SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  4
Télécharger pour lire hors ligne
50  APERTURE Aperture dan Depth-of-Field   51
Aperture adalah sebuah “lubang” yang
ditempatkan di dalam lensa, yang juga
dikenal sebagai diafragma. Lubang ini ter­
bentuk oleh serangkaian enam bilah logam
tumpang tindih. Tergantung pada kamera
masing-masing, Anda bisa membuat pe­­­­­
nyesu­aian aperture pada lensa atau pada
kamera. Saat Anda melakukannya, ukuran
lubang di lensa entah membesar atau me­­­­­­­­­
nyempit. Hal ini, pada gilirannya, memung­
kinkan masuknya lebih banyak atau lebih
sedikit cahaya ke dalam lensa yang kemu­
dian mengenai media digital (atau film).
Bagi semua lensa, angka aperture terke­
cil—entah 1.4, 2, 2.8, atau 4, tergantung
pada lensanya—merefleksikan bukaan ter­
lebar dan akan selalu membiarkan masuknya
sejumlah besar cahaya. Setiap kali menyetel
lensa pada angka aperture terkecil (atau
f-stop), Anda memotret dengan “bukaan
lebar.” Ketika Anda mengganti setelannya
dari angka aperture kecil ke yang lebih besar,
berarti Anda mengurangi ukuran bukaan
dan “menurunkan stop lensa.”
Angka aperture terbesar biasanya 16,
22, atau 32 (atau hanya 8 atau 11 pada
kamera digital berlensa tetap).
Mengapa Anda harus bisa mengubah
ukuran bukaan lensa? Yah, selama berta­
hun-tahun, aliran pemikiran yang umum
me­ngatakan demikian, bahwa berhubung
ting­­­­­kat cahaya bervariasi dari cerah ke
gelap, maka Anda harus bisa mengontrol
aliran cahaya yang mencapai sensor. Dan,
Aperture dan Depth-of-Field
Pilihan tentang latar belakang itu berada di tangan Anda sendiri, jika Anda mengetahui cara menentukan ruang
tajam. Hal ini terutama berlaku ketika Anda menggunakan lensa telephoto. Saya mem­­­­­­­buat gambar di atas pada
bukaan sempit f/32, me­­­­mastikan agar tidak hanya dahannya yang fokus tajam tapi juga latar belakang­nya lebih jernih
dibanding­kan dengan gam­­bar di halaman berikutnya karena bertambah­nya ruang tajam sebagai akibat dari bukaan
lensa yang sempit. Saya lebih memilih latar belakang yang kurang jernih.
Kedua foto menggunakan lensa 80–400mm pada 400mm.
f/32, 1/30 detik. Halaman berikutnya: f/5.6, 1/1000 detik.
tentu saja, cara melakukannya adalah de­­
ngan membuat lubangnya (aperture) men­
jadi lebih sempit atau lebih lebar. Logika ini
menunjukkan bahwa ketika Anda memotret
pada hari yang cerah di pantai Karibia yang
berpasir putih, Anda harus menurunkan stop
lensa, membuat bukaan lensanya menjadi
sangat kecil. Pada kamera film zaman dulu,
melakukan hal itu akan memastikan bahwa
tingkat kecerahan pasir tidak “membolongi”
film, dan karena Anda tentu tidak ingin
membolongi sensor digital Anda saat ini,
menurunkan stop akan mencegah masuk­
nya terlalu banyak cahaya ke dalam objek.
De­­­­­­ngan logika yang sama maka ketika Anda
berada dalam katedral abad keempat belas
yang temaram, Anda harus mengatur buka­
­an lensanya lebar-lebar supaya ada sebanyak
mungkin cahaya yang masuk ke lensa dan
mengenai media digital ataupun film.
Meskipun saran ini bertujuan baik, saya
tidak sependapat lagi dengan mereka.
Mereka menjebak para fotografer pada hasil
yang tidak konsisten. Mengapa? Karena
mereka tidak memper­timbangkan fungsi
aperture yang jauh lebih penting, yaitu
kemampuannya untuk me­­nen­tukan depth-
of-field (DoF), ruang tajam.
Apa itu depth-of-field? Itu adalah ruang
tajam (dari dekat ke jauh) di dalam sebuah
foto. Seperti yang pasti Anda sadari saat
mengamati foto-foto, ada beberapa gambar
yang mengandung banyak ketajaman. Anda
mungkin terkesima oleh “teknik” yang
di­gunakan fotografer profesional untuk
me­rekam ketajaman ekstrem di seluruh
gam­­­­­­­­­­bar—sebagai contohnya, dari bunga
pada latar depan sampai pegunungan di
kejauhan. Ketika Anda mencoba untuk men­
capai ketajaman secara menyeluruh dalam
komposisi seperti ini, Anda mungkin me­­
nemukan bahwa ketika Anda berfokus pada
bunga di latar depan, latar belakang pegu­
nungannya akan tampak out-of-focus; dan
ketika Anda berfokus pada pegunungan,
bunganya akan menjadi out-of-focus. Se­­­­
lama bertahun-tahun, ada lebih dari satu
siswa yang berkata kepada saya, “Andai saja
aku memiliki salah satu kamera ‘profesional’
itu yang akan memungkinkanku untuk
Understanding Eksposur Booklet.indb 3-4 26/04/2013 15:37:35
52  APERTURE Aperture dan Depth-of-Field   53
