Dokumen tersebut membahas tentang kota hijau dan pembangunan perkotaan berkelanjutan di Indonesia. Kota hijau didefinisikan sebagai kota yang ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan tata kelola dengan delapan atribut utama yaitu perencanaan hijau, ruang terbuka hijau, limbah hijau, transportasi hijau, air hijau, energi hijau, bangunan hijau, dan part
2. KOTA HIJAU
Adalah kota yang ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan keseimbangan antara
dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta dimensi tata kelolanya, termasuk
kepemimpinan dan kelembagaan kota yang mantap.
8 Atribut Kota Hijau di Indonesia
1 Green Planning & Design Perencanaan dan perancangan yang beradaptasi pada biofisik
kawasan
2 Green Open Space Peningkatan kuantitas dan kualitas RTH sesuai karakteristik
kota/kabupaten dengan target 30%
3 Green Waste Usaha untuk zero waste dengan melaksanakan prinsip 3R, yaitu
mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang,
dan meningkatkan nilai tambah
4 Green Transportation Pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan (transportasi
publik, jalur sepeda, dsb)
5 Green Water Efisiensi pemanfaatan sumber daya air
6 Green Energy Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan
7 Green Building Bangunan hemat energi
8 Green Community Kepekaan, kepedulian, dan peran serta aktif masyarakat dalam
pengembangan atribut-atribut kota hijau
4. KOTA HIJAU
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH)
Incentive Program
Platform Program
Perwujudan 3 (tiga) atribut kota hijau, yaitu:
green planning and design
green open space
green community.
Dasar perencanaan dan pemrograman perwujudan infrastruktur hijau
yang meliputi 5 (atribut) lainnya yakni:
green transportation
green waste
green water
green energy
green building
5. KOTA HIJAU
KOTA HIJAU:
cita-cita bersama yang bisa dicapai, bukan sebuah utopia
GERAKAN
KOTA
HIJAU
PEMERINTA
H PUSAT
DAN
PROVINSI
PRIVATE
SECTOR
MENDORONG
MEMPERCEPAT MEMPERLUAS
MENINGKATKAN
Pemerintah Kota/Kabupaten
bersama dengan masyarakat
(komunitas hijau)
6. KOTA HIJAU
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) - Karakter
INOVATIF
Orientasi pada
aksi nyata dan
solusi
berkelanjutan
untuk masalah
perkotaan
PARTISIPASIF
Kolaborasi
aktif
pemerintah
dan
masyarakat
(gerakan
kolektif kota
hijau)
SINERGI
Platform untuk
sektor-sektor,
sekaligus
Pemberdayaan
bagi seluruh
stakeholder
kota0
8. UU 17/2007 tentang
RPJP-N 2005-2025
RPJM I
(2004-2009)
menata kembali
dan membangun
Indonesia di segala
bidang yang ditujukan
untuk
menciptakan
Indonesia yang
aman dan damai,
yang adil dan
demokratis, dan
yang tingkat
kesejahteraan
rakyatnya meningkat
RPJM ke-2
(2010 – 2014)
memantapkan
penataan kembali
Indonesia di segala
bidang dengan
menekankan upaya
peningkatan
kualitas sumber
daya manusia
termasuk
pengembangan
kemampuan ilmu dan
teknologi serta
penguatan daya saing
perekonomian.
RPJM ke-3
(2015 – 2019)
memantapkan
pembangunan
secara
menyeluruh di
berbagai bidang
dengan menekankan
pencapaian daya
saing kompetitif
perekonomian
berlandaskan
keunggulan sumber
daya alam dan
sumber daya manusia
berkualitas serta
kemampuan ilmu dan
teknologi yang terus
meningkat
RPJM ke-4
(2020 – 2024)
mewujudkan
masyarakat yang
mandiri, maju, adil,
dan makmur melalui
percepatan
pembangunan di
berbagai bidang
dengan terbangunnya
struktur
perekonomian
yang kokoh
berlandaskan
keunggulan
kompetitif di
berbagai wilayah yang
didukung oleh SDM
berkualitas dan
berdaya saing.
