langsung saja disimak..
Tata Koordinat Horizon
Pada tata koordinat horizon, letak bintang ditentukan hanya berdasarkan pandangan
pengamat saja. Tata koordinat horizon tidak dapat menggambarkan lintasan peredaran
semu bintang, dan letak bintang selalu berubah sejalan dengan waktu. Namun, tata
koordinat horizon penting dalam hal pengukuran adsorbsi cahaya bintang.
Ordinat-ordinat dalam tata koordinat horizon adalah:
1. Bujur suatu bintang dinyatakan dengan azimut (Az). Azimut umumnya diukur dari
selatan ke arah barat sampai pada proyeksi bintang itu di horizon, seperti pada
gambar azimut bintang adalak 220°. Namun ada pula azimut yang diukur dari Utara
ke arah timur, oleh karena itu sebaiknya Anda menuliskan keterangan tentang
ketentuan mana yang Anda gunakan.
2. Lintang suatu bintang dinyatakan dengan tinggi bintang (a), yang diukur dari proyeksi
bintang di horizon ke arah bintang itu menuju ke zenit. Tinggi bintang diukur 0° – 90°
jika arahnya ke atas (menuju zenit) dan 0° – -90° jika arahnya ke bawah.
Letak bintang dinyatakan dalam (Az, a). Setelah menentukan letak bintang, lukislah
lingkaran almukantaratnya, yaitu lingkaran kecil yang dilalui bintang yang sejajar
dengan horizon (lingkaran PQRS).
Tata Koordinat Ekuator
Tata koordinat ekuator merupakan sistem koordinat yang paling penting dalam astronomi.
Letak bintang-bintang, nebula, galaksi dan lainnya umumnya dinyatakan dalam tata
koordinat ekuator. Pada tata koordinat ekuator, lintasan bintang di langit dapat ditentukan
dengan tepat karena faktor lintang geografis pengamat (φ) diperhitungkan, sehingga
lintasan edar bintang-bintang di langit (ekuator Bumi) dapat dikoreksi terhadap pengamat.
Sebelum menentukan letak bintang pada tata koordinat ekuator, sebaiknya kita mempelajari
terlebih dahulu sikap bola langit, yaitu posisi bola langit menurut pengamat pada lintang
tertentu.
Sudut antara kutub Bumi (poros rotasi Bumi) dan horizon disebut tinggi kutub (φ) . Jika
diperhatikan lebih lanjut, ternyata nilai φ = ϕ, dengan φ diukur dari Selatan ke KLS jika
pengamat berada di lintang selatan dan φ diukur dari Utara ke KLU jika pengamat berada di
lintang utara. Jadi untuk pengamat pada ϕ = 90° LU lingkaran ekliptika akan berimpit dengan
lingkaran horizon, dan kutub lintang utara berimpit dengan zenit, sedangkan pada ϕ = 90°
LS lingkaran ekliptika akan berimpit dengan lingkaran horizon, dan kutub lintang selatan
berimpit dengan zenit
<br>
Ordinat-ordinat dalam tata koordinat ekuator adalah:
1. Bujur suatu bintang dinyatakan dengan sudut jam atau Hour Angle (HA). Sudut jam
menunjukkan letak suatu bintang dari titik kulminasinya, yang diukur dengan satuan
jam (ingat,1h
= 15°). Sudut jam diukur dari titik kulminasi atas bintang (A) ke arah
barat (positif, yang berarti bintang telah lewat kulminasi sekian jam) ataupun ke arah
timur (negatif, yang berarti tinggal sekian jam lagi bintang akan berkulminasi). Dapat
juga diukur dari 0° – 360° dari titik A ke arah barat.
2. Lintang suatu bintang dinyatakan dengan deklinasi (δ), yang diukur dari proyeksi
bintang di ekuator ke arah bintang itu menuju ke kutub Bumi. Tinggi bintang diukur 0°
– 90° jika arahnya menuju KLU dan 0° – -90° jika arahnya menuju KLS.
Dapat kita lihat bahwa deklinasi suatu bintang nyaris tidak berubah dalam kurun waktu yang
panjang, walaupun variasi dalam skala kecil tetap terjadi akibat presesi orbit Bumi. Namun
sudut jam suatu bintang tentunya berubah tiap jam akibat rotasi Bumi dan tiap hari akibat
revolusi Bumi. Oleh karena itu, ditentukanlah suatu ordinat baku yang bersifat tetap yang
menunjukkan bujur suatu bintang pada tanggal 23 September pukul 00.00, yaitu ketika titik
Aries ^ tepat berkulminasi atas pada pukul 00.00 waktu lokal (vernal equinox). Ordinat inilah
yang disebut asensiorekta (ascencio recta) atau kenaikan lurus, yang umumnya dinyatakan
dalam jam. Faktor gerak semu harian bintang dikoreksi terhadap waktu lokal (t) dan faktor
gerak semu tahunan bintang dikoreksi terhadap Local Siderial Time (LST) atau waktu
bintang, yaitu letak titik Aries pada hari itu. Pada tanggal 23 September LST-nya adalah
pukul 00h
, dan kembali ke pukul 00h
pada 23 September berikutnya sehingga pada tanggal
21 Maret, 21 Juni, dan 22 Desember LST-nya berturut-turut adalah 12h
, 18h
, dan 06h
. Jadi
LST dapat dicari dengan rumus :
Adapun hubungan LST, HA00 dan asensiorekta (α)
LST = α + HA00
Dengan t adalah waktu lokal. Misal jika HA00 = +3h
, maka sudut jam bintang pada pukul
03.00 adalah +6h
(sedang terbenam). Ingat, saat kulminasi atas maka HA = 00h
. Dengan
demikian didapatkan hubungan komplit bujur pada tata koordinat ekuator
LST + t = α + HAt
Patut diingat bahwa HA00 ialah posisi bintang pada pukul 00.00 waktu lokal, sehingga posisi
bintang pada sembarang waktu ialah:
HAt = HA00 + t
Dengan α ordinat tetap, HAt ordinat tampak, LST koreksi tahunan, dan t koreksi waktu
harian. Contoh pada gambar di bawah. Pada tanggal 21 Maret, LST-nya adalah 12h
. Jadi
letak bintang R dengan koordinat (α, δ) sebesar (16h
,-50º)akan nampak di titik R pada pukul
00.00 waktu lokal. Perhatikan bahwa LST diukur dari titik A kearah barat sampai pada titik
Aries ^. Tampak bintang R berada pada bujur (HA00) -60° atau -4 jam. Jadi, bintang R akan
berkulminasi atas di titik Ka pada pukul 04.00 dan terbenam di horizon pada pukul 10.00.
Asensiorekta diukur dari titik Aries berlawanan pengukuran LST sampai pada proyeksi
bintang di ekuator. Jadi telah jelas bahwa.
HA = LST – α
Dengan -xh
= 24h
– xh
Lingkaran kecil KaKb merupakan lintasan gerak bintang, yang sifatnya nyaris tetap. Untuk
bintang R, yang diamati dari ϕ = 40° LS akan lebih sering berada pada di atas horizon
daripada di bawah horizon. Pembahasan lebih lanjut pada bagian bintang sirkumpolar.