menda­patkan ketajaman yang jernih dari
depan-ke-belakang.” Mereka tidak percaya
begitu saya memberitahukan bahwa me­­
reka sudah punya kamera semacam itu!
Yang perlu mereka lakukan hanyalah me­­
manfaatkan depth-of-field! Demikian pula,
eksposur bunga tunggal dengan latar be­­
lakang yang out-of-focus (lihat halaman 63)
merupakan hasil langsung dari penggunaan
DoF secara kreatif.
Apa tepatnya yang memengaruhi depth-
of-field? Ada beberapa faktor yang berperan:
panjang fokal lensa, jarak antara Anda dan
subjek yang ingin Anda fokuskan, dan
aperture yang Anda pilih. Saya merasa yakin
bahwa dari ketiga elemen tersebut, aperture-
lah yang terpenting.
Secara teori, sebuah lensa mampu
mem­­fokuskan hanya pada satu objek pada
satu waktu; sedangkan untuk semua objek
dalam komposisi Anda, semakin jauh me­­
reka dari subjek terfokus—apakah itu di
depan atau di belakangnya—akan semakin
out-of-focus mereka jadinya. Berhubung
teori ini berdasarkan pada cara melihat
sebuah pemandangan melalui bukaan lensa
yang terbesar, penting bagi Anda untuk
memahami pemilihan aperture. Ya, cahaya
yang memantul dari subjek menciptakan
sebuah citra pada media digital (atau film),
namun aperture terpilihlah yang menen­
tukan seberapa baik citra ini “terbentuk”
pada sensor. Hukum optikal menyatakan
bahwa semakin kecil bukaan setiap lensa
(yaitu dengan angka f-stop besar—16, 22,
atau 32), semakin besar atau dalam ruang
tajam di dalam foto. Ketika menggunakan
aperture pada bukaan lebar (yaitu dengan
angka f-stop kecil—2.8, 4, atau 5.6), hanya
cahaya yang jatuh pada subjek terfokus
yang akan dianggap sebagai “tajam”; semua
cahaya lain dalam pemandangan akan “ber­
hamburan” di sepanjang sensor digital atau
film. Sebagai akibatnya, cahaya ini terekam
sebagai gumpalan, bayangan kabur, dan
cahaya yang out-of-focus.
Sebaliknya, saat objek yang sama difoto
pada bukaan lensa sangat kecil, seperti f/22,
ledakan cahaya yang memasuki lensa ber­
kurang jauh. Gambar yang dihasilkan me­­
muat area ketajaman dan detail yang lebih
luas karena cahaya tidak “berhamburan” di
sensor (atau bidang film) tetapi terbatas
pada lubang kecil saat melintas melalui
lensa. Bayangkan Anda menggunakan co­­
rong dengan bukaan sangat kecil dan me­­
nuangkan satu galon kaleng cat melaluinya
ke dalam sebuah ember kosong. Bandingkan
proses ini dengan menuang satu galon cat
ke ember kosong yang sama tanpa bantuan
corong. Tanpa corong, cat masuk ke ember
lebih cepat, tapi juga menciprati sisi-sisi
ember. Dengan corong, pemindahan cat ke
dalam ember jauh lebih bersih dan lebih
efisien.
Dengan mengingat hal ini, Anda dapat
melihat bahwa ketika cahaya dibiarkan
melewati bukaan kecil di lensa, hasilnya
selalu berupa ruang tajam dan detail yang
lebih besar. Apakah ini berarti bahwa Anda
harus selalu berusaha untuk menembak
gambar “rapi” dibandingkan dengan gambar
“berantakan yang isinya menciprat ke mana-
mana”? Tentu saja tidak! Materi subjek dan
kedalaman bidang ketajaman yang ingin
Anda rekam akan menentukan pilihan
aperture-nya—dan ini berbeda-beda antara
gambar yang satu dengan gambar yang
lain.
Ketika duduk di dekat api unggun, saya dikunjungi oleh
seekor Nutcracker Clark, atau “perampok perkemahan,”
seperti yang sering disebut bebe­rapa peserta kemah—
dan alasannya juga tepat, karena burung-burung ini
terkenal sangat berani dan dapat melarikan barang-
barang kecil. Setelah menyetel panjang fokal saya pada
300mm, saya dapat membatasi kompo­sisi hanya pada
puncak pohon dan burungnya. Berhubung jarak saya
dengan si burung relatif dekat, dan berhubung
pepohonan di latar bela­kangnya sekitar enam meter dari
pohon tempat­nya bertengger, burung itu benar-benar
tampak terisolasi. Aperture f/5.6 ikut membantu
memisah­kan burung dari latar belakangnya.
Lensa 75–300mm pada panjang 300mm, f/5.6, 1/500
detik.
Memotret matahari terbenam di sepanjang garis
pantai Oregon pada bulan Oktober sama seperti
memenangkan lotere, dan wajar untuk mengatakan
bahwa siswa-siswa workshop saya dan saya sendiri
mengambil angka lotere yang tepat pada akhir pekan ini,
karena keadaannya terus-menerus cerah selama tiga
hari! Untungnya bagi saya, salah satu siswa saya sedang
memotret sekawanan camar di utara tepat saat saya
baru saja bersiap-siap memotret sungai kecil yang
mengalir ke laut. Bentuk siluetnya tidak hanya menjadi
