SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  57
Télécharger pour lire hors ligne
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN




         PEDOMAN TEKNIS
    PENYELENGGARAAN SPIP
             SUB UNSUR
 PENEGAKAN INTEGRITAS DAN
             NILAI ETIKA
                  (1.1)




      NOMOR : PER-1326/K/LB/2009
      TANGGAL : 7 DESEMBER 2009
KATA PENGANTAR



       Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) merupakan tanggung jawab Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan pasal 59
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini merupakan salah
satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem
pengendalian            intern,        yang   menjadi   tanggung   jawab
menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota, sebagai
penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masing-
masing.

       Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan
tanggung jawab BPKP tersebut meliputi:

1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
2. sosialisasi SPIP;
3. pendidikan dan pelatihan SPIP;
4. pembimbingan dan konsultansi SPIP; dan
5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern
    pemerintah.
       Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan
unsur-unsur SPIP, yaitu:

1. lingkungan pengendalian;
2. penilaian risiko;
3. kegiatan pengendalian;
4. informasi dan komunikasi; dan
5. pemantauan pengendalian intern.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                               i
Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP,
BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan
SPIP. Pedoman tersebut merupakan acuan langkah-langkah saja
yang       perlu      dibangun             dan     dilaksanakan     dalam     rangka
penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya, pedoman tersebut dijabarkan
ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-masing sub
unsur pengendalian. Pedoman teknis sub unsur ini merupakan
acuan        langkah-langkah               yang     perlu      dilaksanakan   dalam
penyelenggaraan sub unsur SPIP.

       Buku ini dimaksudkan untuk dijadikan Pedoman Teknis
Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur Penegakan Integritas dan Nilai
Etika pada unsur Lingkungan Pengendalian dengan tujuan agar
tersedia standar acuan yang memberikan arah bagi instansi
pemerintah pusat dan daerah dalam menyelenggarakan sistem
pengendalian intern pada sub unsur penegakan integritas dan nilai
etika. Pedoman teknis ini juga dimaksudkan sebagai acuan bagi
instansi      pemerintah          untuk          menciptakan     atau   membangun
infrastruktur yang harus ada dalam penerapan sub unsur dimaksud.
Dalam penerapannya, pedoman ini hendaknya disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing instansi, yang meliputi fungsi, sifat,
tujuan, dan kompleksitas instansi tersebut.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                           ii
Pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
masukan dan saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat
diharapkan sebagai bahan penyempurnaan.



                                            Jakarta, Desember 2009
                                                  Plt. Kepala,




                                               Kuswono Soeseno
                                           NIP 19500910 197511 1 001




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                             iii
DAFTAR ISI



                                                                                   Halaman


KATA PENGANTAR .................................................................              i
DAFTAR ISI ...............................................................................   iv


BAB I PENDAHULUAN
           A. Latar Belakang ..........................................................      1
           B. Sistematika Pedoman ...............................................            3


BAB II GAMBARAN UMUM PENEGAKAN INTEGRITAS
           DAN NILAI ETIKA
           A. Pengertian .................................................................   5
           B. Tujuan dan Manfaat ..................................................          8
           C. Peraturan Perundang-undangan Terkait .................. 10
           D. Parameter Penerapan Penyelenggaraan .................. 13


BAB III LANGKAH PENERAPAN PENEGAKAN INTEGRITAS
           DAN NILAI ETIKA
           A. Tahap Persiapan ....................................................... 16
           B. Tahap Pelaksanaan .................................................. 24
           C. Tahap Pelaporan ...................................................... 43


BAB IV PENUTUP




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                                     iv
BAB I
                                PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
             Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
    tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pada pasal 4
    diatur       tentang lingkungan pengendalian. Disebutkan pada
    pasal 4 tersebut bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib
    menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang
    menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan
    Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam lingkungan
    kerjanya, diantaranya dilaksanakan melalui penegakan integritas
    dan nilai etika.

             Penegakan integritas dan nilai etika adalah salah satu sub
    unsur yang akan membangun lingkungan pengendalian karena
    memengaruhi rancangan, administrasi, dan pemantauan atas
    unsur pengendalian lainnya. Selanjutnya, pasal 6 Peraturan
    Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengatur penegakan
    integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
    huruf a, sekurang-kurangnya dilakukan dengan:

    1. menyusun dan menerapkan aturan perilaku;

    2. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada
        setiap tingkat pimpinan instansi pemerintah;

    3. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan
        terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap
        aturan perilaku;



1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                              1
4. menjelaskan             dan         mempertanggungjawabkan      adanya
        intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan

    5. menghapus             kebijakan       atau   penugasan   yang    dapat
        mendorong perilaku tidak etis.

            Terlihat jelas bahwa penegakan integritas dan nilai-nilai
    etika suatu organisasi dicapai dengan menerjemahkan ke dalam
    suatu standar perilaku yang disebut kode etik atau aturan
    perilaku. Kode etik atau aturan perilaku ini menjadi standar
    perilaku organisasi dan individu, sebagai upaya dan cara
    mencapai tujuan organisasi. Melalui penerapan kode etik atau
    aturan perilaku, tujuan organisasi harus tercapai lebih dari
    sekedar ketaatan terhadap hukum dan peraturan, tetapi juga
    mempertimbangkan nilai-nilai yang menjadi prioritas organisasi.
    Hal ini akan bisa tercapai melalui penegakan disiplin dan
    keteladanan pimpinan.

            Tegaknya integritas dan nilai etika orang-orang yang
    melaksanakan SPIP merupakan kunci efektivitas pengendalian
    instansi pemerintah. Oleh karena itu, tanpa penegakan integritas
    dan nilai etika, efektivitas SPIP akan sulit ditingkatkan. Pada
    kenyataannya, pelaksanaan integritas dan nilai etika bukan hal
    yang sederhana dan mudah dilaksanakan, sehingga diperlukan
    suatu pedoman teknis penyelenggaraan sub unsur penegakan
    integritas dan nilai etika yang diharapkan akan dapat menjadi
    panduan bagi instansi pemerintah dalam menerapkannya.

            Pedoman Teknis Sub Unsur Penegakan Integritas dan
    Nilai Etika ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pedoman
    Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP, yang menjelaskan
    bagaimana sub unsur penegakan integritas diimplementasikan
    oleh instansi pemerintah. Pedoman sub unsur                  ini menjadi

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    2
langkah awal instansi pemerintah dalam membangun integritas
    dan nilai etika, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
    masing-masing instansi pemerintah. Pedoman ini tidak terlepas
    dari butir-butir yang ada dalam daftar uji SPIP.

            Tujuan pedoman teknis menjelaskan tahapan penerapan
    penegakan integritas dan nilai etika sebagai salah satu sub
    unsur lingkungan pengendalian. Pedoman ini akan menjadi
    acuan bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam
    membangun dan mengembangkan penegakan integritas dalam
    rangka penerapan SPIP.

B. Sistematika Pedoman
            Sistematika        penyajian   Pedoman   Teknis   Sub   Unsur
    Penegakan Integritas dan Nilai Etika ini sebagai berikut:

    Bab I        Pendahuluan
                 Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pedoman,
                 tujuan, dan ruang lingkup, serta sistematika pedoman.

    Bab II Gambaran Umum Penegakan Integritas dan Nilai
                 Etika
                 Bab ini menguraikan pengertian, maksud, tujuan,
                 parameter penerapan, serta keterkaitannya dengan
                 peraturan yang berlaku.

    Bab      III Langkah-Langkah Penerapan Penegakan Integritas
                 dan Nilai Etika
                 Bab ini menguraikan langkah-langkah yang perlu
                 dilaksanakan dalam menyelenggarakan sub unsur
                 Penegakan Integritas dan Nilai Etika, yang terdiri dari
                 tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                 3
Bab IV Penutup
                 Bab ini merupakan penutup, yang berisi hal-hal penting
                 yang       perlu      diperhatikan   dan   penjelasan   atas
                 penggunaan pedoman ini.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    4
BAB II

                             GAMBARAN UMUM

      PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA


A. Pengertian

            Integritas adalah konsistensi antara nilai dan tindakan.
    Orang yang berintegritas akan bertindak konsisten sejalan
    dengan nilai-nilai, kode etik, serta kebijakan organisasi dan/atau
    profesi,      walaupun          dalam      keadaan   yang   sulit   untuk
    melakukannya. Integritas didefinisikan pula sebagai suatu
    kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana,
    dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna
    memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Bila
    dikaitkan dengan kode etik, integritas didefinisikan sebagai
    tindakan yang konsisten, sesuai dengan kebijakan dan kode etik
    organisasi. Perbuatan yang konsisten tersebut adalah perbuatan
    yang baik dan benar, yang merupakan petunjuk dari keutuhan
    pribadi dan sikap yang konsisten yang juga harus transparan,
    akuntabel, bertanggung jawab, dan independen.

            Istilah ”etika” berasal dari bahasa Yunani kuno ethos, yang
    berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
    adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan ”etika” adalah
    ”moral” yang berasal dari bahasa Latin “mos” yang berarti juga
    kebiasaan, adat. Jadi etimologi kata ”etika” sama dengan
    etimologi kata ”moral”.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    5
Dengan demikian, etika merupakan salah satu hal penting
    yang menjaga keseimbangan (checks and balances) terhadap
    penggunaan kewenangan dan kebebasan yang diberikan publik.
    Etika merupakan faktor penting dalam menciptakan dan
    memelihara kepercayaan publik terhadap pemerintah dan
    institusinya. Etika juga memberikan dasar untuk menguji praktik,
    aturan, dan pelaksanaan secara umum bagi publik untuk
    membandingkan bahwa kepentingannya telah dilayani dan
    pelaksanaannya dapat diamati. Etika juga merupakan faktor
    kunci dalam kualitas governance.

            Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005)
    diartikan sebagai ilmu mengenai ‘etik’, yaitu mengenai apa yang
    baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral
    (akhlak) manusia. Pengertian etik itu sendiri mengandung dua
    arti, yaitu: kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
    akhlak; dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
    golongan atau masyarakat. Oleh karena itu, nilai etika adalah
    suatu perangkat disiplin yang berhubungan dengan hal-hal yang
    yang baik dan buruk, benar atau salah dengan menggunakan
    ukuran norma atau nilai-nilai (values), atau disebut juga ‘moral
    philosophy’. Root (1998) berargumentasi dalam batasan hukum,
    hampir semua tindakan benar dan salah bergantung pada
    perspektif individu.

            Dalam kondisi tertentu, pilihan itu tidak secara jelas pilihan
    antara benar dan salah, tetapi terdapat situasi di mana orang
    harus memiliki diantara dua hal yang benar. Disinilah akan
    muncul        situasi       dilematis   yang   sangat   membutuhkan
    pertimbangan etika atau nilai yang menjadi prioritas individu atau

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                 6
organisasi.        Sebagai        contoh,      suatu   instansi   pemerintah
    dihadapkan pada pilihan melaksanakan banyak program dengan
    tujuan      yang      semuanya         untuk    peningkatan   kesejahteraan
    masyarakat, namun ketika dihadapkan pada pendanaan, instansi
    harus memilih program yang paling prioritas dengan manfaat
    utama untuk masyarakat.

    Penegakan Integritas dan Nilai Etika

            Secara konseptual, integritas dan nilai etika sangat jelas
    memberikan pengaruh posisif pada organisasi dan individu. Hal
    yang lebih penting adalah bagaimana integritas dan nilai etika
    dapat diwujudkan dan ditegakkan. Penegakan integritas dan nilai
    etika adalah menerjemahkan integritas dan nilai etika ke dalam
    suatu kode etik atau aturan perilaku, serta menerapkannya
    secara konsisten dalam kegiatan sehari-hari.

            Kode etik merupakan terjemahan bahasa Inggris, code of
    ethic. Code berasal dari bahasa Latin codex. Codex adalah
    sekumpulan dokumen yang berisi peraturan atau undang-
    undang. Kode etik atau aturan perilaku merupakan serangkaian
    pernyataan nilai dan perilaku yang diharapkan dari individu
    anggota organisasi pada saat mereka bekerja yang akan menjadi
    sarana dalam penegakan integritas dan nilai etika. Kode etik atau
    aturan perilaku merupakan muara dari nilai etika, suatu proses
    dan upaya memilih antara pilihan yang benar dan salah, yang
    adil dan tidak adil, patut dan tidak patut, pilihan antara tujuan
    dengan cara mencapainya, pilihan antara kepentingan pribadi
    dengan perusahaan, atau pilihan antara beberapa kepentingan.



1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                       7
Ruang lingkup dan area yang perlu diatur dalam upaya
    penegakan integritas dan nilai etika adalah:

   1. Pengaturan hubungan antara pihak terkait dalam penyusunan/
      pembahasan kebijakan dan prosedur, khususnya dengan pihak
      swasta/sponsor;
   2. Pengaturan hubungan pejabat berwenang dalam anggaran
      (pemda) dengan pihak ketiga (swasta);
   3. Pemberian reward and punishment;
   4. Pengaturan hubungan antara pejabat yang berwenang dalam
      penerimaan pegawai dengan calon pegawai, penyelenggara
      ujian, dan pimpinan unit pengguna;
   5. Pengaturan           hubungan        antara   pihak   terkait   (bagian
      kepegawaian, Baperjakat, pegawai bersangkutan, dan lain-lain)
      dalam penempatan, mutasi, rotasi, dan promosi pegawai;
   6. Pengaturan transparansi kebijakan dalam penerimaan pegawai
      dan proses penempatan, mutasi, rotasi, dan promosi pegawai;
   7. Pengaturan hubungan antara pejabat berwenang dalam
      pengadaan barang/jasa dengan pihak ketiga;
   8. Pengaturan tanggung jawab evaluator/auditor terhadap fasilitas
      yang diberikan oleh pihak yang dievaluasi.

B. Tujuan dan Manfaat

            Tujuan akhir dari penegakan integritas dan nilai etika
    adalah terimplementasikannya integritas dan nilai etika dalam
    perilaku seluruh pejabat dan pegawai instansi pemerintah yang
    dilaksanakan dengan keteladanan pimpinan, penegakan disiplin
    yang konsisten, transparansi, serta terciptanya suasana kerja
    yang sehat, yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu etos
    kerja dengan perilaku positif dan kondusif.


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    8
Manfaat penegakan integritas dan nilai etika adalah:

    1. Menekan tingkat korupsi karena sebagian besar faktor
         penyebab korupsi terkait dengan masalah moral dan etika.
         Dengan terwujudnya moral dan etika yang baik dan benar
         akan menekan tingkat korupsi di pemerintahan.
    2. Meningkatkan             kebersamaan     yang    dapat    menyuburkan
         semangat kerja sama dan saling menolong dalam kebaikan
         di antara para anggota organisasi pada saat menjalankan
         tugas-tugasnya.
    3. Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam upaya
         membangkitkan komitmen kepada kejujuran dan kewajaran;
         pengakuan dan kepatuhan pada hukum dan kebijakan-
         kebijakan; rasa hormat kepada organisasi; kepemimpinan
         dengan memberi contoh; komitmen untuk berbuat yang
         terbaik; menghargai kewenangan; menghargai hak-hak
         pegawai; dan kesesuaian dengan standar-standar profesi.
    4. Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan
         bagaimana          merespon       tuntutan   berbagai   stakeholders
         organisasi yang berbeda.
    5. Membantu dan menuntun pimpinan instansi pemerintah
         dalam memutuskan apa yang harus dilakukan pada berbagai
         situasi yang berbeda, serta membantu anggota organisasi
         dalam menentukan respon moral terhadap suatu situasi atau
         arah tindakan yang diperdebatkan.
    6. Menjadi landasan yang baik bagi para anggota organisasi
         dalam membuat dan menetapkan kebijakan-kebijakan publik.
         Aturan etika menjadi alat untuk memelihara integritas para
         anggota organisasi dan politisi.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    9
7. Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah
         dijalankan oleh orang-orang yang berperilaku baik dan
         pantas untuk melayani publik sebagaimana yang dibutuhkan,
         diinginkan, dan diharapkan masyarakat.
    8. Memelihara stabilitas, integritas, dan menciptakan suatu
         identitas bersama (karakter) bagi para anggota instansi
         pemerintah, yang pada gilirannya akan ikut membangun
         komitmen          bersama         pada     instansi     pemerintah    untuk
         penerapan SPIP.
    9. Menjadi pembentuk perilaku organisasi yang membantu para
         anggota untuk mengenali mana yang baik dan mana yang
         buruk,      yang      pada        gilirannya    dapat     mengoordinasikan
         berbagai kegiatan menjadi suatu keseluruhan tindakan yang
         lebih efektif dan efisien.
    10. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan
         kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama
         dan      semangat         pengabdian       kepada       masyarakat,   serta
         kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
    11. Mendorong etos kerja PNS untuk mewujudkan PNS yang
         bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai
         unsur aparatur negara dan abdi masyarakat.

    12. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan
         wawasan          kebangsaan          PNS       sehingga    dapat   menjaga
         persatuan dan kesatuan bangsa NKRI.

C. Peraturan Perundang-undangan Terkait

            Peraturan tentang kode etik PNS diatur dalam Peraturan
    Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa
    Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                          10
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dimaksudkan
    untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan, dan
    ketaatan PNS kepada negara kesatuan dan pemerintah RI
    berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

            Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004
    mengatur nilai-nilai dasar PNS, yang meliputi:

    1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    2. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945;
    3. Semangat nasionalisme;
    4. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan
        pribadi atau golongan;
    5. Ketaatan         terhadap           hukum   dan   peraturan   perundang-
        undangan;
    6. Penghormatan terhadap hak asasi manusia;
    7. Tidak diskriminatif;
    8. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;
    9. Semangat jiwa korps.

            Selain itu, juga diatur Kode Etik PNS yang meliputi:

    1. Etika dalam bernegara;
    2. Etika dalam berorganisasi;
    3. Etika dalam bermasyarakat;
    4. Etika terhadap diri sendiri;
    5. Etika terhadap sesama pegawai negeri sipil.

            Cakupan materi kode etik atau aturan perilaku pada praktik
    terbaik di beberapa instansi pemerintah menyangkut perilaku
    dalam hal-hal yang antara lain mengatur:


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                     11
1. Aktivitas politik;
    2. Penyuapan, pembayaran illegal, dan kickbacks;
    3. Amal/donasi;
    4. Perjalanan dinas kantor;
    5. Pekerjaan sampingan;
    6. Hadiah pemberian dan keuntungan lain;
    7. Gratifikasi;
    8. Jamuan;
    9. Biaya kemudahan (uang pelicin);
    10. Menjadi pemasok dan penyedia jasa lain;
    11. Anggota keluarga;
    12. Menghindari potensi benturan kepentingan;
    13. Tanggung jawab profesi;
    14. Tanggung jawab pribadi;
    15. Perilaku berkaitan dengan stakeholders;
    16. Penggunaan informasi;
    17. Larangan manipulasi dan penyampaian;
    18. Informasi yang tidak benar;
    19. Pemeliharaan dan penggunaan aset;
    20. Penggunaan informasi internal;
    21. Penggunaan fasilitas kantor: telepon dan sebagainya;
    22. Catatan dan pembukuan;
    23. Kesempatan kerja yang sama;
    24. Etika lingkungan kerja;
    25. Narkoba dan perjudian;
    26. Pengguna jasa.

            Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 juga
    mengakui bahwa kebutuhan kode etik instansi dan profesi
    didasarkan        oleh     karakteristik   masing-masing   instansi   dan
    organisasi profesi, oleh karena itu pasal 13 mengatur:

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                   12
1. Pejabat        pembina        kepegawaian      masing-masing        instansi
        menetapkan kode etik instansi;
    2. Organisasi profesi di lingkungan PNS menetapkan kode
        etiknya masing-masing.

    Kode etik yang ditetapkan instansi/organisasi profesi tidak boleh
    bertentangan dengan kode etik yang diatur dalam Peraturan
    Pemerintah Nomor 42 tahun 2004.

D. Parameter Penerapan Penyelenggaraan

            Parameter penerapan Penegakan Integritas dan Nilai Etika
    adalah sebagai berikut:

     1. Instansi Pemerintah telah menyusun dan menerapkan aturan
         perilaku serta kebijakan lain yang berisi tentang standar
         perilaku etis, praktik yang dapat diterima, dan praktik yang
         tidak dapat diterima termasuk benturan kepentingan.
     2. Suasana etis dibangun pada setiap tingkat pimpinan instansi
         pemerintah dan dikomunikasikan di lingkungan instansi
         pemerintah yang bersangkutan.
     3. Pekerjaan yang terkait dengan masyarakat, anggota badan
         legislatif, pegawai, rekanan, auditor, dan pihak lainnya
         dilaksanakan dengan tingkat etika yang tinggi.
     4. Tindakan          disiplin         yang   tepat    dilakukan   terhadap
         penyimpangan atas kebijakan dan prosedur atas pelanggaran
         aturan perilaku.
     5. Pimpinan            instansi         pemerintah     menjelaskan        dan
         mempertanggungjawabkan                   adanya      intervensi      atau
         pengabaian atas pengendalian intern.
     6. Pimpinan instansi pemerintah menghapus kebijakan atau
         penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                         13
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
    2008, indikator keberhasilan penerapan sub unsur penegakan
    integritas dan nilai etika adalah sebagai berikut:

    1. Tersusun, tersosialisasi, dan terterapkannya aturan perilaku
        yang komprehensif dan langsung mengatur hal-hal yang
        krusial.
    2. Setiap tingkatan pimpinan telah memberikan keteladanan
        penerapan aturan perilaku dalam tutur kata maupun tindakan
        nyata.

    3. Telah terlaksanakannya penegakan disiplin penerapan aturan
        etika secara konsisten, adil, dan transparan.
    4. Terterapkannya sistem yang transparan dalam hal terdapat
        intervensi,       waiver      (pengabaian),   ataupun   pengecualian
        implementasi SPI.
    5. Terciptanya suasana kerja yang sehat untuk mendukung
        tumbuhnya perilaku etis, sebaliknya tidak terdapat suasana
        yang mendorong perilaku tidak etis.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                  14
BAB III

   LANGKAH PENERAPAN PENEGAKAN INTEGRITAS
                                DAN NILAI ETIKA


        Penerapan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika
pada dasarnya ditandai dengan adanya suatu aturan perilaku yang
dikomunikasikan            kepada          seluruh     individu   organisasi   dan
dilaksanakan penegakannya. Dalam pelaksanaannya, tahap dan
langkah-langkah penyelenggaraan sub unsur penegakan integritas
dan nilai etika dapat dilakukan bersamaan dengan unsur/sub unsur
lainnya.

        Dalam bab ini, penerapan tersebut dikelompokkan dalam tiga
tahap utama, yaitu:

1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi, yang
    bertujuan untuk memberikan pemahaman atau kesadaran yang
    lebih baik, serta pemetaan kebutuhan penerapan.

2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas
    pemetaan,           yang        meliputi         pembangunan      infrastruktur,
    internalisasi, dan pengembangan berkelanjutan.

3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap melaporkan kegiatan.

Setiap tahapan implementasi dan beberapa contoh akan diuraikan
di bab ini.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                          15
A. Tahap Persiapan

    1. Penyiapan                    Peraturan,       SDM,        dan     Rencana
        Penyelenggaraan

                Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan
        pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian,
        lembaga, dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan
        penyelenggaraan            SPIP,     selanjutnya    instansi    pemerintah
        membuat         rencana        penyelenggaraan,      yang      antara   lain
        memuat:

        a. jadwal pelaksanaan kegiatan;
        b. waktu yang dibutuhkan;
        c. dana yang dibutuhkan; dan
        d. pihak-pihak yang terlibat.

                Berdasarkan peraturan tersebut, perlu ditetapkan Tim
        Satuan Tugas Penyelenggaraan (Tim Satgas) SPIP yang
        ditugaskan mengawal pelaksanaan penerapan penegakan
        integritas dan nilai etika ditetapkan. Tim Satgas tersebut
        terlebih dulu diberi pelatihan tentang SPIP, khususnya sub
        unsur terkait agar dapat menyelenggarakan sub unsur dalam
        unsur SPIP.

    2. Pemahaman (Knowing)

                Tahap pemahaman merupakan langkah awal dalam
        menciptakan suasana                etis.   Tahap   ini   bertujuan untuk
        membangun kesadaran (awareness building), yang meliputi
        segala usaha untuk membangun kesadaran dan keyakinan
        terhadap arti penting integritas dan nilai etika, memperkuat
        komitmen, serta dukungan semua lapisan pejabat dan seluruh
        pegawai instansi pemerintah.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                         16
Tahap pemahaman sebagai langkah pengomunikasian
        pentingnya nilai etika dan aturan perilaku dalam membentuk
        integritas yang akan membangun lingkungan pengendalian
        yang kuat. Pengomunikasian dapat dilakukan secara terpisah
        atau bersamaan dengan sosialisasi SPIP.

                SPIP juga mensyaratkan instansi pemerintah untuk
        meyakinkan bahwa suatu suasana etis telah dibangun pada
        setiap tingkatan pimpinan instansi pemerintah dan telah
        dikomunikasikan di lingkungan instansi pemerintah yang
        bersangkutan.

                Beberapa studi tentang etika menemukan pemicu
        terjadinya kecurangan atau bahkan korupsi adalah suasana
        ketidakpedulian. Ketidakpedulian dalam lingkungan kerja
        ditandai dengan kondisi dimana orang-orang di dalam
        organisasi tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah
        salah. Mereka bahkan berpikir bahwa mereka melakukan hal
        yang baik menurut versi mereka. Oleh karena itu, tidak hanya
        nilai etis yang harus dikomunikasikan, namun juga petunjuk
        yang jelas harus diberikan berkaitan dengan apa yang benar
        dan apa yang salah. Untuk mendapatkan pemahaman yang
        sama        atas      sistem       nilai,   setiap   organisasi   harus
        mengembangkan suatu aturan perilaku organisasi yang
        mencerminkan kejujuran dan etika. Aturan perilaku ini harus
        dikomunikasikan secara tertulis dan menjadi pegangan bagi
        seluruh pegawai di unit organisasi tertentu.

                Aturan perilaku harus senantiasa menjadi agenda dalam
        pelaksanaan tugas sehari-hari. Komunikasi menjadi langkah
        awal untuk mencapai pemahaman yang sama. Komunikasi
        merupakan seni dalam menyampaikan informasi, baik secara

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                     17
verbal maupun nonverbal. Keduanya harus dimanfaatkan
        untuk tahap pemahaman ini agar semua pejabat dan pegawai
        terinformasikan dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan
        Peraturan        Pemerintah          Nomor      60    Tahun      2008      yang
        menyatakan bahwa ”pimpinan instansi pemerintah membina
        serta mendorong terciptanya budaya yang menekankan
        pentingnya nilai-nilai integritas dan etis. Hal ini bisa dicapai
        melalui komunikasi lisan dalam rapat, diskusi, dan melalui
        keteladanan dalam kegiatan sehari-hari.”

                Untuk       memenuhi             hal   tersebut,     instansi      dapat
        memberikan pemahaman dengan menggunakan beberapa
        pendekatan kegiatan antara lain:

        a. Sosialisasi pentingnya integritas dan nilai etika dengan
            media komunikasi, yaitu ceramah, diskusi, seminar, rapat
            kerja, dan fokus grup.

        b. Website, media ini memiliki cakupan yang lebih luas,
            dengan          tujuan         transparansi       kepada       pemangku
            kepentingan. Pemuatan kode etik atau aturan perilaku
            dalam         website          instansi      pemerintah        merupakan
            penyampaian atas perilaku yang diharapkan.

        c. Multimedia,         media       ini    bersifat   lebih   interaktif,   yang
            bermanfaat memperoleh sebaran yang lebih luas.

        d. Majalah, merupakan komunikasi secara reguler dalam
            bentuk media cetak yang diterbitkan yang berisi pesan-
            pesan etika secara runtut dan menggunakan bahasa yang
            sederhana dan contoh konkret.

            Misalnya,        diciptakan maskot etika dalam bentuk kartun
            untuk memberi contoh konkret penerapan etika.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                              18
e. Saluran mikrofon. Komunikasi kode etik atau aturan
            perilaku       dapat           dengan   kata-kata   penting   yang
            diperdengarkan setiap pagi melalui mikrofon, pengeras
            suara, atau saluran kominikasi lain di kantor.

        f. Akses ke jaringan. Komunikasi aturan perilaku dapat juga
            diperluas dengan menempatkan pertanyaan tentang kode
            etik atau aturan perilaku ke dalam rancangan akses
            ke jaringan. Misalnya, sebelum dapat masuk ke dalam
            jaringan, ditanyakan hal yang berkaitan dengan aturan
            perilaku yang berlaku pada instansi tersebut yang menjadi
            bagian dari password yang harus dijawab dengan benar
            oleh pegawai.

                Selain hal tersebut di atas, komunikasi nonverbal yang
        efektif yang sangat penting adalah penerapan aturan perilaku
        melalui keteladanan yang ditunjukkan oleh pimpinan.

                Tahap pemahaman juga merupakan proses untuk
        membangun kesadaran bahwa penegakan integritas dan nilai
        etika juga dipengaruhi oleh dorongan sejawat (peer pressure).
        Kesadaran ditunjukkan dengan adanya kepedulian para
        pegawai atas perilaku sejawatnya untuk menerapkan sikap
        perilaku moral dan etis yang baik. Kita akan sulit menjadikan
        integritas sebagai karakter bila lingkungan sangat kondusif
        terhadap perilaku yang tidak etis. Dorongan sejawat berupa
        komitmen          secara       bersama      untuk   menerapkan    dan
        menegakkan kode etik, peduli pada yang melanggar dengan
        menegur atau melaporkan adanya pelanggaran kode etik atau
        aturan perilaku akan mendorong ditegakkannya integritas dan
        nilai etika. Hal yang penting tentunya adalah hukuman bagi

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    19
pelanggar aturan perilaku, mekanisme yang mendorong
        terhadap karyawan melaporkan pelanggaran, tindakan disiplin
        karyawan yang tidak melaporkan pelanggaran. Tindakan
        penegakan ini harus menjadi budaya integritas.

                Sosialisasi, dorongan sejawat, dan komunikasi secara
        berkelanjutan, akan memberikan pemahaman yang utuh dan
        kuat bahwa para pegawai memperlihatkan bahwa yang
        bersangkutan mengetahui perilaku yang dapat diterima dan
        tidak dapat diterima, hukuman yang akan dikenakan terhadap
        perilaku yang tidak dapat diterima, dan tindakan yang harus
        dilakukan jika yang bersangkutan mengetahui adanya sikap
        perilaku yang tidak dapat diterima.

    3. Pemetaan (Mapping)

                Setelah        dilakukan      sosialisasi,     diperlukan        suatu
        pemetaan          terhadap         pemahaman        yang      diterima    dan
        dipersepsikan oleh pimpinan dan seluruh pegawai dan
        pemetaan           terhadap         keberadaan       infrastruktur       untuk
        menegakkan            integritas     dan    nilai    etika.     Keberadaan
        infrastruktur dalam penegakan integritas dan nilai etika
        diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur. Penegakan
        integritas dan nilai etika pada instansi pemerintah telah
        terbentuk dalam format yang berbeda-beda, sehingga perlu
        dilakukan pemetaan sejauh mana penerapan yang telah
        dilakukan selama ini.

                Instansi pemerintah perlu melakukan pemetaan atas
        penerapan penegakan integritas dan nilai etika di lingkungan
        kerjanya, untuk mendapatkan informasi antara lain:


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                            20
1) kebijakan dan prosedur yang melandasi penegakan integritas
             dan nilai etika telah dimiliki oleh instansi pemerintah;
        2) peraturan/kebijakan yang ada tersebut,               telah sesuai
             dengan peraturan/kebijakan yang lebih tinggi;
        3) instansi pemerintah memiliki prosedur operasi baku atau
             standard operating procedure (SOP) untuk mejalankan
             peraturan/kebijakan dimaksud;
        4) SOP atau pedoman dimaksud, telah sesuai dengan
             peraturan yang ada, dan atau yang akan dibangun;
        5) SOP atau pedoman tersebut telah dipraktikkan dan
             didokumentasikan dengan baik.
                Dalam proses pemetaan, dilakukan identifikasi dan
        analisis nilai dan norma/aturan yang ada, yang dibutuhkan dan
        nilai yang diharapkan dalam organisasi untuk menunjukkan
        ciri/karakteristik       organisasi.   Pemetaan    dilakukan    untuk
        memeroleh data sebanyak-banyaknya tentang:
        a. Hal-hal yang harus diatur menjadi aturan perilaku
            Pemetaan ini untuk mengidentifikasi nilai yang diperlukan
            sesuai dengan hukum dan perundangan terkait dengan
            tugas dan profesi. Kode etik PNS harus mengacu pada nilai
            etika yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42
            Tahun 2004. Nilai ini menjadi dasar perilaku organisasi dan
            pegawai dalam memberi panduan dan memastikan bahwa
            entitas tidak melanggar aturan.
            Selain itu, juga perlu mempertimbangkan kode etik profesi.
            Misalnya,        lembaga       pengawas   sebagai     profesional
            mengikuti kode etik auditor internal yang harus bekerja
            secara obyektif dan due dilligence. Nilai ini harus menjadi
            dasar dalam aturan perilaku.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                   21
b. Hal yang belum jelas atau sering disebut area abu abu
            (grey area) yang dapat menimbulkan suasana dilematis
            Identifikasi      nilai    diperlukan    untuk   mengatasi        situasi
            dilematis yang ada dalam lingkungan kerja. Nilai ini
            diperlukan untuk memberikan kejelasan perilaku atau
            menumbuhkan perilaku yang diunggulkan bila menghadapi
            suatu masalah. Para pejabat dan pegawai seringkali
            dihadapkan pada kondisi yang dilematis, baik dalam
            tindakan maupun pengambilan keputusan. Kondisi ini harus
            dicermati dalam pembentukan kode etik atau aturan
            perilaku. Ketidakjelasan perilaku atas dilema yang dijumpai
            dalam pelaksanaan tugas akan memberi peluang terjadinya
            pelanggaran atau perbuatan yang tidak etis.
            Kondisi dilematis, yaitu tindakan yang harus dipilih
            seseorang untuk kepentingan yang berbeda, tetapi tidak
            tahu     tindakan         apa   yang    paling   tepat,   sulit    untuk
            mempertimbangkan mana yang benar, dan kondisi dimana
            dorongan untuk melakukan pilihan yang salah sangat kuat.
            Masalah dilematis antara lain: masalah menerima atau
            tidak pemberian suap atau uang pelicin, menyetujui atau
            tidak usulan target yang tidak masuk akal, pengaduan
            (wistle blowing), yaitu pilihan apakah mengadukan kepada
            atasan atau mendiamkan.
        c. Kondisi dilematis setiap instansi pemerintah akan berbeda-
            beda
            Misalnya, kondisi dilematis pegawai Ditjen Pajak akan
            berbeda dengan Departemen Kehakiman, atau departemen
            lainnya. Perbedaan kondisi dilematis inilah yang akan
            membuat kode etik atau aturan perilaku akan berbeda antar
            instansi pemerintah, karena perilaku yang diharapkan juga
            berbeda.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                           22
Pertimbangkan nilai etis yang dihormati oleh pemangku
            kepentingan.         Nilai      yang    diinginkan   oleh    pemangku
            kepentingan merupakan hal penting yang akan membawa
            citra positif. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
            2008 disebutkan bahwa pekerjaan yang terkait dengan
            masyarakat, anggota badan legislatif, pegawai, rekanan,
            auditor, serta pihak lainnya dilaksanakan dengan tingkat
            etika yang tinggi.
            Misalnya: pegawai instansi yang memberi jasa layanan
            publik memiliki kesan arogan, mempersulit proses dan
            berbelit-belit. Aturan perilaku harus diarahkan untuk
            menghilangkan citra tidak baik tersebut.
        d. Identifikasi       nilai-nilai    dan     norma     yang     menghambat
            pelaksanaan tugas pokok
            Penerapan            nilai      etika     adalah      mengedepankan
            pertimbangan           moral      dalam     pengambilan       keputusan
            sehingga ada kemungkinan terjadi pengabaian, tetapi untuk
            kepentingan yang bernilai lebih tinggi. Dalam Peraturan
            Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa
            terdapat pedoman yang mengatur situasi, frekuensi, dan
            tingkat pimpinan yang diperkenankan melakukan intervensi
            terhadap SPI yang telah dikembangkan dan pengabaian.
            Pengabaian manajemen (management discretion) harus
            didasarkan pada nilai etis yang tinggi terhadap "citizen
            value", yaitu bagaimana sumber daya menghasilkan nilai
            yang       bemanfaat           bagi     masyarakat    secara     umum
            (meaningful value for the average citizen), baik nilai
            manfaat ekonomis dan sosial suatu program atau kegiatan
            kepada publik.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                         23
Hasil pemetaan atas nilai-nilai yang menjadi prioritas
            instansi       pemerintah          akan      menjadi    dasar      dalam
            menyusun/merumuskan kode etik atau aturan perilaku.
        e. Pemetaan juga diharapkan memberi masukan atas rencana
            tindak yang paling tepat untuk internalisasi kode etik atau
            aturan perilaku.


B. Tahap Pelaksanaan

            Pada        tahapan            pelaksanaan     proses    terdiri    atas
    pembangunan infrastruktur, internalisasi, dan pengembangan
    berkelanjutan.
    1. Membangun Infrastruktur (Norming)
                Pembangunan infrastruktur dilakukan setelah tahap
        pemetaan. Pembangunan infrastruktur dilaksanakan melalui
        penyusunan          kebijakan         dan     prosedur,    yang     bertujuan
        menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang
        menimbulkan perilaku postif dan kondusif untuk penerapan
        sistem pengendalian intern. Perilaku positif dan kondusif yang
        dimaksud dalam sub unsur ini adalah penegakan integritas
        dan nilai etika.
                Kebijakan dan prosedur yang diperlukan adalah sebagai
        berikut:

        a. Penyusunan Kode etik atau Aturan Perilaku
            Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
            2004, instansi pemerintah menyusun kode etik atau aturan
            perilaku, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
            masing-masing instansi. Dalam Peraturan Pemerintah
            Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa aturan perilaku

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                           24
tersebut sifatnya menyeluruh dan langsung berkenaan
            dengan hal-hal seperti pembayaran yang tidak wajar,
            kelayakan          penggunaan                sumber      daya,      benturan
            kepentingan, kegiatan politik pegawai, gratifikasi, dan
            penerapan kecermatan profesional.