Tinggi bintang atau altitude, yaitu sudut kedudukan suatu bintang dari horizon dapat dicari
dengan aturan cosinus segitiga bola. Tinggi bintang, a, yaitu
a = 90° – ζ
Dimana jarak zenit (ζ) dirumuskan dengan
cos ζ = cos(90° – δ) cos(90° – ϕ) + sin(90° – δ) sin(90° – ϕ) cosHA
RADIASI BENDA HITAM
Menurut hukum Stefan-Boltzmann, jumlah energi yang dipancarkan tiap detik oleh sebuah
benda hitam sempurna berbanding lurus dengan luas permukaan benda dan pangkat empat
suhu mutlaknya. Secara matematis dapat dituliis dengan
E = σ T4
Di mana σ = konstanta Stefan-Boltzmann (5,67.10-8
W/m4
K4
) dan T = temperatur efektif
dalam Kelvin. Jika benda tersebut bukan benda hitam, maka ditambahkan koefisien
pembanding emitivitas bahan, e di ruas kanan. Nilai e berkisar dari 0 sampai satu, jelas
benda hitam sempurna memiliki koefisien e = 1. Bintang umumnya memiliki sifat mendekati
benda hitam, terutama bintang biru yang memiliki nilai emitivitas benda itu.
Adapun daya (luminositas) bintang, L merupakan takaran kemampuan suatu bintang
memancarkan energi dalam luasan 4π steradian (segala arah), dinyatakan dengan
L = 4π d² e σ T4
Atau
L = E A
Dari penghitungan satelit, Energi matahari yang sampai ke Bumi dalam luasan satu meter
persegi tiap detiknya ialah 1368 W. Nilai 1368 W m-2
s-1
ini disebut konstanta Matahari.
Karena jarak Bumi-Matahari, d = 1,496 . 1011
m, maka Luminositas matahari:
L = (1368)(4π)( 1,496 . 1011
)²
L = 3,86 . 1026
W
Temperatur efektif (permukaan) Matahari dapat dihitung dengan persamaan pertama, yaitu:
T4
= L/ (4π d²σ)
Karena yang akan dihitung temperatur permukaan Matahari, makan gunakan d = radius
Matahari = 6,9 . 108
m, maka didapatkan:
T = 5800 K
Perhitungan modern memberikan nilai sekitar 5778 K.
Adapun dalam kaitannya dengan panjang gelombang (frekuensi), dinyatakan dalam
persamaan Wien
λ = C/T
Dengan λ panjang gelombang efektif (sebagian besar energy radiasi dipancarkan pada
panjang gelombang ini), C konstanta Wien (2,898 . 10-3
m K) dan T temperatur. Dengan
memasukkan nilai T = 5778 K, didapatkan panjang gelombang efektif, λ = 5,01 . 10-7
meter =
5010 Angstrom.
Jika dinyatakan dalam frekuensi, gunakan hubungan
f λ = c
dengan c kelajuan cahaya dalam hampa, 299 795 458 m/s dan f dalam Hz.
GERAK SEJATI BINTANG
Bila diamati, bintang selalu bergerak di langit malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari
akibat pergerakan Bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan revolusi Bumi). Walaupun begitu,
bintang sebenarnya benar-benar bergerak, sebagian besar karena mengitari pusat galaksi,
namun pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan
berabad-abad. Gerak semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang.
Gerak sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu:
1. Kecepatan radial : kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat
(sejajar garis pandang).
2. Kecepatan tangensial : kecepatan bintang bergerak di bola langit (pada bidang
pandang).
Sedangkan kecepatan total adalah kecepatan gerak sejati bintang yang sebenarnya (semua
komponen).
KECEPATAN RADIAL
Kecepatan radial, seperti telah dijelaskan sebelumnya, adalah kecepatan bintang menjauhi
atau mendekati pengamat. Kecepatan ini biasanya cukup besar, sehingga terjadi peristiwa
pergeseran panjang gelombang. Kecepatan radial bintang dapat diukur dengan metode Efek
Doppler.
atau dengan pendekatan untuk vr<<c dapat digunakan versi nonrelativistik yaitu:
Kebanyakan gerak bintang-bintang yang dapat diaamati geraknya memiliki kelajuan yang
jauh di bawah kelajuan cahaya, sehinggi kita gunakan saja persamaan yang kedua. Penting
untuk mengetahui kecepatan bintang dan galaksi umumnya dinyatakan dalam km/s.
KECEPATAN TANGENSIAL
Kecepatan tangensial adalah kecepatan gerak bintang pada bola langit. Misalkan pada
suatu tahun, bintang tersebut berada pada α,δ sekian, namun pada tahun berikutnya
posisinya berubah. Perubahan koordinat dalam tiap tahun ini disebut proper motion (μ) yang
merupakan kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per perubahan waktu). Kecepatan
liniernya dinyatakan dalam satuan kilometer per detik. Kecepatan linier inilah yang dikatakan
kecepatan tangensial, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus keliling lingkaran.
Misal perubahan posisi bintang dari x ke x’, yaitu sebesar μ (detik busur) setiap tahunnya.
Perhatikan gambar:
gerak tangensial bintang
d (parsec) dan μ (“)
kita juga memiliki hubungan d = 1/p untuk d dalam parsec dan p dalam detik busur
Keliling = 360 º = 1296000”
Keliling = 2πd = 2π/p
dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = ω d, maka:
KECEPATAN TOTAL
Di atas kita telah membahas kecepatan bintang dalam arah radial dan tangensial, sekarang
kita akan mencari kecepatan total bintang, v. Karena arah sumbu radial dan tangensial
tegak lurus, maka dengan mudah kita dapat menyelesaikannya menggunakan dalil
Pythagoras atau trigonometri. Ingatlah sudut yang dibentuk antara sumbu radial dan vektor
kecepatan bintang disebut sudut β.
diagram kecepatan total
v2
= vr
2
+ vt
2
vr = v cos β
vt = v sin β
CONTOH:
1. Diketahui proper motion sebuah bintang 0”,348 dan paralaksnya 0”,214. Jika spektrum Hα
deret Balmer bintang tersebut teramati pada panjang gelombang 6564 Å (1 angstrom, Å =
10-10
m). Tentukanlah kecepatan total bintang itu,
Penyeleaian:
Cari terlebih dahulu λ0 menggunakan formula Rydberg, untuk deret Balmer m = 2 dan
alfanya n = 3
Didapatkan Δλ = 1 Å, dengan menggunakan persamaan doppler menggunakan c = 300000
km/s,
vr = 45,7 km/s
Dengan memasukkan nilai μ dan p didapatkan kecepatan tangensial, vt = 7,71 km/s
Kecepatan totalnya dapat dicari dengan dalil Pythagoras, didapatkan
v = 46,35 km/s

