Didiklah generasi ini menjadi generasi yang bermoral dan tangguh, jadikanlah generasi selanjut mengikuti ketangguhan kita, jadilah seorang mujahidin dan mujahidah !!!
karena jihad tidak akan berkahir sampai kiamat itu tiba,
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Menjadi mujahid yang tangguh
1. Mendidik Anak Menjadi Mujahid Islam yang Tangguh
KETIKA berita tentang tentara Salibis yang telah bersiap untuk meluluhlantakkan Islam sampai
kepadanya, Abu Qudamah ASy-Syami bergerak cepat menuju mimbar masjid. Dalam pidato
yang emosional dan bertenaga, Abu Qudamah membakar semangat masyarakat muslim untuk
mempertahankan tanah air mereka, dengan jihad fi sabilillah. Tak lama setelah dia meninggalkan
masjid, menuruni lorong sempit dan gelap, tiba-tiba seorang wanita menghentikan langkahnya
dan berkata, “Assalamu‟alaikum wa rahmatullah!” Abu Qudamah berhenti, dan tidak
menjawabnya.
Wanita itu mengulangi lagi salamnya, seraya menambahkan, “Hal demikian bukanlah tindakan
yang seharusnya dilakukan orang shalih.” Lalu wanita itu berjalan selangkah mendekati
bayangan Abu Qudamah. “Aku mendengar engkau di masjid memotivasi orang-orang beriman
untuk pergi berjihad, dan yang aku punya hanyalah ini,” tuturnya seraya menyeragkan dua buah
kuncir yang dipotong dari rambutnya. Wanita itu meneruskan, “Ini bisa digunakan sebagai tali
kendali kuda. Semoga Allah menetapkan diri sebagai salah seorang yang pergi berjihad.
Pada hari berikutnya ketika penduduk perkampungan muslim telah bersiaga untuk berkonfrontasi
dengan laskar Kristen, tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke kerumunan dan berdiri di hadapan
kuda yang ditunggangi Abu Qudamah. “Demi Allah, aku memohon kepada engkau agar
mengizinkanku untuk bergabung ke dalam pasukan,” terang anak kecil itu. Tak ayal, beberapa
mujahid yang lebih tua menertawakan anak tersebut. “Nanti kuda akan menginjak-injak engkau,”
ejek yang lain.
Akan tetapi Abu Qudamah menatap dalam-dalam kedua matanya, lalu bocah kecil itu berkata
lagi, “Demi Allah, izinkan aku untuk bergabung.” Abu Qudamah menimpali, “Tapi dengan satu
syarat, jika engkau terbunuh, maka engkau akan membawaku ke surga bersama orang-orang
yang engkau masukkan ke dalam syafaat (syahid)mu.” Anak itu lantas tersenyum sembari
berucap, “Itu adalah janji.”
…Dia menggapai tingkatan ketakwaan maksimal, yang mana dia rela mengorbankan rambutnya,
ketika hari ini banyak wanita memperindah rambut mereka untuk meniru orang-orang kafir…
Tatkala dua pasukan bertemu dan tensi pertempuran semakin meninggi, anak kecil yang
dibonceng di belakang Abu Qudamah itu meminta, “Demi Allah aku meminta kepadamu untuk
memberiku tiga anak panah!” Abu Qudamah menjawab, “Engkau akan menyia-nyiakannya.”
Anak itu mengulangi lagi, “Demi Allah, aku meminta kepadamu untuk memberiku anak panah.”
2. Lalu Abu Qudamah pun memberinya tiga anak panah, lantas anak itu mulai membidik.
“Bismillah,” ucapnya. Kemudian anak panah pertama itu melesat dan membunuh seorang tentara
Romawi. “Bismillah,” ucapnya kedua kali. Lalu anak panah kedua melesat dan menewaskan
seorang tentara Romawi lagi. “Bismillah,” ucapnya lagi. Kemudian anak panah terakhir itu pun
menyungkurkan seorang tentara Romawi lainnya.
Tak lama setelah itu, sebuah anak panah melesat menembus dada anak kecil itu, membuatnya
jatuh terpelanting dari kuda. Sontak Abu Qudamah pun loncat dari kudanya dan mendekati anak
itu, lalu mengingatkannya sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, “Jangan melupakan
janji!” kemudian anak itu meraih sakunya, dan mengeluarkan sebuah kantong seraya berujar,
“Tolong kembalikan ini kepada ibuku.” “Siapa ibumu?” tanya Abu Qudamah. Anak itu berkata
dengan terengah-engah, “Wanita yang kemarin memberimu dua buah kuncirnya.”
Demikian kisah teladan mujahid Islam yang dikisahkan Ibnul Jauzi dalam Shifat Ash-Shafwah.
Kisah wanita yang memotong kuncirnya tersebut dikomentari Ibnul Jauzi sbb: “Wanita ini
niatnya baik, namun caranya keliru karena dia tidak tahu bahwa perbuatannya itu –yakni
memotong kuncirnya– terlarang, karenanya dalam hal ini kita hanya menyoroti niatnya saja.”