daya tarik utama tetapi juga memberikan kesan skala
dan kedalaman bagi komposisi keseluruhan. Tidak
seperti foto di atas, gambar ini secara jelas
menyampaikan ketajaman dari latar depan sampai latar
belakang tak terbatas, dan inilah sebagian besar alasan
untuk penggunaan bukaan diafragma kecil.
Lensa 12–24 mm pada panjang 14mm, ISO 200, f/22,
1/30 detik, filter graduated ND 3-stop
Understanding Eksposur Booklet.indb 5-6 26/04/2013 15:37:37
54  APERTURE Aperture Bercerita   55
Ada tiga situasi pengambilan-gambar
di mana pilihan aperture Anda men­
jadi sangat penting. Yang pertama adalah
apa yang saya sebut sebagai komposisi
‘bercerita’. Sesuai namanya, ini merupakan
gambar yang menyampaikan suatu cerita.
Dan seperti cerita-cerita yang bagus lainnya,
di dalam foto itu terdapat bagian awal
(subjek di latar depan), bagian tengah
(sub­­­jek di latar tengah), dan akhir (subjek
di latar belakang). Pada gambar tersebut
mungkin saja ada bertangkai-tangkai gan­
dum (latar depan/awal) yang berfungsi
sebagai pengantar menuju sebuah rumah
pertanian yang berada 15 sampai 30 meter
di belakangnya (subjek utama di latar te­­
ngah/tengah), yang berdiri dengan latar
langit biru dan gumpalan awan putih (latar
belakang/akhir.)
Jika menggunakan kamera digital de­­
ngan sensor full-frame, fotografer profesional
ataupun amatir yang berpengalaman sering
kali menggunakan lensa zoom bersudut
lebar—seperti lensa dengan panjang fokal
35mm, 28mm, 24mm, dan 20mm—untuk
merekam komposisi yang bercerita. Jika
menggunakan kamera digital dengan sen­
sor non-full frame, fotografer yang berpe­
ngalaman akan menggunakan rentang
12–18mm. Salah satu alasan utama lensa
zoom bersudut lebar menjadi begitu populer
adalah bahwa lensa ini sering mencakup
seratus persen dari kisaran panjang fokus
yang akan digunakan sang fotografer saat
pengambilan citra gambar yang bercerita—
yaitu, 17–35mm dengan sensor full-frame
ataupun yang lebih umum digunakan
10–22mm atau 12–24mm.
Ada kalanya sebuah komposisi yang
bercerita harus diambil dengan lensa tele­
photo sedang (75–120mm) atau dengan
lensa berpanjang fokal “normal” (45–60mm).
Tetapi terlepas dari pilihan lensanya, ada
satu kekonstanan ketika membuat komposisi
yang bercerita: Bukaan lensa sempit (angka
f-stop paling besar) merupakan hal yang
paling penting!
Setelah Anda mulai memfokuskan per­
hatian pada komposisi yang bercerita, Anda
mungkin bertanya-tanya: “Di mana seha­
rusnya aku memfokuskan bidikan?” Ketika
Anda berfokus pada tangkai gandum di
latar depan, sebagai contohnya, rumah
pertanian merah dan langitnya akan out-
of-focus. Dan ketika Anda fokus pada rumah
pertanian merah dan langitnya, tangkai
gandum di latar depan akan menjadi out-
of-focus. Solusi bagi dilema yang umum ini
sederhana saja: Jangan fokuskan lensa­nya.
Sebagai gantinya, Anda melakukan preset
fokus lewat distance setting.
Ada suatu masa ketika sebagian besar
fotografer menggunakan lensa berpanjang-
fokal-tunggal alih-alih zoom hanya karena
lensa ini lebih tajam. Sebagai tambahan,
semua lensa berpanjang-fokal-tunggal dari
dulu sampai sekarang memiliki apa yang
disebut sebagai skala depth-of-field. Skala
DoF membuat preset fokus menjadi sangat
mudah, dan itu memastikan bahwa Anda
akan mendapatkan ruang tajam yang Anda
inginkan dalam gambar Anda. Tetapi de­­
ngan perkembangan lensa zoom berkualitas
tinggi, sebagian besar fotografer telah
me­­­ninggalkan lensa berpanjang-fokal-tung­
gal. Tebusannya, tentu saja, adalah kita
berburu gambar dengan lensa yang tidak
memiliki skala depth-of-field.
Aperture Bercerita Tetapi kita punya distance setting. Se­­
perti skala DoF, distance setting memung­
kinkan Anda melakukan preset ruang tajam
sebelum mengambil gambar. Dan berhubung
setiap komposisi yang bercerita meng­
andalkan ruang tajam maksimal, pertama-
tama Anda akan memilih aperture pada
bukaan f/22 dan kemudian menyelaraskan
jarak di atas penanda distance-setting pada
lensa. Panjang fokal akan menentukan jarak
mana yang Anda pilih.
Untuk pemandangan seperti ini, saya tahu saya
membutuhkan depth-of-field yang dalam untuk men­­­
capai ketajaman di seluruh bidang gambar. Jadi di sini,
dengan lensa 20–35mm, saya menyetel aperture pada
bukaan f/22 dan melakukan preset fokus supaya jarak 60
sentimeter langsung diselaraskan di atas tanda tengah di
dekat bagian depan lensa. Tentu saja, ketika saya