Contenu connexe

Tendances

85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009eli priyatna laidan
 
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang EntropiStatistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang EntropiSamantars17
 
Soal dan solusi osk astronomi 2013 by mariano
Soal dan solusi osk astronomi 2013 by marianoSoal dan solusi osk astronomi 2013 by mariano
Soal dan solusi osk astronomi 2013 by marianoAdhi Susanto
 
power point Alat optik
power point Alat optikpower point Alat optik
power point Alat optikDita Yuniarti
 
sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)
sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)
sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)Albara I Arizona
 
tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)Ajeng Rizki Rahmawati
 

Tendances (20)

Astronomi fisika bab vi
Astronomi fisika bab viAstronomi fisika bab vi
Astronomi fisika bab vi
 
79309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-200879309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-2008
 
Bintang Ganda
Bintang GandaBintang Ganda
Bintang Ganda
 
59511353 solusi-osn-astro-2010
59511353 solusi-osn-astro-201059511353 solusi-osn-astro-2010
59511353 solusi-osn-astro-2010
 
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
 
astronomi fotometri bintang
astronomi fotometri bintangastronomi fotometri bintang
astronomi fotometri bintang
 
Gaya pasang surut
Gaya pasang surutGaya pasang surut
Gaya pasang surut
 
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang EntropiStatistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
 
Bab 3. evolusi bintang awal
Bab 3. evolusi bintang awalBab 3. evolusi bintang awal
Bab 3. evolusi bintang awal
 
Efek zeeman
Efek zeemanEfek zeeman
Efek zeeman
 
Astronomi fisika bab vii
Astronomi fisika bab viiAstronomi fisika bab vii
Astronomi fisika bab vii
 
4.hukum gauss
4.hukum gauss4.hukum gauss
4.hukum gauss
 
Soal dan solusi osk astronomi 2013 by mariano
Soal dan solusi osk astronomi 2013 by marianoSoal dan solusi osk astronomi 2013 by mariano
Soal dan solusi osk astronomi 2013 by mariano
 
Kisi Bravais
Kisi BravaisKisi Bravais
Kisi Bravais
 
power point Alat optik
power point Alat optikpower point Alat optik
power point Alat optik
 
