Dokumen tersebut membahas tentang pelaksanaan otonomi daerah dan implementasi alokasi dana desa (ADD) di Indonesia. ADD dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa agar dapat terlibat dalam pembangunan desa. Dokumen juga membahas peranan pemerintah desa dalam menyalurkan ADD untuk pembangunan fisik dan nonfisik di desa.
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak 2001 mengandung
konsekuensi yang cukup “menantang” bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi
membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah. Namun demikian, di sisi
yang lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah
yang sangat mendasar adalah perubahan pola pengelolaan daerah dari sentralistik
menjadi desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai pembangunan,
sumber daya manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas pembangunan, dan
masih banyak yang lain. Pembangunan nasional dan daerah merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembangunan desa. Desa merupakan basis
kekuatan sosial ekonomi dan politik yang perlu mendapat perhatian serius dari
pemerintah. Perencanaan pembangunan selama ini menjadikan masyarakat desa
sebagai objek pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah membuat kebijakan tentang desa dalam memberi pelayanan, peningkatan
peran serta dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan
masyarakat. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan keseluruhan belanja
daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah.
1
2. 2
Lahirnya otonomi daerah serta dalam era globalisasi, maka pemerintah
daerah dituntut memberikan pelayanan yang lebih prima serta memberdayakan
masyarakat sehingga masyarakat ikut terlibat dalam pembangunan untuk kemajuan
daerahnya, karena masyarakatlah yang lebih tahu apa yang mereka butuhkan serta
pembangunan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien, dan dengan sendirinya
masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab. Proses
pembangunan saat ini perlu memahami dan memperhatikan prinsip pembangunan
yang berakar dari bawah (grasroots), memelihara keberagaman budaya, serta
menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia. Pembangunan yang
dilakukan harus memuat proses pemberdayaan masyarakat yang mengandung makna
dinamis untuk mengembangkan dalam mencapai tujuan.
Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah
konsep kemandirian dimana program-program pembangunan dirancang secara
sistematis agar individu maupun masyarakat menjadi subjek dari pembangunan.
Kegagalan berbagai program pembangunan perdesaan di masa lalu adalah disebabkan
antara lain karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program-program
pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat. Proses pembangunan lebih
mengedepankan paradigma politik sentralistis dan dominannya peranan negara pada
arus utama kehidupan bermasyarakat.
Otonomi asli merupakan bentuk kewenangan yang hanya dimiliki oleh
Desa berdasarkan adat-istiadat yang hidup dan dihormati di suatu Desa yang
bersangkutan. Ini tampak kurang mendapat perhatian kita, sehingga dapat
menyebabkan kegiatan administrasi dalam organisasi pemerintahan tidak berjalan
seperti yang diharapkan. Hal semacam ini kemungkinan dapat membawa dampak
3. 3
negatif bagi suatu pemerintahan, maksudnya penyelenggaraan ataupun
pengembangan organisasi pemerintahan Desa tidak berjalan secara efektif dan
efisien. Untuk itu Pemerintah Desa mempunyai hak, wewenang dan kewajiban
memimpin pemerintahan desa yaitu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan
merupakan penyelenggara dan penanggung jawab utama di bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan
pemerintahan Desa.
Implementasi Otonomi Daerah salah satu aspeknya adalah pengelolaan
keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu program daerah
bidang keuangan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu serta mengemban misi
mewujudkan suatu strategi melalui berbagai kegiatan. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dimana penyelenggaraan urusan pemerintah
desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa dan Bantuan Pemerintah Desa sesuai dengan surat Menteri Dalam Negeri
Nomor: 140/640SJ tanggal 22 Maret 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa
(ADD) dari pemerintah Kabupaten kepada Pemerintah Desa. Melalui Alokasi Dana
Desa, desa berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial
kemasyarakatan desa secara otonom. Alokasi Dana Desa adalah dana yang diberikan
kepada desa yang berasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan
daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.
Konsep alokasi dana desa sebenarnya bermula dari sebuah kritik dan refleksi
terhadap model bantuan desa yang diberikan oleh pemerintah pusat bersamaan
dengan agenda pembangunan desa sejak tahun 1969. Dalam mendesain transfer
keuangan pusat dengan daerah, Orde Baru ternyata masih melanjutkan pola yang
4. 4
dipakai Orde Lama. Beragam jenis transfer keuangan kepada desa tersebut
diantaranya adalah Bantuan Desa (Bandes), dana pembangunan desa (Bangdes), serta
Inpres Desa Tertinggal/IDT (Sidik, 2002).
Pemberian alokasi dana desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa
untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan
desa yang berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, demokratisasi, pemberdayaan
masyarakat. Peran pemerintah desa ditingkatkan dalam memberikan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat serta mempercepat pembangunan dan pertumbuhan
wilayah-wilayah strategis, sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan. Niat dan keinginan pemerintah
(negara/daerah) untuk membangun dan mengembangkan sebuah wilayah sangatlah
mendapat dukungan dari masyarakat, realisasi dari niat dan keinginan ini haruslah
berbentuk kesejahteraan dan kebanggan sebagai anggota masyarakat (negara/daerah)
(Miraza, 2005).
Tujuan pelaksanaan alokasi dana desa adalah: 1) meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya; 2) meningkatkan
kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa;
3) meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat desa; serta 4) mendorong peningkatan swadaya gotong
royong masyarakat. Adapun program alokasi dana desa (ADD) yang dilaksanakan di
Kecamatan Khusus di Desa Sederhana adalah: 1) Biaya operasional penyelenggaraan
pemerintah desa; 2) Biaya operasional BPD; 3) Tambahan penghasilan kepala desa
5. 5
dan perangkat desa; 4) Bantuan biaya operasional LKMD; 6) Bantuan operasional
PKK; 7) Bantuan operasional Posyandu; 8) Bantuan pengembangan sosial budaya,
keagamaan, dan pembinaan generasi muda.
Pelaksanaan Alokasi Dana Desa ini dilaksanakan dengan pembangunan fisik
dan non fisik yang berhubungan dengan Indikator Perkembangan Desa. Indikator
Perkembangan Desa meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat
kesehatan. Walaupun masih ada desa-desa yang belum berhasil dalam pembangunan
fisik, namun pemberian Alokasi Dana Desa dengan pembangunan fisik dianggap
relatif cukup memenuhi prasarana dan sarana desa.
Usaha penerapan program ADD yang dicanangkan oleh Pemerintah
Kabupaten Umum ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Kecamatan
Khusus dalam memaksimalkan pemanfaatan alokasi dana desa. Penggunaan ADD di
Kecamatan Khusus telah berjalan sesuai dengan program yang dilaksanakan.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat cukup berkembang dalam penggunaan ADD
sehingga ekonomi masyarakat menunjukkan adanya peningkatan dengan terlibatnya
masyarakat dalam usaha ternak dan anyaman. Hal ini menjadi perhatian pemerintah
kecamatan dan pemerintah desa sebagai pengambil kebijakan adalah bagaimana
menerapkan agar program alokasi dana desa ini sebagai langkah strategis dalam
usaha pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan ekonomi Kecamatan Khusus
Desa Sederhana Kabupaten Umum.
Pada saat pola pemerintahan sentralistik, daerah menerima saja program-
program yang telah dirancang dari pusat. Akan tetapi, sekarang ini daerah harus
melakukan sendiri aktivitas perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Dengan
beban pekerjaan yang semakin banyak tersebut, maka sumber daya manusia harus
6. 6
siap, baik jumlah maupun kualitasnya. Sedangkan dalam hal sumber pembiayaan
pembangunan, daerah dituntut untuk mampu membiayai sebagian besar kegiatan
pembangunannya, sehingga sekali lagi diperlukan sumber daya manusia yang kreatif
yang dapat menghasilkan pemikiran, konsep, dan kebijakan bagi pemenuhan sumber
pembiayaan pembangunan.
Melaksanakan tugas dan kewajibannya, Pemerintah desa bertanggung jawab
kepada rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan menyampaikan
laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati. Pemerintah desa dalam hal
ini Kepala Desa dilarang melakukan kegiatan-kegiatan atau tindakan yang merugikan
kepentingan negara, pemerintah, pemerintah Daerah dan masyarakat Desa.
Maksudnya untuk menghindarkan penyimpangan-penyimpangan yang akan
merugikan kepentingan umum khususnya kepentingan Desa itu sendiri. Pemerintah
desa harus mengadakan kerjasama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan
keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat. Dalam hal ini tugas Pemerintah
desa khususnya Kepala Desa harus mengarahkan aparat-aparat pemerintah Desa,
memberikan dorongan dan motivasi dalam melaksanakan masing-masing tugasnya,
agar organisasi pemerintahan di Desa berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pada dasarnya suatu organisasi akan mati apabila kegiatan administrasi tidak jelas,
karena kita tahu bahwa fungsi Pemerintah Desa dalam mengembangkan organisasi
pemerintahan sangat penting. Untuk itu ada 3 fungsi yang harus dimiliki oleh seorang
Pemimpin baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah Daerah termasuk
Pemerintah Desa memiliki 3 peranan yang sangat strategis dalam membangun
desanya yaitu stabilitas, alokasi dan distribusi. Adapun batasan pengertian ke 3 fungsi
tersebut adalah :
7. 7
a. Stabilitas adalah kemantapan, kestabilan, keseimbangan
b. Alokasi adalah Penentuan penggunaan sumber daya secara sistematis (misalnya
tenaga kerja, mesin dan perlengkapan demi pencapaian hasil yang optimal).
c. Distribusi adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau
ke beberapa tempat.
Di dalam meningkatkan atau mengembangkan organisasi pemerintah dalam
suatu Desa maka yang harus dilakukan oleh seorang Kepala Desa selaku Pemimpin
adalah mengarahkan atau memberikan motivasi terhadap aparat pemerintah agar
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, karena keberhasilan suatu organisasi baik
itu organisasi besar atau kecil tergantung dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Oleh karena itu peran serta masyarakat terhadap pengembangan organisasi
pemerintah sangat diharapkan terutama para pemuda sebagai penggerak atas
berhasilnya segala pembangunan di desa tersebut Dalam hal ini tidak lepas tanggung
jawab seorang Kepala Desa selaku pembina masyarakat demi terselenggaranya
otonomi.
Sehubungan dengan hal tersebut, kewajiban pemerintah dalam menyediakan
berbagai infrastruktur sosial yang memadai khususnya dalam wilayah desanya
sendiri seperti penyediaan lingkungan yang layak, peningkatan keterampilan, fasilitas
umum, sarana transportasi dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur tersebut mutlak
dilakukan agar desa dapat tumbuh dan berkembang dan mampu menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri demi tercapainya kehidupan masyarakat yang aman,
sejahtera dan damai.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka strategi dan program kebijakan
pemerintahan selaku Pemimpin harus memiliki relevansi yang dapat memudahkan
8. 8
masyarakat ikut berpartisipasi sekaligus turut pula menikmati hasil-hasil kerja mereka
dengan baik. Ini berarti pula bahwa setiap peraturan yang ada dalam organisasi
tersebut sangat perlu dituangkan dalam aturan dan kebijakan yang lebih sederhana,
mudah dan biaya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat di desa.
