1. VALIDITAS
Validitas berasal dari bahasa Inggris dari kata validity yang berarti keabsahan atau
kebenaran. Dalam konteks alat ukur atau instrumen asesmen, validitas berarti sejauh mana
kecermatan atau ketepatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah instrumen
yang valid akan menghasilkan data yang tepat seperti yang diinginkan. Sebagai contoh, jika
kita ingin mengetahui berat maka alat ukur yang tepat adalah timbangan atau neraca bukan
meteran, termometer, atau alat yang lain. Dengan kata lain, sifat valid memberikan pengertian
bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari apa yang
diinginkan.
Contoh di atas barang kali terlalu sederhana dan mudah untuk mengecek dan
mengendalikannya. Berbeda halnya jika kita akan melakukan pengukuran dalam dunia
pembelajaran atau dunia pendidikan, tidak sesederhana seperti pada pengukuran berat ataupun
panjang. Untuk mengetahui alat ukur prestasi belajar apakah valid atau tidak maka perlu
dipelajari dengan hati -hati.
Validitas sangat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Validitas tidak berlaku secara
umum bagi semua pengukuran. Suatu tes mempunyai hasil ukuran yang baik (valid) untuk
suatu tujuan tertentu yang sepesifik tetapi tidak valid untuk tujuan yang lain atau bahkan
untuk tujuan yang sama pada kelompok yang lain.
Validitas secara umum menunjukkan ukuran yang mengukur apa yang akan diukur
(Anonim: 2006: 1). Validitas mengacu pada keberartian, kebenaran, kemanfaatan, dan
keseuaian skor tes (Jafar Ahiri: 1). Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan
sejauh mana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur (Sumarna Supranata: 2004: 50).
Dalam buku “ Encyclopedia of Educational Evaluation (Suharsimi A: 1987: 60) dikatakan,
bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.
Validitas tes perlu ditentukan untuk mengetahui kualitas tes dalam kaitannya dengan
mengukur hal yang seharusnya diukur (Sumarna Supranata: 2004: 50). Menurut Nunnaly
(1972) dalam Sumarna Supranata (2004: 50), menyatakan, bahwa pengertian validitas
senantiasa dikaitkan dengan penelitian empiris dan pembuktian-pembuktiannya bergantung
kepada macam validitas yang digunakan. Kemudian, menurut Anastasi (1988) dalam
Sumarna Supranata (2004: 50), menyatakan, bahwa validitas adalah suatu tingkatan yang
menyatakan bahwa suatu alat ukur telah sesuai dengan apa yang diukur. Sedangkan Gronlund
(1985) dalam Sumarna Supranata (2004: 50), menyatakan bahwa validitas berkaitan dengan
hasil suatu alat ukur, menunjukkan tingkatan, dan bersifat khusus sesuai dengan tujuan
pengukuran yang akan dilakukan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi
apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan
makna dan tujuan diadakannya tes tersebut.
Linn & Gronlund (2000) mengemukakan hakikat validitas tes dan asesmen
sebagai berikut :
1. Validitas menyatakan ketepatan interpretasi hasil bukan pada prosedurnya.
2. Validitas merupakan persoalan yang berkaitan dengan derajat (tingkatan),
sebagai konsekuensinya kita harus menghindari pemikiran hasil asesmen
sebagai valid atau tidak valid. Oleh karena validitas adalah persoalan derajad maka sebuah
instrumen dapat dikategorikan mempunyai derajad validitas tinggi, sedang, dan rendah.
2. 3. Validitas selalu bersifat khusus untuk penggunaan atau interpretasi tertentu. Tidak ada
asesmen yang valid untuk semua tujuan. Sebagai contoh, hasil tes aritmatika mungkin
mempunyai tingkat validitas yang tinggi untuk kemampuan hitung, validitas yang rendah
untuk alasan-alasan aritmatika, dan mempunyai derajat validitas sedang untuk
memprediksi kesuksesan prestasi matematika yang akan datang.
4. Validitas merupakan kesatuan konsep. Hakikat konsep validitas dipandang sebagai sebuah
kesatuan konsep berdasark an berbagai macam bagian dari fakta.
5. Validitas melibatkan sebuah keputusan evaluatif yang menyeluruh.
A. Macam-macam Validitas
Validitas dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu validitas isi ( content validity),
validitas konstruksi (construct validity), dan validitas berdasar kriteria (criterion related
validity). Validitas berdasar kriteria dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu, validitas
konkuren (validitas ada sekarang, concurent validity) dan validitas prediktif (predictive
validity).
1) Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi disebut juga validitas kurikuler. Oleh karena itu, validitas ini erat
kaitannya dengan materi yang akan diukur dalam tes. Tentu saja materi yang dimaksud
adalah materi yang terdapat dalam kurikulum. Validitas isi mencerminkan sejauh mana
butir-butir dalam tes mencerminkan materi yang disajikan dalam kurikulum. Sebuah tes
dikatakan memiliki validitas isi jika butir - butir tes bersifat representatif terhadap isi
materi dalam kurikulum tersebut. Pengujian validitas isi tidak melalui prosedur pengujian
secara statistik, melainkan melalui analisis secara rasional. Pengetahuan terhadap
kurikulum menjadi dasar berpijak yang penting untuk dapat melakukan analisis validitas
isi.
Cara yang praktis untuk melakukan analisis validitas isi adalah dengan melihat apakah
butir-butir tes telah disusun sesuai dengan blue-print (kisi-kisi) yang sudah dirancang
sebelumnya. Blue print menjadi acuan dalam menuangkan domain atau ranah dan indikator
yang akan diukur dalam tes.
2) Validitas Konstruk (Construct Validity)
Validitas konstruk adalah validitas yang menyangkut bangunan teoretik variabel yang
akan diukur. Sebuah tes dikatakan mempunyai validitas konstruk apabila butir-butir soal
yang disusun dalam tes mengukur setiap aspek berpikir dari sebuah variabel yang akan
diukur melalui tes tersebut. Seperti halnya validitas isi, untuk mempertinggi validitas
konstruk dapat dilakukan dengan cara memerinci dan memasangkan setiap butir soal
dengan setiap aspek. Pengujian validitas konstruk diperlukan an alisis statistik yang
kompleks seperti prosedur analisis faktor. Salah satu prosedur pengujian validitas konstruk
yang tidak terlalu kompleks dapat dilakukan dengan pendekatan multi-trait multi-method.
Dua atau lebih trait yang diukur melalui dua atau lebih metode dapat diuji secara
serentak dengan pendekatan ini, sehingga akan diperoleh adanya bukti adanya validitas
diskriminan dan validitas konvergen. Validitas diskriminan ditunjukkan oleh rendahnya
korelasi antara faktor skala atau tes yang mengukur trai t yang berbeda terutama bila
digunakan metode yang sama. Validitas konvergen ditunjukkan oleh tingginya korelasi
skor tes –tes yang mengukur trait yang sama dengan menggunakan metode yang berbeda.
3. 3) Validitas Berdasarkan Kriteria
Sesuai dengan namanya, validitas ini didasarkan pada kriteria tertentu. Dengan
demikian bukti adanya validitas ditunjukkan adanya hubungan korelasional skor pada tes
yang bersangkutan dengan skor suatu kriteria.
Pengujian validitas ini bersifat empirik, artinya pengujian hanya dapat dilakukan
setelah mendapatkan data di lapangan. Apabila berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
terhadap data hasil pengamatan di lapangan terbukti bahwa tes hasil belajar dapat
mengukur hasil belajar yang seharusnya diungkap secara tepat maka berarti alat tes
tersebut mempunyai validitas empirik. Untuk keperluan pengujian jenis validitas ini dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dari segi kemampuannya dalam melakukan ramalan (
predictive validity) serta daya ketepatan bandingannya (concurent validity).
Perbedaan utama antara validitas ramalan dengan validitas bandingan adalah
ketersediaan pembanding (kriterium). Pada validitas ramalan , kriterium diperoleh pada waktu
yang akan datang setelah dilakukan tes yang akan diukur validitasnya tersebut. Sedangkan
pada validitas bandingan, kriterium sudah ada atau dapat diperoleh pada saat yang sama
dengan waktu untuk memperoleh data tentang tes yang akan diukur validitasnya tersebut
tanpa harus menunggu masa yang akan datang.
B. Pengujian Validitas Tes Secara Empirik
Validitas empirik adalah kerapatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang
bersifat empirik. Dengan kata lain validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada
atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan.
Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas empirik
ataukah belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi :
a) Validitas ramalan (predictive validity)
Sebagai ilustrasi adalah adanya tes masuk Perguruan Tinggi Negeri. Setelah melalui
serangkaian tes maka hanya calon mahasiswa yang mempunyai skor tinggi yang diterima oleh
panitia seleksi mahasiswa baru. Sesungguhnya keputusan panitia seleksi yang hanya
menerima mahasiswa yang mempunyai skor tinggi saja berarti sudah memprediksikan bahwa
calon mahasiswa dengan skor tinggi tersebut kelak yang akan lebih berhasil dalam studinya.