Laporan praktikum spektrometer atom
Laporan praktikum spektrometer atomLaporan praktikum spektrometer atom
Laporan praktikum spektrometer atom
 
sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)
sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)
sistem koordinat vektor (kartesian, silindris, bola)
 
segitiga bola
segitiga bolasegitiga bola
segitiga bola
 
Dispersi cahaya
Dispersi cahayaDispersi cahaya
Dispersi cahaya
 
tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)
 

En vedette (20)

Soal osk astronomi sma 2016
Soal osk astronomi sma 2016Soal osk astronomi sma 2016
Soal osk astronomi sma 2016
 
Menjadi juara osn astronomi
Menjadi juara osn astronomiMenjadi juara osn astronomi
Menjadi juara osn astronomi
 
Astronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalenderAstronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalender
 
Soal osk astronomi 2014 2015
Soal osk astronomi 2014 2015Soal osk astronomi 2014 2015
Soal osk astronomi 2014 2015
 
Soal osp astronomi 2015
Soal osp astronomi 2015Soal osp astronomi 2015
Soal osp astronomi 2015
 
Soal OSK Biologi SMA 2016
Soal OSK Biologi SMA 2016Soal OSK Biologi SMA 2016
Soal OSK Biologi SMA 2016
 
Sistem koordinat-benda-langit
Sistem koordinat-benda-langitSistem koordinat-benda-langit
Sistem koordinat-benda-langit
 
Doc1
Doc1Doc1
Doc1
 
2 hal berbeda
2 hal berbeda2 hal berbeda
2 hal berbeda
 
Benda hitam astronomi
Benda hitam astronomiBenda hitam astronomi
Benda hitam astronomi
 
Tata Koordinat Benda Langit
Tata Koordinat Benda LangitTata Koordinat Benda Langit
Tata Koordinat Benda Langit
 
1 pendahuluan
1 pendahuluan1 pendahuluan
1 pendahuluan
 
Mekanika benda-langit
Mekanika benda-langitMekanika benda-langit
Mekanika benda-langit
 
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
 
58394327 solusi-osp-astro-2011
58394327 solusi-osp-astro-201158394327 solusi-osp-astro-2011
58394327 solusi-osp-astro-2011
 
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
 
Kumpulan soal olimpiade matematika sma
Kumpulan soal olimpiade matematika smaKumpulan soal olimpiade matematika sma
Kumpulan soal olimpiade matematika sma
 
Makalah Astronomi tentang Planet dalam Tata surya
Makalah Astronomi tentang Planet dalam Tata suryaMakalah Astronomi tentang Planet dalam Tata surya
Makalah Astronomi tentang Planet dalam Tata surya
 
What is Ning?
What is Ning?What is Ning?
What is Ning?
 
Analisis garis spektrum
Analisis garis spektrumAnalisis garis spektrum
Analisis garis spektrum
 

Similaire à KOORDINAT ASTRONOMI (20)

astronomi paralaks bintang
astronomi paralaks bintangastronomi paralaks bintang
astronomi paralaks bintang
 
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).pptMekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
 
Geografi
GeografiGeografi
Geografi
 
TOFPA1tertulis
TOFPA1tertulisTOFPA1tertulis
TOFPA1tertulis
 
Kel 9 Gaya Sentral.pptx
Kel 9 Gaya Sentral.pptxKel 9 Gaya Sentral.pptx
Kel 9 Gaya Sentral.pptx
 
Jagad Raya
Jagad RayaJagad Raya
Jagad Raya
 
Jagad Raya
Jagad RayaJagad Raya
Jagad Raya
 
Bola langit dan tata koordinat
Bola langit dan tata koordinatBola langit dan tata koordinat
Bola langit dan tata koordinat
 
A2 laporan asbol_18des
A2 laporan asbol_18desA2 laporan asbol_18des
A2 laporan asbol_18des
 
Tatakoordinat
TatakoordinatTatakoordinat
Tatakoordinat
 
Keppler
KepplerKeppler
Keppler
 
91343390 solusi-osk-astro-2012-kode-s3
91343390 solusi-osk-astro-2012-kode-s391343390 solusi-osk-astro-2012-kode-s3
91343390 solusi-osk-astro-2012-kode-s3
 
Soal osk astro 2012
Soal osk astro 2012Soal osk astro 2012
Soal osk astro 2012
 
Solusi osk astro 2012 kode s3
Solusi osk astro 2012   kode s3Solusi osk astro 2012   kode s3
Solusi osk astro 2012 kode s3
 
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptxIPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
 
Tata koordinat
Tata koordinatTata koordinat
Tata koordinat
 
Waktu sholat
Waktu sholatWaktu sholat
Waktu sholat
 
CJR mekanika.pptx
CJR mekanika.pptxCJR mekanika.pptx
CJR mekanika.pptx
 
Dasar dasar hisab praktis
Dasar dasar hisab praktisDasar dasar hisab praktis
Dasar dasar hisab praktis
 
Bola langit
Bola langitBola langit
Bola langit
 

Plus de Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

Plus de Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Dernier

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPAnaNoorAfdilla
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 

Dernier (20)

