Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang dan sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai peraturan perundang-undangan. Sejarah otonomi daerah dimulai dari UU Nomor 1 Tahun 1945 hingga UU Nomor 5 Tahun 1974 yang mengatur tentang pembagian kekuasaan antara pemerintah p
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA
1. BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Demokrasi di Indonesia saat ini adalah demkrasi yang memperhatikan aspirasi
masyarakat. Menurut Kuncoro(2007:55)” demokrasi diartikan sebagai pemerintah
atau kekuasaan dari rakat untuk rakyat” dan demokrasi yang tepat dalam hal
pembagian kekuasaan adalah penerapan desentralisasi. Dalam era orde baru
pelaksanaan demokrasi seperti ini membuat orde baru jatuh pada masa krisis yang
tengah melada asia dan digantikan ke era reformasi yang menekankan kepada
demokrasi yang lebih bebas dalam berpendapat serta sistim demokrasi yang tidak
terpusat atau desentralisasi(Wijaya, 2005:2). Inti dari desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada
daerah menjadi urusan rumah tangganya.Untuk menjalankan system desentralisasi
ini, maka di bentuklah suatu system desentralisasi yang di sebut dengan otonomi
daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, kewajiban Daerah mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan adanya hal ini maka di harapkan terjadinya percepatan
ekonomi dan mempercepat tujuan pembagunan nasional.
Adanya otonomi daerah tentunya juga aka memacu daerah untuk mampu mengelola
daerahnya sediri agar mampu menjadi daerah yang mandiri dan menjadi sumber
bagi pembagunan nasional. Dengan adanya rangsangan yang memacu daerah
inilah yang akan membuat daerah berlomba-lomba meningkatkan potensinya
masing-masing sehingga mampu menimbulkan suatu percepatan ekonomi.
Maka sangatlah jelas bahwa otonomi daerah memiiki peran yang sangat penting
terhadap pembangunan suatu daerah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Otonomi Daerah ?
2.
Bagaimana Perkembangan Pelaksanaan Otonomi di Indonesia ?
3.
Bagaimana Otonomi Daerah Mampu Mempengaruhli Pertumbuhan Ekonomi
suatu Daerah ?
2. C.
Tujuan Pembuatan
1.
Mengetahui arti otonomi daerah
2.
Mengetahui jalannya pelaksanaan otonomi daerah
3.
Mengetahui bagaimana otonomi daerah mampu mempengaruhli pertumbuhan
ekonomi suatu daerah
3. BAB II
PEMBAHASAN
Menurut undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang di
maksud otonomi daerah adalah hak, wewenang, kewajiban Daerah mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Selanjutnya yang di maksud dengan daerah otonom, selanjutnya di
sebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah
tertentu yang berhak, berwenang, berkewajiban mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai
dengan peratura perundang-udangan yang berlaku. Otonomi daerah memiliki peran
penting dalam penerapan demokrasi di Indonesia terutama pada fungsi pembagian
kekuasaan yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan
otonomi daerah(desentralisasi). Konsep desentralisasi sendiri sebenarnya sudah
ada sejak tahun 1974 dengan di bentuknya Undang-Undang No. 5 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Akan tetapi gelombang perubahan
yang melanda Indonesia pasca jatuhnya pemerintahan orde baru, membuka wacana
dan gerakan baru tentang konsep desentralisasi yaitu otonomi daerah .
A.
Sejarah Pekembangan Otonomi Daerah
Sejarah perkembangan otonomi daerah dapat dibagi menjadi beberapa tahap
diantaranya sebagai berikut :
a. UU Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.