Sedangkan para calon mahasiswa yang mempunyai skor sedang apalagi rendah diprediksikan
akan banyak menemui kendala dalam studinya. Oleh karena itu tes yang digunakan dalam
seleksi calon mahasiwa baru tersebut akan mempunyai tingkat validitas prediktif yang tinggi
apabila secara empirik terbukti bahwa prestasi belajar mereka juga baik. Dengan demikian
antara skor tes masuk dengan prestasi belajar harus mempunyai korelasi yang positif.
Pada kasus di atas, yang dipermasalahkan validitasnya adalah tes masuk. Oleh karena
itu hasil belajar pada masa perkuliahan digunakan sebagai tolok ukur (kriterium). Adanya
kesejajaran, kesesuaian, kesamaan arah antara tes seleksi masuk dengan hasil belajar
mempunyai korelasi yang positif.
Berdasarkan pada uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa untuk mengetahui apakah
suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas ramalan
ataukah belum, dapat ditempuh dengan cara mencari korelasi antara tes hasil belajar yang
sedang diuji validitas ramalan itu dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah
memiliki daya ramalan yang tepat.
4. Contoh : Nilai hasil tes seleksi bahasa arab di Fakultas
Nilai (Variabel y) yang berhasil dicapai oleh 5 orang.
No
X Y
1. 58 65
2. 50 57 “ tidak terdapat korelasi fositif yang signifikan, antara variable
3. 53 60 X dengan variable Y”
4. 49 56
5. 58 65
a) Menyiapkan Peta Korelasi
No X Y Y 2
Y2
.Y
1. 58 65 4 4 16 16 16
2. 50 57 -4 -4 16 16 16
3. 53 60 -1 -1 1 -1 1
4. 49 56 -5 2 -10 25 4
5. 58 65 4 4 16 16 16
b) Menghitung mean x dan y
c) Menghitung Standard deviasi X dan Y
d) Angka Indeks korelasi X Y
b) Validitas bandingan (Concurent Validity)
Validitas ini sering pula disebut sebagai validitas ada sekarang, validitas sama saat,
validitas pengalaman, dan validitas empiris. Disebut sebagai validitas ada sekarang karena
pengujiannya berdasarkan pengalaman yang saat ini sudah ada di tangan. Disebut sebagai
validitas sama saat karena validitas ini segera dapat kita peroleh informasinya pada saat yang
sama dengan waktu diperolehnya data hasil tes yang diukur validitasnya tersebut. Disebut
validitas pengalaman (empiris) karena validitas ini dikaitkan dengan pengalaman yang sudah
ada.
Dalam hal ini pengalaman digunakan sebagai kriterium. Guna menentukan validitas
bandingan ini tidak perlu menunggu waktu untuk membuktikannya. Seperti disebutkan pada
alenia di atas bahwa yang berfungsi sebagai kriterium adalah data hasil pengalaman. Apabila
data dari tes yang ada sekarang mempunyai hubungan yang searah dengan data hasil
pengalaman maka dikatakan telah mempunyai validitas bandingan.
Contoh : Bagaimana cara pengujian validitas bandingan.
Misalnya pada tanggal 1 Agustus 1994 sebanyak 24 orang siswa. Dua minggu
kemudian, yaitu pada tanggal 15 Agustus 1994, tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu, 20 orang siswa diatas dihadapkan pada tes formatif kedua dengan mata
pelajaran yang sama dengan menggunakan butir soal yang sama dengan butir-butir
soal yang telah dikeluarkan pada tes formatif pertama.
5. Tekhnik pengujian validitas item tes hasil belajar
a. Pengertian validitas item
Dimaksud dengan validitas item dari sebuah tes adalah ketepatan mengukur yang
dimiliki oleh sebutir item ( yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tes bagian
suatu totalitas ), dalam negukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut.
b. Tehknik Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar
Memilih dan menentukan jenis tekhnik dalam rangka menguji validitas item itu.
Seperti yang diketahui pada tes objektif maka hanya ada dua kemungkinan yaitu betul
atau salah.