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 

KOORDINAT ASTRONOMI

  • 1. PENENTUAN JARAK DALAM ASTRONOMI Dalam astronomi penentuan dapat dinyatakan dalam meter (untuk persamaan- persamaan fisika), kilometer, satuan astronomi (AU atau SA), tahun cahaya dan parsec. Satu satuan astronomi didefinisikan sebagai jarak rata-rata antara Bumi dan Matahari, yaitu sekitar 1,495 978 92 × 1011 m, sedangkan tahun cahaya (ly) didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh cahaya di ruang hampa selama satu tahun. Karena kelajuan cahaya di ruang hampa adalah 299.792.458 m/s, maka satu tahun cahaya setara dengan 9,46 × 1015 meter. Jarak bintang biasanya diukur menggunakan metode paralaksis. Sederhananya coba pegang pensil secara tegak sekitar 25 cm di tengah-tengah kedua mata Anda. Lihatlah pensil hanya menggunakan mata kiri kemudian lihatlah pensil dengan menggunakan mata kanan. Berbeda bukan? Ya, letak pensil pastinya akan berubah akibat berubahnya sudut pandang, begitu juga posisi bintang dari Bumi. Jika kita mengamati bintang pada bulan Januari, lalu enam bulan kemudian (Bumi telah berevolusi 180°) kita amati lagi, posisi bintang (deklinasinya) akan berubah. Setengah dari perubahan deklinasi ini disebut sudut paralaks (p), atau biasa disebut paralaks saja. Perhatikan posisi Matahari, Bumi dan bintang yang memberikan sudut p. sudut p dalam radian dapat kita nyatakan dengan: Jika p dinyatakan dalam detik busur(“) (ingat 1 rad = 180°/π, 1° = 60’ dan 1’ = 60”) dan jarak dinyatakan dalam AU (r tentunya 1 AU) maka: Dari persamaan ini para astronom membuat satuan jarak baru yang disebut parsek (parsec) yang didefinisikan sebagai jarak suatu objek yang memiliki paralaks satu detik busur. Jadi satu parsek = 206265 AU, sehingga rumus baku jarak dalam parsek dan paralaks dalam detik busur adalah:
  • 2. SISTEM MAGNITUDO Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu bintang makin kecil skala magnitudonya. Pada zaman dulu, bintang yang paling terang diberikan magnitudo 1 dan yang cahayanya paling lemah yang masih dapat dilihat oleh mata diberi magnitudo 6. Sekarang diberikan ketentuan bintang dengan beda magnitudo satu memiliki beda kecerlangan 2,512 kali, jadi jika bintang A memiliki magnitudo 1 dan bintang B memiliki magnitudo 3 berarti bintang A 6,25 kali tampak lebih terang dari bintang B. Perbandingan magnitudo semu bintang dapat menggunakan rumus Pogson berikut: Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti di atas disebut magnitudo semu, m. Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai terang bintang yang sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara bintang yang satu dan bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya, bintang terang sekalipun akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecerlangan bintang apabila bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi. Dengan mengingat persamaan radiasi E = L /4πr2 , dengan E energi radiasi, L luminositas (daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan magnitudo mutlak (absolut) adalah: Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam satuan parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut paralaks satu detik busur, yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (ly) atau 206265 satuan astronomi (AU). Jika yang ditanyakan ialah jarak, maka rumus diatas dapat dibalik menjadi: Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung. Kuantitas m – M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan rumus Pogson. Misalkan magnitudo semu matahari tampak dari Bumi, m = -26,83, maka magnitudo mutlak matahari, M ialah:
  • 3. M = m + 5 – 5 log d. mengingat jarak Bumi-Matahari = 1 AU = 1/206265 parsec, maka M = -26,83 + 5 – 5 log (1/206265) M = 4,74 ORBIT (1) Planet-planet mengelilingi Matahari dengan orbit elips, dan memang sebagian besar benda langit memiliki orbit elips. Pada artikel ini hanya akan dibahas mengenai orbit elips. Sebelumnya kita perlu memahami apa definisi dari elips, menurut saya, Elips adalah bangun dua dimensi yang mempunyai dua titik fokus (dengan jarak kedua titik fokus adalah tetap) yang mana jumlah jarak setiap titik yang terletak pada keliling elips terhadap kedua fokusnya adalah sama. Jadi elips memiliki dua fokus yang tidak berimpit dengan pusatnya dan panjang/jarak dari fokus pertama ke suatu titik di keliling elips ke fokus kedua adalah sama untuk sembarang titik (yang jelas pada kelilig elips). Besaran-besaran dalam orbit elips adalah sebagai berikut: 1. Apfokus (Q) Pada sistem Bumi – Matahari disebut aphelium, pada sistem Bumi – Bulan disebut apogea, pada sistem bintang ganda disebut apastron. Q = a + c Q = a(1 + e) 2. Perifokus (q) Pada sistem Bumi – Matahari disebut perihelium, pada sistem Bumi – Bulan disebut perigea, pada sistem bintang ganda disebut periastron. q = a – c q = a(1 – e) 3. Sumbu semi-mayor(a) Sumbu semi-mayor adalah setengah sumbu panjang elips, seperti yang kita tahu elips memiliki dua sumbu yang tidak sama panjang. 4. Sumbu semi-minor(b) Sumbu semi-minor adalah setengah dari sumbu pendek elips. Dengan dalil pythagoras kita dapatkan b2 = a2 – c2 5. Panjang fokus (c) Panjang fokus adalah jarak antara pusat elips terhadap fokusnya, setara dengan a – q atau Q – a.