melihat melalui jendela bidik, peman­­­dangannya terlihat
jauh dari tajam. Ini karena jendela bidik pada kamera
masa kini memungkinkan untuk melihat lebar-lebar,
yang berarti bahwa meski­pun aperture-nya f/22, gambar
di jendela bidik terlihat pada aperture bukaan lebar
(f/2.8). Lensa tidak akan menurunkan stop untuk
mengambil gambar pada aperture f/22 sebelum tombol
pelepas rana ditekan. Pada titik itulah ketajamannya
akan direkam. Saya memperoleh depth-of-field yang
diingin­kan bukan dengan mem­fokus ulang lensa tapi
de­ngan aperture yang ber­cerita dan melakukan preset
fokus lewat skala jarak.
Kedua foto menggunakan: Lensa 20–35mm pada
panjang fokal 20mm, f/22, 1/30 detik.
Understanding Eksposur Booklet.indb 7-8 26/04/2013 15:37:40
56  APERTURE Aperture Bercerita   57
f/22 pada pembesaran 200 persen f/8 pada pembesaran 200 persen
Kedua gambar ini diambil
dengan lensa yang sama
pada panjang fokal yang
sama, dan memiliki
eksposur yang sama persis
dalam nilai kuantitatifnya.
Tetapi lihat, bukankah ada
perbedaan yang mencolok
dalam ketajamannya
secara keseluruhan?!
Gambar pertama diambil
dengan aperture f/22
“yang menjadi momok”
dan kedua dengan f/8
“yang sangat
direkomendasikan.”
Saya tidak tahu bagai­
mana dengan Anda, tapi
saya memilih gambar yang
diambil dengan bukaan
f/22 karena menampilkan
seluruh area ketajaman
yang benar-benar perlu
kita sampaikan di sini—
depan ke belakang. Dalam
gambar yang diambil pada
aperture f/8, jelas kita
tidak men­dapat­kan
ketajaman dari depan-ke-
belakang. Anda takkan
pernah merekam gambar
lanskap-lanskap hebat
kecuali Anda memilih f/22.
Dan mari kita lihat
detail-detailnya pada
pem­­­besaran 200 persen,
di halaman seberang.
Perbedaan dalam
ketajamannya nyaris nihil,
meskipun saya mengakui
bahwa memang ada sedikit
lebih banyak kontras pada
kulit pohon dalam ambilan
gambar pada f/8 (halaman
seberang, kanan)—tapi
sekali lagi, ini pembesaran
200 persen. Saya dan begitu
banyak fotografer cerdas
lain bisa menanggung
hilangnya sedikit kontras.
Kedua foto menggunakan: Lensa 12–24mm, pada panjang fokal 12mm, ISO 200.
Atas: f/22, 1/100 detik. Bawah: f/8, 1/800 detik.
Difraksi Versus Kepuasan!
Hampir setiap minggu, ada saja surel dari
siswa-siswa kursus online, juga dari para
pembaca buku-buku saya, yang “cemas
dengan memotret menggunakan aperture
f/16 atau f/22.”
Kelihatannya beberapa situs web forum
fotografi “besar” telah mengeluarkan ber-
ita lama bahwa ketika sebua lensa disetel
pada aperture terkecil, seperti f/16 atau f/22,
difraksi lensanya akan lebih terlihat. Dalam
istilah kaum awam, difraksi lensa berarti
hilangnya kontras dan ketajaman.
Jadi, saya ingin meluruskan berita miring
soal difraksi lensa dan berbagi apa yang
diketahui fotografer komersial freelance di
seluruh dunia: Memotret pada f/22 bisa
menjadi ide bagus, dan kekhawatiran apa
pun tentang hilangnya ketajaman dan kon-
tras sama berlebihannya dengan gembar-
gembor Y2K!
Selama lebih dari 35 tahun memotret
secara komersial, saya tak pernah ingat ada
klien yang mengatakan: “Bryan, apa pun
yang kaulakukan, jangan memotret dengan
aperture f/22, ya.” Saya juga tidak ingat satu
contoh pun ketika Getty atau Corbis (agensi
stok foto terbesar di dunia) menelepon saya
untuk mengatakan, “Bryan, jangan kirimi kami
foto-fotomu kalau diambil dengan aperture
f/22.” Dan alasan mengapa saya tidak dapat
mengingatnya adalah karena itu tidak pernah
terjadi dan tak akan pernah terjadi.
Aperture f/22 menghasilkan ruang tajam
yang sangat dalam, terutama ketika dikom-
binasikan dengan lensa bersudut lebar. Saat
menggunakan lensa lebar, jika Anda memiliki
sedikit kreativitas saja, ada baiknya Anda
menghadirkan daya tarik di latar depan
yang akan menciptakan ilusi kedalaman
dan selanjutnya memberi perspektif dalam
gambar Anda. Dan satu-satunya cara untuk
merekam ke­­tajaman dari depan-ke-belakang
yang mencakup latar depan terdekat adalah
menggunakan f/22.
Menggunakan f/22 tidak pernah menjadi
ma­­salah di era kamera film, dan seharus-
nya tidak menjadi masalah saat ini. Difraksi
adalah hal nyata, namun sebaiknya hal itu
tidak menghalangi Anda membuat komposisi
yang membutuhkan ruang tajam yang sangat
dalam. Anda akan puas. Maka, pergilah
memotret dan jadilah kreatif dengan f/22!
Understanding Eksposur Booklet.indb 9-10 26/04/2013 15:37:45