Berkaitan dengan hal tersebut, implementasi pengembangan terhadap
organisasi pemerintahan desa dalam struktur penataan harus berpijak pada asas
efektivitas dan efisiensi dengan tetap menjunjung tinggi hak-hak individu dalam
masyarakat untuk berkembang semaksimal mungkin. Mekanisme pelayanan
organisasi pemerintah pada hakikatnya perlu diarahkan pada fungsi pelayanan sosial
yang benar-benar mengedepankan kepentingan masyarakat sehingga peran
pemerintah selaku Pemimpin benar-benar terwujud. Namun tidak dapat dipungkiri
bahwa prosedur apapun bentuk dan jenisnya telah sering disalahgunakan
oleh oknum aparat dan seringkali dianggap sebagai alat untuk melegitimasi
kekuasaan birokrasi.
Salah satu aspek yang kadangkala dimanfaatkan oleh oknum aparat dalam
mencari keuntungan dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan adalah
lemahnya aturan yang ada dan tidak jelasnya mekanisme dan prosedur dalam
memperoleh kebijaksanaan. Untuk itu sebagai aparat pemerintah desa harus adil
dalam mengambil keputusan dan harus benar-benar berada dalam panutan di
masyarakat agar dalam pengembangan organisasi pemerintah tersebut
berkembang sesuai dengan aturan yang ada.
Pembangunan infrastruktur desa harus lebih didasarkan atau ditentukan oleh
masyarakat itu sendiri sehingga memungkinkan tumbuhnya keswadayaan/partisipasi
masyarakat dalam proses pelaksanaannya. Di sisi lain, infrastruktur yang dibangun
9. 9
juga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat dalam
mengelola dan memelihara setelah proyek tersebut berakhir, dan di dalam
pembangunan infrastruktur desa hendaknya mempunyai sasaran yang tepat, sehingga
sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien (Suriadi,
2005: 61). Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, antara lain menegaskan bahwa “Pemberian Otonomi Luas kepada Daerah
diarahkan untuk memepercepat terwujudnya kesejahtaraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat”.
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan, penyertaan peran serta, prakarsa dan Pemberdayaan Masyarakat yang
bertujuan pada Peningkatan Kesejahtraan Rakyat. Oleh karena itu kebijakan
pemberdayaan masyarakat merupakaan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan
Otonomi Daerah yang luas,nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan di Daerah
Kabupaten dan Kota. Dalam rangka untuk mencapai tujuan pembangunan
infrastruktur desa secara lebih efektif, maka pemerintah desa dan masyarakatnya
perlu menciptakan suatu strategi pencapaian tujuan tersebut. Dalam merancang
strategi yang dimaksud, pemerintah desa perlu memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Keterpaduan pembangunan desa, dimana kegiatan yang dilaksanakan memiliki
sinergi dengan kegiatan pembangunan yang lain.
2. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan dari proses
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan.
3. Keberpihakan, dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan
hasil kepada seluruh masyarakat desa.
10. 10
4. Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat memperoleh kepercayaan dan
kesempatan luas dalam kegiatan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan maupun pemanfaatan hasilnya.
Suatu pembangunan akan tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik
dan dimanfaatkan hasilnya apabila pembangunan yang dilakukan tersebut benar-
benar memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk memungkinkan hal itu terjadi,
khususnya pembangunan perdesaan, mutlak diperlukan pemberdayaan masyarakat
desa mulai dari keikutsertaan perencanaan sampai pada hasil akhir dari pembangunan
tersebut.
Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah
dan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang desa memberikan kesempatan
kepada masyarakat desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keaneka-ragaman daerah. Masyarakat memiliki peran
cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan
orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki. Nilai-nilai kedaulatan
selayaknya dibangun sebagai kebutuhan kolektif masyarakat dan bebas dari
kepentingan individu dan atau golongan.
Usaha untuk menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang
merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu
pemerintah, swasta dan warga desa. Dalam prakteknya, peran dan prakarsa
11. 11
pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan pelaksanaan maupun untuk
meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis warga desa dalam pembangunan
desa. Berbagai teori mengatakan, bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa
menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Sedangkan untuk menumbuhkan
kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana
untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa
dalam pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemimpin desa khususnya
pimpinan dan kepemimpinan pemerintah desa atau Kepala Desa. Sebab pada tingkat
pemerintahan yang paling bawah, kepala desa sebagai pimpinan pemerintah desa atau
aktor dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa menjadi ujung tombak
pelaksanaan dan terlaksananya pembangunan desa maupun dalam menumbuhkan
kesadaran warga desa untuk berperan serta dalam pembangunan desa.
Salah satu sasaran pokok pembangunan Desa ialah memberantas atau
setidak-tidaknya mengurangi kemiskinan, meningkatkan taraf hidup yang lebih layak.
Pembangunan desa harus melibatkan sebagian besar penduduk, yang hasilnya dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat. Kiranya cukup disadari bahwa tidak jarang
terjadi, hasil pembangunan desa hanya dinikmati oleh sekelompok elite desa atau
bahkan oleh orang-orang di luar lingkungan desa (Suwondo, 1982: 73).
Isu pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan pada era globalisasi
khususnya pada zaman otonomi daerah semakin banyak dibicarakan dalam forum-
forum diskusi yang dilakukan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, nasional
dan internasional, dan melalui artikel-artikel dalam media massa. Kesimpulannya
mempersoalkan sikap apatis masyarakat terhadap proyek pembangunan, partisipasi
masyarakat yang rendah dalam pembangunan, penolakan masyarakat terhadap
12. 12
beberapa proyek pembangunan, ketidakberdayaan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan serta pemecahan masalahnya, tingkat adopsi masyarakat yang rendah
terhadap inovasi, dan masyarakat cenderung menggantungkan hidup terhadap
bantuan pemerintah, serta kritik-kritik lainnya yang umumnya meragukan bahwa
masyarakat memiliki potensi untuk dilibatkan sebagai pelaksana pembangunan.
Meskipun kritik-kritik diatas ada benarnya, tetapi dengan hanya menyalahkan
masyarakat tanpa mencari faktor-faktor penyebabnya maka permasalahannya tidak
dapat dipecahkan (Suriadi, 2005: 56).
Pendekatan top-down tidak mengembangkan masyarakat untuk mempunyai
tanggung jawab dalam mengembangkan ide-ide baru yang lebih sesuai dengan
kondisi setempat dan mengakibatkan ketergantungan. Namun masyarakat harus
diberi kepercayaan dalam pembangunan, dimana hasil yang lebih berkelanjutan akan
dicapai jika masyarakat diberikan kepercayaan agar dapat menentukan proses
pembangunan yang dibutuhkan mereka sendiri, sementara pemerintah dan lembaga
lain mempunyai peran sebatas mendukung dan memfasilitasi. Pendekatan
pemberdayaan masyarakat ini akan mengantar masyarakat dalam berproses untuk
mampu menganalisa masalah dan peluang yang ada serta mencari jalan keluar sesuai
sumber daya yang merekamiliki. Mereka sendiri yang membuat keputusan-keputusan
dan rencana-rencana, mengimplementasikan serta mengevaluasi keefektifan kegiatan
yang dilakukan.
Kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak memenuhi sasaran karena
kurangnya pemberdayaan masyarakat, bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat
menentang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal:
1)Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil orang dan tidak
13. 13
menguntungkan rakyat banyak bahkan pada sisi estrem dirasakan merugikan.
2)Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat
kurang memahami maksud tersebut. 3)Pembangunan dimaksudkan untuk
menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak
sesuai dengan pemahaman tersebut. 4)Pembangunan dipahami akan menguntungkan
rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pembangunan yang dilaksanakan dengan
menggunakan paradigma pemberdayaan sangat diperlukan untuk mewujudkan
partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan di desa, kelurahan, dan kecamatan. Untuk mewujudkan pemberdayaan,
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan
pembangunan yang partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku
pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab dan demokrasi, sedangkan pada
tatanan masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran
serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.
Pembangunan wilayah pedesaan tidak terlepas dari peran serta dari seluruh
masyarakat pedesaan, sehingga kinerja seorang kepala desa sebagai kepala
pemerintahan desa harus dapat menjalankan tugas pokok memimpin dan
mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah
tangga desa, melakukan pembinaan dan pembangunan masyarakat, dan membina
perekonomian desa. Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian
14. 14
kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban,
lambat, dan berbelit-belit serta formalitas.
Masyarakat yang dinamis telah berkembang dalam berbagai kegiatan yang
semakin membutuhkan aparatur pemerintah yang profesional. Seiring dengan
dinamika masyarakat dan perkembangannya, kebutuhan akan pelayanan yang
semakin kompleks serta pelayanan yang semakin baik, cepat, dan tepat. Aparatur
pemerintah yang berada ditengah-tengah masyarakat dinamis tersebut tidak dapat
tinggal diam, tetapi harus mampu memberikan berbagai pelayanan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia,
khususnya di beberapa kabupaten, menyebabkan terjadinya perubahan sistem dan
struktur kepemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Untuk menghadapi
perubahan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Umum berkewajiban
meningkatkan kemampuan aparatur pemerintahannya di berbagai bidang, antara lain
peningkatan kemampuan SDM seperti keahlian, pengetahuan dan ketrampilan dengan
melalui pendidikan, pelatihan, kursus, magang, seminar/diskusi dan lain-lain.
Pemerintahan Kabupaten Umum dalam rangka peningkatan mutu dan
kualitas SDM, sudah melaksanakan pelatihan penjenjangan dan pelatihan teknis
Pemerintahan Desa sebagai aplikasi dari Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2001
tentang peningkatan aparatur pemerintahan dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
2005 tentang pemerintahan desa, yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan
aparatur pemerintahan desa. Pelatihan tersebut dilakukan secara bertahap baik di
tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan. Harapan dari terlaksananya program
pendidikan dan pelatihan tersebut adalah dapat meningkatkan kinerja kepala desa
15. 15
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur pemerintah di
desa.