  • 4. 6. Lacus rectum (p) Lacus rectum adalah setengah dari garis sejajar sumbu minor yang melalui fokus. 7. Eksentrisitas (e) Eksentrisitas menyatakan tingkat kepepatan elips, yang dinyatakan dengan: Jadi kita dapat menganggap lingkaran sebagai elips dengan eksentrisitas nol. ORBIT (2) Orbit suatu benda langit mengitari pusat orbitnya dinyatakan dalam Hukum III Kepler yaitu: Dengan a sumbu semi-mayor orbit (dianggap jarak rata-rata), T periode orbit (periode revolusi), G konstanta gravitasi universal = 6,668 . 10-11 N m2 kg-2 , M massa benda pusat dan m massa benda yang mengorbit. Karena massa benda yang mengorbit biasanya jauh lebih kecil dari massa benda pusat, maka nilai G(M + m) biasa ditulis GM saja. Karena rumus ini rumus fisika, maka semua besaran harus dalam satuan mks. Adapun penyederhanaan rumus Kepler ini adalah Dengan a dinyatakan dalam AU, T dalam tahun dan M dalam massa Matahari. Ingat, rumus penyederhanaan ini tidak dapat digunakan jika besaran tidak sama dengan yang telah saya tuliskan di atas. Karena dalam orbit elips massa pusat berada pada salah satu fokus elips, bukan pada pusatnya, perubahan jarak yang terjadi akibat revolusi planet juga semakin signifikan. Jarak benda yang mengorbit dari benda pusat (r) dapat dinyatakan dengan persamaan: Dengan ν (baca: nu) adalah sudut dari perifokus ke arah radius benda yang mengorbit berlawanan arah jarum jam. Adapun kelajuan orbit benda tadi (disebut kelajuan sirkular) dinyatakan dalam: Sehingga untuk orbit yang mendekati lingkaran berlaku pendekatan: Kelajuan yang dibutuhkan oleh benda yang mengorbit untuk bisa lepas dari pengaruh gravitasi benda pusatnya harus lebih besar dari suatu nilai batas sehingga percepatan sentripetalnya lebih besar dari percepatan gravitasi yang dialami benda tadi. Kelajuan minimal untuk lepas dari orbit ini disebut kelajuan lepas, vesc (escape velocity). Dengan menyetarakan energi gravitasi dan energi kinetik benda didapatkan vesc = vr √2. TATA KOORDINAT BOLA LANGIT Berikut saya membahas mengenai tata koordinat horizon dan ekuator, yang juga merupakan perbaikan dari buku saya. Tata koordinat horizon dan ekuator sangat penting karena sangat sering digunakan untuk menyatakan letak benda langit. Oke, langsung saja disimak..
  • 5. Tata Koordinat Horizon Pada tata koordinat horizon, letak bintang ditentukan hanya berdasarkan pandangan pengamat saja. Tata koordinat horizon tidak dapat menggambarkan lintasan peredaran semu bintang, dan letak bintang selalu berubah sejalan dengan waktu. Namun, tata koordinat horizon penting dalam hal pengukuran adsorbsi cahaya bintang. Ordinat-ordinat dalam tata koordinat horizon adalah: 1. Bujur suatu bintang dinyatakan dengan azimut (Az). Azimut umumnya diukur dari selatan ke arah barat sampai pada proyeksi bintang itu di horizon, seperti pada gambar azimut bintang adalak 220°. Namun ada pula azimut yang diukur dari Utara ke arah timur, oleh karena itu sebaiknya Anda menuliskan keterangan tentang ketentuan mana yang Anda gunakan. 2. Lintang suatu bintang dinyatakan dengan tinggi bintang (a), yang diukur dari proyeksi bintang di horizon ke arah bintang itu menuju ke zenit. Tinggi bintang diukur 0° – 90° jika arahnya ke atas (menuju zenit) dan 0° – -90° jika arahnya ke bawah. Letak bintang dinyatakan dalam (Az, a). Setelah menentukan letak bintang, lukislah lingkaran almukantaratnya, yaitu lingkaran kecil yang dilalui bintang yang sejajar dengan horizon (lingkaran PQRS). Tata Koordinat Ekuator Tata koordinat ekuator merupakan sistem koordinat yang paling penting dalam astronomi. Letak bintang-bintang, nebula, galaksi dan lainnya umumnya dinyatakan dalam tata koordinat ekuator. Pada tata koordinat ekuator, lintasan bintang di langit dapat ditentukan dengan tepat karena faktor lintang geografis pengamat (φ) diperhitungkan, sehingga lintasan edar bintang-bintang di langit (ekuator Bumi) dapat dikoreksi terhadap pengamat. Sebelum menentukan letak bintang pada tata koordinat ekuator, sebaiknya kita mempelajari terlebih dahulu sikap bola langit, yaitu posisi bola langit menurut pengamat pada lintang tertentu.