Rumus : PB 1 = √
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi validitas
Banyak faktor yang menyebabkan hasil asesmen tidak valid. Beberapa di antaranya
tampak jelas dan mudah untuk menghindarinya. Tidak ada guru yang akan berpikir untuk
mengukur pengetahuan biologi dengan asesmen matematika. Demikian pula juga tidak ada
guru yang akan mengukur kemampuan memecahkan masalah (problem solving) biologi kelas
7 SMP dengan menggunakan asesmen yang didesain untuk kelas 12 SMA. Dalam dua contoh
tersebut sudah sangat jelas hasil asesmen akan menjadi tidak valid. Faktor yang
mempengaruhi validitas tes antara lain:
1. Faktor dari dalam tes itu sendiri
Pengujian terhadap butir tes secara hati-hati akan menunjukkan apakah tes yang
digunakan untuk mengukur isi materi atau fungsi - fungsi mental yang akan diakses oleh
guru. Bagaimanapun juga, beberapa fak tor berikut dapat menjaga butir tes dari fungsi yang
dikehendaki dan dengan demikian juga terj aga dari rendahnya validitas hasil asesmen. Lima
faktor yang pertama dapat diterapkan sejajar dengan asesmen penampilan siswa secara luas
ser ta tes-tes tradisional.
Lima faktor yang terakhir lebih diterapkan secara langsung terhadap tes pilihan dan tes
dengan jawaban singkat dengan jawaban benar atau salah.
a. Petunjuk yang tidak jelas . Petunjuk yang tidak jelas menyebabkan siswa kehilangan
waktu untuk sekedar memahami petunjuk pengerjaan atau bahkan tidak dapat
melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
b. Penggunaan kosa kata dan struktur kalimat yang sulit. Penggunaan kosa kata atau
struktur kalimat yang sulit dapat menyebabkan siswa terjebak untuk pemahaman
terhadap pemahaman maksud dari sebuah pertanyaan bukan untuk menyelesaikan
pertanyaan itu sendiri.
c. Ambiguitas. Ambiguitas yaitu adanya kemungkinan multi tafsir juga menyebabkan
menurunnya validitas sebuah tes.
d. Alokasi waktu yang tidak cukup. Seyogyanya sebuah tes disediakan waktu yang
cukup untuk mengerjakan seluruh butir tes yang ada. Kekurangan waktu dalam
menyelesaikan sebuah tes bisa jadi bukan karena siswa tidak mampu untuk
menyelesaikan tesnya tetapi karena keterbatasan kesempatan untuk mengerjakannya.
6. e. Penekanan yang berlebihan terhadap aspek tertentu, sehingga terlalu mudah ditebak
kecenderungan dari jawaban soal akan menyebabkan menurunnya tingkat validitas
soal.
f. Kualitas butir tes yang tidak memadai untuk mengukur hasil belajar . Kualitas yang
tidak memadai misalnya tes dimaksudkan untuk megukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi (higher order thinking) jelas tidak cukup hanya digunakan tes yang bersifat
untuk mengungkap pengetahuan faktual saja.
g. Susunan tes yang jelek.
h. Tes terlalu pendek.
i. Penyusunan butir tes yang tidak runtut .
j. Pola jawaban yang mudah ditebak, misalnya pada soal pilihan ganda jawabannya
adalah A semua, atau B semua atau menunjukkan pola tertentu misalnya D, C, B, A,
D, C, B, A, dan sebagainya.
2. Faktor berfungsinya tes dan prosedur mengajar
3. Faktor administrasi dan penskoran
Pemberian skor terhadap jawaban siswa (testee) harus dilakukan secara hati-hati jangan
sampai salah tulis atau meremehkan selisih angka walaupun hanya sedikit. Hal ini akan
menyebabkan hasil pengujian terhadap validitas akan memberikan makna yang berbeda.
4. Faktor tanggapan siswa
Tanggapan siswa yang tidak serius bias anya dijumpai pada saat siswa diminta untuk
mengisi sebuah angket. Hal ini akan menyebabkan siswa mengisi angket secara
sembarangan karena merasa tidak penting maupun alasan -alasan yang lain. Oleh karena
itu berikan angket pada waktu dan kondisi yang tepat .
5. Hakikat kelompok dan kriteria
Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa validitas bersifat spesifik. Sebuah asesmen atau
instrumen alat ukur mungkin hanya valid untuk kelompok tertentu saja dan tidak valid
untuk kelompok yang lain. Sebagai contoh misalnya sebuah tes diujicobakan pada
sekelompok siswa pada sebuah sekolah dengan kualitas biasa –biasa saja tentu akan
berbeda hasilnya jika tes yang sama diberikan pada sekelompok siswa pada sekolah yang
favorit.