Dalam pasal 18 UUD 1945, dikatakan bahwa, “Pembagian daerah Indonesia ataas
dasar daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya
ditetapkan dengan Undang-Undang, dengabn memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara, dan hak-hak asal usul
dalam daerah yang bersifat istimewa”. Oleh karena itu Indonesia dibagi dalam
daerah-daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom yang pengaturanya dilakukan
dengan Undang-undang.Peraturan perundangan yang pertama yang mengatur
otonomi daerah di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945.UndangUndang ini dibuat dalam keadaan darurat, sehingga sehingga hanya mengatur halhal yang bersita darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri
dari 6 (enam ) pasal saja dan sama sekali tidak memiliki penjelasan. Penjelasan
4. kemudian dibuat oleh Menteri Dalam Negeri dan tentang penyerahan urusan
kedaerah tidak ada penjelasdan secara eksplisit.
Dalam undang-undang ini menetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan,
kabupaten dan kota berotonomi. Pada pelaksanaannya wilayah Negara dibagi
kedalam delapan propinsi berdasarkan penetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945.Propinsi-propinsi ini diarahkan untuk
berbentuk administratif belaka, tanpa otonomi.Dalam perkembangannya khususnya,
Propinsi Sumatera, propinsi berubah menjadi daerah otonom. Di propinsi ini
kemudian dibentuk Dewan Perwakilan Sumatera atas dasar Ketetapan Gubernur
Nomor 102 tanggal 17 Mei 1946, dikukuhkan dengan PP Nomor 8 Tahun 1947.
Peraturan yang terakhir menetapkan Propinsi Sumatera sebagai Daerah Otonom.
Dari uraian diatas maka tidak dapat dilihat secara jelas system rumah tangga apa
yang dianut oleh Undang-undang ini.
b. Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1948.
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU
nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 15 April 1948.
Dalam UU dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni :
a. Propinsi
b. Kabupaten/ Kota Besar
c. Desa/ Kota Kecil, negeri, marga dan sebagainya A s/d C tyang berhak mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri. (Soejito;1976)
Dalam undang-undang ini tidak dinyatakan mengenai system rumah tangga yang
dianutnya.Oleh karena itu untuk mengetahui system mana yang dianutnya, kita
harus memperhatikan pasal-pasal yang dimuatnya.Terutama yang mengatur batasbatas rumah tangga daerah. Ketentuan yang mengatur hal ini terutama terdapat
pada pasal 23 yang terdiri dari 2 ayat sebagi berikut:
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus rumah tangga
daerahnya.
2. Hal-hal yang masuk urusan rumah tangga tersebut dalam ayat 1 ditetapkan dalam
undang-undang pembentukan bagi tiap-tiap daerah. (Sujamto;1990)
5. Dari kedua pasal diatas terlihat bahwa luas daripada urusan rumah tangga atau
kewenangan daerah dibatasi dalam undang-undang pembentukannya.Daerah tidak
memiliki kewenangan untuk mengatur atau mengurus urusan-urusan diluar yang
telah termasuk dalam daftar urusan yang tersebut dalam UU pembentukannya
kecuali apabila urusan tersebut telah diserahkan kemudian dengan UU.
Dari uraian di atas terlihat bahewa UU ini menganut sistem atau ajaran materiil.
Sebagai mana dikatakan Nugroho (2001) bahwa peraturan ini menganut menganut
otonomi material., yakni dengan mengatur bahwa pemerintah pusat menentukan
kewajiban apasaja yang diserahkan kepada daerah. Artinya setiap daerah otonom
dirinci kewenangan yang diserahkan, diluar itu merupakan kewenangan pemerintah
pusat. Hanya saja sistem ini ternyata tidak dianut secara konsekuen karena dalam
UU tersebut ditemukan pula ketentuan dalam pasal 28 ayat 4 yang berbunyi:
“Peraturan daerah tidak berlaku lagi jika hal-hal yang diatur didalamnya kemudian
diatur dalam Undang-Undang atau dalam Peraturan pemerintah atau dalam
peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya”. (Sujamto;1990)
Ketentuan ini terlihat jelas membawa ciri sistem rumah tangga formil.Jadi pada
dasarnya UU ini menganut dua sistem rumah tangga yaitu formil dan materil.Hanya
saja karena sifat-sifat sistem materiil lebih menonjol maka banyak yang
beranggapan UU ini menganut sistem Materil.