  • 6. Sudut antara kutub Bumi (poros rotasi Bumi) dan horizon disebut tinggi kutub (φ) . Jika diperhatikan lebih lanjut, ternyata nilai φ = ϕ, dengan φ diukur dari Selatan ke KLS jika pengamat berada di lintang selatan dan φ diukur dari Utara ke KLU jika pengamat berada di lintang utara. Jadi untuk pengamat pada ϕ = 90° LU lingkaran ekliptika akan berimpit dengan lingkaran horizon, dan kutub lintang utara berimpit dengan zenit, sedangkan pada ϕ = 90° LS lingkaran ekliptika akan berimpit dengan lingkaran horizon, dan kutub lintang selatan berimpit dengan zenit <br> Ordinat-ordinat dalam tata koordinat ekuator adalah: 1. Bujur suatu bintang dinyatakan dengan sudut jam atau Hour Angle (HA). Sudut jam menunjukkan letak suatu bintang dari titik kulminasinya, yang diukur dengan satuan jam (ingat,1h = 15°). Sudut jam diukur dari titik kulminasi atas bintang (A) ke arah barat (positif, yang berarti bintang telah lewat kulminasi sekian jam) ataupun ke arah timur (negatif, yang berarti tinggal sekian jam lagi bintang akan berkulminasi). Dapat juga diukur dari 0° – 360° dari titik A ke arah barat. 2. Lintang suatu bintang dinyatakan dengan deklinasi (δ), yang diukur dari proyeksi bintang di ekuator ke arah bintang itu menuju ke kutub Bumi. Tinggi bintang diukur 0° – 90° jika arahnya menuju KLU dan 0° – -90° jika arahnya menuju KLS. Dapat kita lihat bahwa deklinasi suatu bintang nyaris tidak berubah dalam kurun waktu yang panjang, walaupun variasi dalam skala kecil tetap terjadi akibat presesi orbit Bumi. Namun sudut jam suatu bintang tentunya berubah tiap jam akibat rotasi Bumi dan tiap hari akibat revolusi Bumi. Oleh karena itu, ditentukanlah suatu ordinat baku yang bersifat tetap yang menunjukkan bujur suatu bintang pada tanggal 23 September pukul 00.00, yaitu ketika titik Aries ^ tepat berkulminasi atas pada pukul 00.00 waktu lokal (vernal equinox). Ordinat inilah yang disebut asensiorekta (ascencio recta) atau kenaikan lurus, yang umumnya dinyatakan dalam jam. Faktor gerak semu harian bintang dikoreksi terhadap waktu lokal (t) dan faktor gerak semu tahunan bintang dikoreksi terhadap Local Siderial Time (LST) atau waktu bintang, yaitu letak titik Aries pada hari itu. Pada tanggal 23 September LST-nya adalah pukul 00h , dan kembali ke pukul 00h pada 23 September berikutnya sehingga pada tanggal 21 Maret, 21 Juni, dan 22 Desember LST-nya berturut-turut adalah 12h , 18h , dan 06h . Jadi LST dapat dicari dengan rumus : Adapun hubungan LST, HA00 dan asensiorekta (α) LST = α + HA00 Dengan t adalah waktu lokal. Misal jika HA00 = +3h , maka sudut jam bintang pada pukul 03.00 adalah +6h (sedang terbenam). Ingat, saat kulminasi atas maka HA = 00h . Dengan demikian didapatkan hubungan komplit bujur pada tata koordinat ekuator LST + t = α + HAt Patut diingat bahwa HA00 ialah posisi bintang pada pukul 00.00 waktu lokal, sehingga posisi bintang pada sembarang waktu ialah: HAt = HA00 + t Dengan α ordinat tetap, HAt ordinat tampak, LST koreksi tahunan, dan t koreksi waktu harian. Contoh pada gambar di bawah. Pada tanggal 21 Maret, LST-nya adalah 12h . Jadi letak bintang R dengan koordinat (α, δ) sebesar (16h ,-50º)akan nampak di titik R pada pukul
  • 7. 00.00 waktu lokal. Perhatikan bahwa LST diukur dari titik A kearah barat sampai pada titik Aries ^. Tampak bintang R berada pada bujur (HA00) -60° atau -4 jam. Jadi, bintang R akan berkulminasi atas di titik Ka pada pukul 04.00 dan terbenam di horizon pada pukul 10.00. Asensiorekta diukur dari titik Aries berlawanan pengukuran LST sampai pada proyeksi bintang di ekuator. Jadi telah jelas bahwa. HA = LST – α Dengan -xh = 24h – xh Lingkaran kecil KaKb merupakan lintasan gerak bintang, yang sifatnya nyaris tetap. Untuk bintang R, yang diamati dari ϕ = 40° LS akan lebih sering berada pada di atas horizon daripada di bawah horizon. Pembahasan lebih lanjut pada bagian bintang sirkumpolar. Tinggi bintang atau altitude, yaitu sudut kedudukan suatu bintang dari horizon dapat dicari dengan aturan cosinus segitiga bola. Tinggi bintang, a, yaitu a = 90° – ζ Dimana jarak zenit (ζ) dirumuskan dengan cos ζ = cos(90° – δ) cos(90° – ϕ) + sin(90° – δ) sin(90° – ϕ) cosHA RADIASI BENDA HITAM Menurut hukum Stefan-Boltzmann, jumlah energi yang dipancarkan tiap detik oleh sebuah benda hitam sempurna berbanding lurus dengan luas permukaan benda dan pangkat empat suhu mutlaknya. Secara matematis dapat dituliis dengan E = σ T4 Di mana σ = konstanta Stefan-Boltzmann (5,67.10-8 W/m4 K4 ) dan T = temperatur efektif dalam Kelvin. Jika benda tersebut bukan benda hitam, maka ditambahkan koefisien pembanding emitivitas bahan, e di ruas kanan. Nilai e berkisar dari 0 sampai satu, jelas benda hitam sempurna memiliki koefisien e = 1. Bintang umumnya memiliki sifat mendekati benda hitam, terutama bintang biru yang memiliki nilai emitivitas benda itu. Adapun daya (luminositas) bintang, L merupakan takaran kemampuan suatu bintang memancarkan energi dalam luasan 4π steradian (segala arah), dinyatakan dengan