Contenu connexe

Similaire à Understanding Aperture

Similaire à Understanding Aperture (20)

Dasar-Dasar-Fotografi.pptx
Dasar-Dasar-Fotografi.pptxDasar-Dasar-Fotografi.pptx
Dasar-Dasar-Fotografi.pptx
 
Alat optik (lanjutan)
Alat  optik (lanjutan)Alat  optik (lanjutan)
Alat optik (lanjutan)
 
Fotografi Dasar
Fotografi DasarFotografi Dasar
Fotografi Dasar
 
Fotografi
FotografiFotografi
Fotografi
 
Presentasi dasar fotografi musyawarah akhir tahun kfp 2010 final
Presentasi dasar fotografi musyawarah akhir tahun kfp 2010 finalPresentasi dasar fotografi musyawarah akhir tahun kfp 2010 final
Presentasi dasar fotografi musyawarah akhir tahun kfp 2010 final
 
Buku Kelas #8
Buku Kelas #8Buku Kelas #8
Buku Kelas #8
 
Photograpi trick complete
Photograpi trick completePhotograpi trick complete
Photograpi trick complete
 
Kelompok 4
Kelompok 4Kelompok 4
Kelompok 4
 
dasar-dasar fotografi
dasar-dasar fotografidasar-dasar fotografi
dasar-dasar fotografi
 
Tugas fisika
Tugas fisikaTugas fisika
Tugas fisika
 
Dasar-Dasar Foto Grafi
Dasar-Dasar Foto GrafiDasar-Dasar Foto Grafi
Dasar-Dasar Foto Grafi
 
anatomi+kamera_lensa+dan+film.pdf
anatomi+kamera_lensa+dan+film.pdfanatomi+kamera_lensa+dan+film.pdf
anatomi+kamera_lensa+dan+film.pdf
 
100718582 teknologi-pendidikan-topik-7-asas-fotografi-4
100718582 teknologi-pendidikan-topik-7-asas-fotografi-4100718582 teknologi-pendidikan-topik-7-asas-fotografi-4
100718582 teknologi-pendidikan-topik-7-asas-fotografi-4
 
Tugas fakhri
Tugas fakhriTugas fakhri
Tugas fakhri
 
Pengertian Segitiga Exposure.docx
Pengertian Segitiga Exposure.docxPengertian Segitiga Exposure.docx
Pengertian Segitiga Exposure.docx
 
Materi Dasar Fotografi
Materi Dasar FotografiMateri Dasar Fotografi
Materi Dasar Fotografi
 
Teknik Dasar Fotografi
Teknik Dasar FotografiTeknik Dasar Fotografi
Teknik Dasar Fotografi
 
Kamera
KameraKamera
Kamera
 
Kamera
KameraKamera
Kamera
 
Fotografi Dasar | The Rule of Third, Point of Interest & Eksposure
Fotografi Dasar | The Rule of Third, Point of Interest & EksposureFotografi Dasar | The Rule of Third, Point of Interest & Eksposure
Fotografi Dasar | The Rule of Third, Point of Interest & Eksposure
 