Pada dasarnya kinerja pemerintah desa tidak cukup hanya dengan
peningkatan pendidikan dan pelatihan saja, tetapi bisa juga dilakukan melalui
peningkatan motivasi kepada mereka. Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentu
oleh adanya suatu kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan
sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat
bekerja sehingga kinerja dapat meningkat. Kinerja pemerintah desa sebagai aparatur
pemerintahan desa khususnya yang ada di Kabupaten Umum tentu dipengaruhi oleh
kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika
pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi
juga faktor pengalaman akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam
pelaksanaan tugas kepemerintahan desanya. Seorang kepala desa yang sudah lama
bekerja sebagai kepala desa akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang
baru bekerja sebagai kepala desa, dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah
melaksanakan tugas kesehariannya sebagai aparatur pemerintahan desa.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik
untuk melaksanakan penelitian dengan judul: Peranan Pemerintah Desa Dalam
Memberdayakan Masyarakat Di Era Otonomi Daerah pada Desa Sederhana
Kecamatan Khusus Kabupaten Umum
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas maka dalam penelitian ini
penulis mengangkat beberapa permasalahan yaitu:
16. 16
1. Bagaimana peranan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa
Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum ?
2. Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat Pemerintah desa dalam
memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten
Umum ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan Pemerintah desa dalam
memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten
Umum.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemerintah
desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana Kecamatan Khusus
Kabupaten Umum.
D. Manfaat Penelitian
1. Dari segi teoritis atau aspek keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi kontribusi bagi pengembangan konsep keilmuan khususnya dalam
bidang kajian yang berhubungan dengan pengembangan organisasi pemerintah
Desa khususnya Kecamatan Khusus Kabupaten Umum.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi dan bahan masukan bagi peranan Kepala Desa sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku dalam meningkatkan pembangunan di
daerahnya.
17. 17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu mengemukakan teori-teori
sebagai kerangka berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana penelitian menyoroti
masalah yang dipilih. Sugiono (2005: 55) menyatakan bahwa landasan teori perlu
ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar
perbuatan coba-coba. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah
sebagai berikut:
A. Peranan
Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang
atas sesuatu pekerjaan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Peranan adalah
tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Peranan merupakan
18. 18
suatu aspek yang dinamis dari suatu kedudukan (status). Peranan merupakan sebuah
landasan persepsi yang digunakan setiap orang yang berinteraksi dalam suatu
kelompok atau organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan
kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas dan mungkin juga tidak begitu
jelas. Tingkat kejelasan ini akan menentukan pula tingkat kejelasan peranan
seseorang (Sedarmayanti, 2004: 33).
Menurut Soekanto (2003: 243) peranan adalah aspek dinamis kedudukan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Setiap orang memiliki macam-
macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidup. Hal ini sekaligus berarti
bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat dalam menjalankan
suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat dalam organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku yang penting bagi struktur sosial
masyarakat
B. Pemerintah Desa.
Secara umum di Indonesia, desa (atau yang disebut dengan nama lain sesuai
bahasa daerah setempat) dapat dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil yang dikelola
secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam di dalamnya
18
19. 19
dengan aturanaturan yang disepakati bersama, dengan tujuan menciptakan
keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak dan
tanggungjawab bersama kelompok masyarakat tersebut. Wilayah yang ada
pemerintahannya Desa/Kelurahan langsung berada di bawah Camat. Dalam sistem
administrasi negara yang berlaku sekarang di Indonesia, wilayah desa merupakan
bagian dari wilayah kecamatan, sehingga kecamatan menjadi instrumen koordinator
dari penguasa supra desa (Negara melalui Pemerintah dan pemerintah daerah).
Pada awalnya, sebelum terbentukya sistem pemerintahan yang menguasai
seluruh bumi nusantara sebagai suatu kesatuan negara,1 urusan-urusan yang dikelola
oleh desa adalah urusan-urusan yang memang telah dijalankan secara turun temurun
sebagai norma-norma atau bahkan sebagian dari norma-norma itu telah melembaga
menjadi suatu bentuk hukum yang mengikat dan harus dipatuhi bersama oleh
masyarakat desa, yang dikenal sebagai hukum adat. Urusan yang dijalankan secara
turun temurun ini meliputi baik urusan yang hanya murni tentang adat istiadat,
maupun urusan pelayanan masyarakat dan pembangunan (dalam administrasi
pemerintahan dikenal sebagai urusan pemerintahan), bahkan sampai pada masalah
penerapan sanksi, baik secara perdata maupun pidana.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian desa dari sudut pandang sosial
budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar
20. 20
mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen
dan banyak bergantung secara langsung dengan alam. Oleh karena itu, desa
diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris,
mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat
pendidikan yang rendah (Juliantara, 2005: 18).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005, Desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan berada di kabupaten/kota, dalam pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa desa
dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi
sosial budaya masyarakat setempat. Pada ayat (2) tertulis bahwa pembentukan desa
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jumlah Penduduk.
b. Luas Wilayah.
c. Bagian Wilayah Kerja.
d. Perangkat, dan.
e. Sarana dan Prasarana Pemerintahan.
Pembangunan nasional, desa memegang peranan yang sangat penting, sebab
desa merupakan struktur pemerintahan terendah dari sistem pemerintahan Indonesia.
Setiap jenis kebijakan pembangunan nasional pasti bermuara pada pembangunan desa
sebab pembangunan Indonesia tidak akan ada artinya tanpa membangun desa, dan
bisa dikatakan bahwa hari depan Indonesia terletak dan tergantung dari berhasilnya
21. 21
kita membangun desa. Sehingga dengan semangat desentralisasi dalam otonomi
daerah ini masyarakat haruslah dilibatkan atau diberdayakan dalam pembangunan
desanya. Sebab disadari atau tidak bahwa pembangunan desa telah banyak dilakukan
sejak dari dahulu hingga sekarang, tetapi secara umum hasilnya belum memuaskan
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Desa memiliki hak otonomi tetapi tetap dalam ikatan pemerintah Republik
Indonesia. Hak otonomi maksudnya berhak menyelenggarakan rumah tangganya
menurut keputusan sendiri, berhak mengatur rumah tangganya sendiri, asal tidak
bertentangan dengan peraturan pemerintah di desanya dan berkewajiban
melaksanakan peraturan pemerintah Desa. Sedangkan Kelurahan tidak memiliki hak
otonomi dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya menurut keputusan
sendiri. Hanya menyelenggarakan pemerintahan menurut peraturan pemerintah di
atasnya. Inilah bedanya dengan Desa seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004.
Di Desa terdapat masalah yang dihadapi masyarakat. Ada masalah
kesehatan, masalah pekerjaan dan pendapatan, pendidikan, pertanian, lingkungan
hidup dan lain sebagainya. Masyarakat berharap dapat lepas dari masalah-masalah
itu karena itu masalah-masalah warga masyarakat dalam kebutuhannya untuk
meningkatkan taraf hidupnya antara lain kebutuhan pokok seperti makanan yang
cukup dan sehat, rumah yang sehat, pakaian yang memadai, kebutuhan pengetahuan,
keterampilan, penghasilan yang cukup, lingkungan yang apik dan sehat dan Iain-lain.
Di Desa sebenarnya terdapat potensi sumber daya. Ada potensi sumber daya
alam atau sumber daya lingkungan dan sumber daya manusia. Agar terpenuhi
kebutuhannya maka mau tidak mau sumber daya itu harus dimanfaatkan dengan baik.
7
22. 22
Untuk itulah perlu adanya pembangunan sebab pembangunan Desa mencakup
berbagai bidang kehidupan masyarakat baik itu lahir maupun batin. Pembangunan
mencakup pribadi warganya dan lingkungannya, pembangunan untuk meningkatkan
kesejahteraan warganya. Semua elemen penting yang terdapat pada institusi desa
diharapkan selalu mengetahui apa masalah warganya dan apa kebutuhannya.
Bukankah pembangunan itu untuk penduduknya sendiri dan bukankah pemerintahan
Desa diadakan untuk membangun Desa dan masyarakat. Dalam hal ini seorang
Kepala Desa harus menempatkan dirinya sebagai Pemimpin yang baik yang bisa
mengayomi masyarakatnya, yang siap mendengar keluh kesah warganya dalam hal
apapun, agar masyarakatnya benar-benar percaya bahwa pemimpinnya selalu
bersikap adil dan tidak berpihak pada yang satu atau yang lainnya.
Wujud demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk badan
permusyawaratan desa atau sebutan lain sesuai dengan budaya yang berkembang di
desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan
peraturan desa, anggaran dan pendapatan dan belanja desa, dan keputusan kepala
desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra
kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa. Pemerintah desa
terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari Sekretaris
Desa, pelaksana teknis lapangan, unsur kewilayahan dan perangkat desa lainnya yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan
sekretaris desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi syarat.
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 1 (7) Pemerintah desa adalah
penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan
23. 23
permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul, adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah desa
atau yang disebut juga dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa berwarga negara Republik
Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan diatur oleh peraturan
daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Calon kepala desa yang
memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala
desa. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum dapat beserta hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan,
hukum adat setempat yang ditetapkan dalam peraturan daerah dengan berpedoman
pada peraturan pemerintah.
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 pasal 14 dan 15 disebutkan bahwa Kepala Desa
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan. Urusan pemerintahan yang dimaksud adalah pengaturan kehidupan
masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa,
pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan badan usaha milik desa, dan
kerjasama antar desa. Urusan pembangunan yang dimaksud adalah pemberdayaan
masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa, seperti jalan
desa, jembatan desa, pasar desa. Urusan kemasyarakatan ialah pembedayaan
masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang
kesehatan, pendidikan, dan adat-istiadat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
diatas, Kepala Desa mempunyai wewenang:
24. 24
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD.
b) Mengajukan rancangan peraturan desa.
c) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
d) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk
dibahas dan ditetapkan bersama BPD.
e) Membina kehidupan masyarakat desa.
f) Membina perekonomian desa.
g) Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
h) Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,dan;
i) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepala desa mempunyai kewajiban:
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme (KKN);
f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
25. 25
i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan
o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, Kepala Desa mempunyai
kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD,
serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa ini disampaikan kepada
Bupati/Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun. Laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada BPD sebagaimana diatas disampaikan 1 (satu) kali
dalam satu tahun dalam musyawarah BPD.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat dapat berupa
selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara
lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas atau media
lainnya. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) PP No. 72
Tahun 2005 yaitu Sekretaris Desa yang bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris
Desa bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Sekretaris Desa diisi dari Pegawai
Negeri Sipil yang diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama
Bupati/Walikota. Yang memenuhi persyaratan, yaitu:
26. 26
a. Berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat;
b. Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
c. Mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
d. Mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang
perencanaan
e. Memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan
f. Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.
Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa.
Pengangkatan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa, dan usia perangkat desa tersebut paling rendah 25 (dua
puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun. Mengenai Perangkat Desa
Lainnya ini diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Di desa dapat dibentuk
lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman
pada peraturan perundang-undangan. Lembaga kemasyarakatan ini bertugas
membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat
desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban
tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, dan pengelolaan keuangan desa. Sumber
pendapatan desa adalah:
a. Pendapatan asli desa (hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan
partisipasi, hasil gotong-royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah).
b. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus)
dan dari retribusi Kabupaten/Kota.