            Penyusunan kode etik atau aturan perilaku seyogyanya
            bersifat     partisipatif        dari    individu     instansi    pemerintah
            sehingga dapat lebih akurat mencerminkan kebutuhan
            kode etik atau perilaku instansi pemerintah, baik dalam
            urusan kedinasan maupun kemasyarakatan.

            Pimpinan instansi pemerintah menyusun aturan perilaku
            dengan tahapan sebagai berikut:

            1) Mengidentifikasi            nilai-nilai   yang     diperoleh   dari   hasil
                pemetaan, yang selanjutnya dikembangkan ke dalam aturan
                perilaku dengan menggali lebih banyak masukan melalui:
                a) Wawancara, dilaksanakan dengan mewawancarai
                    pegawai-pegawai tertentu yang memegang peranan
                    untuk        mengumpulkan               keterangan        atas    isu
                    permasalahan utama di tempat kerja.
                b) Mengumpulkan                keterangan       atas    perilaku     yang
                    menimbulkan permasalahan tersebut. mempertimbangkan
                    permasalahan mana yang berhubungan dengan etika.
            2) Mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat dipertimbangkan
                sebagai nilai etika, misalnya kreatif atau independen.
            3) Mengidentifikasi perilaku utama yang dibutuhkan, sesuai
                dengan nilai etika yang dibutuhkan atau telah ditetapkan
                dalam kode etik.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                               25
4) Menyusun kode etik atau aturan perilaku dengan kalimat
                yang tegas, yang mengindikasikan seluruh pegawai
                diharapkan berperilaku sesuai dengan aturan perilaku.
            5) Mengikutsertakan para pejabat dan pegawai sehingga
                ada tumbuh komitmen dan rasa memiliki atas kode etik
                atau aturan perilaku.

        b. Kebijakan Penegakan Aturan Perilaku
            Guna menerapkan kode etik atau aturan perilaku, pimpinan
            instansi pemerintah menetapkan kebijakan pendukung
            untuk penegakan aturan perilaku melalui penandatanganan
            komitmen penerapan aturan perilaku, yang diperbarui tiap
            tahun oleh setiap pegawai. Contoh bentuk pernyataan:


                   K O M I T M E N U N T UK M E M AT U H I P E D O M AN
                                        P E R I L AK U

       Sebagai pegawai............, saya memberikan pernyataan                                             sebagai
       komitmen pribadi untuk mematuhi Pedoman Perilaku:

        Nama            :   ............................................................................

        Unit Kerja      :   ............................................................................

        Jabatan         :   ............................................................................

       Menyatakan bahwa:
       1. Telah menerima Buku Pedoman Perilaku;
       2. Telah memahami isi dari Buku Pedoman Perilaku;
       3. Bersedia mematuhi apa yang telah menjadi komitmen perilaku dan
          akan menerapkannya dalam pelaksanaan tugas sehari-hari;
       4. Siap menerima konsekuensi bila melakukan pelanggaran atas
          komitmen perilaku yang telah ditetapkan dalam Pedoman Perilaku;
       5. Akan      memegang  komitmen      perilaku    untuk    mendukung
          pengembangan reputasi organisasi melalui integritas yang tinggi dan
          perilaku terpuji.
                                                                  ..................., .............................
                                                          (Nama Lengkap dan Tanda Tangan)


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                                                        26
c. Kebijakan Sistem Reward and Punishment
            Sistem reward and punisment harus ditetapkan pimpinan
            instansi pemerintah untuk menjamin penerapan kode etik
            atau aturan perilaku. Atas tindakan tidak disiplin, baik
            pegawai maupun pejabat, pimpinan instansi pemerintah
            harus menindak tegas dan menerapkan secara konsisten.
            Pimpinan        instansi       pemerintah    mempertimbangkannya
            dengan Majelis Kode Etik agar hukuman disiplin yang
            diberikan       tepat      terhadap     penyimpangan     atau   atas
            pelanggaran aturan perilaku.
            Hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut:
            1) Pimpinan instansi pemerintah mengambil tindakan atas
                pelanggaran kebijakan, prosedur, atau aturan perilaku
                dengan tegas tanpa membeda-bedakan.
            2) Kebijakan penghargaan dan pemberian sanksi ini
                dikomunikasikan secara berkala, termasuk jenis sanksi
                dikomunikasikan kepada seluruh pegawai di lingkungan instansi
                pemerintah sehingga pegawai mengetahui konsekuensi
                dari penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan.
            3) Instansi pemerintah memiliki mekanisme penanganan
                tuntutan dan kepentingan pegawai secara cepat dan tepat.
            4) Adanya suatu sanksi atas pelanggaran perilaku akan
                menjadi pelajaran bagi anggota instansi pemerintah lain
                yang tidak melakukan pelanggaran.
        d. Kebijakan Penanganan Konflik Kepentingan
            Konflik kepentingan adalah pertentangan kepentingan
            antara      kesetiaan          dan   konsistensi   sebagai   seorang
            profesional dan kepentingan yang ada di luar itu, yang
            dapat disebabkan karena kepentingan pribadi, golongan

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                      27
kelompok, dan lainnya. Pimpinan instansi pemerintah
            menetapkan          kebijakan         untuk    mekanisme       menangani
            adanya potensi konflik kepentingan, misalnya dalam proses
            pengadaan atau pengambilan keputusan strategis. Selain
            itu, pimpinan instansi pemerintah juga memperbarui
            kebijakan       dan      prosedur        untuk   mencegah       terjadinya
            pelanggaran          etika      dan    menghasilkan      perilaku    yang
            dikehendaki         dalam       aturan     perilaku,   misalnya     uraian
            jabatan, laporan pelaksanaan anggaran, dan instrumen
            pengendalian          lainnya         untuk    meyakinkan      kepatuhan
            terhadap aturan perilaku.
        e. Kebijakan tentang Pengabaian Manajemen
            Pengabaian manajemen (management discretion) mungkin
            terjadi dalam pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah.
            Namun demikian, pengabaian harus didasarkan pada nilai
            etis yang tinggi terhadap "citizen value", yaitu bagaimana
            sumber daya menghasilkan nilai yang bermanfaat bagi
            masyarakat secara umum, baik nilai manfaat ekonomis
            maupun sosial suatu program atau kegiatan kepada publik.
            Kesalahan prosedur atau terjadinya pengabaian sangat
            mudah dideteksi, yang harus menjadi komitmen adalah
            kesalahan prosedur tidak ditujukan untuk kepentingan dan
            keuntungan pribadi.
            Pimpinan instansi pemerintah menyusun pedoman yang
            mengatur situasi, frekuensi, dan tingkat pimpinan yang
            diperkenankan melakukan intervensi dan pengabaian.
            Pedoman          harus         mengatur       dengan   jelas   sekurang-
            kurangnya:


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                            28
1) Situasi yang memungkinkan pengabaian, misalnya
                urgensi yang menjadi pendorong pengabaian, adanya
                kebutuhan masyarakat yang mendesak.
            2) Siapa yang dapat melakukan pengabaian. Hal ini harus
                secara jelas diatur, sebab pengabaian pengendalian
                intern tidak boleh dilakukan oleh pimpinan instansi
                pemerintah tingkat bawah, kecuali dalam keadaan
                darurat. Hal ini penting karena pengabaian manajemen
                harus merupakan keputusan yang sangat strategis bagi
                suatu instansi pemerintah.
            3) Dokumentasi secara lengkap, termasuk alasan dan
                tindakan khusus yang diambil bila terjadi pengabaian
                manajemen.
            4) Pelaporan. Setiap kejadian pengabaian manajemen
                harus segera dilaporkan kepada pimpinan instansi
                pemerintah yang lebih tinggi.
        f. Pembentukan Majelis Kode Etik
            Pimpinan instansi pemerintah menetapkan suatu Majelis
            Kode Etik atau unit ad hoc yang bertanggung jawab untuk
            memonitor penerapan etika dan bertanggung jawab atas
            manajemen etika. Komite ini bertanggung jawab merespon
            dengan cepat dan menindaklanjuti setiap pengaduan dan
            pelanggaran sehingga pimpinan instansi pemerintah dapat
            melakukan tindakan yang cepat dan tepat segera setelah
            ada gejala timbulnya masalah. Hal ini sejalan dengan
            Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang
            menyebutkan            bahwa   instansi   pemerintah      memiliki
            prosedur/mekanisme             penanganan      tuntutan       dan
            kepentingan pegawai secara cepat dan tepat.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    29
Selain itu, tugas Majelis Kode Etik adalah menyusun
            konsep        kebijakan        dan       program      berkaitan      dengan
            pelaksanaan kode etik atau aturan perilaku, memberi
            nasihat kepada pimpinan mengenai isu-isu kode etik atau
            perilaku, masalah yang dihadapi instansi pemerintah
            mengenai pelaksanaan dan pelanggaran kode etik. Dalam
            beberapa kasus, Komite ini juga bertugas menangani
            pelanggaran kode etik dengan memanggil karyawan yang
            melanggar          kode        etik,     memeriksa       kasusnya,      dan
            memberikan sanksi kepada karyawan yang melanggar.
    2. Internalisasi (Forming)
                Tahap        internalisasi         adalah    suatu      proses    untuk
        menjadikan         infrastruktur       menjadi      bagian      dari   kegiatan
        operasional         sehari-hari,           yang   akan     tercermin      dalam
        bagaimana          menyelesaikan            pekerjaan     dan    pengambilan
        keputusan dalam instansi pemerintah.
                Internalisasi bertujuan untuk membangun kesadaran
        pimpinan instansi pemerintah untuk menegakkan integritas
        dan nilai etika,         dan membangun kesadaran para pegawai
        untuk mengimplementasikan integritas dan nilai etika dalam
        kegiatan          operasional              sehari-hari.      Langkah-langkah
        internalisasi yang perlu dilakukan sebagai berikut:
        a. Keteladanan Pimpinan Instansi Pemerintah

            Pimpinan instansi pemerintah memberikan keteladanan
            berkaitan dengan kepatuhan terhadap nilai etika dalam
            pelaksanaan kegiatan sehari-hari, antara lain:




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                             30
1) Perilaku tidak menerima uang pelicin, kick back, atau
                suap;

            2) Komitmen ketepatan waktu kehadiran;

            3) Tidak membuat SPPD fiktif.

        b. Diskusi dan Pertemuan

            Pimpinan instansi pemerintah dan pegawai melakukan
            diskusi yang intensif untuk membahas dan mencari
            rencana tindak atas perilaku tidak etis dalam kegiatan
            Coffee Morning, Rapat Bulanan, pelatihan di kantor sendiri
            (PKS), atau kegiatan keagamaan seperti doa bersama.

            Diskusi membahas perilaku tidak etis, misalnya penyuapan
            untuk memenangkan tender, menerima kick-back                         atas
            jasa, menekan upah buruh, eksploitasi lingkungan, iklan
            yang       menyesatkan,          membocorkan         rahasia,    praktik
            melanggar hak cipta, pemalsuan dokumen, mengabaikan
            kepentingan karyawan, menyisihkan pesaing dengan cara
            curang,       atau      memanfaatkan        posisi    dominan       untuk
            mengambil manfaat pribadi.

        c. Pernyataan Kesanggupan Untuk Memiliki Integritas dan
            Mematuhi Nilai Etika

            Pimpinan        instansi       pemerintah   dan      seluruh    pegawai
            menyatakan kesanggupannya secara berkala (setiap tahun
            atau     periode       lain)    untuk   berperilaku    integritas    dan
            mematuhi nilai etika. Pada beberapa instansi pemerintah,
            pernyataan ini disebut pakta integritas.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                           31
d. Dorongan Sejawat (peer pressure)

            Perilaku integritas dan kepatuhan terhadap nilai etika juga
            dipengaruhi oleh dorongan sejawat (peer pressure).
            Kesadaran ditunjukkan dengan adanya kepedulian para
            pegawai atas perilaku sejawatnya untuk menerapkan sikap
            perilaku moral dan etis yang baik. Tekanan dari teman
            sepergaulan begitu besar bagaimana integritas dan nilai
            etika ditegakkan, kita akan sulit menjadikan integritas
            sebagai karakter bila lingkungan sangat kondusif terhadap
            perilaku yang tidak              etis.   Dorongan sejawat   berupa
            komitmen         secara        bersama    untuk   menerapkan   dan
            menegakkan kode etik, peduli pada yang melanggar
            dengan menegur atau melaporkan adanya pelanggaran
            kode etik atau aturan perilaku. Perlunya diciptakan
            mekanisme          yang        mendorong     karyawan   melaporkan
            pelanggaran, serta sanksi terhadap karyawan yang tidak
            melaporkan pelanggaran.

        e. Program Rekrutmen dan Pengenalan Pegawai Baru

            Pembentukan sistem nilai dan budaya dimulai dari
            manusia, bukan dari instansi pemerintah. Perilaku dibentuk
            mulai dari manusia yang diseleksi, ditempatkan, dan
            dihargai dengan baik. Pegawai baru instansi pemerintah
            diseleksi, ditempatkan, dan dibina untuk memperoleh
            kesenangan dan kenyamanan dalam bekerja karena
            menyenangi pekerjaannya. Program penempatan antara
            lain:



1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    32
1) Rekrut calon pegawai yang terbaik. Rekrut orang
                terbaik,      yaitu        orang      yang   bagus   kemampuan
                intelektualnya, dapat bekerja dalam tim, mencintai
                pekerjaan, berorientasi ke depan, berkarakter kuat, dan
                punya keterampilan berkomunikasi yang baik. Standar
                yang baik harus diberikan sejak awal melalui sebuah
                proses orientasi dengan memperkenalkan atasan dan
                rekan kerja, serta hal-hal yang boleh dan tidak boleh
                dilakukan di tempat kerja.
            2) Pegawai         yang        diangkat    segera   mengikuti   proses
                pembekalan (induction program), yaitu pelatihan yang
                ditujukan untuk membekali pegawai baru kebijakan
                penting tentang perilaku. Tujuan program ini untuk
                menegaskan hal-hal penting dalam rangka memelihara
                nilai-nilai positif yang telah digariskan.
                Pelatihan, termasuk memberikan ritual-ritual instansi
                pemerintah seperti team work, budaya kerja, tindakan
                disiplin, kepindahan, kedatangan, kenaikan pangkat,
                atau pensiun. Ritual sedapat mungkin membuat pegawai
                memiliki rasa kebersamaan dan loyalitas.
        f. Penempatan

            Pimpinan instansi pemerintah menempatkan orang pada
            posisi yang tepat. Orang-orang yang tepat (right man right
            place) akan berkontribusi positif dan akan menghargai
            budaya instansi pemerintah apabila mereka ditempatkan
            di tempat yang tepat.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                        33
g. Komitmen atas Standar Layanan Publik

            Pimpinan          instansi      pemerintah       menetapkan      dan
            menerapkan standar pelayanan minimal bagi publik,
            termasuk standar perilaku dalam memberikan pelayanan,
            yang secara konsisten diterapkan. Standar dan perilaku
            minimal       dalam        layanan     publik   ini   harus   mampu
            menghilangkan kesan negatif              tentang PNS, antara lain:
            berbelit-belit, arogan, mudah dibuat susah, ujung-ujungnya
            duit, atau susah melihat orang senang.

        h. Pengomunikasian Hubungan Tindak Lanjut Temuan
            Auditor dengan Aturan Perilaku

            APIP juga berperan dalam penegakan integritas dan nilai
            etika melalui pelaksanaan audit dan evaluasi yang
            dilaksanakan. Dalam melakukan audit, APIP juga harus
            mengevaluasi bagaimana pelaksanaan kode etik atau
            aturan         perilaku,       serta     keterhubungan        dengan
            permasalahan (temuan) audit yang ada.

            Atas suatu permasalahan, harus diidentifikasi perilaku yang
            menyebabkan dan disampaikan kepada pimpinan instansi.
            Pimpinan instansi pemerintah mengungkapkan masalah
            dalam instansi pemerintah yang bersangkutan, serta
            menerima komentar dan rekomendasi pada saat auditor
            dan evaluator melakukan tugasnya.

        i. Integrasi Kode Etik dalam Budaya Instansi Pemerintah

            Integrasi kode etik atau aturan perilaku dalam                budaya
            instansi pemerintah dapat dilakukan dengan pendekatan
            role model atau kelompok pemenang (champion group).
            Model atau kelompok merupakan orang yang dipilih
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                      34
instansi pemerintah karena dapat dijadikan contoh dan
            teladan. Mereka secara aktif mendapat tugas untuk
            memberikan          cerita        atau    contoh      kejadian   tentang
            penerapan         aturan perilaku         dalam keseharian        tugas.
            Terintegrasinya nilai dalam budaya dan perilaku secara
            tidak sadar akan menjadi pembentuk karakter instansi.

            Misalnya, role model adalah pimpinan unit kerja keuangan,
            yang bertugas melakukan pembayaran pada pihak ketiga.
            Nilai yang dimodelkan di unit tersebut adalah kejujuran dan
            pelayanan          dengan         ketepatan      (akurasi).      Dengan
            terintegrasinya kode etik/aturan perilaku ke dalam perilaku
            pegawai, maka perilaku etis yang terbentuk adalah
            kemampuan menekan moral hazard sehingga kejujuran
            dan ketepatan yang diutamakan. Contoh, “atas kekurangan
            tagihan dari rekanan atau kelebihan pembayaran dari
            pengguna jasa segera dilakukan perbaikan.” Pegawai serta
            merta akan melakukan hal yang benar bila mengetahui
            kesalahan dan tidak memanfaatkan kesempatan.

        j. Penghargaan dan Remunerasi

            Kebijakan reward and punisment harus diterapkan secara
            konsisten tidak hanya memfokuskan pada punishment saja,
            tapi juga upaya untuk memberikan penghargaan pada
            pegawai atas prestasi berkaitan dengan integritas dan nilai
            etika.    Pimpinan         instansi   pemerintah,      sesuai dengan
            kewenangannya                  memberikan      penghargaan        untuk
            meningkatkan           penegakan         integritas    dan    kepatuhan
            terhadap nilai-nilai etika.



1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                          35
Pimpinan instansi pemerintah juga harus menerapkan
            penghargaan           atau      remunerasi   atas   prestasi     kerja
            (performance based reward) dengan tepat dan konsisten.

        k. Pelatihan Etika (Ethic Training)

            Semua instansi pemerintah yang mempunyai kode etik atau
            aturan perilaku dan akan melaksanakannya dengan baik
            harus memiliki program pelatihan kode etik perilaku untuk
            para pejabat dan pegawainya. Tujuan pelatihan etika
            adalah pelatihan mengenai bagaimana aturan perilaku
            harus dilakukan dan bagaimana peran masing-masing
            pegawai. Pelatihan etika dapat diberikan pada pegawai
            baru pada masa orientasi maupun pegawai lama. Selain
            itu, pelatihan dapat memberi masukan tentang program
            pengelolaan etika berdasarkan pengalaman yang didapat
            dari pelatihan etika dan praktik pemecahan dilema etika
            yang rumit, terutama yang benar-benar terjadi dalam
            instansi.