Understanding Aperture

  • 1. 50  APERTURE Aperture dan Depth-of-Field   51 Aperture adalah sebuah “lubang” yang ditempatkan di dalam lensa, yang juga dikenal sebagai diafragma. Lubang ini ter­ bentuk oleh serangkaian enam bilah logam tumpang tindih. Tergantung pada kamera masing-masing, Anda bisa membuat pe­­­­­ nyesu­aian aperture pada lensa atau pada kamera. Saat Anda melakukannya, ukuran lubang di lensa entah membesar atau me­­­­­­­­­ nyempit. Hal ini, pada gilirannya, memung­ kinkan masuknya lebih banyak atau lebih sedikit cahaya ke dalam lensa yang kemu­ dian mengenai media digital (atau film). Bagi semua lensa, angka aperture terke­ cil—entah 1.4, 2, 2.8, atau 4, tergantung pada lensanya—merefleksikan bukaan ter­ lebar dan akan selalu membiarkan masuknya sejumlah besar cahaya. Setiap kali menyetel lensa pada angka aperture terkecil (atau f-stop), Anda memotret dengan “bukaan lebar.” Ketika Anda mengganti setelannya dari angka aperture kecil ke yang lebih besar, berarti Anda mengurangi ukuran bukaan dan “menurunkan stop lensa.” Angka aperture terbesar biasanya 16, 22, atau 32 (atau hanya 8 atau 11 pada kamera digital berlensa tetap). Mengapa Anda harus bisa mengubah ukuran bukaan lensa? Yah, selama berta­ hun-tahun, aliran pemikiran yang umum me­ngatakan demikian, bahwa berhubung ting­­­­­kat cahaya bervariasi dari cerah ke gelap, maka Anda harus bisa mengontrol aliran cahaya yang mencapai sensor. Dan, Aperture dan Depth-of-Field Pilihan tentang latar belakang itu berada di tangan Anda sendiri, jika Anda mengetahui cara menentukan ruang tajam. Hal ini terutama berlaku ketika Anda menggunakan lensa telephoto. Saya mem­­­­­­­buat gambar di atas pada bukaan sempit f/32, me­­­­mastikan agar tidak hanya dahannya yang fokus tajam tapi juga latar belakang­nya lebih jernih dibanding­kan dengan gam­­bar di halaman berikutnya karena bertambah­nya ruang tajam sebagai akibat dari bukaan lensa yang sempit. Saya lebih memilih latar belakang yang kurang jernih. Kedua foto menggunakan lensa 80–400mm pada 400mm. f/32, 1/30 detik. Halaman berikutnya: f/5.6, 1/1000 detik. tentu saja, cara melakukannya adalah de­­ ngan membuat lubangnya (aperture) men­ jadi lebih sempit atau lebih lebar. Logika ini menunjukkan bahwa ketika Anda memotret pada hari yang cerah di pantai Karibia yang berpasir putih, Anda harus menurunkan stop lensa, membuat bukaan lensanya menjadi sangat kecil. Pada kamera film zaman dulu, melakukan hal itu akan memastikan bahwa tingkat kecerahan pasir tidak “membolongi” film, dan karena Anda tentu tidak ingin membolongi sensor digital Anda saat ini, menurunkan stop akan mencegah masuk­ nya terlalu banyak cahaya ke dalam objek. De­­­­­­ngan logika yang sama maka ketika Anda berada dalam katedral abad keempat belas yang temaram, Anda harus mengatur buka­ ­an lensanya lebar-lebar supaya ada sebanyak mungkin cahaya yang masuk ke lensa dan mengenai media digital ataupun film. Meskipun saran ini bertujuan baik, saya tidak sependapat lagi dengan mereka. Mereka menjebak para fotografer pada hasil yang tidak konsisten. Mengapa? Karena mereka tidak memper­timbangkan fungsi aperture yang jauh lebih penting, yaitu kemampuannya untuk me­­nen­tukan depth- of-field (DoF), ruang tajam. Apa itu depth-of-field? Itu adalah ruang tajam (dari dekat ke jauh) di dalam sebuah foto. Seperti yang pasti Anda sadari saat mengamati foto-foto, ada beberapa gambar yang mengandung banyak ketajaman. Anda mungkin terkesima oleh “teknik” yang di­gunakan fotografer profesional untuk me­rekam ketajaman ekstrem di seluruh gam­­­­­­­­­­bar—sebagai contohnya, dari bunga pada latar depan sampai pegunungan di kejauhan. Ketika Anda mencoba untuk men­ capai ketajaman secara menyeluruh dalam komposisi seperti ini, Anda mungkin me­­ nemukan bahwa ketika Anda berfokus pada bunga di latar depan, latar belakang pegu­ nungannya akan tampak out-of-focus; dan ketika Anda berfokus pada pegunungan, bunganya akan menjadi out-of-focus. Se­­­­ lama bertahun-tahun, ada lebih dari satu siswa yang berkata kepada saya, “Andai saja aku memiliki salah satu kamera ‘profesional’ itu yang akan memungkinkanku untuk Understanding Eksposur Booklet.indb 3-4 26/04/2013 15:37:35
  • 2. 52  APERTURE Aperture dan Depth-of-Field   53 menda­patkan ketajaman yang jernih dari depan-ke-belakang.” Mereka tidak percaya begitu saya memberitahukan bahwa me­­ reka sudah punya kamera semacam itu! Yang perlu mereka lakukan hanyalah me­­ manfaatkan depth-of-field! Demikian pula, eksposur bunga tunggal dengan latar be­­ lakang yang out-of-focus (lihat halaman 63) merupakan hasil langsung dari penggunaan DoF secara kreatif. Apa tepatnya yang memengaruhi depth- of-field? Ada beberapa faktor yang berperan: panjang fokal lensa, jarak antara Anda dan subjek yang ingin Anda fokuskan, dan aperture yang Anda pilih. Saya merasa yakin bahwa dari ketiga elemen tersebut, aperture- lah yang terpenting. Secara teori, sebuah lensa mampu mem­­fokuskan hanya pada satu objek pada satu waktu; sedangkan untuk semua objek dalam komposisi Anda, semakin jauh me­­ reka dari subjek terfokus—apakah itu di depan atau di belakangnya—akan semakin out-of-focus mereka jadinya. Berhubung teori ini berdasarkan pada cara melihat sebuah pemandangan melalui bukaan lensa yang terbesar, penting bagi Anda untuk memahami pemilihan aperture. Ya, cahaya yang memantul dari subjek menciptakan sebuah citra pada media digital (atau film), namun aperture terpilihlah yang menen­ tukan seberapa baik citra ini “terbentuk” pada sensor. Hukum optikal menyatakan bahwa semakin kecil bukaan setiap lensa (yaitu dengan angka f-stop besar—16, 22, atau 32), semakin besar atau dalam ruang tajam di dalam foto. Ketika menggunakan aperture pada bukaan lebar (yaitu