27. 27
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang
pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana
desa;
d. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Desa memiliki hak otonomi tetapi tetap dalam ikatan pemerintah Republik
Indonesia. Hak otonomi maksudnya berhak menyelenggarakan rumah tangganya
menurut keputusan sendiri, berhak mengatur rumah tangganya sendiri, asal tidak
bertentangan dengan peraturan pemerintah di desanya dan berkewajiban
melaksanakan peraturan pemerintah Desa. Sedangkan Kelurahan tidak memiliki hak
otonomi dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya menurut keputusan
sendiri. Hanya menyelenggarakan pemerintahan menurut peraturan pemerintah di
atasnya. Inilah bedanya dengan Desa seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004.
Di Desa terdapat masalah yang dihadapi masyarakat yang meliputi: masalah
kesehatan, masalah pekerjaan dan pendapatan, pendidikan, pertanian, lingkungan
hidup dan lain sebagainya. Masyarakat berharap dapat lepas dari masalah-masalah
itu karena itu masalah-masalah warga masyarakat dalam kebutuhannya untuk
meningkatkan taraf hidupnya antara lain kebutuhan pokok seperti makanan
yang cukup dan sehat, rumah yang sehat, pakaian yang memadai, kebutuhan
pengetahuan, keterampilan, penghasilan yang cukup, lingkungan yang apik dan sehat
dan Iain-lain.
28. 28
Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pengembangan organisasi
pemerintah yang telah diprogramkan perlu didukung oleh aparatur pelaksana yang
mampu, dan untuk itu perlu dijalin hubungan serasi antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, dan antara pemerintah daerah dengan pemerintah di bawahnya
sampai pada unit pemerintahan yang terendah yaitu pemerintah Desa.
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam
Undang-undang nomor 05 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
yang telah dirubah menjadi Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang otonomi
daerah yang kemudian telah disempurnakan menjadi Undang-undang 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Tertib hukum dan menciptakan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan
organisasi pemerintahan di Indonesia, tetapi juga yang penting adalah mensukseskan
pembangunan di segala bidang di Seluruh Indonesia guna mencapai cita-cita
nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yaitu
masyarakat adil dan makmur baik materil maupun spritual bagi Seluruh rakyat
Indonesia. Maka perlu memperkuat kedudukan pemerintahan desa agar mampu
menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengembangkan organisasi
dan makin mampu menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang makin
meluas dan efektif.
Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan DPR menetapkan Undang-
undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa sebagai pengganti dari
Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 disempurnakan dengan Undang-undang
29. 29
Nomor 32 tahun 2004. Prinsip dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa
berdasarkan Undang-undang nomor 32Tahun 2004 adalah :
a. Untuk menjamin Terselenggaranya tertib pemerintahan dan sesuai pula dengan
sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka pengaturan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan Desa sejauh mungkin diseragamkan. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan atas
Desa di Seluruh Indonesia yang beraneka ragam baik dalam susunan masyarakat,
tata hukum adatnya maupun latar belakang kehidupannya sebagai satuan
masyarakat terkecil. Keseragaman tersebut meliputi kebijaksanaan-kebijaksanaan
pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa yang diarahkan kepada
perwujudan daya guna dan hasil guna yang rasional.
b. Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa hanya
mengatur Desa dan Kelurahan dari segi pemerintahannya. Dengan demikian
Undang-undang tersebut tetap mengakui adanya kesatuan masyarakat hukum adat
dan kebiasaan-kebiasaan yang masih hidup sepanjang menunjang kelangsungan
pemerintahan. Pembangunan dan ketahanan nasional dalam Undang-undang
nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa tidak mengarah kepada
pembentukan Daerah Otonomi tingkat tiga. Hal ini sesuai dengan penjelasan
Undang-undang tersebut yang menegaskan bahwa walaupun Desa mempunyai hak
untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, tetapi hak tersebut bukanlah
hak otonomi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Telah ditetapkannya Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Desa dan berbagai peraturan sebagai kebijaksanaan pelaksanaannya,
30. 30
diharapkan akan dapat makin mantap penyelenggaraan pemerintahan Desa secara
terpadu dan menyeluruh sehingga terwujud hubungan yang jelas antara sistem
penyelenggaraan pemerintah Desa berdasarkan Undang-undang nomor 32 Tahun
2004.
Program tahunan dalam rencana kerja yang disusun oleh pemerintah Desa
terhadap kegiatan-kegiatan yang kebijaksanaan dan sistem penyelenggaraan
pemerintah Desa yang selama ini diatur dengan berbagai kebijaksanaan Daerah
menjadi sistem penyelenggaraan pemerintahan Desa secara Nasional dengan pola
yang seragam ini berarti bahwa penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan
Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 adalah merupakan pembaharuan dalam
sistem penyelenggaraan pemerintahan Desa. Oleh karena itu dalam melakukan
pengkajian terhadap materi Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 dan berbagai
peraturan pelaksanaannya diperlukan adanya ketelitian dan kehati-hatian agar tidak
menimbulkan suatu penafsiran yang keliru. Hal ini sejalan dengan peranan dan fungsi
Desa dalam kehidupannya sebagai berikut:
a. Sumber segala data, informasi, daya gerak, pembinaan dan pengawasan.
b. Benteng yang harus diandalkan dalam pengamalan Pancasila.
c. Pusat penumbuhan dan peningkatan jiwa gotong royong di segala bidang
kehidupan dan penghidupan.
d. Pusat pembinaan partisipasi masyarakat di segala bidang baik di bidang
pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan.
e. Pusat pembinaan ketertiban dan kesatuan bangsa yang tersebar di seluruh
pelosok tanah air.
31. 31
Memperhatikan pentingnya peranan dan fungsi aparatur pemerintah desa yang
merupakan barisan terdepan dalam mensukseskan program pemerintah,
pembangunan dan pembinaan masyarakat maka lembaga musyawarah Desa sebagai
lembaga pemerintahan Desa yang merupakan perwujudan demokrasi Pancasila di
tingkat Desa mempunyai peranan yang menentukan di dalam keberhasilan seorang
Kepala Desa untuk melaksanakan tugas-tugasnya di bidang pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan masyarakat.
C.Pemberdayaan Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan sama atau
menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi identitas, kepentingan-
kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya satu tempat yang sama
(Suriadi, 2005: 41). Menurut kodratnya, manusia tidak dapat hidup menyendiri, tetapi
harus hidup bersama atau berkelompok dengan manusia lain yang dalam
hubungannya saling membantu untuk dapat mencapai tujuan hidup menurut
kemampuan dan kebutuhannya masing-masing atau dengan istilah lain adalah saling
berinteraksi.
PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pemberdayaan Masyarakat memiliki
makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa
ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui
penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi dan prioritas
kebutuhan masyarakat.
Menurut Ketaren (2008: 178-183) pemberdayaan adalah sebuah ”proses
menjadi”, bukan sebuah ”proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai
tiga tahapan yaitu: Tahap pertama Penyadaran, pada tahap penyadaran ini, target
32. 32
yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran
bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai ”sesuatu’, prinsip dasarnya adalah
membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun ”demand”)
diberdayakan, dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (bukan
dari orang luar). Setelah menyadari, tahap kedua adalah Pengkapasitasan, atau
memampukan (enabling) untuk diberi daya atau kuasa, artinya memberikan kapasitas
kepada individu atau kelompok manusia supaya mereka nantinya mampu menerima
daya atau kekuasaan yang akan diberikan. Tahap ketiga adalah Pemberian Daya itu
sendiri, pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau
peluang, namun pemberian ini harus sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah
dimiliki mereka.
Membicarakan konsep pemberdayaan, tidak dapat dilepas-pisahkan dengan
konsep sentral, yaitu konsep Power (daya). Menurut Suriadi (2005: 54-55) Pengertian
pemberdayaan yang terkait dengan konsep power dapat ditelusuri dari empat sudut
pandang/perspektif, yaitu perspektif pluralis, elitis, strukturalis, dan post-
strukturalis.
1) Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif pluralis, adalah suatu proses
untuk menolong kelompok-kelompok masyarakat dan individu yang kurang
beruntung untuk bersaing secara lebih efektif dengan kepentingan-kepentingan
lain dengan jalan menolong mereka untuk belajar, dan menggunakan keahlian
dalam melobi, menggunakan media yang berhubungan dengan tindakan politik,
memahami bagaimana bekerjanya sistem (aturan main), dan sebagainya. Oleh
karenanya, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
bersaing sehingga tidak ada yang menang dan kalah. Dengan kata lain,
33. 33
pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengajarkan kelompok atau
individu bagaimana bersaing di dalam peraturan.
2) Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif elitis adalah suatu upaya untuk
bergabung dan mempengaruhi para elitis, membentuk aliansi dengan elitis,
melakukan konfrontasi dan mencari perubahan pada elitis. Masyarakat menjadi tak
berdaya karena adanya power dan kontrol yang besar sekali dari para elitis
terhadap media, pendidikan, partai politik, kebijakan publik, birokrasi, parlemen,
dan sebagainya.
3) Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif strukturalis adalah suatu
agenda yang lebih menantang dan dapat dicapai apabila bentuk-bentuk
ketimpangan struktural dieliminir. Masyarakat tak berdaya suatu bentuk struktur
dominan yang menindas masyarakat, seperti: masalah kelas, gender, ras atau etnik.
Dengan kata lain pemberdayaan masyarakt adalah suatu proses pembebasan,
perubahan struktural secara fundamental, menentang penindasan struktural.
4) Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif post-strukturalis adalah suatu
proses yang menantang dan mengubah diskursus. Pemberdayaan lebih ditekankan
pertama-tama pada aspek intelektualitas ketimbang aktivitas aksi; atau
pemberdayaan masyarakat adalah upaya pengembangan pengertian terhadap
pengembangan pemikiran baru, analitis, dan pendidikan dari pada suatu aksi.