(Shifat Ash-Shafwah, 1/459)
Renungkanlah wanita tersebut; bagaimana
dia menggapai tingkatan ketakwaan maksimal, yang mana dia rela mengorbankan rambutnya,
ketika hari ini banyak wanita memperindah rambut mereka untuk meniru orang-orang kafir. Dan
dia juga pasrah mengorbankan anaknya, ketika dewasa ini para wanita justru sanggup mati
asalkan anak-anak mereka bersama mereka. Ya, wanita dalam kisah di atas menghabiskan
hidupnya dalam ketaatan kepada Allah, dan ketika ujian itu datang, dia dengan mudahnya
melewatinya. Bukan hanya dirinya yang sanggup melewati ujian tersebut. Anak lelaki yang telah
didiknya pun bersinar dengan kemilau keimanan seperti ibunya.
…Sejarah Islam diwarnai dengan banyak wanita beriman yang sukses mencetak mujahid
tangguh dan para pembela Islam. Mereka patut ditiru. Mereka adalah teladan sempurna…
Sejarah Islam diwarnai dengan banyak wanita beriman yang sukses mencetak pribadi-pribadi
tangguh dan para pembela Islam. Mereka patut ditiru, karena mereka adalah teladan sempurna.
Kita mungkin pernah mendengar kisah tentang seorang pemuda dengan seorang raja kafir. Yaitu
ketika seluruh penduduk desa berbondong-bondong memeluk Islam dikarenakan syahidnya
pemuda tersebut, maka raja memerintahkan supaya di setiap jalan digali parit dan dinyalakan api.
Lalu setiap penduduk ditanya tentang agamanya, jika dia telap setia kepada agama raja, maka
dibiarkan. Akan tetapi jika dia tetap beragam dengan agama si pemuda (percaya kepada Allah),
maka akan dimasukkan ke dalam parit api itu.
3. Maka orang berjejal-jejal saling dorong untuk masuk ke dalam parit api itu, disebabkan
keyakinan mutlak mereka terhadap akidah sang pemuda yang syahid. Sehingga tiba giliran
seorang wanita menggendong bayinya yang masih menyusu, ketika bayinya diangkat oleh
pengikut-pengikut raja untuk dimasukkan ke dalam parit api itu, wanita itu hampir menuruti
mereka untuk murtad, karena merasa kasihan kepada anaknya yang masih bayi. Tiba-tiba bayi
itu berkata dengan suara lantang, “Bersabarlah wahai ibuku, karena engkau sedang
mempertahankan yang benar.” Akhirnya, wanita mukminah itu masuk ke dalam parit api
bersama bayi yang digendongnya.
Mengenai hal ini, Allah berfirman,
“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang
mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai
kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Al-Buruj 8-9).
…Melalui pembinaan Al-Khansa yang dikenal sebagai ibunda para syahid, keempat anak
lelakinya tampil menjadi pahlawan Islam yang terkenal. Ia mendorong keempat anak lelakinya
tentang kemuliaan gugur syahid di medan Al-Qadisiyah…
Dan salah satu sosok mukminah yang sudah tak asing lagi adalah Al-Khansa yang dikenal
sebagai ibunda para syahid. Dia menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As-Sulami. Dari
pernikahan itu dia mendapatkan empat orang anak lelaki. Dan melalui pembinaan dan
pendidikan tangan-tangannya, keempat anak lelakinya ini tampil menjadi pahlawan-pahlawan
Islam yang terkenal. Hal itu dikarenakan dorongannya terhadap keempat anak lelakinya yang
telah gugur syahid di medan Al-Qadisiyah.
Sebelum peperangan dimulai, terjadilah perdebatan sengit di rumah Al-Khansa. Di
antara keempat putranya telah terjadi perebutan
kesempatan mengenai siapakah yang akan ikut berperang melawan tentara Persia, dan siapakah
yang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka. Keempatnya saling tunjuk menunjuk
kepada yang lainnya untuk tinggal di rumah. Masing-masing ingin turut berjuang melawan
musuh fi sabilillah.
Rupanya, pertengkaran mereka itu telah terdengar oleh ibunda mereka, Al-Khansa. Maka Al-
Khansa mengumpulkan keempat anaknya dan berkata:
“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan. Kalian telah
berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya
kalian ini putra-putra dari seorang lelaki dan dari seorang perempuan yang sama. Tidak
pantas bagiku untuk mengkhianati bapakmu, atau membuat malu pamanmu, atau mencoreng
arang di kening keluargamu.
4. Jika kalian telah melihat perang, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah, majulah
paling depan niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat. Negeri keabadian.
Wahai anakku, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu Rasul
Allah. Inilah kebenaran sejati, maka untuk itu berperanglah dan demi itu pula bertempurlah
sampai mati.
Wahai anakku, carilah maut niscaya dianugrahi hidup.”
Pemuda-pemuda itu pun keluar menuju medan perang. Mereka berjuang mati-matian melawan
musuh, sehingga banyak musuh yang terbunuh di tangan mereka. Akhirnya nyawa mereka
sendirilah yang tercabut dari tubuh-tubuh mereka. Ketika ibunda mereka, Al-Khansa, mendengar
kematian anak-anaknya dan kesyahidan semuanya, sedikit pun dia tidak merasa sedih dan kaget.