RELIABILITAS
Pada bagian di atas telah dibahas mengenai validitas. Validitas adalah sebuah evaluasi
terhadap ketepatan interpretasi dan penggunaan hasil asesmen. Validitas mempunyai arti
sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur mampu melakukan fungsi ukurnya. Selain
validitas, alat ukur yang baik juga harus reliabel. Oleh karena itu, alat ukur yang baik adalah
alat ukur yang valid dan reliabel. Hubungan antara validitas dengan reliabilitas dapat
digambarkansebagaimana tembakan yang selalu tepat mengenai sasaran yang diinginkan,
seperti ilustrasi pada gambar di bawah ini.
7. Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability yang berarti hal yang dapat dipercaya
(tahan uji). Sebuah tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika tes terebut
memberikan data hasil yang ajeg (tetap) walaupun diberikan pada waktu yang berbeda kepada
responden yang sama. Hasil tes yang tetap atau seandainya berubah maka perubahan i tu tidak
signifikan maka tes tersebut dikatakan reliabel. Oleh karena itu reliabilitas sering disebut
dengan keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya.
Seperti diuraikan di atas sebuah alat ukur yang baik harus valid dan reliabel. Namun demikian
validitas lebih penting dibandingkan dengan reliabilitas. Reliabilitas merupakan penyokong
validitas. Sebuah alat ukur yang valid selalu reliabel. Akan tetapi alat ukur yang reliabel
belum tentu valid, seperti digambarkan pada ilustrasi di atas. Seperti halnya validitas,
reliabilitas juga merupakan tingkatan. Tingkat atau kadar reliabilitas dinyatakan dengan
koefisien reliabilitas. Berikut ini akan dibahas macam-macam metode mencari besarnya
koefisien reliabilitas.
Metode Mencari Koefisien Reliabilitas
1) Metode Tes Ulang (Test Retest Method)
Metode ini diterapkan untuk menghindari adanya penyusunan dua seri tes. Teknisnya
adalah sebuah tes yang sama diberikan dua kali kepada responden yang sama dengan jarak
waktu tertentu. Jika hasil tes pertama mempunyai kesejajaran dengan hasil tes yang kedua
maka tes tersbut dikatakan reliable. Oleh karena pengujian ini dilakukan terhadap sebuah tes
yang diujicobakan dua kali maka sering disebut pula sebagai single-test-double-trial-method.
Kelemahan metode ini adalah jika jeda waktu tes terlalu singkat sedangkan soal tes banyak
mengungkapkan aspek pengetahuan maka responden cenderung masih mengingat materi yang
diteskan, sehingga ada kemungkinan hasil tes yang kedua lebih baik daripada hasil tes
pertama. Sebaliknya jika jeda waktu tes pertama dengan kedua terlalu lama dikhawatirkan
banyak faktor serta situasi dan kondisi sudah banyak berubah dan mempengaruhi hasil tes
yang kedua.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh pada uji reabilitas ini adalah sebagai berikut :
1. Menyusun sebuah tes yang akan diukur reabilitasnya
2. Mengajukan tes yang sudah disusun tersebut (tahap I)
3. Mennghitung skor hasil tes ( tahap I)
4. Mengjukan ulang tes yang tersusun tersebut ( tahap II)
8. 5. Menghitung reabilitas tes tersebut dengan jalan mengkorelasikan skor tes I dengan skor
tes II dengan rumus korelasi produk moment person
2) Metode Tes Sejajar (Equivalent)
Metode ini mengharuskan adanya dua buah seri soal yang mempunyai kesamaan
tujuan, bobot soal, tingkat kesukaran, susunan soal, tetpai butir –butir soalnya berbeda.
Dengan kata lain, dua buah tes yang digunakan harus sejajar (paralel, equivalen). Koefisien
relibiabilitas diperoleh dengan me ngkorelasikan hasil tes pertama dengan hasil tes kedua.
Oleh karena metode ini menggunakan dua buah tes yang berbeda dan diteskan pada siswa
yang sama maka disebut juga doublé test – double – trial – method. Sudah tentu metode ini
akan menambah kerepotan. Inilah kelemahan metode ini. Kelebihan dari metode ini adalah
dapat memperbaiki kelemahan pada metode pertama yaitu terhindarnya dari kondisi “siswa
masih mengingat materi tes pertama”. Aspek ingatan dan hafalan pada pengerjaan tes pertama
tidak terbawa pada saat mengerjakan tes yang kedua.
Adapun langkah yang ditempuh adalah :
1) Menyusun dua buah tes yang equivalent
2) Mengajukan kedua buah tes tersebut atau dalam waktu yang brsamaan atau beriringan.
3) Memberikan skor hasil tes yang telah diujikan, disusun dengan memisahkan antara tes
A dan tes B.