Dalam konteks relasi negara dan masyarakat, maka ketidakberdayaan warga
negara tidak bisa dilihat sebagai suatu ”kodrat” melainkan harus dilihat sebagai hasil
dari relasi kuasa. Permasalahannya adalah apakah relasi kuasa yang berkembang
memang memungkinkan suatu proses yang membuat masyarakat yang punya
kekuatan menjadi tidak punya kekuatan (dalam konteks negara demokrasi), atau
34. 34
apakah proses yang ada cenderung tidak menghilangkan kekuatan yang dimiliki
masyarakat atau sebaliknya ? Selanjutnya, Himawan Pambudi (2003: 54) berpendapat
bahwa pemberdayaan memiliki makna:
Pertama, pemberdayaan bermakna kedalam, berarti suatu usaha untuk
mentransformasikan kesadaran rakyat sekaligus mendekatkan masyarakat dengan
akses untuk perbaikan kehidupan mereka. Suatu transformasi kesadaran bermakna
tindakan untuk mengembangkan pendidikan politik, guna mengembangkan wacana
alternatif, sehingga dominasi atau hegemoni negara bisa diatasi. Langkah-langkah ini
dilakukan dengan maksud utama untuk:
a. Memungkinkan masyarakat secara mandiri (otonom) mengorganisasikan diri dan
dengan demikian akan memudahkan rakyat menghadapi situasi-situasi sulit, serta
mampu menolak berbagai kecenderungan yang merugikan.
b. Memungkinkan ekspresi aspirasi dan jalan memperjuangkannya dengan
memberikan semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan rakyat.
c. Memungkinkan diatasinya persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan
yang menjadi cermin adanya kepercayaan kepada rakyat bahwa rakyat tidak perlu
dimaknai sebagai sumber kebodohan, melainkan subjek pembangunan yang juga
memiliki kemampuan.
Kedua, pemberdayaan bermakna keluar sebagai suatu upaya untuk menggerakkan
perubahan-perubahan kebijakan yang selama ini nyata-nyata merugikan masyarakat.
Pemberdayaan dalam arti ini bermakna sebagai policy reform yang berbasis pada
upaya memperlebar ruang partisipasi rakyat. Suatu upaya policy reform sudah tentu
memiliki dua makna sekaligus. Makna kebelakang, berarti suatu bentuk koreksi
(mendasar) atas kebijakan lama. Sedangkan makna kedepan adalah mendorong suatu
35. 35
proses dan skema baru agar pengambilan kebijakan tidak lagimenggunakan skema
lama, melainkan menggunakan skema baru yang lebih termungkinkan keterlibatan
masyarakat. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu
dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi jaringan kerja serta kekuatan yang
terletak pada setiap individu. Pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan,
orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui
kemandiriannya, bahkan merupakan suatu keharusan untuk lebih diberdayakan
melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber
lainya dalan rangka mencapai tujuan.
Himawan S. Pambudi, dkk(2003: 55-56), memberi cakupan terhadap aspek
ketidakberdayaan rakyat, agar bisa memperlihatkan apa yang seharusnya menjadi
orientasi dari pemberdayaan mayarakat tersebut:
a. Masalah kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat begitu rendah. Fokus dari
permasalahan ini adalah terpenuhinya kebutuhan dasar seperti makanan,
penghasilan, kesehatan, dan sebagainya.
b. Masalah akses terhadap sumberdaya, sebagian masyarakat elit dan kelas menengah
memiliki akses dan kemudahan yang tinggi dan sebagian yang lain tidak memiliki
akses dan termarginal.
c. Masalah kesadaran, massa rakyat umumnya percaya bahwa keadaan mereka
berkait dengan nasib. Sebagian dari golongan elit mensosialisasikan masalah ini
secara sistematik, apakah melalui lembaga pendidikan, media massa atau media
lain. Kemampuan massa rakyat untuk memahami persoalan-persoalan yang
mereka hadapi sangat terbatas. Sebagai akibatnya, banyak masalah tidak bisa
36. 36
diselesaikan substansial dan cenderung diselesaikan dengan cara karikatif (bantuan
karena belas kasihan).
d. Masalah partisipasi, umumnya rakyat memiliki keterlibatan yang sangat kecil atau
tidak sama sekali dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri
mereka sendiri. Dapat dikatakan nasib rakyat ditentukan oleh golongan elit.
e. Masalah kapasitas untuk ikut memberikan kontrol dan mengendalikan proses
penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan dan berbagai relasi yang ada.
Sardlow (Adi, 2003:54) melihat berbagai pengetian yang ada mengenai
pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Kata pemberdayaan
mengesahkan arti adanya sikap mental yang tangguh. Proses pemberdayaan
mengandung dua kecendrungan, yaitu: Pertama, kecenderungan primer. Proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan
sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu
menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun asset
material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
Kedua, kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong
dan memotivasi agar idividu mempunyai kemampuan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Kedua proses tersebut saling terkait, dan agar kecenderungan primer dapat
terwujud, sering harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Dengan
demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
37. 37
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang
mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada
keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat
yang berdaya, yang memiliki kekuasaan dan pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial
seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyelesaikan aspirasi, mempunyai mata
pencarian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan sering kali digunakan
sebagai sebuah proses.
Dalam PP No. 72/ 2005 Pembangunan berarti pemberdayaan masyarakat
dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa, seperti jalan desa,
jembatan desa, irigasi desa, pasar desa. Pendekatan pembangunan yang sangat
populer pada saat ini adalah pendekatan pembangunan yang mengutamakan
peningkatan keberdayaan manusia/masyarakat yang disebut pembangunan yang
berpusat pada masyarakat. Menurut Korten (2002: 110) Pembangunan adalah proses
dimana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan
institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk
menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas
hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri. Definisi ini menekankan pada proses
pembangunan dan fokus utamanya adalah pemberdayaan. Definisi ini mencakup asas
keadilan, berkelanjutan, dan pemerataan. Maka harus diakui bahwa masyarakat
sendiri lah yang menentukan apa yang sebenarnya yang mereka anggap perbaikan
dalam kualitas hidup mereka.
38. 38
Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang dilakukan
oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi atau kondisi yang
lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan ini tidak lain karena
masyarakat merasa tidak puas dengan keadaan saat ini yang dirasa kurang ideal.
Namun demikian perlu disadari bahwa pembangunan adalah sebuah proses evolusi,
sehingga masyarakat yang perlu melakukan secara bertahap sesuai dengan sumber
daya yang dimiliki dan masalah utama yang sedang dihadapi. Pembangunan desa
hendaknya mempunyai sasaran yang tepat, sehingga sumber daya yang terbatas dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan otonomi daerah, bagi pemerintah desa; dimana
keberadaannya berhubungan langsung dengan masyarakat dan sebagai ujung tombak
pembangunan. desa semakin dituntut kesiapannya baik dalam hal merumuskan
kebijakan desa (dalam bentuk Perdes), merencanakan pembangunan desa yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta dalam memberikan pelayanan rutin
kepada masyarakat. Demikian pula dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi
tumbuh dan berkembangnya kreativitas dan inovasi masyarakat dalam mengelola dan
menggali potensi yang ada sehingga dapat menghadirkan nilai tambah ekonomis bagi
masyarakatnya.
Cepat atau lambat desa-desa tersebut diharapkan dapat menjelma menjadi
desa-desa yang otonom, yakni masyarakat desa yang mampu memenuhi kepentingan
dan kebutuhan yang dirasakannya. Salah satu ukuran keberhasilan pelaksanaan
otonomi daerah terutama pada desa adalah pemerintah desa semakin mampu
memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dan mampu membawa kondisi
masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik, hal itu akan menjadi pilar penting
39. 39
bagi otonomi Daerah. Jadi keberhasilan otonomi daerah sangat ditentukan oleh
berhasil tidaknya pembangunan di desa.
Suatu pembangunan infrastruktur akan tepat mengenai sasaran, terlaksana
dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya apabila pembangunan infrastruktur tersebut
benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat. Agar hal itu terjadi, maka yang
diperlukan adalah pemberdayaan masyarakat didalam pembangunan tersebut, mulai
dari penyusunan rencana sampai pada proyek pembangunan tersebut selesai. Jadi
pembangunan perlu menjadikan pemberdayaan menjadi nilai dan pilihan kebijakan,
sekaligus sebagai pembelajaran sosial, kita selalu belajar bagaimana melakukan
pemberdayaan yang semakin hari semakin baik. Soedjatmoko dalam (Ketaren, 2008:
187), bahwa pembangunan tidak lain adalah belajar untuk hidup lebih baik daripada
kemarin. Dan, pembelajaran adalah bagian inti dari pembangunan pada zaman kini,
dan mungkin sampai pada kurun waktu yang panjang di masa depan.
Melaksanakan pembangunan infrastruktur di desa tersebut maka diperlukan
adanya kemampuan dari perangkat pemerintahan desa. Kemampuan yang dimaksud
adalah kemampuan merencanakan, kemampuan melaksanakan dan kemampuan
memotivasi. Dari setiap kemampuan tersebut diharapkan bahwa perangkat
pemerintahan desa dapat mengatasi dan memecahkan segala persoalan yang berkaitan
erat dengan pembangunan desa.
Namun di sisi lain kemampuan perangkat pemerintahan desa harus didukung
dari peran serta masyarakat untuk melaksanakan pembangunan desa. Diharapkan
dengan adanya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur desa
dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang dibuat. Pada dasarnya pembangunan desa
merupakan pembangunan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Semakin
40. 40
tinggi peran serta masyarakat tersebut, maka semakin cepat pula pembangunan
desanya dapat terealisasi.
Menurut Ndraha (1990: 16) Pembangunan ialah upaya untuk meningkatkan
kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi
utama defenisi tersebut yaitu:
1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik manusia
maupun kelompok (capacity).
2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai
dan kesejahteraan (equity).
3. Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun
dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini
dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih, dan
kekuasaan untuk memutuskan (empowerment).
4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara
mandiri (sustainability).
5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan negara
yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling
menghormati (interdependence).
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 88 (1), disebutkan bahwa Pembangunan
kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga wajib
mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa, dan dalam ayat
(2) disebutkan bahwa dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan
dan pendayagunaan kawasan perdesaan wajib mengikutsertakan masyarakat sebagai
41. 41
upaya pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan kawasan pedesaan
diatur dengan Perda, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kepentingan masyarakat desa.
b. Kewenangan desa.
c. Kelancaran pelaksanaan investasi.
d. Kelestarian lingkungan hidup.
e. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.
Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman
pada peraturan pemerintah. Perda sebagaimana dimaksud wajib mengakui dan
menghormati hak, asal-usul, dan adat-istiadat desa.
Pembangunan sebagai peningkatan kemampuan untuk mengendalikan masa
depan, mengandung beberapa implikasi. Pertama, kemampuan (capacity), tanpa
kemampuan seseorang tidak akan dapat mempengaruhi masa depannya. Kemampuan
disini meliputi, fisik, mental, dan spritual. Segi-segi tersebut haruslah mengalami
perubahan. Kedua, kebersamaan (equity) atau keadilan sosial. Pembangunan berarti
juga pemerataan, bagaimanapun tingginya laju pertumbuhan suatu negara, jika
kemajuan tidak merata, hal itu sia-sia belaka. Ketiga, kekuasaan (empowerment), hal
ini berarti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk secara bebas memilih
berbagai alternatif sesuai dengan tingkat kesadaran, kemampuan, dan keinginan
mereka, dan memberi mereka kesempatan untuk belajar, baik dari keberhasilan
maupun dari kegagalan mereka dalam memberi respon terhadap perubahan. Keempat,
ketahanan dan kemandirian (sustainability), implikasi ini mengandung arti yang luas
karena faktor-faktor pembangunan terbatas adanya, sementara tuntutan kebutuhan
semakin meningkat, maka sumber-sumber yang ada harus dapat dikelola sedemikian
42. 42
rupa sehingga pada suatu saat masyarakat yang bersangkutan mampu berkembang
secara mandiri (Ndraha,1990: 35).