Perlu dicatat bahwa pada 27 Desember 1949 RI menandatangani Konferensi Meja
Bundar, dimana RI hanya sebagai Negara bagian dari Republik Indonesia Serikat
yang wilayahnya hanya meliputi Jawa, Madura, Sumatera ( minus Sumatera Timur),
dan Kalimantan. Dengan demikian maka hanya pada kawasan ini sajalah UU ini
diberlakukan sampai tanggal 17 Agustus 1950 saat UUD sementara diberlakukan.
c. Undang-Undang Nomor 1 tahun1957
Dalam perjalannya UU ini mengalami dua kali penyempunaan yaitui dengan
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun
1960. Adapun nama resmi dari system otoniomi yang dianut adalah system otonomi
riil, sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam memori penjelan UU tersebut.
(Soejito;1976)
6. Ketentuan yang mencirikan tentang system otonomi yang dianutnya terdapat pada
pasal 31 ayat 1,2 dan 3 sebagai berikut:
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus segala urusan rumah
tangga daerahnya kecuali urusan yang oleh Undang-undang diserahkan kepada
peguasa lain.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan termaksud dalam ayat 1 diatas dalam
peraturan pembentukan ditetapkan urusan-urusan tertentu yasng diatur dan diurus
oleh dewan perwakilan Rakyat Daerah sejak saat pembentukannya.
3.
Dengan
peraturan
pemerintah
tiap-tiap
waktu
dengan
memperhatikan
kesanggupan dan kemampuan dari masing-masing daerah, atas usul dari dewan
perwakilan rakyat daerah yang bersangkutan dan sepanjang mengenai daerah
tingkat II dan III setelah minta pertimbangan dari dewan pemerintah daerah dari
daderah setingkat diatasny, urusan-urusan tersebut dalam ayat 2 ditambah denga
urusan lain.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut terlihat bahwa ciri-ciri system otonomi riil jauh
lebih menonjol dibandingkan dengan yang tedapat dalam UU nomor 22 tahun
1948.karena itu tidak aneh jika banyak para ahli yang tetap menganggabnya
sebagai sistem otonomi formil. Tetapi karena dualisme yang dianutnya seperti telihat
pada pasal 31 ayat 2 diatas maka tidak salah juga unutk mengatakan bahwa UU ini
menganut
system
yang
dapat
diberi
nama
sendiri
yaitu system
otonomi
riil. (Sujamto;1990)
Penyempurnaan pertama terhadap UU ini dilakukan berdasarkan Penetapan
Presiden Nomor 6 tahun1959. pemberlakukan PP dilatar belakangi oleh kembalinya
RI kedalam sistem Negara kesatuan dengan diberlakukannya kembali UUD 1945
melalui dDekrit Presiden 5 Juli 1959 menggantikan UUD Sementara tahun 1950.
dalam peraturan ini daerah tetap dibagi dalam tiga tingkatan, namun dengan
perbedaan bahwa Kepala Daerah I dan II tidak bertanggung jawab kepada DPRD I
dan II sehingga dualisme kepemimpinan di daerah dihapuskan. Kepala Daerah
berfungsi sebagi alat pusat di Daerah dan Kepala Daerah diberi kedududukan
sebagai Pegawai Negara.
d. Undang-undang Nomor 18 tahun 1965
7. UU ini hampir seluruhnya melanjutkan ketentuan yang ada dalam UU Nomor 1 tahun
1957 dan Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 serta Nomor 5 tahun 1960.
Dikatakan oleh Sujamto (1990) Seperti halnya UU Nomor 1 Tahun 1957 UU ini juga
menyatakan diri menganut Sistem Otonomi Riil. Bahkan dalam penjelasan umumnya
banyak sekali mengoper bagian dari penjelasan umum UU Nomor 1 Tahun 1957.