            Pelatihan etika sebaiknya dilakukan dalam suasana yang
            menyenangkan.            Pendekatan yang efektif bisa dilakukan
            dengan cara: emotional spritual quotient (ESQ), outbound,
            experiental         learning,     dan   team    building       dengan
            memasukkan tema-tema yang berkaitan dengan integritas
            dan nilai etika ke dalam pelatihan tersebut.

            Outbond, experiental learning, dan team building adalah
            kegiatan pembelajaran melalui pengalaman yang didesain
            untuk menstimulasi kelompok. Hal ini dapat dilakukan
            di dalam ruangan atau di alam bebas dalam suasana yang
            menyenangkan, sehingga akan mendorong orang-orang

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                        36
menghayati makna nilai-nilai tim bagi dirinya.                     Nilai-nilai
            dasar yang dipupuk dalam tim dan diterima dengan
            suasana menyenangkan akan membantu percepatan
            proses         pembentukan               nilai-nilai      baru.       Mereka
            mendiskusikan saran-saran, cara mengatasi konflik, proses
            pengambilan          keputusan,          komunikasi,      kreativitas,   dan
            kepemimpinan.

        l. Saluran Pengaduan (Ethic hotline)

            Instansi pemerintah harus mempunyai saluran pengaduan,
            hotline, atau jalur komunikasi khusus yang tersedia kapan
            saja untuk mendengarkan keluhan dan aduan dari para
            pegawai/pejabat           ataupun         pihak    luar    instansi      yang
            mengadukan suatu tindakan apa pun yang menyangkut
            kecurangan atau penyalahgunaan data, informasi, aset,
            wewenang, otorisasi, dan sebagainya. Pengaduan dan
            perlindungan sering disebut kebijakan whistle blower.

            Whistle blower umumnya diterapkan karena banyak orang
            enggan melaporkan dan mereka berada dalam posisi
            sebagai pihak yang lemah. Demikian pula ada pihak yang
            terdiskriminasi yang telah lama mengetahui terjadinya
            pelanggaran, namun tidak mempunyai keberanian untuk
            melaporkannya.

        m. Menghilangkan kebijakan tidak etis

            Kebijakan tidak etis adalah kebijakan yang tidak secara
            nyata      melanggar           aturan,    namun        kebijakan    tersebut
            membuka peluang terjadinya perilaku tidak etis atau tidak
            kondusif. Hal ini terutama terlihat apabila dikaitkan dengan
            dampak kegiatan tersebut seperti efisiensi dan efektivitas
            suatu aktivitas dan kegiatan.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                               37
1) Tujuan Tidak Realisitis
                Pimpinan         instansi      pemerintah       harus    menghapus
                kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong
                perilaku tidak etis. Salah satu dorongan yang membuat
                perilaku tidak etis adalah menetapkan tujuan yang tidak
                realistis dan menekan pegawai untuk mencapai tujuan
                tersebut. Kewajaran atas kegiatan yang diusulkan
                sebagai target kinerja harus menjadi suatu upaya untuk
                meningkatkan efisiensi instansi pemerintah.
                Untuk      mencegah           hal   tersebut     pimpinan    instansi
                pemerintah harus:
                a) Menciptakan mekanisme penilaian kinerja yang tepat
                    sehingga target yang diusulkan realistis.
                b) Mengidentifikasi sasaran kinerja dan risiko yang
                    terkait (selengkapnya diuraikan di pedoman teknis
                    penilaian risiko).
                c) Melakukan pemantauan atas pelaksanaan kegiatan.
                    Banyak kejadian, kegiatan direalisasikan di akhir
                    tahun anggaran untuk menghabiskan anggaran,
                    tetapi tujuan tidak jelas.
                d) Menghindari penggunaan biaya perjalanan dinas
                    ke tempat atau tujuan yang tidak akan mewujudkan
                    hasil untuk mendukung tujuan organisasi, tidak
                    produktif, dan tidak akan menghasilkan prestasi.
                e) Upaya         efisiensi,     misalnya       melalui   standarisasi
                    fasilitas pejabat, standar hotel, kerja sama hotel, atau
                    kerja sama penerbangan.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                           38
2) Aturan Perilaku sebagai Pertimbangan dalam Prasyarat
                Jabatan dan Promosi

                Pimpinan instansi pemerintah menghapus kebijakan
                atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak
                etis. Salah satu perilaku tidak etis adalah kenaikan
                jabatan dan promosi tidak didasarkan pada prestasi dan
                kompetensi, tetapi unsur subyektivitas atau like and
                dislike. Selain itu, praktik yang banyak berjalan kenaikan
                jabatan/pangkat menjadi sesuatu yang reguler dan tidak
                memiliki hubungan dengan kepatuhan pada aturan
                perilaku. Pegawai yang melanggar tetap diproses
                kenaikan        pangkatnya.       Hal     ini    tidak   saja   akan
                menimbukan etos kerja yang tidak kondusif bagi kinerja
                instansi      pemerintah,     tetapi    juga      bagi   penegakan
                integritas dan nilai etika.

            Pimpinan instansi harus membuat kebijakan yang jelas
            tentang kompensasi dan kenaikan jabatan atau promosi
            didasarkan pada prestasi dan kinerja, serta kepatuhan
            pada aturan perilaku. Misal, seorang pegawai yang terbukti
            pernah terkena hukuman dan teguran karena pelanggaran
            aturan perilaku berarti memiliki poin negatif untuk dapat
            dinaikkan pangkatnya atau dipromosikan.

        n. Komitmen atas pelaporan keuangan pemerintah

            Integritas dan nilai etika yang telah terinternalisasikan akan
            menjadi         budaya         yang    kuat         guna     mendukung
            profesionalisme. Salah satu wujud profesionalisme adalah
            tersajikannya laporan keuangan pemerintah sesuai dengan
            standar akuntansi pemerintah yang berlaku dan laporan
            kinerja.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                          39
Laporan sebagai akuntabilitas sehingga laporan keuangan,
            anggaran, dan pelaksanaan program yang disampaikan
            kepada badan legislatif, instansi pemerintah, dan pihak
            yang berkepentingan disajikan dengan wajar dan akurat.
            Biro keuangan di setiap departemen dan lembaga harus
            secara serius mempersiapkan dan memberdayakan peran
            APIP untuk menjadi quality assurance sehingga laporan
            dapat disajikan dengan lebih baik.

    3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing)
                Pengembangan berkelanjutan merupakan langkah agar
        aturan perilaku terpantau pelaksanaannya secara kontinu,
        sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan rencana tindak
        yang tepat.
        a. Pemantauan
            Penerapan aturan perilaku masing-masing individu/pegawai
            untuk menjadi sebuah kesadaran diri yang melekat dan
            teraplikasi dalam kegiatan sehari-hari di kantor tidaklah
            selalu berjalan lancar, mudah, dan serta merta berhasil,
            melainkan berproses dan dipengaruhi oleh berbagai situasi
            lingkungan pengendalian. Agar penerapan aturan perilaku
            terkondisi dalam disiplin dan konsisten pemberlakuannya,
            maka perlu secara terus menerus dipantau, dievaluasi, dan
            dilaporkan pelaksanaannya.

            Kegiatan pemantauan dan evaluasi atas penerapan aturan
            perilaku dapat dilakukan oleh setiap level pimpinan
            di masing-masing bagian/bidang dengan pendekatan setiap
            permasalahan atau penyimpangan aturan perilaku secara


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                           40
cepat      dan       tepat     diketahui   dan    diambil      tindakan
            perbaikannya.           Penyimpangan       atas    aturan      perilaku
            seyogyanya segera dikomunikasikan oleh Majelis Kode Etik
            dan diproses untuk disampaikan kepada pihak yang
            melanggar aturan agar yang bersangkutan paham bahwa
            tindakannya salah atau di luar ketentuan.

            Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan juga oleh
            Komite Etika atau tim yang ditunjuk untuk menangani
            penegakan aturan perilaku.

        b. Kontrol Sosial

            Selain adanya pemantauan dan evaluasi terhadap aturan
            perilaku dari masing-masing level pimpinan atau dari Tim
            yang ditunjuk khusus untuk memantau penerapan aturan
            perilaku, juga perlu ditingkatkan peranan kontrol sosial.
            Kontrol sosial melalui penyebaran adanya komitmen aturan
            perilaku kepada masyarakat dan stakeholders lainnya.
            Dengan sosialisasi ke pihak eksternal yang lebih luas,
            maka       akan      terbentuk    suatu kontrol      sosial.   Adanya
            keterlibatan       pegawai       atau   masyarakat     yang     apabila
            mengetahui adanya pelanggaran terhadap aturan perilaku,
            segera melaporkan atau menyampaikan pengaduan, baik
            lisan atau tertulis. Diharapkan dalam pengaduan tersebut
            disampaikan secara jelas identitas pelaku, pelanggaran
            yang dilakukan, dan tanggal kejadian. Apabila informasi
            pengaduan tidak lengkap, pengaduan tetap dapat menjadi
            sumber informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.



1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                         41
c. Pembaruan Aturan Perilaku

            Perkembangan sosial ekonomi dan adanya berbagai
            perubahan          peraturan,   kebijakan     pemerintah,    serta
            perkembangan teknologi informasi yang memengaruhi
            tupoksi instansi pemerintah, akan memengaruhi perubahan
            kebutuhan aturan perilaku. Oleh sebab itu, kode etik atau
            aturan perilaku perlu terus dilakukan peninjauan kembali
            dan pembaruan atas aturan perilaku yang ada. Pembaruan
            terhadap aturan perilaku tetap berada dalam koridor
            pembinaan pegawai dan untuk menciptakan pegawai yang
            berkualitas, berdaya guna, dan berhasil guna, utamanya
            pegawai yang mampu memberikan pelayanan yang terbaik,
            adil, dan merata bagi masyarakat.

        d. Aturan Perilaku sebagai Target Kinerja

            Aturan perilaku, yang merupakan pedoman sikap, tingkah
            laku, dan perbuatan pegawai di dalam melaksanakan tugas
            dan pergaulan hidup sehari-hari, apabila secara terus-
            menerus dipedomani dalam tugas sehari-hari, maka akan
            tumbuh menjadi kebiasaan yang melekat dan menyatu
            dalam kesadaran diri. Kebiasaan masing-masing individu
            yang telah terbangun dengan kesadaran yang tinggi dan
            dikelola oleh pimpinan/leadership yang memiliki komitmen
            tinggi menimbulkan kepuasan dan semangat kerja kolektif
            dari    semua        pegawai,   yang   pada     gilirannya   dapat
            menumbuhkan komitmen instansi pemerintah. Selanjutnya,
            apabila komitmen instansi pemerintah telah tercipta, maka
            peningkatan kinerja adalah sebuah akibat nyata yang akan
            mengikutinya.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                    42
Untuk mewujudkan penegakan integritas dan nilai etika
            secara berkelanjutan, kepatuhan kepada aturan perilaku
            dan kode etik dapat ditetapkan sebagai target kinerja setiap
            unit kerja.

            Misalnya, dalam penetapan kinerja unit kerja, setiap unit
            harus menargetkan tidak ada pelanggaran atau terjadi
            penurunan pelanggaran. Dengan menjadikan aturan kinerja
            sebagai target, maka unit kerja akan terdorong untuk
            menerapkan           sebaik    mungkin   agar   terhindar   dari
            pelanggaran, yang berarti kinerja tidak tercapai.

        e. Audit Etika

            Audit Etika adalah audit mengenai pelaksanaan kode etik
            atau aturan perilaku oleh setiap unit instansi pemerintah
            yang dilakukan apabila ada pengaduan dan indikasi
            pelanggaran.

C. Tahap Pelaporan

           Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan
   penyelenggaraan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika
   perlu didokumentasikan. Pendokumentasian ini merupakan satu
   kesatuan (bagian yang tidak terpisahkan) dari kegiatan pelaporan
   berkala dan tahunan penyelenggaraan SPIP. Pendokumentasian
   dimaksud meliputi:
   1. Pelaksanaan kegiatan, yang terdiri dari:

       a. Kegiatan pemahaman, yang antara lain terdiri atas:
           1) Kegiatan sosialisasi (ceramah, diskusi, seminar, rapat
               kerja, dan fokus grup) mengenai pentingnya integritas
               dan nilai etika;

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                  43
2) Kegiatan penyampaian pemahaman melalui website,
               multimedia, literatur, dan media lainnya.
       b. Kegiatan           pemetaan          keberadaan      dan      penerapan
           infrastruktur, yang antara lain berisi:
           1) Hasil pemetaan pemahaman pentingnya etika menurut
               persepsi pegawai dan bagaimana penerapannya;
           2) Hasil pemetaan mengenai persiapan penyusunan aturan
               perilaku;
           3) Masukan          atas        rencana   tindak   yang    tepat   untuk
               internalisasi kode etik atau aturan perilaku.
       c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang antara lain berisi
           penyusunan:
           1) Kode etik atau aturan perilaku;
           2) Kebijakan penegakan aturan perilaku;
           3) Kebijakan sistem reward and punishment;
           4) Kebijakan penanganan konflik kepentingan;
           5) Kebijakan           tentang       intervensi    dan      pengabaian
               manajemen; dan
           6) Kegiatan pembentukan majelis kode etik.
       d. Kegiatan internalisasi, yang antara lain berisi:
           1) Kegiatan         pengomunikasian         kode    etik   atau    aturan
               perilaku secara berkelanjutan;
           2) Kegiatan pembaruan pernyataan kepatuhan pada aturan
               perilaku;
           3) Kegiatan dorongan sejawat;
           4) Kegiatan program rekrutmen dan pengenalan pegawai
               baru;
           5) Komitmen atas standar layanan publik;
           6) Kegiatan diskusi dan pertemuan;

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                          44
7) Kegiatan         pengomunikasian       hubungan         tindak   lanjut
               temuan auditor dengan aturan perilaku;
           8) Kegiatan integrasi kode etik dalam budaya instansi
               pemerintah;
           9) Kegiatan pemberian penghargaan dan remunerasi;
           10)Kegiatan pelatihan etika;
           11)Kegiatan pembuatan saluran pengaduan;
           12)Laporan kegiatan menghilangkan kebijakan tidak etis;
           13)Dokumentasi            komitmen      atas   pelaporan      keuangan
               pemerintah.
       e. Kegiatan pengembangan berkelanjutan, yang antara lain
           berisi:
           1) Kegiatan pemantauan;
           2) Dokumentasi kontrol sosial;
           3) kegiatan pembaruan aturan perilaku;
           4) kegiatan penyusunan aturan perilaku sebagai target
               kinerja; dan
           5) kegiatan audit etika.

   2. Hambatan kegiatan
       Apabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
       kegiatan yang menyebabkan tidak tercapainya target/tujuan
       kegiatan       tersebut,       agar   dijelaskan      penyebab     terjadinya
       hambatan tersebut.
   3. Saran
       Saran       diberikan        berkaitan    dengan       adanya     hambatan
       pelaksanaan          kegiatan       dan   dicarikan    saran     pemecahan
       masalah untuk tidak berulangnya kejadian serupa dan guna
       peningkatan pencapaian tujuan. Saran yang diberikan agar
       yang realistis dan benar-benar dapat dilaksanakan.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                           45
4. Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya
        Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan
        atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode
        sebelumnya.

            Dokumentasi           ini      merupakan    bahan    dukungan   bagi
    penyusunan           laporan        berkala   dan     tahunan     (penjelasan
    penyusunan laporan dapat dilihat pada buku Pedoman Teknis
    Umum Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan                        pendokumentasian
    menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan yang hasilnya
    disampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah sebagai
    bentuk akuntabilitas, melalui satuan tugas penyelenggaraan
    SPIP (Satgas SPIP) di instansi pemerintah yang bersangkutan.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                       46
BAB IV

                                       PENUTUP


        Penegakan integritas dan nilai etika secara berkelanjutan oleh
instansi pemerintah dan penyelenggara negara secara memadai
adalah salah satu jaminan terbaik untuk mencapai pondasi bagi
lingkungan pengendalian dalam SPIP. Kuatnya integritas dan nilai
etika juga secara langsung akan memperbaiki peningkatan
pelayanan publik dan kinerja, yang pada gilirannya mendukung
tercapainya good governance.

        Penegakan          integritas       dan   nilai   etika   diawali   dengan
pemahaman bersama melalui langkah sosialisasi dengan media
yang ada, yang selanjutnya dilaksanakan pemetaan. Pembangunan
infrastruktur untuk pelaksanaan dan penerapannya harus menjadi
komitmen bersama instansi pemerintah dan dilaksanakan secara
konsisten. Sementara pengembangan berkelanjutan merupakan
langkah        agar      secara        kontinu      aturan   perilaku   termonitor
pelaksanaannya sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan
rencana tindak yang tepat.

        Disadari sepenuhnya bahwa proses penegakan integritas dan
nilai   etika     tidaklah      mudah.       Kata    bijak   mengatakan     bahwa
penegakan integritas tidak semudah membalik telapak tangan.
Faktor penting keberhasilan antara lain:

1. Leadership yang kuat, pemimpin yang berpengaruh kuat pada
    tercapainya integritas dan nilai etika, baik melalui upaya yang
    diciptakannya maupun teladan yang dijalankannya.



1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                        47
2. Dukungan seluruh pegawai, pemimpin yang kuat tidak ada
    artinya bila tidak didukung segenap anggota instansi pemerintah
    untuk      secara      sadar      bersama-sama     mendukung        tegaknya
    integritas dan nilai etika.

3. Konsistensi           pelaksanaan       penegakan,        konsistensi    dalam
    penerapan dan penegakan sangat diperlukan sehingga tidak ada
    persepsi       standar       ganda     oleh   individu    anggota      instansi
    pemerintah. Setiap tindakan penegakan harus memunculkan
    komitmen baru untuk penegakan kode etik atau aturan perilaku.

        Komitmen ketiga hal di atas akan membentuk komitmen kuat
karena diperoleh dari pemimpin dan segenap anggota instansi
pemerintah. Konsistensi pelaksanaan penegakan oleh pimpinan
instansi pemerintah akan menjadi teladan bagi semua pegawai
dengan perilaku yang sama antara nilai yang disepakati dengan
perilaku yang diterapkan pada setiap kondisi. Konsistensi juga
menyangkut penegakan, yaitu perlakuan sama bagi semua orang
tanpa terkecuali atas terjadinya pelanggaran aturan

        Keberhasilan penegakan integritas dan nilai etika secara
bersama dengan sub unsur lingkungan pengendalian lainnya akan
memperkuat sistem pengendalian intern di lingkungan instansi
pemerintah.

        Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan praktis
bagi pimpinan instansi pemerintah dalam menciptakan dan
melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur
lingkungan pengendalian dengan sub unsur ”Penegakan Integritas
dan Nilai Etika” di lingkungan instansi yang dipimpinnya.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                         48
Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan
mendasar yang berlaku                      secara umum bagi seluruh instansi
pemerintah, yang minimal harus dipenuhi dalam penegakan
integritas dan nilai etika, serta tidak mengatur secara spesifik bagi
instansi       tertentu.       Instansi       pemerintah   hendaknya   dapat
mengembangkan lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil
sesuai dengan kebutuhan organisasi, dengan tetap mengacu dan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

        Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik-praktik sistem
pengendalian intern, pedoman ini dapat disesuaikan di kemudian
hari.




1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika                                  49
1.1 peningkatan integritas dan nilai etika

Contenu connexe

Tendances

5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi Terpisah
5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi Terpisah5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi Terpisah
5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi TerpisahSutikno Tumingan
 
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Sistem Pengendalian Intern PemerintahSistem Pengendalian Intern Pemerintah
Sistem Pengendalian Intern PemerintahSujatmiko Wibowo
 
1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkait
1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkait1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkait
1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkaitMikhail Rasyid
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daerahaRian Saifulloh
 
1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektif
1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektif1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektif
1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektifMikhail Rasyid
 
4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang Efektif
4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang Efektif4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang Efektif
4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang EfektifSutikno Tumingan
 
Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...
Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...
Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...Sujatmiko Wibowo
 
1.04 pembentukan struktur-organisasi
1.04 pembentukan struktur-organisasi1.04 pembentukan struktur-organisasi
1.04 pembentukan struktur-organisasiMikhail Rasyid
 
Fasilitasi dan Implementasi Manajemen Risiko
Fasilitasi dan Implementasi Manajemen RisikoFasilitasi dan Implementasi Manajemen Risiko
Fasilitasi dan Implementasi Manajemen RisikoSujatmiko Wibowo
 
1.02 komitmen terhadap kompetensi
1.02 komitmen terhadap kompetensi1.02 komitmen terhadap kompetensi
1.02 komitmen terhadap kompetensiMikhail Rasyid
 
1.05 pendelegasian wewenang
1.05 pendelegasian wewenang1.05 pendelegasian wewenang
1.05 pendelegasian wewenangMikhail Rasyid
 
Paparan Reformasi Birokrasi
Paparan Reformasi BirokrasiPaparan Reformasi Birokrasi
Paparan Reformasi BirokrasiAshep Ramdhan
 
Penyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis Kinerja
Penyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis KinerjaPenyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis Kinerja
Penyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis KinerjaDadang Solihin
 
Pemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan TertentuPemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan TertentuDeady Rizky Yunanto
 

Tendances (20)

5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi Terpisah
5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi Terpisah5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi Terpisah
5.2 Pedoman Teknis SPIP Evaluasi Terpisah
 
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Sistem Pengendalian Intern PemerintahSistem Pengendalian Intern Pemerintah
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
 
1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkait
1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkait1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkait
1.08 hubungan kerja-dengan-instansi-terkait
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
 
1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektif
1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektif1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektif
1.07 perwujudan peran-apip-yang-efektif
 
4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang Efektif
4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang Efektif4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang Efektif
4.2 Modul Pedoman Teknis SPIP Penyelenggaraan Komunikasi yang Efektif
 
SPIP
SPIPSPIP
SPIP
 
Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...
Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...
Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi (New SPIP) pada Perguru...
 
1.04 pembentukan struktur-organisasi
1.04 pembentukan struktur-organisasi1.04 pembentukan struktur-organisasi
1.04 pembentukan struktur-organisasi
 
Fasilitasi dan Implementasi Manajemen Risiko
Fasilitasi dan Implementasi Manajemen RisikoFasilitasi dan Implementasi Manajemen Risiko
Fasilitasi dan Implementasi Manajemen Risiko
 
1.02 komitmen terhadap kompetensi
1.02 komitmen terhadap kompetensi1.02 komitmen terhadap kompetensi
1.02 komitmen terhadap kompetensi
 
Pedoman telaah sejawat ekstern bagi apip inspektorat jenderal pusat dan daerah
Pedoman telaah sejawat ekstern bagi apip inspektorat jenderal pusat dan daerahPedoman telaah sejawat ekstern bagi apip inspektorat jenderal pusat dan daerah
Pedoman telaah sejawat ekstern bagi apip inspektorat jenderal pusat dan daerah
 
1.05 pendelegasian wewenang
1.05 pendelegasian wewenang1.05 pendelegasian wewenang
1.05 pendelegasian wewenang
 
pengukuran dan evaluasi kinerja
pengukuran dan evaluasi kinerja pengukuran dan evaluasi kinerja
pengukuran dan evaluasi kinerja
 
Kerangka konseptual pengawasan intern aaipi-inspektorat-intansi pemerintah
Kerangka konseptual pengawasan intern aaipi-inspektorat-intansi pemerintahKerangka konseptual pengawasan intern aaipi-inspektorat-intansi pemerintah
Kerangka konseptual pengawasan intern aaipi-inspektorat-intansi pemerintah
 
Paparan Reformasi Birokrasi
Paparan Reformasi BirokrasiPaparan Reformasi Birokrasi
Paparan Reformasi Birokrasi
 
Continuous auditing dan continuous monitoring (cacm)
Continuous auditing dan continuous monitoring (cacm)Continuous auditing dan continuous monitoring (cacm)
Continuous auditing dan continuous monitoring (cacm)
 
Penyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis Kinerja
Penyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis KinerjaPenyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis Kinerja
Penyusunan Indikator Kinerja dan Anggaran Berbasis Kinerja
 
Pemeriksaan kinerja 1
Pemeriksaan kinerja 1Pemeriksaan kinerja 1
Pemeriksaan kinerja 1
 
Pemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan TertentuPemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Keuangan Negara - Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
 

Similaire à 1.1 peningkatan integritas dan nilai etika

Presentasi kode etik AAIPI dan simwasda
Presentasi kode etik AAIPI dan simwasdaPresentasi kode etik AAIPI dan simwasda
Presentasi kode etik AAIPI dan simwasdasajishare
 
3ilham summary manajemen mutu
3ilham summary manajemen mutu3ilham summary manajemen mutu
3ilham summary manajemen mututemanna #LABEDDU
 
MAKALAH INTERNAL AUDIT.docx
MAKALAH INTERNAL AUDIT.docxMAKALAH INTERNAL AUDIT.docx
MAKALAH INTERNAL AUDIT.docxSWINDANGGEA
 
Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...
Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...
Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...wendi_bppk
 
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...Eka Yulianto
 
Materi Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaru
Materi Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaruMateri Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaru
Materi Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaruNourahSuzumieZea1
 
Standar Internal Audit
Standar Internal AuditStandar Internal Audit
Standar Internal Auditrifqir
 
Supervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTI
Supervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTISupervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTI
Supervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTIAhmad Abdul Haq
 
Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"
Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"
Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"Kanaidi ken
 
3 permenpan 12 tahun 2015
3 permenpan 12 tahun 20153 permenpan 12 tahun 2015
3 permenpan 12 tahun 2015Alwadiq Sahir
 
PENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptx
PENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptxPENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptx
PENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptxDartoSudarto2
 
Bab 2 2012110006 andre pratama ondang
Bab 2 2012110006 andre pratama ondangBab 2 2012110006 andre pratama ondang
Bab 2 2012110006 andre pratama ondangandre085252
 
gambaran-umum spip.pptx
gambaran-umum spip.pptxgambaran-umum spip.pptx
gambaran-umum spip.pptxDi Prihantony
 
Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...
Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...
Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...Kanaidi ken
 

Similaire à 1.1 peningkatan integritas dan nilai etika (20)

PPT RAKERNAS BALI 1-4 JULI.pptx
PPT RAKERNAS BALI 1-4 JULI.pptxPPT RAKERNAS BALI 1-4 JULI.pptx
PPT RAKERNAS BALI 1-4 JULI.pptx
 
Presentasi kode etik AAIPI dan simwasda
Presentasi kode etik AAIPI dan simwasdaPresentasi kode etik AAIPI dan simwasda
Presentasi kode etik AAIPI dan simwasda
 
3ilham summary manajemen mutu
3ilham summary manajemen mutu3ilham summary manajemen mutu
3ilham summary manajemen mutu
 
KESA
KESAKESA
KESA
 
MAKALAH INTERNAL AUDIT.docx
MAKALAH INTERNAL AUDIT.docxMAKALAH INTERNAL AUDIT.docx
MAKALAH INTERNAL AUDIT.docx
 
Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...
Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...
Si & pi, wendi nurhayat, hapzi ali, pengendalian internal, unsur unsur pe...
 
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. sistim pengawasan intern...
 
Cobit dan coso
Cobit dan cosoCobit dan coso
Cobit dan coso
 
Materi Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaru
Materi Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaruMateri Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaru
Materi Diklat Ahli Pertama 2024 JFA terbaru
 
Standar Internal Audit
Standar Internal AuditStandar Internal Audit
Standar Internal Audit
 
Supervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTI
Supervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTISupervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTI
Supervisi Teknis Aplikasi Dalam Rangka Implementasi SPAN dan SAKTI
 
Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"
Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"
Dasar Hukum dan Konsep Dasar Keberadaan "SPI (Internal Audit)"
 
3 permenpan 12 tahun 2015
3 permenpan 12 tahun 20153 permenpan 12 tahun 2015
3 permenpan 12 tahun 2015
 
PENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptx
PENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptxPENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptx
PENYUSUNAN DOKUMEN REGULASI.pptx
 
Bab 2 2012110006 andre pratama ondang
Bab 2 2012110006 andre pratama ondangBab 2 2012110006 andre pratama ondang
Bab 2 2012110006 andre pratama ondang
 
gambaran-umum spip.pptx
gambaran-umum spip.pptxgambaran-umum spip.pptx
gambaran-umum spip.pptx
 
SPIP-3 Cee spip
SPIP-3 Cee spipSPIP-3 Cee spip
SPIP-3 Cee spip
 
Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...
Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...
Organisasi, Kedudukan dan Profesionalisme "Satuan Pengawasan Internal (Intern...
 