Pembangunan masyarakat dapat dipandang dari sudut arti luas dan dapat pula
dari sudut arti sempit. Dalam arti luas, pembangunan masyarakat berarti perubahan
sosial berencana. Dalam arti ini sasaran pembangunan masyarakat adalah perbaikan
dan peningkatan bidang ekonomi, teknologi, bahkan politik dan sosial. Dalam arti
sempit, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana di lokalitas
tertentu, seperti kampung, desa, kota kecil atau kota besar.
Pembangunan masyarakat dalam arti sempit ini dikaitkan dengan berbagai
proyek atau program yang langsung berhubungan dengan upaya pemenuhan
kebutuhan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat dan sekitarnya, seperti
pembangunan infrastruktur jalan desa, jembatan desa, irigasi air di desa, dan lain
sebagainya.
Menurut Ndraha (1990: 96), ada 5 masalah-masalah yang dihadapi oleh
pembangunan masyarakat di dalam praktek antara lain :
1. Terdapat kecenderungan hanya kaum elit komunitas saja yang mampu dan
berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan kebijaksanaan dan
pengambilan keputusan.
2. Sampai sejauh ini, pembangunan masyarakat belum berhasil sepenuhnya dalam
usahanya mendorong perubahan sosial. Memang terdapat perubahan, tetapi jarang
sekali terjadi perubahan yang mendasar.
3. Dewasa ini pembangunan masyarakat lebih berbau politik, artinya pembangunan
masyarakat dijadikan alat komunikasi politik atau simbol politik.
43. 43
4. Semakin besar komunitas, semakin bervariasi kepentingannya, sehingga terdapat
kepentingan yang saling bersaingan atau kompetitif.
5. Oleh karena itu, pembangunan masyarakat cenderung hanya kepentingan yang sangat
umum sifatnya yang diperhatikan sementara kepentingan lapisan dan kelompok
masyarakat di dalam komunitas terabaikan atau tersisihkan.
Melakukan pembangunan maka masyarakat haruslah dipandang sebagai subjek dan
objek dari pembangunan itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, atau
pembangunan yang memanusiakan manusia, karena yang lebih penting bukan
bagaimana sehingga hasil tadi diperoleh, apakah sudah melibatkan masyarakat dalam
keseluruhan proses pembangunan atau tidak (Soetomo, 2006: 7). Agar pembangunan
di desa dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat, maka diterapkan prinsip-prinsip
pembangunan, sasaran pembangunan dan ruang lingkup pengembangannya. Berikut
penjelasan mengenai ketiga unsur menurut Rahardjo Adisasmita (2006: 18-20):
a) Prinsip-prinsip pembangunan pedesaan, yaitu pembangunan pedesaan seharusnya
menerapkan prinsip-prinsip berikut ini:
1. Transparansi (Keterbukaan).
2. Partisipatif.
3. Dapat dinikmati masyarakat.
4. Dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), dan.
5. Berkelanjutan (sustainable).
b) Sasaran pembangunan pedesaan, adalah untuk terciptanya:
1. Peningkatan produksi dan produktifitas.
2. Percepatan pertumbuhan desa.
44. 44
3. Peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan pengembangan lapangan kerja
dan lapangan usaha produktif.
4. Peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat, dan.
5. Perkuatan kelembagaan.
c) Ruang lingkup pengembangan
Pengembangan pedesaan mempunyai ruang lingkup, yakni:
1. Pembangunan sarana dan prasarana pedesaan (meliputi pengairan, jaringan jalan,
lingkungan pemukiman dan lainnya).
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan sumbe daya manusia (SDM).
4. Penciptaan lapangan kerja, kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan
(khususnya terhadap kawasan-kawasan miskin), dan.
5. Penataan keterkaitan antar kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan (inter
rural-urban relationship).
Karena itu strategi pembangunan yang paling akomodatif adalah
pemberdayaan yaitu yang berpihak kepada rakyat, dan yang pada intinya
pembangunan yang berbasis rakyat. Istilah pemberdayaan ini sebenarnya akan tepat
diasal-katakan dengan energizing bukannya empowering, karena yang dikedepankan
adalah memberi daya dan bukan berbagi kekuasaan, sebab kekuasaan itu sendiri akan
melekat di setiap mereka yang memiliki daya atau energi (Nugroho, 2001: 52).
D. Otonomi Daerah
Dalam otonomi daerah, visi pemerintah daerah dalam era desentralisasi
pertama sekali bukanlah mengisi kas pemerintah daerah sebanyak-banyaknya, namun
berusaha menciptakan iklim yang memungkinkan bagi rakyat untuk berusaha dan
45. 45
membangun dirinya secara otonom agar tercipta kesejahteraan masyarakat, sehingga
dengan sendirinya akan memperbaiki perekonomian daerah. Penyelenggaraan
pemerintahan selalu terkait dengan sejarah dan situasi sosial para penguasa dalam
menata masyarakat dan lingkungannya. Belum mantapnya sistem pemerintahan,
lemahnya dukungan aparat, ikut menggoyahkan sendi-sendi pelayanan kebutuhan
hidup masyarakat. Sistem pemerintahan dalam perspektif sejarah bangsa Indonesia,
telah mengalami perubahan yakni dari pemerintahan sentralistik ke desentralistik.
Perubahan ini dikaitkan dengan situasi dan kondisi sosial yang secara fenomenal
terjadi dalam penyelenggaraan berpemerintahan.
Bangsa Indonesia sejak kemerdekaan mengalami berbagai konflik
kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, kepentingan penguasa dengan
kepentingan rakyat. Konflik berlangsung dari masa ke masa antara pemerintah dan
penguasa yang melayani berbagai kepentingan, dengan masyarakat sebagai pengguna
jasa yang menuntut diberikan pelayanan. Pemerintahan desentralistik merupakan
suatu solusi untuk menjawab kebutuhan otonomi daerah secara lengkap mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah akan mendorong
pemikiran baru bagaimana menata kewenangan yang efisien dan efektif. Artinya,
pemerintahan dapat diselenggarakan secara demokratis.
Konsep otonomi berasal dari dua kata, yaitu auto (sendiri) dan nomous
(menyelenggarakan). Artinya, menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Konsep
otonomi ini merupakan gejala sosial karena keberadaannya dalam masyarakat. Dalam
sistem individu, seseorang memiliki suatu hak yang disebut ”privacy”, dan pada
suatu kelompok masyarakat, mempunyai hak yang dsisebut ”autonomy”, serta pada
suatu bangsa ada hak yang dikenal ”sovereignty”. Setiap orang memiliki hak pribadi
46. 46
dalam menentukan aspirasinya, seperti pribadi, daerah juga memiliki hak otonomi.
Daerah sebagai satu kesatuan dari masyarakat hukum mempunyai hak untuk
mengurus rumah tangganya sendiri. Ini disebut sebagai otonomi daerah (Napitupulu,
2007: 29). Reformasi dan otonomi daerah telah menjadi harapan baru bagi
pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintah desa, otonomi adalah
satu peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa dalam
mengelola desa. Hal itu jelas membuat pemerintah desa menjadi semakin leluasa
dalam menentukan program pembangunan yang akan dilaksanakan, dan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa tanpa harus didikte oleh kepentingan
pemerintah daerah dan pusat. Sayangnya kondisi ini ternyata belum berjalan cukup
mulus. Sebagai contoh, aspirasi desa yang disampaikan dalam proses musrenbang
senantiasa kalah dengan kepentingan pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif)
dengan alasan bukan prioritas, pemerataan dan keterbatasan anggaran.
Dari sisi masyarakat, poin penting yang dirasakan di dalam era otonomi
adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintahan desa dan semakin
pendeknya rantai birokrasi yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
positif terhadap jalannya pembangunan desa. Dalam proses pembangunan,
keberadaan delegasi masyarakat desa dalam kegiatan pembangunan adalah membuka
kran partisipasi masyarakat desa untuk ikut menentukan dan mengawasi penentuan
kebijakan pembangunan daerahnya. Otonomi daerah tidak lain adalah perwujudan
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dan mempunyai hubungan yang erat
dengan desentralisasi.
47. 47
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah mulai dari
kebijakan, perencanaan sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka
demokrasi. Sedangkan otonomi adalah wewenang yang dimiliki daerah untuk
mengurus rumahtangganya sendiri dalam rangka desentraslisasi. Adapun esensi dari
otonomi daerah itu adalah komitmen untuk memberikan keadilan, kepastian, dan
kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya pada daerah.
E. Pengertian Pengembangan Organisasi
Organisasi berasal dari kata to organization dalam bahasa Inggris yang berarti
mengatur atau menyusun bagian-bagian yang terpisah-pisah sehingga menjadi satu
kesatuan yang dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan. Dalam kegiatan sehari-
hari organisasi dapat diartikan sebagai wadah atau tempat dimana kegiatan
administrasi dilakukan.
Arti organisasi yang diungkapkan oleh SP. Siagian menyatakan bahwa
organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang
bekerjasama secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah
ditentukan dalam ikatan dimana terdapat seorang atau beberapa orang yang disebut
atasan dan sekelompok orang yang disebut bawahan.
Pengertian tujuan organisasi adalah harus disebarluaskan supaya diketahui
oleh semua pihak baik pihak dalam maupun pihak luar organisasi, gunanya sebagai
pedoman segala tindakan dalam organisasi. Sangat disadari bahwa persoalan-
persoalan organisasi semakin kompleks, demikian juga persoalan manusia yang
berada di dalam organisasi semakin rumit pula, sehingga merupakan tantangan yang
harus dihadapi oleh setiap Pemimpin dewasa ini.
48. 48
Manusia adalah pendukung utama setiap organisasi apapun bentuknya. Oleh
karena persoalan manusia senantiasa berkembang dan ruwet, maka persoalan
organisasi (khususnya perilaku organisasi) semakin hari semakin berkembang.
Pada hakikatnya pusat perhatian perilaku organisasi adalah pada tingkah laku
manusia dalam suatu organisasi berdasarkan perilaku yang didukung paling sedikit
dua komponen yaitu individu yang berperilaku dalam organisasi formal sebagai
wadah dari perilaku tersebut. Manusia dan organisasi sudah menyatu, dan bila dua
komponen perilaku organisasi berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku
organisasi yang merupakan titik perhatian dari ilmu perilaku organisasi.