dengan angka f-stop kecil—2.8, 4, atau 5.6), hanya cahaya yang jatuh pada subjek terfokus yang akan dianggap sebagai “tajam”; semua cahaya lain dalam pemandangan akan “ber­ hamburan” di sepanjang sensor digital atau film. Sebagai akibatnya, cahaya ini terekam sebagai gumpalan, bayangan kabur, dan cahaya yang out-of-focus. Sebaliknya, saat objek yang sama difoto pada bukaan lensa sangat kecil, seperti f/22, ledakan cahaya yang memasuki lensa ber­ kurang jauh. Gambar yang dihasilkan me­­ muat area ketajaman dan detail yang lebih luas karena cahaya tidak “berhamburan” di sensor (atau bidang film) tetapi terbatas pada lubang kecil saat melintas melalui lensa. Bayangkan Anda menggunakan co­­ rong dengan bukaan sangat kecil dan me­­ nuangkan satu galon kaleng cat melaluinya ke dalam sebuah ember kosong. Bandingkan proses ini dengan menuang satu galon cat ke ember kosong yang sama tanpa bantuan corong. Tanpa corong, cat masuk ke ember lebih cepat, tapi juga menciprati sisi-sisi ember. Dengan corong, pemindahan cat ke dalam ember jauh lebih bersih dan lebih efisien. Dengan mengingat hal ini, Anda dapat melihat bahwa ketika cahaya dibiarkan melewati bukaan kecil di lensa, hasilnya selalu berupa ruang tajam dan detail yang lebih besar. Apakah ini berarti bahwa Anda harus selalu berusaha untuk menembak gambar “rapi” dibandingkan dengan gambar “berantakan yang isinya menciprat ke mana- mana”? Tentu saja tidak! Materi subjek dan kedalaman bidang ketajaman yang ingin Anda rekam akan menentukan pilihan aperture-nya—dan ini berbeda-beda antara gambar yang satu dengan gambar yang lain. Ketika duduk di dekat api unggun, saya dikunjungi oleh seekor Nutcracker Clark, atau “perampok perkemahan,” seperti yang sering disebut bebe­rapa peserta kemah— dan alasannya juga tepat, karena burung-burung ini terkenal sangat berani dan dapat melarikan barang- barang kecil. Setelah menyetel panjang fokal saya pada 300mm, saya dapat membatasi kompo­sisi hanya pada puncak pohon dan burungnya. Berhubung jarak saya dengan si burung relatif dekat, dan berhubung pepohonan di latar bela­kangnya sekitar enam meter dari pohon tempat­nya bertengger, burung itu benar-benar tampak terisolasi. Aperture f/5.6 ikut membantu memisah­kan burung dari latar belakangnya. Lensa 75–300mm pada panjang 300mm, f/5.6, 1/500 detik. Memotret matahari terbenam di sepanjang garis pantai Oregon pada bulan Oktober sama seperti memenangkan lotere, dan wajar untuk mengatakan bahwa siswa-siswa workshop saya dan saya sendiri mengambil angka lotere yang tepat pada akhir pekan ini, karena keadaannya terus-menerus cerah selama tiga hari! Untungnya bagi saya, salah satu siswa saya sedang memotret sekawanan camar di utara tepat saat saya baru saja bersiap-siap memotret sungai kecil yang mengalir ke laut. Bentuk siluetnya tidak hanya menjadi daya tarik utama tetapi juga memberikan kesan skala dan kedalaman bagi komposisi keseluruhan. Tidak seperti foto di atas, gambar ini secara jelas menyampaikan ketajaman dari latar depan sampai latar belakang tak terbatas, dan inilah sebagian besar alasan untuk penggunaan bukaan diafragma kecil. Lensa 12–24 mm pada panjang 14mm, ISO 200, f/22, 1/30 detik, filter graduated ND 3-stop Understanding Eksposur Booklet.indb 5-6 26/04/2013 15:37:37
  • 3. 54  APERTURE Aperture Bercerita   55 Ada tiga situasi pengambilan-gambar di mana pilihan aperture Anda men­ jadi sangat penting. Yang pertama adalah apa yang saya sebut sebagai komposisi ‘bercerita’. Sesuai namanya, ini merupakan gambar yang menyampaikan suatu cerita. Dan seperti cerita-cerita yang bagus lainnya, di dalam foto itu terdapat bagian awal (subjek di latar depan), bagian tengah (sub­­­jek di latar tengah), dan akhir (subjek di latar belakang). Pada gambar tersebut mungkin saja ada bertangkai-tangkai gan­ dum (latar depan/awal) yang berfungsi sebagai pengantar menuju sebuah rumah pertanian yang berada 15 sampai 30 meter di belakangnya (subjek utama di latar te­­ ngah/tengah), yang berdiri dengan latar langit biru dan gumpalan awan putih (latar belakang/akhir.) Jika menggunakan kamera digital de­­ ngan sensor full-frame, fotografer profesional ataupun amatir yang berpengalaman sering kali menggunakan lensa zoom bersudut lebar—seperti lensa dengan panjang fokal 35mm, 28mm, 24mm, dan 20mm—untuk merekam komposisi yang bercerita. Jika menggunakan kamera digital dengan sen­ sor non-full frame, fotografer yang berpe­ ngalaman akan menggunakan rentang 12–18mm. Salah satu alasan utama lensa zoom bersudut lebar menjadi begitu populer adalah bahwa lensa ini sering mencakup seratus persen dari kisaran panjang fokus yang akan digunakan sang fotografer saat pengambilan citra gambar yang bercerita— yaitu, 17–35mm dengan sensor full-frame ataupun yang lebih umum digunakan 10–22mm atau 12–24mm. Ada kalanya sebuah komposisi yang bercerita harus diambil dengan lensa tele­ photo sedang (75–120mm) atau dengan lensa berpanjang fokal “normal” (45–60mm). Tetapi terlepas dari pilihan lensanya, ada satu kekonstanan ketika membuat komposisi yang bercerita: Bukaan lensa sempit (angka f-stop paling besar) merupakan hal yang paling penting! Setelah Anda mulai memfokuskan per­ hatian pada komposisi yang bercerita, Anda mungkin bertanya-tanya: “Di mana seha­ rusnya aku memfokuskan bidikan?” Ketika Anda berfokus pada tangkai gandum di latar depan, sebagai contohnya, rumah pertanian merah dan langitnya akan out- of-focus. Dan ketika Anda fokus pada rumah pertanian merah dan langitnya, tangkai gandum di latar depan akan menjadi out- of-focus. Solusi bagi dilema yang umum ini sederhana saja: Jangan fokuskan lensa­nya. Sebagai gantinya, Anda melakukan preset fokus lewat distance setting. Ada suatu masa ketika sebagian besar fotografer menggunakan