9. Target Pewujudan
RPJMN IV
2020 - 2024
kota-kota yg sdh
memenuhi SPP
(standar pelayanan
perkotaan)
kota-kota yg mjd
pusat regional/
budaya nusantara
kota-kota yg mjd
kota pusat
budaya
internasional
100% kawasan perkotaan
60% kawasan
perkotaan
RPJM-N II
2010 - 2014
kota-kota yg sdh
memenuhi SPP
kota-kota yg mjd
pusat regional
kota-kota yg mjd
kota internasional
Peningkatan kapasitas
pengelola kota dan
dukungan bagi
Penerapan tata-kelola
yang baik
RPJMN III
2015 - 2019
kota-kota yg sdh
memenuhi SPP
kota-kota yg mjd
pusat regional
kota-kota yg mjd
kota internasional
Peningkatan kapasitas
pengelola kota dan
dukungan bagi
penerapan tata-kelola
yang baik
30% kawasan
perkotaan
2025
10. Telah menetetapkan Sistem Perkotaan Nasional yang
berhirarki (PKN – Pusat Kegiatan Nasional, PKW – Pusat Kegiatan
Wilayah, dan PKSN – Pusat Kegiatan Strategis Nasional)
PKN, PKW dan PKSN merupakan pusat kegiatan (industri dan jasa) dan
simpul transportasi antar wilayah
Memberikan arahan terhadap pengembangan infrastruktur
perkotaan dan perdesaan untuk mendukung sistem kegiatan
industri jasa berskala nasional, provinsi dan kabupaten, serta mendukung
sistem kegiatan industri/jasa di kawasan andalan
Mengharuskan kawasan perkotaan untuk memperhatikan daya dukung
dan daya tampung lingkungan, terutama di kota-kota pantai,
metropolitan dan besar, antara lain melalui mekanisme pengendalian
PP 26/2008 RTRW-Nasional
11. PKN
PKW
PKSN/KOTA PERBATASAN
Keterangan :
(Catatan: PKL ditetapkan dalam RTRWP)
Pulau PKN PKW PKSN
Sumatera 9 56 4
Jawa-Bali 11 38 0
Nusa Tenggara 2 10 3
Kalimantan 5 28 10
Sulawesi 5 24 2
Maluku 2 11 4
Papua 3 11 3
Total 37 178 26
Sistem Perkotaan-Nasional
(PP 26/2008 )
13. • Mobilitas penduduk yang tinggi;
• Pemukiman penduduk yang padat;
• Tingkat ekonomi dan pendidikan
masyarakat pesisir masih rendah;
• Kemajemukan penduduk;
• Masyarakat kurang kooperatif;
• Keamanan lokasi wisata masih
kurang;
• Kurangnya kesadaran masyarakat –
hidup bersih;
SOSIAL BUDAYA DAN KEAMANAN
100%
60%50%
50%
70%
Keterlibatan
Masyarakat
Lamongan
Kupang
Bagansiapiapi
Ambon
Tarakan
Sumber :
Dewan Kelautan Indonesia, 2010
14. TATA RUANG DAN LINGKUNGAN
• Penataan ruang wilayah pesisir tidak terpadu
• Akesibilitas dari pusat kota yang rendah
• Penataan pemukiman masyarakat yang belum teratur;
• Masalah infrastruktur dasar (Air, MCK, kebersihan dll)
• Penataan ruang yang terlambat;
• Penataan rumah yang tidak teratur;
• Kurang sensitif terhadap mitigasi bencana
• Pemanfaatan ruang lahan yang tidak sesuai RTRW
• Kebersihan lingkungan sekitar;
• Kerusakan wilayah pantai, terumbu karang dan padang
lamun;
Sumber :
Dewan Kelautan Indonesia, 2010
15. KELEMBAGAAN
• Kurangnya koordinasi dan keterpaduan antar instansi terkait;
• Kurang promosi;
• Pemerintah pusat belum mendukung sepenuhnya pengembangan
wisata bahari;
• Penegasan regulasi yang ada
• Tumpang tindihnya pengelolaankebijakan;
• Tidak adanya UU yang mengatur tentang Pesisir;
• Dana pengembangan pariwisata bahari terbatas;
100%
40%60%
40%
60%
Tumpang Tindih Kebijakan
Lamongan
Kupang
Bagansiapiapi
Ambon
Tarakan
Sumber : Dewan Kelautan Indonesia, 2010