  • 8. L = 4π d² e σ T4 Atau L = E A Dari penghitungan satelit, Energi matahari yang sampai ke Bumi dalam luasan satu meter persegi tiap detiknya ialah 1368 W. Nilai 1368 W m-2 s-1 ini disebut konstanta Matahari. Karena jarak Bumi-Matahari, d = 1,496 . 1011 m, maka Luminositas matahari: L = (1368)(4π)( 1,496 . 1011 )² L = 3,86 . 1026 W Temperatur efektif (permukaan) Matahari dapat dihitung dengan persamaan pertama, yaitu: T4 = L/ (4π d²σ) Karena yang akan dihitung temperatur permukaan Matahari, makan gunakan d = radius Matahari = 6,9 . 108 m, maka didapatkan: T = 5800 K Perhitungan modern memberikan nilai sekitar 5778 K. Adapun dalam kaitannya dengan panjang gelombang (frekuensi), dinyatakan dalam persamaan Wien λ = C/T Dengan λ panjang gelombang efektif (sebagian besar energy radiasi dipancarkan pada panjang gelombang ini), C konstanta Wien (2,898 . 10-3 m K) dan T temperatur. Dengan memasukkan nilai T = 5778 K, didapatkan panjang gelombang efektif, λ = 5,01 . 10-7 meter = 5010 Angstrom. Jika dinyatakan dalam frekuensi, gunakan hubungan f λ = c dengan c kelajuan cahaya dalam hampa, 299 795 458 m/s dan f dalam Hz. GERAK SEJATI BINTANG Bila diamati, bintang selalu bergerak di langit malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari akibat pergerakan Bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan revolusi Bumi). Walaupun begitu, bintang sebenarnya benar-benar bergerak, sebagian besar karena mengitari pusat galaksi, namun pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan berabad-abad. Gerak semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang. Gerak sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu: 1. Kecepatan radial : kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat (sejajar garis pandang). 2. Kecepatan tangensial : kecepatan bintang bergerak di bola langit (pada bidang pandang). Sedangkan kecepatan total adalah kecepatan gerak sejati bintang yang sebenarnya (semua komponen).
  • 9. KECEPATAN RADIAL Kecepatan radial, seperti telah dijelaskan sebelumnya, adalah kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat. Kecepatan ini biasanya cukup besar, sehingga terjadi peristiwa pergeseran panjang gelombang. Kecepatan radial bintang dapat diukur dengan metode Efek Doppler. atau dengan pendekatan untuk vr<<c dapat digunakan versi nonrelativistik yaitu: Kebanyakan gerak bintang-bintang yang dapat diaamati geraknya memiliki kelajuan yang jauh di bawah kelajuan cahaya, sehinggi kita gunakan saja persamaan yang kedua. Penting untuk mengetahui kecepatan bintang dan galaksi umumnya dinyatakan dalam km/s. KECEPATAN TANGENSIAL Kecepatan tangensial adalah kecepatan gerak bintang pada bola langit. Misalkan pada suatu tahun, bintang tersebut berada pada α,δ sekian, namun pada tahun berikutnya posisinya berubah. Perubahan koordinat dalam tiap tahun ini disebut proper motion (μ) yang merupakan kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per perubahan waktu). Kecepatan liniernya dinyatakan dalam satuan kilometer per detik. Kecepatan linier inilah yang dikatakan kecepatan tangensial, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus keliling lingkaran. Misal perubahan posisi bintang dari x ke x’, yaitu sebesar μ (detik busur) setiap tahunnya. Perhatikan gambar: gerak tangensial bintang d (parsec) dan μ (“) kita juga memiliki hubungan d = 1/p untuk d dalam parsec dan p dalam detik busur Keliling = 360 º = 1296000”
  • 10. Keliling = 2πd = 2π/p dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = ω d, maka: KECEPATAN TOTAL Di atas kita telah membahas kecepatan bintang dalam arah radial dan tangensial, sekarang kita akan mencari kecepatan total bintang, v. Karena arah sumbu radial dan tangensial tegak lurus, maka dengan mudah kita dapat menyelesaikannya menggunakan dalil Pythagoras atau trigonometri. Ingatlah sudut yang dibentuk antara sumbu radial dan vektor kecepatan bintang disebut sudut β. diagram kecepatan total v2 = vr 2 + vt 2 vr = v cos β vt = v sin β CONTOH: 1. Diketahui proper motion sebuah bintang 0”,348 dan paralaksnya 0”,214. Jika spektrum Hα deret Balmer bintang tersebut teramati pada panjang gelombang 6564 Å (1 angstrom, Å = 10-10 m). Tentukanlah kecepatan total bintang itu, Penyeleaian:
  • 11. Cari terlebih dahulu λ0 menggunakan formula Rydberg, untuk deret Balmer m = 2 dan alfanya n = 3 Didapatkan Δλ = 1 Å, dengan menggunakan persamaan doppler menggunakan c = 300000 km/s, vr = 45,7 km/s Dengan memasukkan nilai μ dan p didapatkan kecepatan tangensial, vt = 7,71 km/s Kecepatan totalnya dapat dicari dengan dalil Pythagoras, didapatkan v = 46,35 km/s