Melaksanakan suatu organisasi dengan baik maka seorang pemerintah selaku
Pemimpin harus memberikan semangat kepada aparat-aparatnya baik itu masalah
administrasi yang akan dikerjakan dalam organisasi tersebut. Keberhasilan suatu
organisasi terutama dalam pemerintahan Desa berada pada seorang Kepala Desanya
sendiri bagaimana mengayomi masyarakatnya dalam mengembangkan organisasi
pemerintahan.
Apabila kita menghendaki organisasi yang efektif ada tiga dimensi pokok
yang sangat menentukan yaitu :
1. Dimensi tehnis adalah menekankan kecakapan yang dibutuhkan untuk
menggerakkan organisasi dalam hal ini menyangkut keahlian dari birokrat atau
manajer tehnis untuk menggerakkan organisasi.
2. Dimensi konsep yang merupakan motor penggerak dari tehnis dan sangat erat
kaitannya dengan faktor manusia.
3. Dimensi manusia yaitu merupakan sumber utama organisasi, yang tidak bisa
digantikan oleh teknologi apapun. Bagaimana baiknya organisasi, lengkapnya
49. 49
sarana, fasilitas kerja semuanya tidak akan mempunyai arti tanpa manusia yang
mengatur dan menggunakannya serta memeliharanya.
Menurut Prof. DR. Prayudi Atmosudirjo mengatakan bahwa organisasi adalah
struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok
orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama
mencapai tujuan.
Organisasi dapat pula didefinisikan sebagai suatu himpunan interaksi manusia
yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang terikat dalam suatu ketentuan yang
telah disetujui. Apabila dilihat dari sudut administrasi dan manajemen maka dari
setiap organisasi selalu ada seorang atau beberapa orang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan sejumlah orang yang bekerjasama itu dengan segala aktivitas dan
fasilitasnya.
Banyak hal, orang yang mengkoordinasikan aneka ragam kegiatan/kumpulan
orang yang lazimnya mempunyai kepentingan yang berbeda, itu semua yang
menjadikan organisasi semakin rumit dan tingkat formalitasnya semakin besar.
Walaupun hubungan manusia telah terwujud sejak awal kehidupan, kiat dan ilmu
yang mencoba menanganinya dalam bentuk organisasi yang relatif masih baru. Pada
zaman dahulu orang-orang bekerja sendiri atau dalam kelompok yang sedemikian
kecilnya, sehingga hubungan kerja mereka dapat ditangani dengan mudah.
Apabila organisasi berhasil diterapkan dan dikembangkan dalam Desa
terutama di bidang pemerintahan, maka terjadi sistem imbalan rangkap tiga yang
akan menyatakan tujuan manusia, tujuan organisasi dan tujuan masyarakat.
Orang-orang akan merasa lebih puas dalam pekerjaan apabila terwujud kerjasama dan
50. 50
kerja tim. Yang lebih banyak mendapat imbalan dalam hal ini adalah masyarakat itu
sending karena mereka dapat memperoleh produk dan pelayanan yang lebih baik.
Meningkatkan dan mengembangkan organisasi pemerintahan Desa maka
seorang Kepala Desa harus bertindak yang positif dalam organisasinya agar
organisasi yang ada tidak vakum tapi sebaliknya berjalan sesuai apa yang kita
harapkan dan mencapai tujuan bersama. Kebijakan pemberlakuan otonomi membuat
setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan
yang dianggap sesuai. Terlebih dengan pemilihan kepala desa (pilkades) secara
langsung yang diselenggarakan sejak tahun 2005, membuat kepala desa yang terpilih
mendapat legitimasi lebih kuat dari rakyat untuk membangun wilayahnya.
Tentunya kepala desa hasil pilkades ini membuahkan harapan yang cukup
besar bagi masyarakat, yaitu peninjgkatan pembangunan dan kesejahteraan yang akan
makin meningkat. Tetapi harapan tersebut ternyata tidak mudah untuk diwujudkan.
Kekuatan visi & kompetensi kepala desa terpilih menjadi salah satu penentu, di
samping faktor-faktor lain. Tantangan terberat bagi kepala desa terpilih adalah
melaksanakan visi, misi, dan janji-janji semasa kampanye, yang hampir semuanya
pasti baik.
Setidaknya ada empat hal yang harus dimiliki dan disiapkan oleh seseorang
yang ingin membangun dan mensejahterakan rakyatnya agar apa yang dijanjikan
dapat menjadi kenyataan. 4 hal itulah yang disebut dengan 4 Pilar Pembangunan.
Disebut empat pilar pembangunan karena dengan 4 hal ini diharapkan seorang
pemimpin dapat menjalankan perannya dalam membangun daerahnya bisa optimal.
Pilar Pertama: Sumber Daya Manusia (SDM). Mengapa SDM ? Karena pada
dasarnya manusialah yang menjadi pelaku dan penentu. SDM seperti apa yang
51. 51
diperlukan? Yaitu SDM yang memiliki: moral yang baik (good morality),
kemampuan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial (managerial skill),
dan kemampuan teknis (technical skill). Seorang kepala desa perlu didukung oleh
aparat yang mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan &
fungsinya. Moral yang baik menjadi prasyarat utama. Karena tanpa moral yang baik,
semua kebijakan, sistem, program maupun kegiatan yang dirancang akan menjadi sia-
sia. Tentunya kita menyaksikan terjadinya krisis moneter yang dimulai tahun 1997
lalu, kemudian krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, dan masih terus berlanjut yang
hingga sekarang masih dirasakan dampaknya.
Sebab utama terjadinya krisis itu tidak lain adalah rendahnya moral sebagian
pengambil kebijakan negeri ini. Moral yang baik akan menghasilkan sebuah
pemerintahan yang bersih dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme demi
kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja. Saat ini tuntutan penerapan 3G
(Good Government Governance) terus-menerus digaungkan oleh berbagai pihak.
Penerapan prinsip-prinsip transparansi & akuntabilitas tanpa didukung oleh aparat
yang bermoral baik, pada akhirnya hanya akan berhenti di tingkat wacana saja.
Oleh karena itu, sejak awal dilantik, seorang kepala daerah harus segera
menyiapkan aparatnya dalam aspek moral ini. Termasuk menjadikan dirinya sebagai
teladan bagi semua bawahannya. Moral yang baik belumlah cukup, tapi juga harus
diimbangi dengan kompetensi. Yaitu kemampuan di bidang kepemimpinan,
manajerial, dan teknis. Untuk mencapai kompetensi yang diperlukan, tidak terlepas
dari sistem kebijakan yang diterapkan. Model manajemen SDM berbasis kompetensi
nampaknya menjadi keniscayaan. Termasuk sistem kompensasi yang memadai harus
menjadi perhatian. Selain itu perlu didukung dengan perubahan paradigma, yaitu dari
52. 52
mental penguasa menjadi pelayan masyarakat. Termasuk budaya kerja yang proaktif
& cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat.
Pilar Kedua: Kebijakan. Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang
berpihak kepada berbagai stakeholder, terutama kepentingan masyarakat luas. Secara
formal dan non formal, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam peraturan desa
maupun peraturan adat yang berlaku . Kepala desa antara lain harus memiliki konsep
pembangunan berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen kepemimpinan
pemerintahan yang efektif & efisien, konsep investasi yang mengakomodir
kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan lainnya. Hal ini sesuai
dengan UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004, yang mengamanatkan
kepala desa untuk menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah), yang menjabarkan visi & misinya selama lima tahun masa pemerintahannya.
Sehingga dengan demikian arah pembangunan sejak dilantik hingga lima tahun ke
depan sudah jelas.
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah antara lain jika
kepala desa dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar masyarakatnya, yaitu: keamanan,
ketenteraman, kemudahan, penyediaan sarana pendidikan, dan penyediaan fasilitas
kesehatan. Selain itu kepala desa harus mampu melihat suatu permasalahan secara
komprehensif dan integratif, jangan sampai terjebak hanya melihat secara sektoral
dan parsial, ataupun keuntungan jangka pendek. Jangan sampai seorang kepala desa
tidak tahu harus berbuat apa manakala terdapat berbagai aspirasi masyarakat yang
tidak dapat diwujudkan. Jika demikian, pemerintahan akan berjalan tak tentu arah.
Sehingga pada akhirnya, rakyatlah yang harus menanggung akibatnya.
53. 53
Pilar Ketiga: Sistem. Artinya pemerintahan desa harus berjalan berdasarkan sistem,
bukan tergantung pada figur. Sangat penting bagi kepala desa untuk membangun
sistem pemerintahan yang kuat. Beberapa sistem yang harus dibangun agar
pemerintahan dapat berjalan secara baik antara lain: sistem perencanaan , sistem
pengelolaan keuangan desa, sistem pelayanan, sistem pemanfaatan potensi desa, aset
desa, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian. Sistem yang dimaksud
disini dapat bersifat manual maupun yang berbasis teknologi informasi. Dukungan
teknologi informasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika pemerintahan
ingin berjalan lebih efisien dan efektif. Penerapan sistem-sistem tersebut akan
mendorong terjadinya pemerintahan desa yang legititimed dan dapat diandalkan oleh
masyarakat untuk menghasilkan suatu pemerintahan desa yang keberadaaanya sangat
membantu pemerintah daerah untuk menjadi pendamping atau mitra dalam
mewujudkan apa byang dicita-citakan, yang pada akhirnya akan menghasilkan
pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Pilar Keempat: Investasi. dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam
yang dimiliki, juga memerlukan dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak
mungkin jika hanya mengandalkan dana ADD saja. Tidaklah mungkin suatu
pemerintahan daerah hanya mengandalkan dana dari ADD untuk membangun
daerahnya. Mengapa ? Karena bisa dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan
rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai penyelenggaraan aparaturnya.
Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk pembangunan. Dibutuhkan dana
yang cukup banyak untuk mengakomodir berbagai kepentingan masyarakat sekitar.
Seorang kepala desa harus mampu melihat berbagai potensi desa yang dapat
dijadikan sebagai sumber penghasilan atau investasi yang pada muaranya akan
54. 54
berdampak luas pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Potensi desa yang sangat
potensial untuk pembangunan dapat dijadikan alasan bagi kepala desa untuk
memanfaatkan para investor untuk menanamkan investasi dengan tetap berpegang
kepada aturan-aturan yang ada.
Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau tidak mau pemerintah
desa harus melibatkan pihak investor (dalam maupun luar negeri) dalam membangun
daerahnya. Kepala desa harus dapat menciptakan iklim yang kondusif agar para
investor tertarik untuk menanamkan investasi di daerahnya. Setidaknya ada empat
stakeholder yang harus diperhatikan kepentingannya saat kita bicara tentang
investasi, yaitu pihak investor, pemerintah daerah, masyarakat, dan lingkungan.