Dalam pelaksanaannya meski konsepsinya menyatakan adalah penyerahan otonomi
daerah secara riil dan seluas-luasnya, namun kenyataannya otonomi daerah secara
kesel;uruhan masih berupa penyerahan oleh pusat.daerah tetap menjadi actor yang
pasif.
e. UU Nomor 5 tahun 1974
Berbeda dengan dua UU terdahulu ( UU Nomor 1 tahun 1957 dan UU Nomor 18
tahun 1965) yang menyatakan diri menganut system otonomi riil UU nomor 5 tahun
1974 tidak berbicara apa-apa mengenai system otonomi yang dianutnya. UU ini
menyatakan otonomi
yang
nyata
dan
sebagai system atau faham ataupengertian akan
bertanggung
tetapi
sebagai
jawab bukan
suatu prinsip.
(Sujamto; 1990)
Sebagaimana
diketahui
pada
masa
pemerintahan
Orde
baru
melakukan
perombakan secara mendasar dalam penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi
daerah, melalui kebijakan yang tertuang di garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, yang antara lain mengatakan :
a. Asas desentralisai digunakan seimbang dengan asas dekonsentrasi dimana asas
dekonsentrasi tidak lagi dipandang sebagai suplemen atau pelengkap dari asas
desentralisasi ;
b. Prinsip yang dianut tidak lagi prinsip otonomi yang seluas-luasnya, melainkan
otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Di kemudian hari, MPR dengan
ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 menambahkan kata dinamis di samping kata
nyata dan bertanggungjawab.
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Dalam
Undang-undang ini juga menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung
8. jawab.Prinsip ini dianut untuk mengganti sistem otonomi rill dan seluas-luasnya yang
dianut oleh Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.
Adapun ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan terhadap luasnya urusan
rumah tangga daerah dapat dilihat dalam beberapa pasal berikut :
1. Pasal 5 yang merupakan ketentuan yang belum pernah ada pada semua UU
terdahulu yaitu yang mengatur tentang penghapusan suatu daerah.
2. Pasal 7 yang berbunyi daerah berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur
dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang undangan
yang berlaku;
3. Pasal 8 ayat 1 berbunyi “Penambahan penyerahan urusan pemerintahan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”
4. Pasal 9 yang berbunyi “sesuatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan
kepada daerah dapat ditarik kembali dengan pengaturan perundang-undangan yang
setingkat.
5. pasal 39 yang mengatur pembatasan-pembatasan terhadap ruang lingkup materi
yang yang dapat diatur oleh Peraturan Daerah.
Dari ketentuan-ketentuan diatas maka terlihat sesungguhnya UU adalah menganut
system atau ajaran rumah tangga material .dalam UU ini tidak ditemukan ketentuan
yang mengatakan tentang gugurnya suatu Peraturan Daerah apabila materinya telah
diatur dalam Peraturan perundang-undangan atau dalam peraturan daerah yang
lebih tinggi yang merupakan ciri dari system rumah tangga formil.
f. UU Nomor 22 tahun 1999
Sebagaimana UU Nomor 5 tahun 1974 dalam UU ini juga tidak dinyatakan secara
gamblang tentang system atau ajarang rumah tangga yang dianutnya.Untuk dapat
mengetahui system atau ajaran yang dianut kita harus melihatnya pada pasal-pasal
yang mengatur tentang pembatasan kewenangan atau luasnya uruasan yang
diberikan kepada daerah. Dalam UU sebutan daerah tingkat I dan II sebagaimana
UU Nomor 5 tahun 1974 dihilangkan menjadi hanya daerah propinsi dan daerah
kabupaten/ kota. Hierarki antara propinsi dan Kabupaten/ kota ditiadakan. Otonomi
9. yang luas diberikan kepada daerah kabupaten dan daerah kota. Sedangkan
propinsi.
Adapun ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan terhadap luasnya urusan
rumah tangga daerah dapat dilihat dalam beberapa pasal berikut :
1. Dalam pasal 7 dinyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan
dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan
bidang lain.
2. Dalam pasal 9 dinyatakan Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom
mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten
dan kota serta kewenangan yang tidak atau belum dilaksankan oleh kabupaten dan
kota. Selain itui kewenangan propinsi sebagai daerah administrative mencakup
kewenangan dalam bidang pemerintahan yanmg dilimpahkan kepada gubernur
selaku wakil pemerintah pusat.