lensa berpanjang- fokal-tunggal alih-alih zoom hanya karena lensa ini lebih tajam. Sebagai tambahan, semua lensa berpanjang-fokal-tunggal dari dulu sampai sekarang memiliki apa yang disebut sebagai skala depth-of-field. Skala DoF membuat preset fokus menjadi sangat mudah, dan itu memastikan bahwa Anda akan mendapatkan ruang tajam yang Anda inginkan dalam gambar Anda. Tetapi de­­ ngan perkembangan lensa zoom berkualitas tinggi, sebagian besar fotografer telah me­­­ninggalkan lensa berpanjang-fokal-tung­ gal. Tebusannya, tentu saja, adalah kita berburu gambar dengan lensa yang tidak memiliki skala depth-of-field. Aperture Bercerita Tetapi kita punya distance setting. Se­­ perti skala DoF, distance setting memung­ kinkan Anda melakukan preset ruang tajam sebelum mengambil gambar. Dan berhubung setiap komposisi yang bercerita meng­ andalkan ruang tajam maksimal, pertama- tama Anda akan memilih aperture pada bukaan f/22 dan kemudian menyelaraskan jarak di atas penanda distance-setting pada lensa. Panjang fokal akan menentukan jarak mana yang Anda pilih. Untuk pemandangan seperti ini, saya tahu saya membutuhkan depth-of-field yang dalam untuk men­­­ capai ketajaman di seluruh bidang gambar. Jadi di sini, dengan lensa 20–35mm, saya menyetel aperture pada bukaan f/22 dan melakukan preset fokus supaya jarak 60 sentimeter langsung diselaraskan di atas tanda tengah di dekat bagian depan lensa. Tentu saja, ketika saya melihat melalui jendela bidik, peman­­­dangannya terlihat jauh dari tajam. Ini karena jendela bidik pada kamera masa kini memungkinkan untuk melihat lebar-lebar, yang berarti bahwa meski­pun aperture-nya f/22, gambar di jendela bidik terlihat pada aperture bukaan lebar (f/2.8). Lensa tidak akan menurunkan stop untuk mengambil gambar pada aperture f/22 sebelum tombol pelepas rana ditekan. Pada titik itulah ketajamannya akan direkam. Saya memperoleh depth-of-field yang diingin­kan bukan dengan mem­fokus ulang lensa tapi de­ngan aperture yang ber­cerita dan melakukan preset fokus lewat skala jarak. Kedua foto menggunakan: Lensa 20–35mm pada panjang fokal 20mm, f/22, 1/30 detik. Understanding Eksposur Booklet.indb 7-8 26/04/2013 15:37:40
  • 4. 56  APERTURE Aperture Bercerita   57 f/22 pada pembesaran 200 persen f/8 pada pembesaran 200 persen Kedua gambar ini diambil dengan lensa yang sama pada panjang fokal yang sama, dan memiliki eksposur yang sama persis dalam nilai kuantitatifnya. Tetapi lihat, bukankah ada perbedaan yang mencolok dalam ketajamannya secara keseluruhan?! Gambar pertama diambil dengan aperture f/22 “yang menjadi momok” dan kedua dengan f/8 “yang sangat direkomendasikan.” Saya tidak tahu bagai­ mana dengan Anda, tapi saya memilih gambar yang diambil dengan bukaan f/22 karena menampilkan seluruh area ketajaman yang benar-benar perlu kita sampaikan di sini— depan ke belakang. Dalam gambar yang diambil pada aperture f/8, jelas kita tidak men­dapat­kan ketajaman dari depan-ke- belakang. Anda takkan pernah merekam gambar lanskap-lanskap hebat kecuali Anda memilih f/22. Dan mari kita lihat detail-detailnya pada pem­­­besaran 200 persen, di halaman seberang. Perbedaan dalam ketajamannya nyaris nihil, meskipun saya mengakui bahwa memang ada sedikit lebih banyak kontras pada kulit pohon dalam ambilan gambar pada f/8 (halaman seberang, kanan)—tapi sekali lagi, ini pembesaran 200 persen. Saya dan begitu banyak fotografer cerdas lain bisa menanggung hilangnya sedikit kontras. Kedua foto menggunakan: Lensa 12–24mm, pada panjang fokal 12mm, ISO 200. Atas: f/22, 1/100 detik. Bawah: f/8, 1/800 detik. Difraksi Versus Kepuasan! Hampir setiap minggu, ada saja surel dari siswa-siswa kursus online, juga dari para pembaca buku-buku saya, yang “cemas dengan memotret menggunakan aperture f/16 atau f/22.” Kelihatannya beberapa situs web forum fotografi “besar” telah mengeluarkan ber- ita lama bahwa ketika sebua lensa disetel pada aperture terkecil, seperti f/16 atau f/22, difraksi lensanya akan lebih terlihat. Dalam istilah kaum awam, difraksi lensa berarti hilangnya kontras dan ketajaman. Jadi, saya ingin meluruskan berita miring soal difraksi lensa dan berbagi apa yang diketahui fotografer komersial freelance di seluruh dunia: Memotret pada f/22 bisa menjadi ide bagus, dan kekhawatiran apa pun tentang hilangnya ketajaman dan kon- tras sama berlebihannya dengan gembar- gembor Y2K! Selama lebih dari 35 tahun memotret secara komersial, saya tak pernah ingat ada klien yang mengatakan: “Bryan, apa pun yang kaulakukan, jangan memotret dengan aperture f/22, ya.” Saya juga tidak ingat satu contoh pun ketika Getty atau Corbis (agensi stok foto terbesar di dunia) menelepon saya untuk mengatakan, “Bryan, jangan kirimi kami foto-fotomu kalau diambil dengan aperture f/22.” Dan alasan mengapa saya tidak dapat mengingatnya adalah karena itu tidak pernah terjadi dan tak akan pernah terjadi. Aperture f/22 menghasilkan ruang tajam yang sangat dalam, terutama ketika dikom- binasikan dengan lensa bersudut lebar. Saat menggunakan lensa lebar, jika Anda memiliki sedikit kreativitas saja, ada baiknya Anda menghadirkan daya tarik di latar depan yang akan menciptakan ilusi kedalaman dan selanjutnya memberi perspektif dalam gambar Anda. Dan satu-satunya cara untuk merekam ke­­tajaman dari depan-ke-belakang yang mencakup latar depan terdekat adalah menggunakan f/22. Menggunakan f/22 tidak pernah menjadi ma­­salah di era kamera film, dan seharus- nya tidak menjadi masalah saat ini. Difraksi adalah hal nyata, namun sebaiknya hal itu tidak menghalangi Anda membuat komposisi yang membutuhkan ruang tajam yang sangat dalam. Anda akan puas. Maka, pergilah memotret dan jadilah kreatif dengan f/22! Understanding Eksposur Booklet.indb 9-10 26/04/2013 15:37:45