Spi
SpiSpi
Spi
 
Peer review
Peer reviewPeer review
Peer review
 

1.1 peningkatan integritas dan nilai etika

  • 1.
  • 2. BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN SPIP SUB UNSUR PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA (1.1) NOMOR : PER-1326/K/LB/2009 TANGGAL : 7 DESEMBER 2009
  • 3.
  • 4. KATA PENGANTAR Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) merupakan tanggung jawab Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem pengendalian intern, yang menjadi tanggung jawab menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota, sebagai penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masing- masing. Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan tanggung jawab BPKP tersebut meliputi: 1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; 2. sosialisasi SPIP; 3. pendidikan dan pelatihan SPIP; 4. pembimbingan dan konsultansi SPIP; dan 5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah. Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan unsur-unsur SPIP, yaitu: 1. lingkungan pengendalian; 2. penilaian risiko; 3. kegiatan pengendalian; 4. informasi dan komunikasi; dan 5. pemantauan pengendalian intern. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika i
  • 5. Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP, BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP. Pedoman tersebut merupakan acuan langkah-langkah saja yang perlu dibangun dan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya, pedoman tersebut dijabarkan ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-masing sub unsur pengendalian. Pedoman teknis sub unsur ini merupakan acuan langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam penyelenggaraan sub unsur SPIP. Buku ini dimaksudkan untuk dijadikan Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur Penegakan Integritas dan Nilai Etika pada unsur Lingkungan Pengendalian dengan tujuan agar tersedia standar acuan yang memberikan arah bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam menyelenggarakan sistem pengendalian intern pada sub unsur penegakan integritas dan nilai etika. Pedoman teknis ini juga dimaksudkan sebagai acuan bagi instansi pemerintah untuk menciptakan atau membangun infrastruktur yang harus ada dalam penerapan sub unsur dimaksud. Dalam penerapannya, pedoman ini hendaknya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing instansi, yang meliputi fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitas instansi tersebut. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika ii
  • 6. Pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat diharapkan sebagai bahan penyempurnaan. Jakarta, Desember 2009 Plt. Kepala, Kuswono Soeseno NIP 19500910 197511 1 001 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika iii
  • 7. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................... 1 B. Sistematika Pedoman ............................................... 3 BAB II GAMBARAN UMUM PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA A. Pengertian ................................................................. 5 B. Tujuan dan Manfaat .................................................. 8 C. Peraturan Perundang-undangan Terkait .................. 10 D. Parameter Penerapan Penyelenggaraan .................. 13 BAB III LANGKAH PENERAPAN PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA A. Tahap Persiapan ....................................................... 16 B. Tahap Pelaksanaan .................................................. 24 C. Tahap Pelaporan ...................................................... 43 BAB IV PENUTUP 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika iv
  • 8. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pada pasal 4 diatur tentang lingkungan pengendalian. Disebutkan pada pasal 4 tersebut bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam lingkungan kerjanya, diantaranya dilaksanakan melalui penegakan integritas dan nilai etika. Penegakan integritas dan nilai etika adalah salah satu sub unsur yang akan membangun lingkungan pengendalian karena memengaruhi rancangan, administrasi, dan pemantauan atas unsur pengendalian lainnya. Selanjutnya, pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengatur penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf a, sekurang-kurangnya dilakukan dengan: 1. menyusun dan menerapkan aturan perilaku; 2. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan instansi pemerintah; 3. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku; 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 1
  • 9. 4. menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan 5. menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. Terlihat jelas bahwa penegakan integritas dan nilai-nilai etika suatu organisasi dicapai dengan menerjemahkan ke dalam suatu standar perilaku yang disebut kode etik atau aturan perilaku. Kode etik atau aturan perilaku ini menjadi standar perilaku organisasi dan individu, sebagai upaya dan cara mencapai tujuan organisasi. Melalui penerapan kode etik atau aturan perilaku, tujuan organisasi harus tercapai lebih dari sekedar ketaatan terhadap hukum dan peraturan, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai yang menjadi prioritas organisasi. Hal ini akan bisa tercapai melalui penegakan disiplin dan keteladanan pimpinan. Tegaknya integritas dan nilai etika orang-orang yang melaksanakan SPIP merupakan kunci efektivitas pengendalian instansi pemerintah. Oleh karena itu, tanpa penegakan integritas dan nilai etika, efektivitas SPIP akan sulit ditingkatkan. Pada kenyataannya, pelaksanaan integritas dan nilai etika bukan hal yang sederhana dan mudah dilaksanakan, sehingga diperlukan suatu pedoman teknis penyelenggaraan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika yang diharapkan akan dapat menjadi panduan bagi instansi pemerintah dalam menerapkannya. Pedoman Teknis Sub Unsur Penegakan Integritas dan Nilai Etika ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP, yang menjelaskan bagaimana sub unsur penegakan integritas diimplementasikan oleh instansi pemerintah. Pedoman sub unsur ini menjadi 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 2
  • 10. langkah awal instansi pemerintah dalam membangun integritas dan nilai etika, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing instansi pemerintah. Pedoman ini tidak terlepas dari butir-butir yang ada dalam daftar uji SPIP. Tujuan pedoman teknis menjelaskan tahapan penerapan penegakan integritas dan nilai etika sebagai salah satu sub unsur lingkungan pengendalian. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam membangun dan mengembangkan penegakan integritas dalam rangka penerapan SPIP. B. Sistematika Pedoman Sistematika penyajian Pedoman Teknis Sub Unsur Penegakan Integritas dan Nilai Etika ini sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pedoman, tujuan, dan ruang lingkup, serta sistematika pedoman. Bab II Gambaran Umum Penegakan Integritas dan Nilai Etika Bab ini menguraikan pengertian, maksud, tujuan, parameter penerapan, serta keterkaitannya dengan peraturan yang berlaku. Bab III Langkah-Langkah Penerapan Penegakan Integritas dan Nilai Etika Bab ini menguraikan langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam menyelenggarakan sub unsur Penegakan Integritas dan Nilai Etika, yang terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 3
  • 11. Bab IV Penutup Bab ini merupakan penutup, yang berisi hal-hal penting yang perlu diperhatikan dan penjelasan atas penggunaan pedoman ini. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 4
  • 12. BAB II GAMBARAN UMUM PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA A. Pengertian Integritas adalah konsistensi antara nilai dan tindakan. Orang yang berintegritas akan bertindak konsisten sejalan dengan nilai-nilai, kode etik, serta kebijakan organisasi dan/atau profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukannya. Integritas didefinisikan pula sebagai suatu kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Bila dikaitkan dengan kode etik, integritas didefinisikan sebagai tindakan yang konsisten, sesuai dengan kebijakan dan kode etik organisasi. Perbuatan yang konsisten tersebut adalah perbuatan yang baik dan benar, yang merupakan petunjuk dari keutuhan pribadi dan sikap yang konsisten yang juga harus transparan, akuntabel, bertanggung jawab, dan independen. Istilah ”etika” berasal dari bahasa Yunani kuno ethos, yang berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan ”etika” adalah ”moral” yang berasal dari bahasa Latin “mos” yang berarti juga kebiasaan, adat. Jadi etimologi kata ”etika” sama dengan etimologi kata ”moral”. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 5
  • 13. Dengan demikian, etika merupakan salah satu hal penting yang menjaga keseimbangan (checks and balances) terhadap penggunaan kewenangan dan kebebasan yang diberikan publik. Etika merupakan faktor penting dalam menciptakan dan memelihara kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusinya. Etika juga memberikan dasar untuk menguji praktik, aturan, dan pelaksanaan secara umum bagi publik untuk membandingkan bahwa kepentingannya telah dilayani dan pelaksanaannya dapat diamati. Etika juga merupakan faktor kunci dalam kualitas governance. Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai ilmu mengenai ‘etik’, yaitu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) manusia. Pengertian etik itu sendiri mengandung dua arti, yaitu: kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Oleh karena itu, nilai etika adalah suatu perangkat disiplin yang berhubungan dengan hal-hal yang yang baik dan buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran norma atau nilai-nilai (values), atau disebut juga ‘moral philosophy’. Root (1998) berargumentasi dalam batasan hukum, hampir semua tindakan benar dan salah bergantung pada perspektif individu. Dalam kondisi tertentu, pilihan itu tidak secara jelas pilihan antara benar dan salah, tetapi terdapat situasi di mana orang harus memiliki diantara dua hal yang benar. Disinilah akan muncul situasi dilematis yang sangat membutuhkan pertimbangan etika atau nilai yang menjadi prioritas individu atau 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 6
  • 14. organisasi. Sebagai contoh, suatu instansi pemerintah dihadapkan pada pilihan melaksanakan banyak program dengan tujuan yang semuanya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun ketika dihadapkan pada pendanaan, instansi harus memilih program yang paling prioritas dengan manfaat utama untuk masyarakat. Penegakan Integritas dan Nilai Etika Secara konseptual, integritas dan nilai etika sangat jelas memberikan pengaruh posisif pada organisasi dan individu. Hal yang lebih penting adalah bagaimana integritas dan nilai etika dapat diwujudkan dan ditegakkan. Penegakan integritas dan nilai etika adalah menerjemahkan integritas dan nilai etika ke dalam suatu kode etik atau aturan perilaku, serta menerapkannya secara konsisten dalam kegiatan sehari-hari. Kode etik merupakan terjemahan bahasa Inggris, code of ethic. Code berasal dari bahasa Latin codex. Codex adalah sekumpulan dokumen yang berisi peraturan atau undang- undang. Kode etik atau aturan perilaku merupakan serangkaian pernyataan nilai dan perilaku yang diharapkan dari individu anggota organisasi pada saat mereka bekerja yang akan menjadi sarana dalam penegakan integritas dan nilai etika. Kode etik atau aturan perilaku merupakan muara dari nilai etika, suatu proses dan upaya memilih antara pilihan yang benar dan salah, yang adil dan tidak adil, patut dan tidak patut, pilihan antara tujuan dengan cara mencapainya, pilihan antara kepentingan pribadi dengan perusahaan, atau pilihan antara beberapa kepentingan. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 7
  • 15. Ruang lingkup dan area yang perlu diatur dalam upaya penegakan integritas dan nilai etika adalah: 1. Pengaturan hubungan antara pihak terkait dalam penyusunan/ pembahasan kebijakan dan prosedur, khususnya dengan pihak swasta/sponsor; 2. Pengaturan hubungan pejabat berwenang dalam anggaran (pemda) dengan pihak ketiga (swasta); 3. Pemberian reward and punishment; 4. Pengaturan hubungan antara pejabat yang berwenang dalam penerimaan pegawai dengan calon pegawai, penyelenggara ujian, dan pimpinan unit pengguna; 5. Pengaturan hubungan antara pihak terkait (bagian kepegawaian, Baperjakat, pegawai bersangkutan, dan lain-lain) dalam penempatan, mutasi, rotasi, dan promosi pegawai; 6. Pengaturan transparansi kebijakan dalam penerimaan pegawai dan proses penempatan, mutasi, rotasi, dan promosi pegawai; 7. Pengaturan hubungan antara pejabat berwenang dalam pengadaan barang/jasa dengan pihak ketiga; 8. Pengaturan tanggung jawab evaluator/auditor terhadap fasilitas yang diberikan oleh pihak yang dievaluasi. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan akhir dari penegakan integritas dan nilai etika adalah terimplementasikannya integritas dan nilai etika dalam perilaku seluruh pejabat dan pegawai instansi pemerintah yang dilaksanakan dengan keteladanan pimpinan, penegakan disiplin yang konsisten, transparansi, serta terciptanya suasana kerja yang sehat, yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu etos kerja dengan perilaku positif dan kondusif. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 8
  • 16. Manfaat penegakan integritas dan nilai etika adalah: 1. Menekan tingkat korupsi karena sebagian besar faktor penyebab korupsi terkait dengan masalah moral dan etika. Dengan terwujudnya moral dan etika yang baik dan benar akan menekan tingkat korupsi di pemerintahan. 2. Meningkatkan kebersamaan yang dapat menyuburkan semangat kerja sama dan saling menolong dalam kebaikan di antara para anggota organisasi pada saat menjalankan tugas-tugasnya. 3. Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam upaya membangkitkan komitmen kepada kejujuran dan kewajaran; pengakuan dan kepatuhan pada hukum dan kebijakan- kebijakan; rasa hormat kepada organisasi; kepemimpinan dengan memberi contoh; komitmen untuk berbuat yang terbaik; menghargai kewenangan; menghargai hak-hak pegawai; dan kesesuaian dengan standar-standar profesi. 4. Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan bagaimana merespon tuntutan berbagai stakeholders organisasi yang berbeda. 5. Membantu dan menuntun pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan apa yang harus dilakukan pada berbagai situasi yang berbeda, serta membantu anggota organisasi dalam menentukan respon moral terhadap suatu situasi atau arah tindakan yang diperdebatkan. 6. Menjadi landasan yang baik bagi para anggota organisasi dalam membuat dan menetapkan kebijakan-kebijakan publik. Aturan etika menjadi alat untuk memelihara integritas para anggota organisasi dan politisi. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 9
  • 17. 7. Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah dijalankan oleh orang-orang yang berperilaku baik dan pantas untuk melayani publik sebagaimana yang dibutuhkan, diinginkan, dan diharapkan masyarakat. 8. Memelihara stabilitas, integritas, dan menciptakan suatu identitas bersama (karakter) bagi para anggota instansi pemerintah, yang pada gilirannya akan ikut membangun komitmen bersama pada instansi pemerintah untuk penerapan SPIP. 9. Menjadi pembentuk perilaku organisasi yang membantu para anggota untuk mengenali mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada gilirannya dapat mengoordinasikan berbagai kegiatan menjadi suatu keseluruhan tindakan yang lebih efektif dan efisien. 10. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat, serta kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil (PNS). 11. Mendorong etos kerja PNS untuk mewujudkan PNS yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat. 12. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan PNS sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa NKRI. C. Peraturan Perundang-undangan Terkait Peraturan tentang kode etik PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 10
  • 18. Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan, dan ketaatan PNS kepada negara kesatuan dan pemerintah RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 mengatur nilai-nilai dasar PNS, yang meliputi: 1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945; 3. Semangat nasionalisme; 4. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; 5. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang- undangan; 6. Penghormatan terhadap hak asasi manusia; 7. Tidak diskriminatif; 8. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; 9. Semangat jiwa korps. Selain itu, juga diatur Kode Etik PNS yang meliputi: 1. Etika dalam bernegara; 2. Etika dalam berorganisasi; 3. Etika dalam bermasyarakat; 4. Etika terhadap diri sendiri; 5. Etika terhadap sesama pegawai negeri sipil. Cakupan materi kode etik atau aturan perilaku pada praktik terbaik di beberapa instansi pemerintah menyangkut perilaku dalam hal-hal yang antara lain mengatur: 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 11
  • 19. 1. Aktivitas politik; 2. Penyuapan, pembayaran illegal, dan kickbacks; 3. Amal/donasi; 4. Perjalanan dinas kantor; 5. Pekerjaan sampingan; 6. Hadiah pemberian dan keuntungan lain; 7. Gratifikasi; 8. Jamuan; 9. Biaya kemudahan (uang pelicin); 10. Menjadi pemasok dan penyedia jasa lain; 11. Anggota keluarga; 12. Menghindari potensi benturan kepentingan; 13. Tanggung jawab profesi; 14. Tanggung jawab pribadi; 15. Perilaku berkaitan dengan stakeholders; 16. Penggunaan informasi; 17. Larangan manipulasi dan penyampaian; 18. Informasi yang tidak benar; 19. Pemeliharaan dan penggunaan aset; 20. Penggunaan informasi internal; 21. Penggunaan fasilitas kantor: telepon dan sebagainya; 22. Catatan dan pembukuan; 23. Kesempatan kerja yang sama; 24. Etika lingkungan kerja; 25. Narkoba dan perjudian; 26. Pengguna jasa. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 juga mengakui bahwa kebutuhan kode etik instansi dan profesi didasarkan oleh karakteristik masing-masing instansi dan organisasi profesi, oleh karena itu pasal 13 mengatur: 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 12
  • 20. 1. Pejabat pembina kepegawaian masing-masing instansi menetapkan kode etik instansi; 2. Organisasi profesi di lingkungan PNS menetapkan kode etiknya masing-masing. Kode etik yang ditetapkan instansi/organisasi profesi tidak boleh bertentangan dengan kode etik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004. D. Parameter Penerapan Penyelenggaraan Parameter penerapan Penegakan Integritas dan Nilai Etika adalah sebagai berikut: 1. Instansi Pemerintah telah menyusun dan menerapkan aturan perilaku serta kebijakan lain yang berisi tentang standar perilaku etis, praktik yang dapat diterima, dan praktik yang tidak dapat diterima termasuk benturan kepentingan. 2. Suasana etis dibangun pada setiap tingkat pimpinan instansi pemerintah dan dikomunikasikan di lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan. 3. Pekerjaan yang terkait dengan masyarakat, anggota badan legislatif, pegawai, rekanan, auditor, dan pihak lainnya dilaksanakan dengan tingkat etika yang tinggi. 4. Tindakan disiplin yang tepat dilakukan terhadap penyimpangan atas kebijakan dan prosedur atas pelanggaran aturan perilaku. 5. Pimpinan instansi pemerintah menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian atas pengendalian intern. 6. Pimpinan instansi pemerintah menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 13
  • 21. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, indikator keberhasilan penerapan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika adalah sebagai berikut: 1. Tersusun, tersosialisasi, dan terterapkannya aturan perilaku yang komprehensif dan langsung mengatur hal-hal yang krusial. 2. Setiap tingkatan pimpinan telah memberikan keteladanan penerapan aturan perilaku dalam tutur kata maupun tindakan nyata. 3. Telah terlaksanakannya penegakan disiplin penerapan aturan etika secara konsisten, adil, dan transparan. 4. Terterapkannya sistem yang transparan dalam hal terdapat intervensi, waiver (pengabaian), ataupun pengecualian implementasi SPI. 5. Terciptanya suasana kerja yang sehat untuk mendukung tumbuhnya perilaku etis, sebaliknya tidak terdapat suasana yang mendorong perilaku tidak etis. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 14
  • 22. BAB III LANGKAH PENERAPAN PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA Penerapan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika pada dasarnya ditandai dengan adanya suatu aturan perilaku yang dikomunikasikan kepada seluruh individu organisasi dan dilaksanakan penegakannya. Dalam pelaksanaannya, tahap dan langkah-langkah penyelenggaraan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika dapat dilakukan bersamaan dengan unsur/sub unsur lainnya. Dalam bab ini, penerapan tersebut dikelompokkan dalam tiga tahap utama, yaitu: 1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi, yang bertujuan untuk memberikan pemahaman atau kesadaran yang lebih baik, serta pemetaan kebutuhan penerapan. 2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas pemetaan, yang meliputi pembangunan infrastruktur, internalisasi, dan pengembangan berkelanjutan. 3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap melaporkan kegiatan. Setiap tahapan implementasi dan beberapa contoh akan diuraikan di bab ini. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 15
  • 23. A. Tahap Persiapan 1. Penyiapan Peraturan, SDM, dan Rencana Penyelenggaraan Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan penyelenggaraan SPIP, selanjutnya instansi pemerintah membuat rencana penyelenggaraan, yang antara lain memuat: a. jadwal pelaksanaan kegiatan; b. waktu yang dibutuhkan; c. dana yang dibutuhkan; dan d. pihak-pihak yang terlibat. Berdasarkan peraturan tersebut, perlu ditetapkan Tim Satuan Tugas Penyelenggaraan (Tim Satgas) SPIP yang ditugaskan mengawal pelaksanaan penerapan penegakan integritas dan nilai etika ditetapkan. Tim Satgas tersebut terlebih dulu diberi pelatihan tentang SPIP, khususnya sub unsur terkait agar dapat menyelenggarakan sub unsur dalam unsur SPIP. 2. Pemahaman (Knowing) Tahap pemahaman merupakan langkah awal dalam menciptakan suasana etis. Tahap ini bertujuan untuk membangun kesadaran (awareness building), yang meliputi segala usaha untuk membangun kesadaran dan keyakinan terhadap arti penting integritas dan nilai etika, memperkuat komitmen, serta dukungan semua lapisan pejabat dan seluruh pegawai instansi pemerintah. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 16