Investor tentunya berkepentingan agar dana yang dinvestasikannya menghasilkan
profit yang memadai, ingin mendapatkan berbagai kemudahan dan adanya jaminan
keamanan dalam berinvestasi. Pihak pemerintah daerah ingin agar pendapatan asli
daerahnya (PAD) meningkat.
Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat dan lapangan kerja
makin terbuka. Lingkungan perlu diperhatikan agar tetap terjaga kelestariannya.
Jangan sampai karena terlalu bersemangat, akhirnya secara jangka panjang terjadi
pengrusakan lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan dan model investasi
yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut. Demikianlah empat pilar
pembangunan yang dapat dijadikan bekal bagi kepala desa dalam membangun
wilayanhnya.
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka fikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
55. 55
Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual
Berdasarkan kerangka fikir yang digambarkan diatas dapat dijelaskan bahwa
peranan pemerintah desa yang dalam hal ini pembinaan terhadap masyarakat,
pelayanan terhadap masyarakat,serta pengembangan terhadap masyarakat akan dapat
terlaksana dengan baik manakala pemerintah desa memberdayakan semua potensi
yang ada dalam masyarakat untuk menciptakan pemerintahan desa yang kredibel
dan bermartabat. Secara garis besar ketiga variabel diatas dapat dirumuskan sebagai
berikut:
(1) Pembinaan terhadap masyarakat adalah upaya yang dilakukan untuk
memperbaiki segala sesuatu yang berkaitan dengan kinerja masyarakat yang
dianggap belum maksimal.
(2) Pelayanan terhadap masyarakat adalah upaya yang dilakukan secara terus
menerus untuk memberikan bantuan sebagai usaha melayani kebutuhan orang
lain.
(3) Pengembangan terhadap masyarakat adalah upaya memaksimalkan seluruh
potensi desa agar dapat berdaya guna secara efektif dan efisien
Peranan
Pemerintah
Desa
Pembinaan terhadap
masyarakat
Pengembangan
terhadap masyarakat
Pelayanan terhadap
masyarakat
Pemerintah
Desa yang baik
56. 56
(4) Pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang dilakukan kepada sekelompok
orang dengan memberikan peluang, daya, kekuasaan,otoritas atau peluang sesuai
kualitas kecakapan yang mereka miliki.
BAB III
METODE PENELITIAN
57. 57
A. Perspektif Pendekatan Penelitian
Penelitian merupakan suatu proses yang panjang, penelitian berawal dari
minat yang ada dalam diri seseorang dalam memahami fenomena tertentu yang
kemudian berkembang menjadi ide, teori, dan konsep. Untuk mewujudkan penelitian
yang berawal dari minat tersebut dilakukanlah cara untuk mewujudkannya adalah
dengan memilih metode yang cocok dengan tujuan dari suatu penelitian. Metode
penelitian dalam hal ini berfungsi untuk menjawab permasalahan yang diangkat
dalam penelitian. Guna menjawab dan mencari pemecahan permasalahan maka
penelitian ini akan menggunakan metode-penelitian kualitatif.
Menurut pendapat Kirk dan Miller (Moleong, 1998:3) dinyatakan bahwa
”penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dari ilmu sosial yang secara
fundamental bergantung kepada pengamatan manusia dalam wilayahnya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan istilah yang digunakan”.
Dan metode-penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang orang
dan perilaku yang diamati.
Pendekatan kualitatif menekankan unsur manusia sebagai instrumen
penelitian, dengan menekankan unsur manusia sebagai instrumen penelitian maka
akan mempermudah penyesuaian dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Kirk dan
Miller dalam Moleong (2000:3) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pengamatan
pada manusia di kawasannya sendiri serta berhubungan dengan orang tersebut dalam
bahasanya dan peristilahannya. Sedangkan menurut Alston (1998), “Qualitative
researchers are more interested in understanding how others experience life, in
59
58. 58
interpreting meaning and sosial phenomena, and in exploring new concepts and
developing new theories”. (Peneliti kualitatif lebih tertarik untuk memahami tentang
pengalaman hidup dari orang-orang, dalam meginterpretasikan arti dan fenomena
sosial, serta dalam mendalami konsep-konsep baru dan membuat teori baru).
Pendekatan kualitatif ini, peneliti akan terjun langsung ke lapangan untuk
meneliti obyek kajiannya dan mengadakan interaksi langsung dengan masyarakat
yang bertujuan mendapatkan informasi yang mendalam mengenai peranan
pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat Desa Sederhana termasuk faktor
penghambat dan pendorong dalam memberdayakan masyarakat. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan
Taylor dalam Moleong, 2000:3). Sedangkan menurut Nawawi dan Martini
(1992:211) mengemukakan bahwa ciri dari salah satu penelitian kualitatif adalah data
yang dikumpulkan bersifat deskriptif, dimana data yang ditampilkan umumnya
berbentuk uraian dan kalimat-kalimat yang merupakan gambaran faktual dan akurat,
serta hubungan antar masalah yang diteliti.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah mendeskripsikian dan menganalisis peranan
pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di era otonomi daerah ditinjau
dari pembinaan terhadap masyarakat, pelayanan pada masyarakat dan pengembangan
pada masyarakat serta faktor pendukung dan penghambat yang muncul
dalam memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten
Umum.
C. Lokasi Penelitian
59. 59
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten
Umum yang kira-kira berjarak kuang lebih 27 km dari ibu kota Kabupaten
D. Fenomena Pengamatan
Dalam penelitian ini, fenomena utama yang diamati adalah aspek-aspek yang
berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat terutama yang berkaitan dengan aspek
Pembinaan, pelayanan dan pengembangan masyarakat di desa tersebut termasuk
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
E. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari data-data yang dikumpulkan penulis dari sumber data di
lokasi penelitian, sedangkan data sekunder diolah dari hasil dokumentasi yang
dilakukan penulis dari hasil wawancara, studi dokumentasi dan pengamatan
lapangan.
G. Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap
mempunyai informasi (key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian. Cara
yang digunakan untuk menentukan informan kunci tersebut maka penulis
menggunakan “purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik sampling
yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan
tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2000:128). Menurut penulis,
informan dalam penelitian ini adalah :
a. Kepala Desa
b. Tokoh-tokoh masyarakat
c. Kepala Dusun
60. 60
d. Ketua Karang Taruna
e. Ketua tim Penggerak PKK
f. Kepala Urusan Pemerintahan
Selanjutnya untuk memperoleh informasi secara mendalam serta lebih
lengkap dari masyarakat dan lembaga yang terkait dengan pemberdayaan
masyarakat maka dipergunakan teknik snowball sampling. Penentuan jumlah maupun
informan penelitian berkembang dan bergulir mengikuti informasi atau data yang
diperlukan dari informan yang diwawancarai sebelumnya. Maka dari itu, spesifikasi
informan penelitian tidak digambarkan secara rinci namun akan berkembang sesuai
dengan kajian penelitian yang dilakukan.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menurut Moleong
(2003:19) bahwa dalam instrumen penelitian kualitatif pengumpulan data lebih
banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data. Adapun alat bantu
yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif seperti penelitian ini antara lain, alat
kamera, taperecorder, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah
penelitian, dan alat bantu lainnya.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan yaitu :
1. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara secara mendalam (in-dephtinterview)
dengan narasumber (key informan) dengan berpedoman pada interview-guidances
yang telah disusun sebelumnya. Pemberian pertanyaan kepada informan dilakukan
61. 61
secara terbuka dan fleksibel sesuai dengan perkembangan yang terjadi selama
proses wawancara dalam rangka menyerap informasi mengenai persepsi, pola
maupun pendapat-pendapat dari informan tersebut. Apabila informasi dianggap
sudah memenuhi tujuan penelitian maka pengajuan pertanyaan atau penjaringan
informasi akan di akhiri.
2. Studi Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan
cara mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian ini, seperti buku, jurnal, surat kabar dan lain
sebagainya.
3. Observasi (pengamatan lapangan)
Yaitu dilakukan pengamatan secara langsung yang dilakukan peneliti di
lokasi penelitian untuk melihat kenyataan dan fakta sosial di sehingga dapat
dicocokkan antara hasil wawancara atau informasi dari informan dengan fakta
yang ada lapangan.
Proses pengolahan data bergerak diantara perolehan data, reduksi data, penyajian
dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Artinya data-data yang terdiri dari deskripsi
dan uraiannya adalah data yang dikumpulkan, kemudian disusun pengertian
dengan pemahaman arti yang disebut reduksi data, kemudian diikuti penyusunan
sajian datam yang berupa cerita sistematis, selanjutnya dilakukan usaha untuk
menarik kesimpulan dengan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat
dalam reduksi data dan sajian data. Apabila kesimpulan dirasakan masih
kurang mantap, maka dilakukan penggalian data kembali. Hal tersebut
dilakukan secara berlanjut, sampai penarikan kesimpulan dirasa sudah cukup
62. 62
untuk menggambarkan dan menjawab fokus penelitian. Secara sistematis
dijelaskan oleh Milles dan Huberman (1992 : 20) dengan model interaktif sebagai
berikut :
Gambar 3.1. Model interaktif Miles dan Huberman
Dijelaskan bahwa :
1. Reduksi data, sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Penyajian data, sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambil tindakan
3. Menarik kesimpulan/verifikasi, penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari
suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang
melintas dalam pikiran, suatu tinjauan ulang pada catatan lapangan atau juga
Pengumpulan Data
Sajian DataReduksi Data
Verifikasi
63. 63
upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam
seperangkat data yang lain.
I. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses dimana data itu disederhanakan
kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diiterpretasikan (Singarimbun dan
Effendi,1989). Sedangkan menurut Moleong (2000:103), analisis data adalah Proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
disarankan oleh data.
Dengan demikian, data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan studi
kepustakaan atau dokumentasi akan dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui
maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian. Data
yang terkumpul disajikan dalam bentuk narasi dan kutipan langsung hasil wawancara.
Tahap-tahap analisa data dalam penelitian ini, menurut Sarantakos dalam
Alston dan Bowles (1998:195) tahap-tahap tersebut terdiri dari tiga tahap umum,
yaitu : data reduction, data organization, dan interpretation, yang secara spesifik
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Data reduction (reduksi data), pada tahap ini data diberi kode, disimpulkan dan
dikategorikan menurut aspek-aspek penting dari setiap isu yang telah diteliti.
Dengan tahap ini akan membantu juga dalam menentukan data apa yang
diperlukan dan bagaimana serta siapa yang akan memberikan informasi
selanjutnya, metode apa yang digunakan untuk menganalisis yang akhirnya akan
membawa pada kesimpulan.