1. KEBERPIHAKAN TERHADAP KESEHATAN DARI PEMIMPIN BARU
Menjelang pelantikan Bibit Waluyo dan Rustriningsih sebagai Gubernur &
Wagub Jateng terpilih yang baru, tentu masyarakat yang kemarin memilih maupun yang
golput sekalipun tetap menanti dengan harap-harap cemas bagaimana mereka akan
mengawali kiprah mereka untuk menjadi pamomong dari proses pembangunan lima
tahun kedepan di Jateng. Masih terekam baik dalam benak masyarakat setumpuk janji
yang dicanangkan saat kampanye dengan slogan khasnya yaitu “Bali Deso Mbangun
Deso”. Bagaimana implikasi slogan tersebut dalam konteks keberpihakan mereka pada
nasib rakyat di desa akan menjadi pertaruhan yang menarik untuk selalu disimak.
Salah satu yang menjadi pertaruhan awal yang ingin segera kita lihat adalah
sejauhmana aktualisasi visi, misi dan slogan kampanye dalam wujud keberpihakan
mereka dalam bidang kesehatan. Mengapa bidang kesehatan? Sesuai amanat konstitusi
bahwa kesehatan adalah hak azasi masyarakat yang harus dipenuhi negara. Namun diakui
atau tidak kesehatan telah “termarginalisaikan” dan hanya menjadi “angin surga” saat
kampanye. Fakta selama inipun mengindikasikan tetap rendahnya komitmen pemerintah
dalam membiayai kesehatan (hanya 35%) dibandingkan yang mesti ditanggung oleh
masyarakat/private sebesar 65%. Di level propinsi lebih mengkhawatirkan lagi, rata-rata
porsi pengeluaran biaya kesehatan publik trendnya makin menurun dari 22% di tahun
2002 menjadi hanya 14% di tahun 2008 (World Bank, 2008)
Sebenarnya kita tidak perlu menunggu terlalu lama apalagi sampai tiga bulan
pasca pelantikan untuk bisa meneropong seberapa jauh keberpihakan para pemimpin baru
tersebut terhadap kesehatan. Meski cenderung terkesan normatif, paling tidak kita bisa
mencoba memahaminya lewat napak tilas dari isi dokumen visi & misi mereka
sebagaimana dapat diakses secara mudah melalui situs blog mereka di internet.
Meneropong Keberpihakan
Ada secercah harapan yang menjadi titik awal tanda keberpihakan mereka
terhadap kesehatan saat disebutkan bahwa salah satu indikator kesejahteraannya dari visi
Mewujudkan Kesejahteraan yang memiliki daya saing akan diwujudkan melalui
perbaikan kesehatan. Penjabaran selanjutnya ada di poin pertama misi mereka yaitu akan
meningkatkan derajat kesehatan baik individu dan masyarakat. Lebih dipertegas lagi
bahwa strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas SDM
akan melalui peningkatan kesehatan. Para pejabat anyar ini memang berusaha membaca
situasi dan kebutuhan kesehatan terkini di Jateng berdasarkan uraian dari RPJP Jateng
2005-2025. Walaupun hal itu tidak salah namun jika tidak cermat maka cara ini justeru
akan menyulitkan saat harus menguraikannya dalam kebijakan strategis lainnya.
Paling tidak kehawatiran ini terlihat pada saat menerjemahkan misi peningkatan
derajat kesehatan kedalam sasaran strategis, yang muncul ternyata hanya sasaran untuk
peningkatan usia harapan hidup? Padahal lazimnya sebagai indikator derajat kesehatan
dasar yang dianut secara nasional bahkan internasional minimal terdiri atas Angka
Kematian dan Angka Kesakitan bagi bayi, anak dan ibu yang merupakan golongan paling
rentan terutama yang tinggal di pedesaan. Bagaimanapun juga upaya penerjemahan visi-
misi kedalam kebijakan yang lebih operasional dari para pemimpin baru ini tetap bisa
kita beri apresiasi. Pembagian fungsi kesehatan menjadi dua urusan (kesehatan dan KB)
dengan perincian dari urusan kesehatan terdiri atas 9 kebijakan, 8 sasaran dan 13
2. program, sedangkan urusan KB dibagi menjadi 2 kebijakan, 4 sasaran dan 7 program,
mungkin sekilas memang sudah cukup lengkap.
Merajut realita
Tetapi kedepan semua pihak perlu hati-hati dan agar bisa semakin realistis jika
visi-misi mereka akan dijadikan pedoman utama saat membuat Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) khususnya bidang kesehatan di Jateng. Setidaknya
perlu sikap proaktif dari para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kesehatan
sehingga mampu membantu para pimpinan baru itu dalam menerjemahkan visi-misinya
menjadi berbagai strategi dan program kongkrit yang memang dibutuhkan oleh
masyarakat. Salah satu isu penting yang harus dicantumkan dalam RPJMD baru bidang
kesehatan di Jateng minimal harus sudah memuat indikator yang jelas sesuai target
Millenium Development Goals (MDG’s). Laporan terakhir dari Bappeda tentang
pencapaian target MDG’s di Jateng antara lain Angka Kematian Bayi sudah turun dari 22
di tahun 2000 menjadi 14 (2005), Angka Kematian Ibu dari 152 di tahun 2000 turun
menjadi 115 (2003), penurunan prevalensi gizi kurang pada balita dari 14,08% (2003)
menjadi10,51% (2006). Sehingga tantangan serius bagi pimpinan baru ini adalah
bagaimana upaya menjaga trend positif ini selama masa berkuasa mereka.
Disisi lain isu pelayanan publik juga kian mengemuka, khusus di sektor kesehatan
hal ini telah terwadahi dalam hasil revisi Standar Pelayanan Minimal (SPM) dari Depkes
RI. Sedikitnya ada 4 jenis tantangan pelayanan kesehatan akan jadi realitas utama dan
jadi tanggung jawab pejabat pemerintah yang baru terpilih sekalipun, yaitu Pelayanan
Kesehatan Dasar (ada 14 indikator), Pelayanan Kesehatan Rujukan (Rujukan Maskin &
Gawat Darurat Level 1 di RSUD), Penyelidikan Epidemilogi dan Penanggulangan KLB,
dan yang terakhir Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat (Cakupan Desa Siaga Aktif).
Selama ini masih ada keraguan jika SPM diterapkan sepenuhnya maka beban anggaran
pemerintah akan jauh membengkak dan terkadang hal ini sungguh tidak disukai oleh para
pimpinan, mengingat secara fisik hasilnya memang tidak bisa langsung terlihat.
Konsekuen dan konsisten adalah dua prasyarat yang bisa menjadi kunci
keberhasilan yang seharusnya dapat diterjemahkan secara bijak oleh pemimpin baru
khususnya saat merealisasikan keberpihakan mereka pada kesehatan rakyat yang tinggal
di pedesaan. Ketidak adilan yang kronis yang dialami masyarakat di pedesaan berupa
akses yang masih terbatas menyebabkan porsi terbesar subsidi kesehatan masih dinikmati
masyarakat di perkotaan. Ini menjadi pekerjaan rumah lain yang harus segera
diselesaikan. Semoga tidak perlu terjadi saat masyarakat sudah manut kembali ke desa
untuk ”mbangun deso” akhirnya bubar jalan hanya karena saat mereka sakit masih susah
mencari pertolongan sebab di desa ternyata tenaga kesehatan maupun sarana
kesehatannya belum diurusi secara serius sekalipun sudah berganti rezim baru.
dr.Sutopo Patria Jati MM (dosen FKM UNDIP dan pengurus IAKMI Jateng)