  • 24. Tahap pemahaman sebagai langkah pengomunikasian pentingnya nilai etika dan aturan perilaku dalam membentuk integritas yang akan membangun lingkungan pengendalian yang kuat. Pengomunikasian dapat dilakukan secara terpisah atau bersamaan dengan sosialisasi SPIP. SPIP juga mensyaratkan instansi pemerintah untuk meyakinkan bahwa suatu suasana etis telah dibangun pada setiap tingkatan pimpinan instansi pemerintah dan telah dikomunikasikan di lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan. Beberapa studi tentang etika menemukan pemicu terjadinya kecurangan atau bahkan korupsi adalah suasana ketidakpedulian. Ketidakpedulian dalam lingkungan kerja ditandai dengan kondisi dimana orang-orang di dalam organisasi tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah. Mereka bahkan berpikir bahwa mereka melakukan hal yang baik menurut versi mereka. Oleh karena itu, tidak hanya nilai etis yang harus dikomunikasikan, namun juga petunjuk yang jelas harus diberikan berkaitan dengan apa yang benar dan apa yang salah. Untuk mendapatkan pemahaman yang sama atas sistem nilai, setiap organisasi harus mengembangkan suatu aturan perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika. Aturan perilaku ini harus dikomunikasikan secara tertulis dan menjadi pegangan bagi seluruh pegawai di unit organisasi tertentu. Aturan perilaku harus senantiasa menjadi agenda dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Komunikasi menjadi langkah awal untuk mencapai pemahaman yang sama. Komunikasi merupakan seni dalam menyampaikan informasi, baik secara 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 17
  • 25. verbal maupun nonverbal. Keduanya harus dimanfaatkan untuk tahap pemahaman ini agar semua pejabat dan pegawai terinformasikan dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa ”pimpinan instansi pemerintah membina serta mendorong terciptanya budaya yang menekankan pentingnya nilai-nilai integritas dan etis. Hal ini bisa dicapai melalui komunikasi lisan dalam rapat, diskusi, dan melalui keteladanan dalam kegiatan sehari-hari.” Untuk memenuhi hal tersebut, instansi dapat memberikan pemahaman dengan menggunakan beberapa pendekatan kegiatan antara lain: a. Sosialisasi pentingnya integritas dan nilai etika dengan media komunikasi, yaitu ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan fokus grup. b. Website, media ini memiliki cakupan yang lebih luas, dengan tujuan transparansi kepada pemangku kepentingan. Pemuatan kode etik atau aturan perilaku dalam website instansi pemerintah merupakan penyampaian atas perilaku yang diharapkan. c. Multimedia, media ini bersifat lebih interaktif, yang bermanfaat memperoleh sebaran yang lebih luas. d. Majalah, merupakan komunikasi secara reguler dalam bentuk media cetak yang diterbitkan yang berisi pesan- pesan etika secara runtut dan menggunakan bahasa yang sederhana dan contoh konkret. Misalnya, diciptakan maskot etika dalam bentuk kartun untuk memberi contoh konkret penerapan etika. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 18
  • 26. e. Saluran mikrofon. Komunikasi kode etik atau aturan perilaku dapat dengan kata-kata penting yang diperdengarkan setiap pagi melalui mikrofon, pengeras suara, atau saluran kominikasi lain di kantor. f. Akses ke jaringan. Komunikasi aturan perilaku dapat juga diperluas dengan menempatkan pertanyaan tentang kode etik atau aturan perilaku ke dalam rancangan akses ke jaringan. Misalnya, sebelum dapat masuk ke dalam jaringan, ditanyakan hal yang berkaitan dengan aturan perilaku yang berlaku pada instansi tersebut yang menjadi bagian dari password yang harus dijawab dengan benar oleh pegawai. Selain hal tersebut di atas, komunikasi nonverbal yang efektif yang sangat penting adalah penerapan aturan perilaku melalui keteladanan yang ditunjukkan oleh pimpinan. Tahap pemahaman juga merupakan proses untuk membangun kesadaran bahwa penegakan integritas dan nilai etika juga dipengaruhi oleh dorongan sejawat (peer pressure). Kesadaran ditunjukkan dengan adanya kepedulian para pegawai atas perilaku sejawatnya untuk menerapkan sikap perilaku moral dan etis yang baik. Kita akan sulit menjadikan integritas sebagai karakter bila lingkungan sangat kondusif terhadap perilaku yang tidak etis. Dorongan sejawat berupa komitmen secara bersama untuk menerapkan dan menegakkan kode etik, peduli pada yang melanggar dengan menegur atau melaporkan adanya pelanggaran kode etik atau aturan perilaku akan mendorong ditegakkannya integritas dan nilai etika. Hal yang penting tentunya adalah hukuman bagi 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 19
  • 27. pelanggar aturan perilaku, mekanisme yang mendorong terhadap karyawan melaporkan pelanggaran, tindakan disiplin karyawan yang tidak melaporkan pelanggaran. Tindakan penegakan ini harus menjadi budaya integritas. Sosialisasi, dorongan sejawat, dan komunikasi secara berkelanjutan, akan memberikan pemahaman yang utuh dan kuat bahwa para pegawai memperlihatkan bahwa yang bersangkutan mengetahui perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, hukuman yang akan dikenakan terhadap perilaku yang tidak dapat diterima, dan tindakan yang harus dilakukan jika yang bersangkutan mengetahui adanya sikap perilaku yang tidak dapat diterima. 3. Pemetaan (Mapping) Setelah dilakukan sosialisasi, diperlukan suatu pemetaan terhadap pemahaman yang diterima dan dipersepsikan oleh pimpinan dan seluruh pegawai dan pemetaan terhadap keberadaan infrastruktur untuk menegakkan integritas dan nilai etika. Keberadaan infrastruktur dalam penegakan integritas dan nilai etika diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur. Penegakan integritas dan nilai etika pada instansi pemerintah telah terbentuk dalam format yang berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan pemetaan sejauh mana penerapan yang telah dilakukan selama ini. Instansi pemerintah perlu melakukan pemetaan atas penerapan penegakan integritas dan nilai etika di lingkungan kerjanya, untuk mendapatkan informasi antara lain: 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 20
  • 28. 1) kebijakan dan prosedur yang melandasi penegakan integritas dan nilai etika telah dimiliki oleh instansi pemerintah; 2) peraturan/kebijakan yang ada tersebut, telah sesuai dengan peraturan/kebijakan yang lebih tinggi; 3) instansi pemerintah memiliki prosedur operasi baku atau standard operating procedure (SOP) untuk mejalankan peraturan/kebijakan dimaksud; 4) SOP atau pedoman dimaksud, telah sesuai dengan peraturan yang ada, dan atau yang akan dibangun; 5) SOP atau pedoman tersebut telah dipraktikkan dan didokumentasikan dengan baik. Dalam proses pemetaan, dilakukan identifikasi dan analisis nilai dan norma/aturan yang ada, yang dibutuhkan dan nilai yang diharapkan dalam organisasi untuk menunjukkan ciri/karakteristik organisasi. Pemetaan dilakukan untuk memeroleh data sebanyak-banyaknya tentang: a. Hal-hal yang harus diatur menjadi aturan perilaku Pemetaan ini untuk mengidentifikasi nilai yang diperlukan sesuai dengan hukum dan perundangan terkait dengan tugas dan profesi. Kode etik PNS harus mengacu pada nilai etika yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004. Nilai ini menjadi dasar perilaku organisasi dan pegawai dalam memberi panduan dan memastikan bahwa entitas tidak melanggar aturan. Selain itu, juga perlu mempertimbangkan kode etik profesi. Misalnya, lembaga pengawas sebagai profesional mengikuti kode etik auditor internal yang harus bekerja secara obyektif dan due dilligence. Nilai ini harus menjadi dasar dalam aturan perilaku. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 21
  • 29. b. Hal yang belum jelas atau sering disebut area abu abu (grey area) yang dapat menimbulkan suasana dilematis Identifikasi nilai diperlukan untuk mengatasi situasi dilematis yang ada dalam lingkungan kerja. Nilai ini diperlukan untuk memberikan kejelasan perilaku atau menumbuhkan perilaku yang diunggulkan bila menghadapi suatu masalah. Para pejabat dan pegawai seringkali dihadapkan pada kondisi yang dilematis, baik dalam tindakan maupun pengambilan keputusan. Kondisi ini harus dicermati dalam pembentukan kode etik atau aturan perilaku. Ketidakjelasan perilaku atas dilema yang dijumpai dalam pelaksanaan tugas akan memberi peluang terjadinya pelanggaran atau perbuatan yang tidak etis. Kondisi dilematis, yaitu tindakan yang harus dipilih seseorang untuk kepentingan yang berbeda, tetapi tidak tahu tindakan apa yang paling tepat, sulit untuk mempertimbangkan mana yang benar, dan kondisi dimana dorongan untuk melakukan pilihan yang salah sangat kuat. Masalah dilematis antara lain: masalah menerima atau tidak pemberian suap atau uang pelicin, menyetujui atau tidak usulan target yang tidak masuk akal, pengaduan (wistle blowing), yaitu pilihan apakah mengadukan kepada atasan atau mendiamkan. c. Kondisi dilematis setiap instansi pemerintah akan berbeda- beda Misalnya, kondisi dilematis pegawai Ditjen Pajak akan berbeda dengan Departemen Kehakiman, atau departemen lainnya. Perbedaan kondisi dilematis inilah yang akan membuat kode etik atau aturan perilaku akan berbeda antar instansi pemerintah, karena perilaku yang diharapkan juga berbeda. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 22
  • 30. Pertimbangkan nilai etis yang dihormati oleh pemangku kepentingan. Nilai yang diinginkan oleh pemangku kepentingan merupakan hal penting yang akan membawa citra positif. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa pekerjaan yang terkait dengan masyarakat, anggota badan legislatif, pegawai, rekanan, auditor, serta pihak lainnya dilaksanakan dengan tingkat etika yang tinggi. Misalnya: pegawai instansi yang memberi jasa layanan publik memiliki kesan arogan, mempersulit proses dan berbelit-belit. Aturan perilaku harus diarahkan untuk menghilangkan citra tidak baik tersebut. d. Identifikasi nilai-nilai dan norma yang menghambat pelaksanaan tugas pokok Penerapan nilai etika adalah mengedepankan pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan sehingga ada kemungkinan terjadi pengabaian, tetapi untuk kepentingan yang bernilai lebih tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa terdapat pedoman yang mengatur situasi, frekuensi, dan tingkat pimpinan yang diperkenankan melakukan intervensi terhadap SPI yang telah dikembangkan dan pengabaian. Pengabaian manajemen (management discretion) harus didasarkan pada nilai etis yang tinggi terhadap "citizen value", yaitu bagaimana sumber daya menghasilkan nilai yang bemanfaat bagi masyarakat secara umum (meaningful value for the average citizen), baik nilai manfaat ekonomis dan sosial suatu program atau kegiatan kepada publik. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 23
  • 31. Hasil pemetaan atas nilai-nilai yang menjadi prioritas instansi pemerintah akan menjadi dasar dalam menyusun/merumuskan kode etik atau aturan perilaku. e. Pemetaan juga diharapkan memberi masukan atas rencana tindak yang paling tepat untuk internalisasi kode etik atau aturan perilaku. B. Tahap Pelaksanaan Pada tahapan pelaksanaan proses terdiri atas pembangunan infrastruktur, internalisasi, dan pengembangan berkelanjutan. 1. Membangun Infrastruktur (Norming) Pembangunan infrastruktur dilakukan setelah tahap pemetaan. Pembangunan infrastruktur dilaksanakan melalui penyusunan kebijakan dan prosedur, yang bertujuan menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku postif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern. Perilaku positif dan kondusif yang dimaksud dalam sub unsur ini adalah penegakan integritas dan nilai etika. Kebijakan dan prosedur yang diperlukan adalah sebagai berikut: a. Penyusunan Kode etik atau Aturan Perilaku Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, instansi pemerintah menyusun kode etik atau aturan perilaku, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing instansi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa aturan perilaku 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 24
  • 32. tersebut sifatnya menyeluruh dan langsung berkenaan dengan hal-hal seperti pembayaran yang tidak wajar, kelayakan penggunaan sumber daya, benturan kepentingan, kegiatan politik pegawai, gratifikasi, dan penerapan kecermatan profesional. Penyusunan kode etik atau aturan perilaku seyogyanya bersifat partisipatif dari individu instansi pemerintah sehingga dapat lebih akurat mencerminkan kebutuhan kode etik atau perilaku instansi pemerintah, baik dalam urusan kedinasan maupun kemasyarakatan. Pimpinan instansi pemerintah menyusun aturan perilaku dengan tahapan sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi nilai-nilai yang diperoleh dari hasil pemetaan, yang selanjutnya dikembangkan ke dalam aturan perilaku dengan menggali lebih banyak masukan melalui: a) Wawancara, dilaksanakan dengan mewawancarai pegawai-pegawai tertentu yang memegang peranan untuk mengumpulkan keterangan atas isu permasalahan utama di tempat kerja. b) Mengumpulkan keterangan atas perilaku yang menimbulkan permasalahan tersebut. mempertimbangkan permasalahan mana yang berhubungan dengan etika. 2) Mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat dipertimbangkan sebagai nilai etika, misalnya kreatif atau independen. 3) Mengidentifikasi perilaku utama yang dibutuhkan, sesuai dengan nilai etika yang dibutuhkan atau telah ditetapkan dalam kode etik. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 25
  • 33. 4) Menyusun kode etik atau aturan perilaku dengan kalimat yang tegas, yang mengindikasikan seluruh pegawai diharapkan berperilaku sesuai dengan aturan perilaku. 5) Mengikutsertakan para pejabat dan pegawai sehingga ada tumbuh komitmen dan rasa memiliki atas kode etik atau aturan perilaku. b. Kebijakan Penegakan Aturan Perilaku Guna menerapkan kode etik atau aturan perilaku, pimpinan instansi pemerintah menetapkan kebijakan pendukung untuk penegakan aturan perilaku melalui penandatanganan komitmen penerapan aturan perilaku, yang diperbarui tiap tahun oleh setiap pegawai. Contoh bentuk pernyataan: K O M I T M E N U N T UK M E M AT U H I P E D O M AN P E R I L AK U Sebagai pegawai............, saya memberikan pernyataan sebagai komitmen pribadi untuk mematuhi Pedoman Perilaku: Nama : ............................................................................ Unit Kerja : ............................................................................ Jabatan : ............................................................................ Menyatakan bahwa: 1. Telah menerima Buku Pedoman Perilaku; 2. Telah memahami isi dari Buku Pedoman Perilaku; 3. Bersedia mematuhi apa yang telah menjadi komitmen perilaku dan akan menerapkannya dalam pelaksanaan tugas sehari-hari; 4. Siap menerima konsekuensi bila melakukan pelanggaran atas komitmen perilaku yang telah ditetapkan dalam Pedoman Perilaku; 5. Akan memegang komitmen perilaku untuk mendukung pengembangan reputasi organisasi melalui integritas yang tinggi dan perilaku terpuji. ..................., ............................. (Nama Lengkap dan Tanda Tangan) 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 26
  • 34. c. Kebijakan Sistem Reward and Punishment Sistem reward and punisment harus ditetapkan pimpinan instansi pemerintah untuk menjamin penerapan kode etik atau aturan perilaku. Atas tindakan tidak disiplin, baik pegawai maupun pejabat, pimpinan instansi pemerintah harus menindak tegas dan menerapkan secara konsisten. Pimpinan instansi pemerintah mempertimbangkannya dengan Majelis Kode Etik agar hukuman disiplin yang diberikan tepat terhadap penyimpangan atau atas pelanggaran aturan perilaku. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: 1) Pimpinan instansi pemerintah mengambil tindakan atas pelanggaran kebijakan, prosedur, atau aturan perilaku dengan tegas tanpa membeda-bedakan. 2) Kebijakan penghargaan dan pemberian sanksi ini dikomunikasikan secara berkala, termasuk jenis sanksi dikomunikasikan kepada seluruh pegawai di lingkungan instansi pemerintah sehingga pegawai mengetahui konsekuensi dari penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan. 3) Instansi pemerintah memiliki mekanisme penanganan tuntutan dan kepentingan pegawai secara cepat dan tepat. 4) Adanya suatu sanksi atas pelanggaran perilaku akan menjadi pelajaran bagi anggota instansi pemerintah lain yang tidak melakukan pelanggaran. d. Kebijakan Penanganan Konflik Kepentingan Konflik kepentingan adalah pertentangan kepentingan antara kesetiaan dan konsistensi sebagai seorang profesional dan kepentingan yang ada di luar itu, yang dapat disebabkan karena kepentingan pribadi, golongan 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 27
  • 35. kelompok, dan lainnya. Pimpinan instansi pemerintah menetapkan kebijakan untuk mekanisme menangani adanya potensi konflik kepentingan, misalnya dalam proses pengadaan atau pengambilan keputusan strategis. Selain itu, pimpinan instansi pemerintah juga memperbarui kebijakan dan prosedur untuk mencegah terjadinya pelanggaran etika dan menghasilkan perilaku yang dikehendaki dalam aturan perilaku, misalnya uraian jabatan, laporan pelaksanaan anggaran, dan instrumen pengendalian lainnya untuk meyakinkan kepatuhan terhadap aturan perilaku. e. Kebijakan tentang Pengabaian Manajemen Pengabaian manajemen (management discretion) mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah. Namun demikian, pengabaian harus didasarkan pada nilai etis yang tinggi terhadap "citizen value", yaitu bagaimana sumber daya menghasilkan nilai yang bermanfaat bagi masyarakat secara umum, baik nilai manfaat ekonomis maupun sosial suatu program atau kegiatan kepada publik. Kesalahan prosedur atau terjadinya pengabaian sangat mudah dideteksi, yang harus menjadi komitmen adalah kesalahan prosedur tidak ditujukan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Pimpinan instansi pemerintah menyusun pedoman yang mengatur situasi, frekuensi, dan tingkat pimpinan yang diperkenankan melakukan intervensi dan pengabaian. Pedoman harus mengatur dengan jelas sekurang- kurangnya: 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 28
  • 36. 1) Situasi yang memungkinkan pengabaian, misalnya urgensi yang menjadi pendorong pengabaian, adanya kebutuhan masyarakat yang mendesak. 2) Siapa yang dapat melakukan pengabaian. Hal ini harus secara jelas diatur, sebab pengabaian pengendalian intern tidak boleh dilakukan oleh pimpinan instansi pemerintah tingkat bawah, kecuali dalam keadaan darurat. Hal ini penting karena pengabaian manajemen harus merupakan keputusan yang sangat strategis bagi suatu instansi pemerintah. 3) Dokumentasi secara lengkap, termasuk alasan dan tindakan khusus yang diambil bila terjadi pengabaian manajemen. 4) Pelaporan. Setiap kejadian pengabaian manajemen harus segera dilaporkan kepada pimpinan instansi pemerintah yang lebih tinggi. f. Pembentukan Majelis Kode Etik Pimpinan instansi pemerintah menetapkan suatu Majelis Kode Etik atau unit ad hoc yang bertanggung jawab untuk memonitor penerapan etika dan bertanggung jawab atas manajemen etika. Komite ini bertanggung jawab merespon dengan cepat dan menindaklanjuti setiap pengaduan dan pelanggaran sehingga pimpinan instansi pemerintah dapat melakukan tindakan yang cepat dan tepat segera setelah ada gejala timbulnya masalah. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa instansi pemerintah memiliki prosedur/mekanisme penanganan tuntutan dan kepentingan pegawai secara cepat dan tepat. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 29
  • 37. Selain itu, tugas Majelis Kode Etik adalah menyusun konsep kebijakan dan program berkaitan dengan pelaksanaan kode etik atau aturan perilaku, memberi nasihat kepada pimpinan mengenai isu-isu kode etik atau perilaku, masalah yang dihadapi instansi pemerintah mengenai pelaksanaan dan pelanggaran kode etik. Dalam beberapa kasus, Komite ini juga bertugas menangani pelanggaran kode etik dengan memanggil karyawan yang melanggar kode etik, memeriksa kasusnya, dan memberikan sanksi kepada karyawan yang melanggar. 2. Internalisasi (Forming) Tahap internalisasi adalah suatu proses untuk menjadikan infrastruktur menjadi bagian dari kegiatan operasional sehari-hari, yang akan tercermin dalam bagaimana menyelesaikan pekerjaan dan pengambilan keputusan dalam instansi pemerintah. Internalisasi bertujuan untuk membangun kesadaran pimpinan instansi pemerintah untuk menegakkan integritas dan nilai etika, dan membangun kesadaran para pegawai untuk mengimplementasikan integritas dan nilai etika dalam kegiatan operasional sehari-hari. Langkah-langkah internalisasi yang perlu dilakukan sebagai berikut: a. Keteladanan Pimpinan Instansi Pemerintah Pimpinan instansi pemerintah memberikan keteladanan berkaitan dengan kepatuhan terhadap nilai etika dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari, antara lain: 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 30
  • 38. 1) Perilaku tidak menerima uang pelicin, kick back, atau suap; 2) Komitmen ketepatan waktu kehadiran; 3) Tidak membuat SPPD fiktif. b. Diskusi dan Pertemuan Pimpinan instansi pemerintah dan pegawai melakukan diskusi yang intensif untuk membahas dan mencari rencana tindak atas perilaku tidak etis dalam kegiatan Coffee Morning, Rapat Bulanan, pelatihan di kantor sendiri (PKS), atau kegiatan keagamaan seperti doa bersama. Diskusi membahas perilaku tidak etis, misalnya penyuapan untuk memenangkan tender, menerima kick-back atas jasa, menekan upah buruh, eksploitasi lingkungan, iklan yang menyesatkan, membocorkan rahasia, praktik melanggar hak cipta, pemalsuan dokumen, mengabaikan kepentingan karyawan, menyisihkan pesaing dengan cara curang, atau memanfaatkan posisi dominan untuk mengambil manfaat pribadi. c. Pernyataan Kesanggupan Untuk Memiliki Integritas dan Mematuhi Nilai Etika Pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai menyatakan kesanggupannya secara berkala (setiap tahun atau periode lain) untuk berperilaku integritas dan mematuhi nilai etika. Pada beberapa instansi pemerintah, pernyataan ini disebut pakta integritas. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 31
  • 39. d. Dorongan Sejawat (peer pressure) Perilaku integritas dan kepatuhan terhadap nilai etika juga dipengaruhi oleh dorongan sejawat (peer pressure). Kesadaran ditunjukkan dengan adanya kepedulian para pegawai atas perilaku sejawatnya untuk menerapkan sikap perilaku moral dan etis yang baik. Tekanan dari teman sepergaulan begitu besar bagaimana integritas dan nilai etika ditegakkan, kita akan sulit menjadikan integritas sebagai karakter bila lingkungan sangat kondusif terhadap perilaku yang tidak etis. Dorongan sejawat berupa komitmen secara bersama untuk menerapkan dan menegakkan kode etik, peduli pada yang melanggar dengan menegur atau melaporkan adanya pelanggaran kode etik atau aturan perilaku. Perlunya diciptakan mekanisme yang mendorong karyawan melaporkan pelanggaran, serta sanksi terhadap karyawan yang tidak melaporkan pelanggaran. e. Program Rekrutmen dan Pengenalan Pegawai Baru Pembentukan sistem nilai dan budaya dimulai dari manusia, bukan dari instansi pemerintah. Perilaku dibentuk mulai dari manusia yang diseleksi, ditempatkan, dan dihargai dengan baik. Pegawai baru instansi pemerintah diseleksi, ditempatkan, dan dibina untuk memperoleh kesenangan dan kenyamanan dalam bekerja karena menyenangi pekerjaannya. Program penempatan antara lain: 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 32
  • 40. 1) Rekrut calon pegawai yang terbaik. Rekrut orang terbaik, yaitu orang yang bagus kemampuan intelektualnya, dapat bekerja dalam tim, mencintai pekerjaan, berorientasi ke depan, berkarakter kuat, dan punya keterampilan berkomunikasi yang baik. Standar yang baik harus diberikan sejak awal melalui sebuah proses orientasi dengan memperkenalkan atasan dan rekan kerja, serta hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di tempat kerja. 2) Pegawai yang diangkat segera mengikuti proses pembekalan (induction program), yaitu pelatihan yang ditujukan untuk membekali pegawai baru kebijakan penting tentang perilaku. Tujuan program ini untuk menegaskan hal-hal penting dalam rangka memelihara nilai-nilai positif yang telah digariskan. Pelatihan, termasuk memberikan ritual-ritual instansi pemerintah seperti team work, budaya kerja, tindakan disiplin, kepindahan, kedatangan, kenaikan pangkat, atau pensiun. Ritual sedapat mungkin membuat pegawai memiliki rasa kebersamaan dan loyalitas. f. Penempatan Pimpinan instansi pemerintah menempatkan orang pada posisi yang tepat. Orang-orang yang tepat (right man right place) akan berkontribusi positif dan akan menghargai budaya instansi pemerintah apabila mereka ditempatkan di tempat yang tepat. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 33
  • 41. g. Komitmen atas Standar Layanan Publik Pimpinan instansi pemerintah menetapkan dan menerapkan standar pelayanan minimal bagi publik, termasuk standar perilaku dalam memberikan pelayanan, yang secara konsisten diterapkan. Standar dan perilaku minimal dalam layanan publik ini harus mampu menghilangkan kesan negatif tentang PNS, antara lain: berbelit-belit, arogan, mudah dibuat susah, ujung-ujungnya duit, atau susah melihat orang senang. h. Pengomunikasian Hubungan Tindak Lanjut Temuan Auditor dengan Aturan Perilaku APIP juga berperan dalam penegakan integritas dan nilai etika melalui pelaksanaan audit dan evaluasi yang dilaksanakan. Dalam melakukan audit, APIP juga harus mengevaluasi bagaimana pelaksanaan kode etik atau aturan perilaku, serta keterhubungan dengan permasalahan (temuan) audit yang ada. Atas suatu permasalahan, harus diidentifikasi perilaku yang menyebabkan dan disampaikan kepada pimpinan instansi. Pimpinan instansi pemerintah mengungkapkan masalah dalam instansi pemerintah yang bersangkutan, serta menerima komentar dan rekomendasi pada saat auditor dan evaluator melakukan tugasnya. i. Integrasi Kode Etik dalam Budaya Instansi Pemerintah Integrasi kode etik atau aturan perilaku dalam budaya instansi pemerintah dapat dilakukan dengan pendekatan role model atau kelompok pemenang (champion group). Model atau kelompok merupakan orang yang dipilih 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 34
  • 42. instansi pemerintah karena dapat dijadikan contoh dan teladan. Mereka secara aktif mendapat tugas untuk memberikan cerita atau contoh kejadian tentang penerapan aturan perilaku dalam keseharian tugas. Terintegrasinya nilai dalam budaya dan perilaku secara tidak sadar akan menjadi pembentuk karakter instansi. Misalnya, role model adalah pimpinan unit kerja keuangan, yang bertugas melakukan pembayaran pada pihak ketiga. Nilai yang dimodelkan di unit tersebut adalah kejujuran dan pelayanan dengan ketepatan (akurasi). Dengan terintegrasinya kode etik/aturan perilaku ke dalam perilaku pegawai, maka perilaku etis yang terbentuk adalah kemampuan menekan moral hazard sehingga kejujuran dan ketepatan yang diutamakan. Contoh, “atas kekurangan tagihan dari rekanan atau kelebihan pembayaran dari pengguna jasa segera dilakukan perbaikan.” Pegawai serta merta akan melakukan hal yang benar bila mengetahui kesalahan dan tidak memanfaatkan kesempatan. j. Penghargaan dan Remunerasi Kebijakan reward and punisment harus diterapkan secara konsisten tidak hanya memfokuskan pada punishment saja, tapi juga upaya untuk memberikan penghargaan pada pegawai atas prestasi berkaitan dengan integritas dan nilai etika. Pimpinan instansi pemerintah, sesuai dengan kewenangannya memberikan penghargaan untuk meningkatkan penegakan integritas dan kepatuhan terhadap nilai-nilai etika. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 35
  • 43. Pimpinan instansi pemerintah juga harus menerapkan penghargaan atau remunerasi atas prestasi kerja (performance based reward) dengan tepat dan konsisten. k. Pelatihan Etika (Ethic Training) Semua instansi pemerintah yang mempunyai kode etik atau aturan perilaku dan akan melaksanakannya dengan baik harus memiliki program pelatihan kode etik perilaku untuk para pejabat dan pegawainya. Tujuan pelatihan etika adalah pelatihan mengenai bagaimana aturan perilaku harus dilakukan dan bagaimana peran masing-masing pegawai. Pelatihan etika dapat diberikan pada pegawai baru pada masa orientasi maupun pegawai lama. Selain itu, pelatihan dapat memberi masukan tentang program pengelolaan etika berdasarkan pengalaman yang didapat dari pelatihan etika dan praktik pemecahan dilema etika yang rumit, terutama yang benar-benar terjadi dalam instansi. Pelatihan etika sebaiknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Pendekatan yang efektif bisa dilakukan dengan cara: emotional spritual quotient (ESQ), outbound, experiental learning, dan team building dengan memasukkan tema-tema yang berkaitan dengan integritas dan nilai etika ke dalam pelatihan tersebut. Outbond, experiental learning, dan team building adalah kegiatan pembelajaran melalui pengalaman yang didesain untuk menstimulasi kelompok. Hal ini dapat dilakukan di dalam ruangan atau di alam bebas dalam suasana yang menyenangkan, sehingga akan mendorong orang-orang 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 36
  • 44. menghayati makna nilai-nilai tim bagi dirinya. Nilai-nilai dasar yang dipupuk dalam tim dan diterima dengan suasana menyenangkan akan membantu percepatan proses pembentukan nilai-nilai baru. Mereka mendiskusikan saran-saran, cara mengatasi konflik, proses pengambilan keputusan, komunikasi, kreativitas, dan kepemimpinan. l. Saluran Pengaduan (Ethic hotline) Instansi pemerintah harus mempunyai saluran pengaduan, hotline, atau jalur komunikasi khusus yang tersedia kapan saja untuk mendengarkan keluhan dan aduan dari para pegawai/pejabat ataupun pihak luar instansi yang mengadukan suatu tindakan apa pun yang menyangkut kecurangan atau penyalahgunaan data, informasi, aset, wewenang, otorisasi, dan sebagainya. Pengaduan dan perlindungan sering disebut kebijakan whistle blower. Whistle blower umumnya diterapkan karena banyak orang enggan melaporkan dan mereka berada dalam posisi sebagai pihak yang lemah. Demikian pula ada pihak yang terdiskriminasi yang telah lama mengetahui terjadinya pelanggaran, namun tidak mempunyai keberanian untuk melaporkannya. m. Menghilangkan kebijakan tidak etis Kebijakan tidak etis adalah kebijakan yang tidak secara nyata melanggar aturan, namun kebijakan tersebut membuka peluang terjadinya perilaku tidak etis atau tidak kondusif. Hal ini terutama terlihat apabila dikaitkan dengan dampak kegiatan tersebut seperti efisiensi dan efektivitas suatu aktivitas dan kegiatan. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 37
  • 45. 1) Tujuan Tidak Realisitis Pimpinan instansi pemerintah harus menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. Salah satu dorongan yang membuat perilaku tidak etis adalah menetapkan tujuan yang tidak realistis dan menekan pegawai untuk mencapai tujuan tersebut. Kewajaran atas kegiatan yang diusulkan sebagai target kinerja harus menjadi suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi instansi pemerintah. Untuk mencegah hal tersebut pimpinan instansi pemerintah harus: a) Menciptakan mekanisme penilaian kinerja yang tepat sehingga target yang diusulkan realistis. b) Mengidentifikasi sasaran kinerja dan risiko yang terkait (selengkapnya diuraikan di pedoman teknis penilaian risiko). c) Melakukan pemantauan atas pelaksanaan kegiatan. Banyak kejadian, kegiatan direalisasikan di akhir tahun anggaran untuk menghabiskan anggaran, tetapi tujuan tidak jelas. d) Menghindari penggunaan biaya perjalanan dinas ke tempat atau tujuan yang tidak akan mewujudkan hasil untuk mendukung tujuan organisasi, tidak produktif, dan tidak akan menghasilkan prestasi. e) Upaya efisiensi, misalnya melalui standarisasi fasilitas pejabat, standar hotel, kerja sama hotel, atau kerja sama penerbangan. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 38
  • 46. 2) Aturan Perilaku sebagai Pertimbangan dalam Prasyarat Jabatan dan Promosi Pimpinan instansi pemerintah menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. Salah satu perilaku tidak etis adalah kenaikan jabatan dan promosi tidak didasarkan pada prestasi dan kompetensi, tetapi unsur subyektivitas atau like and dislike. Selain itu, praktik yang banyak berjalan kenaikan jabatan/pangkat menjadi sesuatu yang reguler dan tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan pada aturan perilaku. Pegawai yang melanggar tetap diproses kenaikan pangkatnya. Hal ini tidak saja akan menimbukan etos kerja yang tidak kondusif bagi kinerja instansi pemerintah, tetapi juga bagi penegakan integritas dan nilai etika. Pimpinan instansi harus membuat kebijakan yang jelas tentang kompensasi dan kenaikan jabatan atau promosi didasarkan pada prestasi dan kinerja, serta kepatuhan pada aturan perilaku. Misal, seorang pegawai yang terbukti pernah terkena hukuman dan teguran karena pelanggaran aturan perilaku berarti memiliki poin negatif untuk dapat dinaikkan pangkatnya atau dipromosikan. n. Komitmen atas pelaporan keuangan pemerintah Integritas dan nilai etika yang telah terinternalisasikan akan menjadi budaya yang kuat guna mendukung profesionalisme. Salah satu wujud profesionalisme adalah tersajikannya laporan keuangan pemerintah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah yang berlaku dan laporan kinerja. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 39
  • 47. Laporan sebagai akuntabilitas sehingga laporan keuangan, anggaran, dan pelaksanaan program yang disampaikan kepada badan legislatif, instansi pemerintah, dan pihak yang berkepentingan disajikan dengan wajar dan akurat. Biro keuangan di setiap departemen dan lembaga harus secara serius mempersiapkan dan memberdayakan peran APIP untuk menjadi quality assurance sehingga laporan dapat disajikan dengan lebih baik. 3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing) Pengembangan berkelanjutan merupakan langkah agar aturan perilaku terpantau pelaksanaannya secara kontinu, sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan rencana tindak yang tepat. a. Pemantauan Penerapan aturan perilaku masing-masing individu/pegawai untuk menjadi sebuah kesadaran diri yang melekat dan teraplikasi dalam kegiatan sehari-hari di kantor tidaklah selalu berjalan lancar, mudah, dan serta merta berhasil, melainkan berproses dan dipengaruhi oleh berbagai situasi lingkungan pengendalian. Agar penerapan aturan perilaku terkondisi dalam disiplin dan konsisten pemberlakuannya, maka perlu secara terus menerus dipantau, dievaluasi, dan dilaporkan pelaksanaannya. Kegiatan pemantauan dan evaluasi atas penerapan aturan perilaku dapat dilakukan oleh setiap level pimpinan di masing-masing bagian/bidang dengan pendekatan setiap permasalahan atau penyimpangan aturan perilaku secara 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 40
  • 48. cepat dan tepat diketahui dan diambil tindakan perbaikannya. Penyimpangan atas aturan perilaku seyogyanya segera dikomunikasikan oleh Majelis Kode Etik dan diproses untuk disampaikan kepada pihak yang melanggar aturan agar yang bersangkutan paham bahwa tindakannya salah atau di luar ketentuan. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan juga oleh Komite Etika atau tim yang ditunjuk untuk menangani penegakan aturan perilaku. b. Kontrol Sosial Selain adanya pemantauan dan evaluasi terhadap aturan perilaku dari masing-masing level pimpinan atau dari Tim yang ditunjuk khusus untuk memantau penerapan aturan perilaku, juga perlu ditingkatkan peranan kontrol sosial. Kontrol sosial melalui penyebaran adanya komitmen aturan perilaku kepada masyarakat dan stakeholders lainnya. Dengan sosialisasi ke pihak eksternal yang lebih luas, maka akan terbentuk suatu kontrol sosial. Adanya keterlibatan pegawai atau masyarakat yang apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap aturan perilaku, segera melaporkan atau menyampaikan pengaduan, baik lisan atau tertulis. Diharapkan dalam pengaduan tersebut disampaikan secara jelas identitas pelaku, pelanggaran yang dilakukan, dan tanggal kejadian. Apabila informasi pengaduan tidak lengkap, pengaduan tetap dapat menjadi sumber informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 41
  • 49. c. Pembaruan Aturan Perilaku Perkembangan sosial ekonomi dan adanya berbagai perubahan peraturan, kebijakan pemerintah, serta perkembangan teknologi informasi yang memengaruhi tupoksi instansi pemerintah, akan memengaruhi perubahan kebutuhan aturan perilaku. Oleh sebab itu, kode etik atau aturan perilaku perlu terus dilakukan peninjauan kembali dan pembaruan atas aturan perilaku yang ada. Pembaruan terhadap aturan perilaku tetap berada dalam koridor pembinaan pegawai dan untuk menciptakan pegawai yang berkualitas, berdaya guna, dan berhasil guna, utamanya pegawai yang mampu memberikan pelayanan yang terbaik, adil, dan merata bagi masyarakat. d. Aturan Perilaku sebagai Target Kinerja Aturan perilaku, yang merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan pegawai di dalam melaksanakan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari, apabila secara terus- menerus dipedomani dalam tugas sehari-hari, maka akan tumbuh menjadi kebiasaan yang melekat dan menyatu dalam kesadaran diri. Kebiasaan masing-masing individu yang telah terbangun dengan kesadaran yang tinggi dan dikelola oleh pimpinan/leadership yang memiliki komitmen tinggi menimbulkan kepuasan dan semangat kerja kolektif dari semua pegawai, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan komitmen instansi pemerintah. Selanjutnya, apabila komitmen instansi pemerintah telah tercipta, maka peningkatan kinerja adalah sebuah akibat nyata yang akan mengikutinya. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 42
  • 50. Untuk mewujudkan penegakan integritas dan nilai etika secara berkelanjutan, kepatuhan kepada aturan perilaku dan kode etik dapat ditetapkan sebagai target kinerja setiap unit kerja. Misalnya, dalam penetapan kinerja unit kerja, setiap unit harus menargetkan tidak ada pelanggaran atau terjadi penurunan pelanggaran. Dengan menjadikan aturan kinerja sebagai target, maka unit kerja akan terdorong untuk menerapkan sebaik mungkin agar terhindar dari pelanggaran, yang berarti kinerja tidak tercapai. e. Audit Etika Audit Etika adalah audit mengenai pelaksanaan kode etik atau aturan perilaku oleh setiap unit instansi pemerintah yang dilakukan apabila ada pengaduan dan indikasi pelanggaran. C. Tahap Pelaporan Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan penyelenggaraan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika perlu didokumentasikan. Pendokumentasian ini merupakan satu kesatuan (bagian yang tidak terpisahkan) dari kegiatan pelaporan berkala dan tahunan penyelenggaraan SPIP. Pendokumentasian dimaksud meliputi: 1. Pelaksanaan kegiatan, yang terdiri dari: a. Kegiatan pemahaman, yang antara lain terdiri atas: 1) Kegiatan sosialisasi (ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan fokus grup) mengenai pentingnya integritas dan nilai etika; 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 43
  • 51. 2) Kegiatan penyampaian pemahaman melalui website, multimedia, literatur, dan media lainnya. b. Kegiatan pemetaan keberadaan dan penerapan infrastruktur, yang antara lain berisi: 1) Hasil pemetaan pemahaman pentingnya etika menurut persepsi pegawai dan bagaimana penerapannya; 2) Hasil pemetaan mengenai persiapan penyusunan aturan perilaku; 3) Masukan atas rencana tindak yang tepat untuk internalisasi kode etik atau aturan perilaku. c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang antara lain berisi penyusunan: 1) Kode etik atau aturan perilaku; 2) Kebijakan penegakan aturan perilaku; 3) Kebijakan sistem reward and punishment; 4) Kebijakan penanganan konflik kepentingan; 5) Kebijakan tentang intervensi dan pengabaian manajemen; dan 6) Kegiatan pembentukan majelis kode etik. d. Kegiatan internalisasi, yang antara lain berisi: 1) Kegiatan pengomunikasian kode etik atau aturan perilaku secara berkelanjutan; 2) Kegiatan pembaruan pernyataan kepatuhan pada aturan perilaku; 3) Kegiatan dorongan sejawat; 4) Kegiatan program rekrutmen dan pengenalan pegawai baru; 5) Komitmen atas standar layanan publik; 6) Kegiatan diskusi dan pertemuan; 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 44
  • 52. 7) Kegiatan pengomunikasian hubungan tindak lanjut temuan auditor dengan aturan perilaku; 8) Kegiatan integrasi kode etik dalam budaya instansi pemerintah; 9) Kegiatan pemberian penghargaan dan remunerasi; 10)Kegiatan pelatihan etika; 11)Kegiatan pembuatan saluran pengaduan; 12)Laporan kegiatan menghilangkan kebijakan tidak etis; 13)Dokumentasi komitmen atas pelaporan keuangan pemerintah. e. Kegiatan pengembangan berkelanjutan, yang antara lain berisi: 1) Kegiatan pemantauan; 2) Dokumentasi kontrol sosial; 3) kegiatan pembaruan aturan perilaku; 4) kegiatan penyusunan aturan perilaku sebagai target kinerja; dan 5) kegiatan audit etika. 2. Hambatan kegiatan Apabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kegiatan yang menyebabkan tidak tercapainya target/tujuan kegiatan tersebut, agar dijelaskan penyebab terjadinya hambatan tersebut. 3. Saran Saran diberikan berkaitan dengan adanya hambatan pelaksanaan kegiatan dan dicarikan saran pemecahan masalah untuk tidak berulangnya kejadian serupa dan guna peningkatan pencapaian tujuan. Saran yang diberikan agar yang realistis dan benar-benar dapat dilaksanakan. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 45
  • 53. 4. Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode sebelumnya. Dokumentasi ini merupakan bahan dukungan bagi penyusunan laporan berkala dan tahunan (penjelasan penyusunan laporan dapat dilihat pada buku Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan pendokumentasian menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan yang hasilnya disampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah sebagai bentuk akuntabilitas, melalui satuan tugas penyelenggaraan SPIP (Satgas SPIP) di instansi pemerintah yang bersangkutan. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 46
  • 54. BAB IV PENUTUP Penegakan integritas dan nilai etika secara berkelanjutan oleh instansi pemerintah dan penyelenggara negara secara memadai adalah salah satu jaminan terbaik untuk mencapai pondasi bagi lingkungan pengendalian dalam SPIP. Kuatnya integritas dan nilai etika juga secara langsung akan memperbaiki peningkatan pelayanan publik dan kinerja, yang pada gilirannya mendukung tercapainya good governance. Penegakan integritas dan nilai etika diawali dengan pemahaman bersama melalui langkah sosialisasi dengan media yang ada, yang selanjutnya dilaksanakan pemetaan. Pembangunan infrastruktur untuk pelaksanaan dan penerapannya harus menjadi komitmen bersama instansi pemerintah dan dilaksanakan secara konsisten. Sementara pengembangan berkelanjutan merupakan langkah agar secara kontinu aturan perilaku termonitor pelaksanaannya sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan rencana tindak yang tepat. Disadari sepenuhnya bahwa proses penegakan integritas dan nilai etika tidaklah mudah. Kata bijak mengatakan bahwa penegakan integritas tidak semudah membalik telapak tangan. Faktor penting keberhasilan antara lain: 1. Leadership yang kuat, pemimpin yang berpengaruh kuat pada tercapainya integritas dan nilai etika, baik melalui upaya yang diciptakannya maupun teladan yang dijalankannya. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 47
  • 55. 2. Dukungan seluruh pegawai, pemimpin yang kuat tidak ada artinya bila tidak didukung segenap anggota instansi pemerintah untuk secara sadar bersama-sama mendukung tegaknya integritas dan nilai etika. 3. Konsistensi pelaksanaan penegakan, konsistensi dalam penerapan dan penegakan sangat diperlukan sehingga tidak ada persepsi standar ganda oleh individu anggota instansi pemerintah. Setiap tindakan penegakan harus memunculkan komitmen baru untuk penegakan kode etik atau aturan perilaku. Komitmen ketiga hal di atas akan membentuk komitmen kuat karena diperoleh dari pemimpin dan segenap anggota instansi pemerintah. Konsistensi pelaksanaan penegakan oleh pimpinan instansi pemerintah akan menjadi teladan bagi semua pegawai dengan perilaku yang sama antara nilai yang disepakati dengan perilaku yang diterapkan pada setiap kondisi. Konsistensi juga menyangkut penegakan, yaitu perlakuan sama bagi semua orang tanpa terkecuali atas terjadinya pelanggaran aturan Keberhasilan penegakan integritas dan nilai etika secara bersama dengan sub unsur lingkungan pengendalian lainnya akan memperkuat sistem pengendalian intern di lingkungan instansi pemerintah. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan praktis bagi pimpinan instansi pemerintah dalam menciptakan dan melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur lingkungan pengendalian dengan sub unsur ”Penegakan Integritas dan Nilai Etika” di lingkungan instansi yang dipimpinnya. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 48
  • 56. Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan mendasar yang berlaku secara umum bagi seluruh instansi pemerintah, yang minimal harus dipenuhi dalam penegakan integritas dan nilai etika, serta tidak mengatur secara spesifik bagi instansi tertentu. Instansi pemerintah hendaknya dapat mengembangkan lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil sesuai dengan kebutuhan organisasi, dengan tetap mengacu dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik-praktik sistem pengendalian intern, pedoman ini dapat disesuaikan di kemudian hari. 1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika 49