4) Mencari koofesien stabilitas kedua tes ( A dan B ) dengan jalan mencari korelasinya
melalui rumus korelasi product moment.
3) Metode Tes Tunggal (Single Test – Single Trial)
Metode tes tunggal dilihat dari kepraktisannya lebih praktis dari pada dua metode
sebelumnya. Metode ini hanya melakukan sekali tes kepada sekelompok subjek. Dengan
demikian tidak perlu menunggu waktu maupun harus mempunyai data dari tes sejenis untuk
dapat menentukan reliabilitasnya. Koefisien reliabilitas dapat diperoleh dengan cara
membelah instrumen menjadi dua, tiga, empat, atau bahkan sebanyak butir yang dimiliki oleh
instrumen tersebut. Teknik perhitungannya tergantung pada banyaknya belahan, bentuk, serta
sifat alat ukurnya.
Adapun langkah-langkah secara umum yang ditempuh untuk mencari reliabilitas tes ini
adalah sebagai berikut :
1) Menyusun sebuah tes sebaiknya jumlah nomornya genap, sehingga bila dibelah sama.
2) Mengajukan tes tersebut pada sebuah sampel
3) Menghitung skor masing-masing peserta didik dalam dua kelompok skor, dapat
dikelompokkan skor ganjil dan genap, dapat pula dikelompokkan skor belahan atas
dan skor belahan bawah
4) Mencari reliabilitas setengan tes, dengan jalan mengkorelasikan kedua skor tersebut
dengan rumus produck moment
5) Mencari reliabilitas satu tes penuh dengan menggunakan rumus spearman Brown atau
rumus lainnya.
Beberapa teknik yang sering digunakan untuk menentukan koefisien reliabilitas dengan
metode tes tunggal ini antara lain:
9. a) Formula Kuder Richardson (KR20)
Formula KR20 dapat diterapkan pada instrumen yang yang mempunyai data skor
dikotomi dari tes yang seolah -olah dibagi-bagi menjadi belahan sebanyak butir yang dimiliki.
Hasil perhitungan dengan rumus KR20 lebih teliti, tetapi perhitungan lebih rumit.
Rumus:
b) Formula Kuder Richardson (KR21)
Formula KR21 lebih sederhana dalam perhitungannya. Kelemahannya adalah kurang
teliti dibandingkan dengan KR20. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas
n = banyaknya butir soal
1 = bilangan konstan
Mt = mean total (rata-rata hitung dari skor total)
St2 = varian total
c) Formula Spearman-Brown
Formula Spearman-Brown hanya dapat diterapkan pada soal yang mempunyai jumlah
butir genap. Formula ini menggunakan teknik belah dua ( split half method), yaitu soal
dibelah menjadi 2 bagian (belahan ganjil dan belahan genap atau belahan kiri dengan belahan
kanan). Kedua belahan tersebut sejajar.
Formulanya adalah sebagai berikut:
10. Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas
rhh = koefisien korelasi product moment antara skor belahan satu
dengan skor belahan yang lain
1 & 2 = bilangan konstan
d) Formula Rulon
Formula Rulon ini juga dapat diterapkan dengan belah dua ( split half method) seperti
halnya pada formula Spearman -Brown. Hanya saja cara pandannya terhadap reliabilitas be
rbeda dengan Spearman-Brown. Menurut Rulon reliabilitas dapat dipandang dari adanya
selisih skor yang diperoleh oleh responden pada belahan pertama dengan belahan kedua.
Selisih tersebut yang menjadi sumber variasi error sehingga bila dibandingkan dengan v ariasi
skor akan dapat menjadi dasar untuk melakukan estimasi reliabilitas tes. Formula Rulon
adalah sebagai berikut.