Bahkan ia berkata, “Alhamdulillah yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku.
Semoga Allah segera memanggilku dan berkenan mempertemukan aku dengan putra-putraku
dalam naungan Rahmat-Nya yang kokoh di surgaNya yang luas.”
…Ketika Al-Khansa, mendengar kesyahidan semua anaknya, sedikitpun dia tidak merasa sedih
dan kaget. Bahkan ia berkata, “Alhamdulillah, Allah telah memuliakanku dengan syahidnya
putra-putraku…
Inilah mengapa Al-Khansha dijuluki ibunda para syahid (ummu syuhada). Namun bukan gelar
sebagai Ummu Syuhada ini yang dia cari, melainkan keridhaan dari Allah SWT. Diberi gelar
ataupun tidak adalah sama baginya, dia akan tetap memotivasi anaknya untuk tetap tegar di
medan perang, dan rela melepas mereka semua pergi menuju kampung abadi dengan gelar
sebagai syuhada.
MENCETAK PARA MUJAHID TANGGUH
Seandainya semua ibu dewasa ini memiliki orientasi hidup dan prinsip sebagaimana para ibunda
dalam kisah di atas, maka dunia Islam akan melihat para pahlawan dan pejuang yang siap
memperjuangkan Islam.
Namun, pada zaman ini, peran ibu seolah tergantikan oleh
para pembantu, baby sitter, atau dititipkan di tempat penampungan anak (day care). Betapa
banyak ibu yang lebih fokus dan ambisius pada karier mereka sehingga perhatian dan kasih
sayang pada anak pun berkurang bahkan hilang. Tidak jarang pula dijumpai banyak para ibu
yang memiliki banyak waktu bersama anak namun merasa bingung apa yang harus dilakukan
untuk mengasah potensi buah hatinya.
Dua kondisi tersebut menunjukkan minimnya pemahaman seorang ibu tentang perannya dan
optimalisasi perannya, yaitu berusaha melahirkan generasi mulia; generasi para mujahid.
Tentunya, menjadi ibu pencetak mujahid meniscayakan proses pembelajaran, di antaranya
adalah:
5. 1. Bagaimana dia bisa memberikan pendidikan dan pengajaran terbaik pada anak-anaknya,
meliputi pemahaman akidah yang benar, syariat yang komprehensif, dan akhlak terpuji.
pendidikan dan pengajaran terbaik pada anak-anaknya, meliputi pemahaman aqidah yang
benar, syariat yang komprehensif, dan akhlak terpuji…
2. Bagaimana agar anak-anaknya selalu memberikan respon positif kepada ibu mereka.
3. Bagaimana menampilkan pesona sejati ibu shalihah dan anak-anak yang shaleh serta shalihah?
4. Bagaimana ibu dan anak-anaknya dicintai Allah dan Rasul-Nya
5. Bagaimana ibu menemukan rahasia metodologi dan epistemologi dalam mencetak generasi
mujahid, berdasarkan manhaj ahlussunnah wal jama‟ah dan paradigma tha`ifah manshurah
(kelompok yang selamat).
6. Terakhir, bagaimana menghadirkan suasana „perjuangan setiap hari' di rumah. Dalam artian,
anak-anak harus diberi pemahaman bahwa antara kebenaran dan kebatilan senantiasa
bertarung, dan kebenaran harus bisa melenyapkan kebatilan, dalam setiap ranah kehidupan.
Hadirkan suasana „perjuangan setiap hari' di rumah. Anak-anak harus diberi pemahaman
bahwa antara kebenaran dan kebatilan senantiasa bertarung. Dan kebenaran harus bisa
melenyapkan kebatilan…
Guna merealisasikan hal-hal di atas, syariat Islam kaffah (integral) memberikan peranti-peranti
yang dibutuhkan oleh ibu untuk belajar menjadi pencetak generasi mujahid. Pertama, ilmu Allah
dengan Islam yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Kedua, teladan yang baik bagi
para manusia, khususnya muslim dan muslimah dalam mendidik generasi mujahid, yakni
Rasulullah, para shahabat dan shahabiyah, tabi‟in dan tabi‟ut-tabi‟in, serta para ulama Salafus-
Shaleh lainnya. Sementara hal-hal teknisnya bisa diketahui dan dipelajari dari berbagai majlis
ilmu dan buku-buku keislaman yang bermanhaj lurus.
Demikianlah, semoga dalam waktu dekat kita akan menyaksikan munculnya para mujahid dari
para ibunda seperti Al-Khansha dan lainnya. Sehingga mereka dapat tampil memberangus
kebatilan, kemaksiatan kemusyrikan, hal-hal bid‟ah, atau meruntuhkan hukum thaghut yang
berkuasa. Amin!
Sebarkan artikel ini, mudah-mudahan kita dapat mencetak mujahid yang
tangguh untuk bangkit dari penindasan ini., TAKBIR,
ALLAHU AKBAR !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!