Pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat
1. Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi
Pengentasan Kemiskinan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Subianto, SE
Universitas Musi Rawas
2. Kondisi Kemiskinan
• Kemiskinan selalu menjadi momok bagi
perekonomian dunia, termasuk Indonesia
• Data 1990 – 2010 menunjukkan ada korelasi positif
antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan
ekonomi
• Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan
perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan
simiskin
• Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup
miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan
terjadi di tengah masyarakat modern dan
berkelimpahan (affluent society)
Universitas Musi Rawas
3. Beberapa Indikator Kesenjangan dan
Kemiskinan
• Indikator Kesenjangan
– Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat
kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang
dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni
• axiomatic dan
• stochastic dominance.
– Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari
kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat
ukur, yaitu
• the generalized entropy (GE),
• ukuran atkinson, dan
• koefisien gini
4. • Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini.
• Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai
dengan 1.
• Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat
porsi yang sama dari pendapatan) dan
• Bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam
pembagian pendapatan.
• Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai
koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan
tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
Ketimpangan sedang dengan nilai gini antara 0,360,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan
koefisien gini antara 0,2-0,35.
5. • Indikator Kemiskinan
– Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara
ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya
perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.
– Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin
dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan
untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan
bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum
makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari.
6. The Vicious Circle of Poverty
Kekurangan
Modal
Investasi Rendah
Tabungan Rendah
Produktivitas
Rendah
Pendapatan
Rendah
Universitas Musi Rawas
7. Indikator Kemiskinan
• Terdapat beberapa indikator
kemiskinan yang biasa digunakan,
yaitu indikator:
–
–
–
–
Kemiskinan relatif
Kemiskinan absolut
Kemiskinan kultural, dan
Kemiskinan struktural
Universitas Musi Rawas
8. Kemiskinan Relatif
• Seseorang dikatakan berada dalam
kelompok kemiskinan relatif, jika
pendapatannya berada di bawah pendapatan
di sekitarnya, atau dalam kelompok
masyarakat tersebut, ia berada di lapisan
paling bawah.
• Bisa jadi meskipun pendapatannya cukup
untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun
karena dibanding masyarakat di sekitarnya,
pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk
miskin.
• Amerika Serikat menggunakan indikator
kemiskinan semacam ini.
Universitas Musi Rawas
9. Kemiskinan Absolut
• Dilihat dari kemampuan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan pokok
(sandang, pangan, pemukiman,
pendidikan dan kesehatan).
• Jika pendapatan seseorang di bawah
pendapatan minimal untuk memenuhi
kebutuhan pokok, maka ia disebut
miskin.
• Indonesia menggunakan indikator
kemiskinan jenis ini.
Universitas Musi Rawas
10. Kemiskinan Kultural
• Dikaitkan dengan budaya masyarakat
yang “menerima” kemiskinan yang
terjadi pada dirinya, bahkan tidak
merespons usaha-usaha pihak lain
yang membantunya keluar dari
kemiskinan tersebut.
Universitas Musi Rawas
11. Kemiskinan Struktural
• Kemiskinan yang disebabkan struktur
dan sistem ekonomi yang timpang dan
tidak berpihak pada si miskin,
sehingga memunculkan masalahmasalah struktural ekonomi yang
makin meminggirkan peranan orang
miskin.
Universitas Musi Rawas
12.
13.
14. Garis Kemiskinan (Poverty Line)
• Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur garis
kemiskinan dengan pendekatan konsumsi
sejalan dengan pendekatan Bank Dunia.
• Garis kemiskinan tersebut diukur dari
kemampuan membeli bahan makanan
ekuivalen dengan 2100 kalori per kapita per
hari dan biaya untuk memperoleh
kebutuhan minimal akan barang/jasa,
pakaian, perumahan, kesehatan,
transportasi, dan pendidikan.
Universitas Musi Rawas
15. Garis Kemiskinan VV. Bhanoji Rao
• Rao menghitung garis kemiskinan
dengan memperhitungkan kebutuhan
kalori per hari minimum yang
diperlukan seseorang untuk hidup
layak sebagai dasar, kemudian
diambah lagi dengan keperluan untuk
kehidupan dasar yang sifatnya sosial,
misalnya untuk pemeliharaan
kesehatan, sekolah, dsb.
Universitas Musi Rawas
16. Indikator Kemiskinan Prof Sayoga
• Dibedakan antara daerah perkotaan
dan pedesaan.
• Garis kemiskinan untuk pedesaan
setara dengan 240 kg beras per kapita
per tahun, sedangkan untuk perkotaan
setara dengan 360 kg beras per kapita
per tahun.
• Garis kemiskinan ditetapkan setelah
survei di seluruh Indonesia pada 1973.
Universitas Musi Rawas
17.
18. Pergeseran Pengertian Kemiskinan
• Pergerseran pengertian kemiskinan
dengan tidak melihat aspek
pendapatan dan konsumsi saja, tetapi
juga melihat masalah ketergantungan,
harga diri, kontinuitas pendapatan dsb.
Universitas Musi Rawas
19. SMERU
• Mengartikan kemiskinan dengan melihat
berbagai dimensi:
– Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
konsumsi dasar (sandang, pangan, papan);
– Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup
dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,
air bersih, dan transportasi)
– Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak
adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga)
– Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual maupun massal.
Universitas Musi Rawas
20. SMERU-lanj.
– Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
keterbatasan sumber daya alam;
– Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial
masyarakat;
– Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan
mata pencaharian yang berkesinambungan;
– Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik
maupun mental;
– Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan
sosial (anak-anak terlantar, wanita korban
kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marjinal dan terpencil)
Universitas Musi Rawas
21. Kemiskinan di Indonesia
•
Tingkat kemiskinan mutlak menurun drastis dalam dua dasawarsa
sebelum krisis ekonomi 1997;
Jumlah penduduk miskin pada 1976 mencapai 54,2 juta jiwa
(40,1 %),
menurun menjadi 40,6 juta jiwa (26,9 %) pada tahun 1981,
35 juta jiwa (21,64 %) pada tahun 1984,
27,2 juta jiwa (15,1 %) pada tahun 1990, dan
22,5 juta jiwa (11,3) pada 1996.
Tahun 2012 Penduduk Miskin,
Kota 10.507,80
Desa 18.086,90
Total 28.594,60
Dalam Persentase :
Kota : 8.60 %
Desa : 14.70 %
Total : 11.66 %
Universitas Musi Rawas
22.
23. Sebab-sebab Struktural Kemiskinan
di Indonesia
• Ketidakmampuan mengelola sumber daya
alam secara maksimal;
• Kebijakan ekonomi yang tidak
berkomitmen terhadap penanggulangan
kemiskinan dan semata-mata mengejar
pertumbuhan ekonomi (trickle down effect
tidak bekerja)
– Kesalahan mendasar dalam asumsi
perekonomian Indonesia adalah pengangguran
dan kemiskinan hanya mungkin diatasi jika
ekonomi tumbuh minimal (misalnya) 6,5 %.
Universitas Musi Rawas
24. – Asumsi demikian salah, karena:
• Yang dapat mengatasi pengangguran dan
kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi
yang melibatkan kegiatan ekonomi rakyat
yang pelakunya adalah masyarakat miskin.
• Pengangguran dan kemiskinan adalah dua
hal berbeda. Orang yang menganggur belum
tentu miskin.
– Ilustrasi: 1 % pertumbuhan diasumsikan
mampu menampung 200.000-400.000
tenaga kerja baru, maka pertumbuhan 6.5
% hanya mampu mempekerjakan 1,3
juta-2,6 juta tenaga kerja dan tidak ada
jaminan bagi penduduk miskin yang
mencapai puluhan juta jiwa.
Universitas Musi Rawas
25. Beberapa Kelemahan dalam Program
Penanggulangan Kemiskinan
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
makro daripada pemerataan;
Sentralisasi kebijakan daripada desentralisasi;
Lebih bersifat karitatif daripada transformatif;
Memposisikan masyarakat sebagai objek dan
bukan subjek;
Cara pandang tentang penanggulangan
kemiskinan masih berorientasi pada „charity‟
daripada „productivity‟;
Asusmsi permasalahan dan solusi kemiskinan
sering dipandang sama daripada pluralistis.
Universitas Musi Rawas
26. Kebijakan Pemerintah untuk
Menanggulangi Kemiskinan
• Masa Kolonial: „politik etis‟ balas budi.
• Masa Orde Baru: terkait dengan program
pembangunan nasional sejak Repelita I-V. Program
sektoral yang pernah dilaksanakan:
– BIMAS, INMAS, dan P4K (Departemen Pertanian),
– UPPKS (BKKBN),
– KUD dan Koperasi Simpan Pinjam (Departemen
Koperasi),
– UED-SP, BKD dan PKK (Departemen Dalam Negeri),
– KUBE (Departemen Sosial)
– Wajar 9 tahun (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan)
dan
– pengembangan Puskesmas (Departemen Kesehatan)
Universitas Musi Rawas
27. Kebijakan Pemerintah untuk
Menanggulangi Kemiskinan-lanj.
•
Mulai Repelita VI diluncurkan Inpres
Desa Tertinggal (IDT), yang meliputi:
–
–
Komponen bantuan langsung sebesar Rp 20
juta/desa sebagai dana bergulir selama 3
tahun;
Bantuan pendampingan pokmas IDT oleh
tenaga pendamping Sarjana Pendamping
Purna Waktu (SP2W);
Bantuan pembangunan sarana/prasarana
–
•
Untuk masyarakat miskin di kelurahan
tidak „tertinggal‟ diluncurkan program
Takesra/Kukesra.
Universitas Musi Rawas
28. Kebijakan Pemerintah untuk
Menanggulangi Kemiskinan-lanj.
• Ketika terjadi krisis ekonomi, jumlah
penduduk miskin meningkat tajam karena
merupakan gabungan dari penduduk miskin
lama dan penduduk baru yang bersifat
sementara (transient poverty).
– Untuk mengatasi masalah ini, dikeluarkan
program Jaring Pengaman Sosial (JPS), yang
dibagi dalam empat kelompok program, yaitu
JPS Departemen teknis, JPS prioritas, JPS
sektor-sektor pembangunan dan JPS monitoring
Universitas Musi Rawas
29. Kekurangan Program
• Tidak ada jenjang program lanjutan
sehingga kelompok yang sukses dalam
tahapan pertama susah mengembangkan
usaha selanjutnya
• Terhambatnya laju pertumbuhan karena
sistem pertanggungjawaban yang saling
mengikat
• Timing pencairan kredit yang tidak tepat
• Kurangnya integrasi dan koordinasi
program antar instansi
Universitas Musi Rawas
30. Paradigma Baru Pemberantasan
Kemiskinan di Indonesia
a) Penerbitan undang-undang pemberantasan
kemiskinan sehingga program
pengurangan kemiskinan lebih
diprioritaskan oleh pemerintah dan
masyarakat
b) Program pemberantasan harus bersifat
multi-sektor
c) Perencanaan dan pelaksanaan dilakukan
bersama antara masyarakat dan pemerintah
sehingga program sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan potensi aktual
masyarakat dapat lebih tergali.
Universitas Musi Rawas
31. Paradigma Baru Pemberantasan
Kemiskinan di Indonesia-lanj.
d) Masyarakat dijadikan subjek dan
bukan sekedar objek program
e) Pertanggungjawaban program tidak
saja pada pemerintah tetapi juga
pada masyarakat
f) Program yang berkesinambungan
g) Ukuran keberhasilan ditentukan
berdasarkan kemampuan masyarakat
keluar dari belenggu kemiskinan.
Universitas Musi Rawas
32. Pemberdayaan Masyarakat
• Menjelang pertengahan tahun 1997, beberapa saat
sebelum krisis ekonomi muncul, tingkat pendapatan
per kepala di Indonesia sudah melebihi 1000 dolar
AS, dan tingkat ini jauh lebih tinggi.
• Namun, apa artinya kalau hanya 10% saja dari jumlah
penduduk di tanah air yang menikmati 90% dari
jumlah PN. Sedangkan, sisanya 90% hanya
menikmati 10% dari PN.
• Atau kenaikan PN selama masa itu hanya dinikmati
oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan
dari kelompok masyarakat yang mewakili 90% dari
jumlah penduduk tidak mengalami perbaikan yang
berarti.
33. • Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World
Development Report on Proverty mendeklarasikan
bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan
kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga
front :
(i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang
menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi
kelompok miskin,
(ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang
memberi mereka kemampuan lebih baik utk memanfaatkan
kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi,
(iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk penduduk
miskin yang sama sekali tidak mampu untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan
mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara
fisik.
34. Pemberdayaan
• Pemberdayan merupakan suatu penumbuhan
kemandirian melalui pemberian kekuatan atau daya
untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang
berkualitas dan handal dengan ciri
–
–
–
–
–
–
–
mandiri ,
profesional,
berjiwa wirausaha,
mempunyai dedekasi,
etos kerja, disiplin dan
moral yang tinggi serta
berwawasan global,
• Sehingga mampu membangun usaha yang berdaya
saing tinggi menghadapi globalisasi dan liberalisasi
perekonomian dunia. (Suprapto, 2010)
36. Faktor Internal
Berusaha subsisten
Lahan semakin sempit
Belum Bankable
Pendidikan rendah
Kelembagaan Belum Berfungsi
Akses pasar rendah
Askses teknologi dan informasi rendah
37. Faktor Eksternal
Posisi tawar rendah
Produsen
Monopsoni/oligosopsoni*
Dukungan lembaga keuangan
rendah
Pungutan liar masih tinggi,
high cost
Tidak ada penjamin resiko
38. • Pengertian Pemberdayaan Masyarakat sebenarnya
mengacu pada kata “Empowerment”, yaitu sebagai
upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki
oleh masyarakat.
• Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan masyarakat nelayan adalah penekanan
pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri
sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka
sendiri.
• Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian
tentunya diharapkan memberikan peranan kepada
individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku
atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri.
39. • Pendekataan pemberdayaan masyarakat yang berpusat
pada manusia (people centered development)
melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal,
yang merupakan mekanisme perencanaan yang
menekankan pada teknologi pembelajaran sosial dan
strategi perumusan program.
• Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan
dirinya.
• Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
keberdayaan masyarakat terletak pada proses
pengambilan keputusan sendiri untuk
mengembangkan pilihan-pilihan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan dan sosial.