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas
Sd2 = varians perbedaan skor belahan
St2 = varians skor total
1 = bilangan konstan
e) Formula Alpha
Formula-formula di atas (Spearman-Brown, KR, Rulon) hanya berlaku untuk soal
objektif yang mempunyai kemungkinan jawaban benar dan salah. Sedangkan untuk soal yang
mempunyai gradualitas skor jawaban misalnya pada soal uraian ataupun pada angket ( tes
sikap) formula yang paling pas adalah dengan menggunakan Formula Alpha. Hal ini
dimungkinkan karena Formula Alpha mengakomodasi adanya variasi skor dalam setiap butir
soal. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
11. Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas
Si2 = varians skor tiap-tiap butir soal
St2 = varians skor total
1 = bilangan konstan
f) Formula C. Hoyt
Berbeda dengan formula-formula yang lain, C. Hoyt memandang bahwa sebuah tes
dapat dipandang sebagai sebuah interaksi faktorial di mana skor-skor tes dianggap sebagai
hasil eksperimen. Dalam hal ini, berlaku sebagai faktor Ia dalah subjek (responden)
sedangkan faktor II adalah butir soal. Dengan demikian masing-masing sel terdiri atas satu
subjek, untuk selanjutnya dapat dicari interaksi antara subjek dengan butir soal. Kelebihan
formula ini adalah dapat diterapkan baik pada soal yang mempunyai skor dikotomi 1 dan 0
maupun pada soal yang mempunyai variasi skor pada butirnya (tes sikap maupun tes uraian).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas
MKe = mean kuadrat interaksi antara subjek dengan butir soal
MKs = mean kuadrat antarsubjek
1 = bilangan konstan
g) Formula Flanagan
Reliabilitas pada formula Flanagan tidak didasarkan pada ada tidaknya korelasi antara
belahan I dengan belahan II. Dasar dari formula Flanagan adalah jumlah kuadrat deviasi
(varians) pada tes belahan I, jumlah kuadrat (varians) deviasi pada tes belahan II, dan jumlah
kuadrat deviasi (varians) skor total. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas
S12 = varians skor belahan 1
S22 = varians skor belahan 2
St2 = varians skor total
2 & 1 = bilangan konstan
12. Faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas
1. Jumlah butir tes
Umumnya semakin besar jumlah butir soal tes samakin tinggi pula reliabilitasnya. Hal
ini terjadi karena semakin panjang tes (semakin banyak butir soal) sehingga semakin banyak
perilaku yang terukur dengan lebih tepat. Skor skor yang diperoleh tepat dan kemungkinan
sedikit mengalami penyimpangan (distorsi) oleh adanya faktor -faktor yang sudah biasa
dikenal dengan sebuah tes yang diberikan atau kurangnya pemahaman terhadap apa yang
diharapkan pada sebuah tes yang diberikan.
2. Penyebaran skor
Sebagai catatan awal, koefisien reliabilitas secara langsung dipengaruhi oleh
penyebaran skor dalam kelompok yang diukur. Hal-hal lain menjadi sama, semakin besar
penyebaran skor maka semakin besar pula indeks reliabilitas yang diperoleh. Karena semakin
besar indeks reliabilitas yang dihasilkan ketika individu-individu berada pada posisi yang
relatif sama dalam sebuah kelompok sebuah asesmen dengan asesmen yang lain, hal ini
secara alami mengikuti bahwa segala sesuatu yang mengurangi kemungkinan bergeser nya
posisi dalam kelompok juga turut andil dalam memperbesar koefisien reliabilitas. Dalam
kasus ini, semakin besar perbedaan skor individu mengurangi kemungkinan pergeseran
pososi. Dengan kata lain kesalahan dalam pengukuran kurang berpengaruh terhadap posisi
relatif individu ketika perbedaan -perbedaan di antara anggota - anggota kelompok yang
besar. Hal ini terjadi ketika skornya tersebar luas.
3. Objektivitas
Objektivitas sebuah alat ukur menyatakan derajad untuk pemberi skor kompeten yang
sama mendapatkan ha sil yang sama. Sebagian besar tes bakat dan tes prestasi standar
mempunyai objektivitas yang tinggi. Butir-butir skor tes objektif seperti pilihan ganda dan
skor yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh keputusan dan pendapat pemberi skor. Semakin
tinggi tin gkat objektivitas tes semakin tinggi pula tingkat reliabilitasnya.
4. Metode estimasi reliabilitas
Saat menguji koefisien reliabilitas tes standar, memutuskan metode yang digunakan
untuk menentukan besarnya koefisien reliabilitas merupakan hal yang penting. Secara umum,
besarnya koefisien reliabilitas berkaitan erat dengan metode yang digunakan untuk estimasi
reliabilitas.
a. Metode tes ulang (Test Retest Method) : mungkin hasilnya lebih besar dibandingkan
dengan metode belah dua jika interval waktunya pendek. Koefisien reliabilitas yang
dihasilkan menjadi lebih kecil jika interval waktu tesnya ditingkatkan
b. Tes sejajar (Equivalent Test) tanpa waktu interval : Koefisien reliabilitas cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan metode belah dua atau tes ulang yang menggunakan
interval waktu singkat.
c. Tes Sejajar dengan interval waktu : koefisien menjadi lebih kecil seiring dengan
peningkatan interval waktu tes.
d. Metode belah dua (Split-half Method ): Metode ini menyediakan sebuah indikasi
konsistensi internal tes.