3. Dalam pasal 10 ayat 1 daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang
tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan
sesuai dengan perundang-undangan.
4. Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan kota
mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan
dalam pasal 7 dan yang diatur dalam pasal 9.
Dari uraian diatas terlihat system atau ajaran rumah tangga yang digunakan atau
danutnya adalah perpaduan antara ajaran rumah tangga material dan ajaran rumah
tangga formil.Dikatakan menganut ajaran materil karena dalam pasal 7, pasal 9 dan
pasal 11dinyatakan secara jelas apa-apa saja yang menjadi urusan rumah tangga
yang merupakan ciri daripada system atau ajaran rumah tangga material.
Sedangkan dikatakan menganut pula ajaran formil antara lain terlihat pada pasal 10,
pasal 70 dan pasal 81 didalamnya dinyatakan bahwa daerah kabupaten dan kota
memiliki kewenangan untuk mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di
wilayahnya. Selain itu dkatakan bahwa peraturan daerah daerah tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan
10. perundangan-undangan yang lebih tinggi yang meruapakan ciri daripada system
atau ajaran rumah tangga formil.
f. UU Nomor 32 tahun 2004
Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang
berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai Pemerintah pusat,
selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintahan
daerah
adalah
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah
dalam UU 32/2004 adalah :
1.Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
2.Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertangung jawab.
3.Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota.
4.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.
5.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah
Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi
wilayah administratif.
11. 6.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
B.
Peranan Otonomi Daerah Terhadap Ekonomi Daerah
Era
reformasi
pembangunan
saat
ini
nasional
memberikan
dari
peluang
paradigma
bagi
perubahan
pertumbuhan
menuju
paradigma
paradigma
pemerataan pembagunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma
ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan
keuangan pusat dan daerah diatur dalam satu paket undang-undang yaitu UU No 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal.
Pertama,
otonomi
daerah
dan
desentralisasi
merupakan
jawaban
atas
permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disentrgrasi bangsa,
kemiskinan, ketidak merataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat
dan masalah pembaguna sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk
menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian
daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah dan kota dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah
secara proporsiona. Artinya, pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh
pengaturan, pembagian, dan pemamfaatan dan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal yang mendasar pada undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk
mendorong pemberdayaan masyarakat, perkembangan prakarsa dan kreativitas,
peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD.
UU ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk
membentuk
dan
melaksanakan
kebijakan
menurut
prakarsa
dan
aspirasi
masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah di berikan kewenagan penuh
untuk
merencanakan,
melaksanakan,
mengawasi,
mengendalikan
dan
12. mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partsipasi
masyarakat ini, desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas
pemerintahan lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi
pemerintah dari command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan
kebutuhan publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi
pelakasanaan peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan
entrepreneur (wirausaha ) dalam proses pembangunan.
Maka dengan demikan jelas bahwa peran otonomi daerah sangat besar terhadap
perkembangan ekonomi daerah karena otonomi daerah membeikan kewenangan
bagi daerah untuk mengelola segala potensi yang ada dalam daerahnya masingmasing. Hal ini akan menstimulan masyarakat daerah itu sendiri untuk berbuat lebih
maju agar daerahnya sendiri dapat maju dan berkembang.
C.
Bagaimana Otonomi Daerah Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Suatu
Daerah
Pemberian otonomi daerah di harapkan dapat meningkatkan efisiensi, efekivitas,
dan akuntanbilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah di tuntut
untuk mencari alternative sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi
harapan masi adanya bantuan dan bagian sharing dari pemerintah pusat dan
mengunakan dana publik sesuai dengan prioritan dan aspirasi masyarakat.
Dengan kondisi seperti ini, peran investasi swasta dan perusahaan milik daerah
sangat di harapkan sebagai pemicu utama pertumbuhandan pembagunan ekonomi
daerah.Daerah juga di harapkan mampu menarik investor untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulka efek multiplier yang besar.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada
daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin
mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya
terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah
tersebut, yaitu :
1.
Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah
2.
Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat
3.
Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (
berpartisipasi) dalam proses pembagunan.
13. Globalisasi ekonomi telah meningkatkan persaingan antar Negara dalam suatu
sistem
ekonomi
internasional.
Salah
satu
dengan
cara
menghadapi
dan
memamfaatkan perdagangan internasional adalah meningkatkan daya saing melalui
peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja. Sebagai langkah awal untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas, perlu dilakukan perubahan struktual untuk
memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional.
Menurut Mardiasmo( 2002) ” Perubahan struktual adalah perubahan dari ekonomi
tradisional yang subsistem menuju ekonomi yang modern yang berorientasi pada
pasar”. Untuk mendukung perubahan struktual dari ekonomi tradisional yang
subsistem menuju ekonomi yang modern ini di perlukan pengalokasian sumber
daya, penguatan kelembagaan, penguatan teknologi pembagunan sumber daya
manusia. Langkah-langkah yang perlu diambil dalam mewujudkan kebijakan
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Pemberian peluang atau skes yang lebih besar kepada asset prosuksi, yang
paling mendasar adalah askes pada dana.
2.
Memperkuat posisi transaksidan kemitraan usaha ekonomi rakyat.
3.
Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka kualitas
sumber daya manusia, disertai dengan upaya peningkatan gizi
4.
Kebijakan pengembangan industri harus mengarah pada penguatan industri
rakyat yang terkait dengan industri besar. Industri rakyat yang berkembang menjadi
industri-industri kecil dan menengah yang harus kuat menjadi tulang punggung
industri nasional.
5.
Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong tumbuhnya tenaga kerja yang
mandiri sebagai cikal bakal wirausaha baru yang nantinya berkembang menjadi
wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang.
6.
Pemerataan pembagunan antar daerah. Ekonomi rakyat tersebut tersebar di
seluruh penjuru tanah air,
Oleh karena itu pemerataan pembagunan daerah diharapkam mempengaruhi
peningkatan pembaguna ekonomi rakyat.
14. `BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas adalah :
1.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
2.
Pada masa orde baru peran pemerintah terlalu dominan dalam segala
kebijakan sehingga muncul gelombang baru pada era reformasi yang menghendaki
adanya kewenangan terhadap daerah memalui otonomi daerah
3.
Otonomi daerah memiliki peranan yang sangat besar terhadap perkembangan
ekonomi daerah karena otonomi memberikan kewenangan dagi daerah untuk
mengelola segala potensi yang ada dalam daerahnya masing-masing. Hal ini akan
menstimulan masyarakat itu sendiri untuk berbuat lebih maju agar daerahnya sendiri
maju
4.
Salah
satu
kunci
keberhasilan
penyelenggaraan
pemerintahan
dalam
menghadapi era global adalah dengan mengembangkan otonomi daerah dan
desentralisasi
fiskal.
Dengan
demikian,
diharapkan
mekanisme
perumusan
kebijakan yang akomodatif terhadap aspirasi masyarakat daerah dapat dibagun,
sehingga keberadaan otonomi daerah akan lebih bermakna dan pada akhirnya akan
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
15. DAFTAR PUSTAKA
Adi, W(Ed.). 2005.Otonomi Daerah dan Optimalisasi Sumber Daya Ekonomi,
Jakarta:Pusat Penenlitian Ekonomi-LIPI
Kaelan,(Ed.).2007.Pendidikan
Kewarganegaraan
Untuk
Perguruan
Tinggi.
Yogyakarta:Paradigma.
Kuncoro (2004).Otonomi dan Pembaguan Daerah;Reformasi,Perencanaan,Strategi
dan peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
Mardiasmo.2002. Otonomi
Daerah
Sebagai
UpayaMemperkokoh
Basis
Perekonomian Daerah. Ekonomi Rakyat. Jilid 4, No.3, (online).
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah