SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  2
Deschooling
Apa yang bisa anda buat dari kaleng bekas?

Ini memang satu pertanyaan yang bisa memunculkan beragam jawaban. Jika pertanyaan ini diajukan
kepada para mahasiswa atau orang-orang dewasa, biasanya jawaban yang akan muncul adalah asbak,
gelas, vas bunga atau celengan. Apa yang terjadi bila pertanyaan yang sama disampaikan kepada anak-
anak yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak?

Unpredictable. Ini sebagian dari jawaban mereka. Dibuat pesawat luar angkasa. Rumah anti gempa.
Kendaraan anti peluru. Pelawak asmuni almarhum pasti mengatakan bahwa semua itu adalah hil yang
mustahal.

Lupakan dulu kemustahilan. Jawaban-jawaban di atas, adalah cerminan dari dunia pendidikan kita.
Cermin dari sekolah-sekolah kita. 12 tahun pendidikan di sekolah dasar plus 4 – 6 tahun di Perguruan
Tinggi justru menghasilkan anak didik dengan imajinasi yang semakin lama semakin dibonsai. Pendidikan
bertahun-tahun di sekolah dan Perguruan Tinggi justru menghasilkan anak didik dengan imajinasi yang
semakin lama semakin dibonsai.

Pendidikan bertahun-tahun di sekolah dan Perguruan Tinggi telah menghasilkan generasi instan. Sekolah
kini sudah menjadi penjara baru. Pikiran anak-anak yang seluas cakrawala, telah diubah menjadi
tempurung. Raksasa dipaksa beralih rupa menjadi orang kerdil.

Asbak, vas bunga atau celengan bisa didapat tanpa melakukan perubahan sedikitpun terhadap kaleng
bekas. Tanpa biaya. Tanpa butuh banyak waktu. Nyaris tanpa resiko gagal. Instan, kan?

Bandingkan dengan pesawat luar angkasa dan rumah tahan gempa atau kendaraan anti peluru.
Membutuhkan upaya yang luar biasa untuk menjadikan kaleng bekas menjadi dua benda itu.
Mengumpulkan sejumlah kaleng bekas, melebur dan membentuknya menjadi dua benda itu.
Mengumpulkan sejumlah kaleng bekas, melebur dan membentuknya menjadi aneka komponen
penyusun. Butuh pengerahan tenaga dan pikiran dengan rentang waktu yang cukup panjang. Butuh
biaya besar. Risiko gagalnya cukup tinggi.

Paparan di atas adalah gambaran sederhana, untuk melakukan sebuah gerakan yang saya sebut sebagai
deschooling. Memang bukan istilah baru, karena istilah ini sudah dikenal di Barat sejak tahun 60-an.
Ekstrimnya, tinggalkan sekolah dan jangan kembali lagi. Bentuk yang lebih kompromistis, anda boleh
terus sekolah, tapi begitu masuk dunia kerja atau usaha, lupakan sekolah!

McDonald, sebuah grup jaringan penjual makanan cepat saji, sudah melakukannya. Juga beberapa
perusahaan kelas dunia lainnya. Setiap calon karyawan, yang berminat bekerja di perusahaan mereka,
harus bersedia memulai karir dari level paling bawah. Gelar kesarjanaan maupun asal Perguruan Tinggi
sudah bukan lagi prioritas utama. Siapa saja yang bersedia bekerja mulai dari membersihkan toilet,
silakan masuk. Yang tidak bersedia, silakan cari perusahaan yang bersedia menerima mereka.

Ini sudah jadi tren dunia. Cepat atau lambat, pasti akan melanda Indonesia. Siapkah Anda?
Deschooling

Contenu connexe

En vedette

En vedette (9)

Practica 1
Practica 1Practica 1
Practica 1
 
Conbocatoria sena
Conbocatoria senaConbocatoria sena
Conbocatoria sena
 
Propuesta torneo selectivo
Propuesta torneo selectivoPropuesta torneo selectivo
Propuesta torneo selectivo
 
MUSICA
MUSICAMUSICA
MUSICA
 
Activities for curriculum night
Activities for curriculum nightActivities for curriculum night
Activities for curriculum night
 
Construcciones antiguas
Construcciones antiguasConstrucciones antiguas
Construcciones antiguas
 
Matematicas
MatematicasMatematicas
Matematicas
 
Practica 1
Practica 1Practica 1
Practica 1
 
Cancha baloncesto
Cancha baloncestoCancha baloncesto
Cancha baloncesto
 

Deschooling

  • 1. Deschooling Apa yang bisa anda buat dari kaleng bekas? Ini memang satu pertanyaan yang bisa memunculkan beragam jawaban. Jika pertanyaan ini diajukan kepada para mahasiswa atau orang-orang dewasa, biasanya jawaban yang akan muncul adalah asbak, gelas, vas bunga atau celengan. Apa yang terjadi bila pertanyaan yang sama disampaikan kepada anak- anak yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak? Unpredictable. Ini sebagian dari jawaban mereka. Dibuat pesawat luar angkasa. Rumah anti gempa. Kendaraan anti peluru. Pelawak asmuni almarhum pasti mengatakan bahwa semua itu adalah hil yang mustahal. Lupakan dulu kemustahilan. Jawaban-jawaban di atas, adalah cerminan dari dunia pendidikan kita. Cermin dari sekolah-sekolah kita. 12 tahun pendidikan di sekolah dasar plus 4 – 6 tahun di Perguruan Tinggi justru menghasilkan anak didik dengan imajinasi yang semakin lama semakin dibonsai. Pendidikan bertahun-tahun di sekolah dan Perguruan Tinggi justru menghasilkan anak didik dengan imajinasi yang semakin lama semakin dibonsai. Pendidikan bertahun-tahun di sekolah dan Perguruan Tinggi telah menghasilkan generasi instan. Sekolah kini sudah menjadi penjara baru. Pikiran anak-anak yang seluas cakrawala, telah diubah menjadi tempurung. Raksasa dipaksa beralih rupa menjadi orang kerdil. Asbak, vas bunga atau celengan bisa didapat tanpa melakukan perubahan sedikitpun terhadap kaleng bekas. Tanpa biaya. Tanpa butuh banyak waktu. Nyaris tanpa resiko gagal. Instan, kan? Bandingkan dengan pesawat luar angkasa dan rumah tahan gempa atau kendaraan anti peluru. Membutuhkan upaya yang luar biasa untuk menjadikan kaleng bekas menjadi dua benda itu. Mengumpulkan sejumlah kaleng bekas, melebur dan membentuknya menjadi dua benda itu. Mengumpulkan sejumlah kaleng bekas, melebur dan membentuknya menjadi aneka komponen penyusun. Butuh pengerahan tenaga dan pikiran dengan rentang waktu yang cukup panjang. Butuh biaya besar. Risiko gagalnya cukup tinggi. Paparan di atas adalah gambaran sederhana, untuk melakukan sebuah gerakan yang saya sebut sebagai deschooling. Memang bukan istilah baru, karena istilah ini sudah dikenal di Barat sejak tahun 60-an. Ekstrimnya, tinggalkan sekolah dan jangan kembali lagi. Bentuk yang lebih kompromistis, anda boleh terus sekolah, tapi begitu masuk dunia kerja atau usaha, lupakan sekolah! McDonald, sebuah grup jaringan penjual makanan cepat saji, sudah melakukannya. Juga beberapa perusahaan kelas dunia lainnya. Setiap calon karyawan, yang berminat bekerja di perusahaan mereka, harus bersedia memulai karir dari level paling bawah. Gelar kesarjanaan maupun asal Perguruan Tinggi sudah bukan lagi prioritas utama. Siapa saja yang bersedia bekerja mulai dari membersihkan toilet, silakan masuk. Yang tidak bersedia, silakan cari perusahaan yang bersedia menerima mereka. Ini sudah jadi tren dunia. Cepat atau lambat, pasti akan melanda Indonesia. Siapkah Anda?