13. Tugas Terstruktur
Pak Umar Bakri ingin mengetahui a pakah soal ulangan Biologi yang dibuatnya sudah valid
dan reliabel untuk mengukur hasil belajar materi sistem pernapasan. Untuk keperluan ini, Pak
Umar Bakri melakukan uji coba pada sejumlah siswa.Hasil uji coba tersebut adalah sebagai
berikut.
Pertanyaan:
a. Butir soal nomor berapakah yang mempunyai koefisien validitas paling
rendah?
b. Butir soal nomor berapakah yang mempunyai koefisien validitas paling
tinggi?
c. Berapakah koefisien reliabilitas tes tersebut jika dihitung dengan formula
Sperman-Brown?
HUBUNGAN ANTARA VALIDITAS DAN RELIABITAS TES
Hubungan Antara Validitas dengan Reliabilitas Umumnya orang berpendapat bahwa
validitas mempunyai hubungan proporsional dengan reliabilitas. Orang menduga bahwa
semakin valid suatu tes, semakin reliabel dan sebaliknya. Dugaan itu tidak sepenuhnya salah,
tetapi juga tidak sepenuhnya betul (Noeng Muhadjir, 1984:56). Ada kemungkinan hubungan
antara validitas reliabilitas itu bersifat independent, bebas satu sama lain dan dapat pula
bersifat detrimental. Bila tes itu heterogen, mungkin mempunyai reliabilitas keajegan internal
rendah, tetapi mempunyai validitas prediktif yang tinggi. Bila suatu tes bersifat homogen
mungkin sekali mempertinggi reliabilitas tanpa mempengaruhi validitas, misalnya dengan
menambah item tanpa menambah varians menambah varians dalam faktor umum yang tidak
bersangkutan dengan kriteria.
Tujuan validitas dan reliabilitas seringkali bersilangan. Bila kita ingin mempunyai
suatu tes reliabel sekaligus valid dengan koefisien tinggi, sering kita mengerjakan pekerjaan
yang mempunyai tujuan bersilangan. Reliabilitas maksimal membutuhkan interkorelasi tinggi
antar item, sedangkan validitas prediktif yang maksimal memerlukan interkorelasi antar item
rendah. Reliabilitas maksimal membutuhkan item dengan tingkat kesukaran sama, sedangkan
validitas prediktif maksimal menuntut tes memiliki taraf kesukaran berbeda, sehingga perlu
kompromi. Bila kita ingin mempertinggi reliabilitas suatu tes dan sekaligus mempertinggi
validitas, cara yang dapat ditempuh adalah menambah varians faktor umum (Noeng Muhadjir,
1984:56-57). Namun jika langkah ini kita ambil, sebaiknya diperhitungkan apakah
penambahan faktor umum ini dapat terjangkau oleh peserta didik. Oleh karena itu perlu dalam
penentuan perencanaan, terutama dalam penyusunan kisi-kisi tes, faktor umum yang akan
diperbanyak itu diperhitungkan juga jangan terlalu keluar dari program dan proses pendidikan
sebelumnya.
14. CARA MENINGKATKAN RELIABITITAS TES
1. Mengonsep satu variabel dengan jelas.
2. Setiap pengukuran harus merujuk pada satu dan hanya satu konsep/variabel. Sebuah
variabel harus spesifik agar dapat mengurangi intervensi informasi dari variabel lain.
3. Menggunakan level pengukuran yang tepat. Semakin tinggi atau semakin tepat suatu
level pengukuran, maka variabel yang dibuat akan semakin reliabel karena informasi
yang dimiliki semakin mendetail. Prinsip dasarnya adalah cobalah melakukan
pengukuran pada level paling tepat yang mungkin diperoleh.
4. Gunakan lebih dari satu indikator. Dengan adanya lebih dari satu indikator yang
spesifik, peneliti dapat melakukan pengukuran dari range yang lebih luas terhadap
konten definisi konseptual.
5. Gunakan Tes Pilot, yakni dengan membuat satu atau lebih draft atau dalam sebuah
pengukuran sebelum menuju ke tahap hipotesis (pretest). Dalam penggunaan Pilot
Studies, prinsipnya adalah mereplikasi pengukuran yang pernah dilakukan oleh
peneliti terdahulu dari literatur-literatur yang berkaitan. Selanjutnya , pengukuran
terdahulu dapat dipergunakan sebagai patokan dari pengukuran yang dilakukan
peneliti saat ini. Kualitas pengukuran dapat ditingkatkan dengan berbagai cara sejauh
definisi dan pemahaman yang digunakan oleh peneliti kemudian tetap sama.