Pentingnya menggunakan pendekatan baru untuk penyuluhan yakni pendekatan bisnis dan tentunya pelaku swasta semakin diberi peran, termasuk perguruan tinggi
4. Kritik terhadap penyuluhan klasik:
Mahal, menghabiskan anggaran pemerintah
Tidak efisien dalam penggunaan anggaran dibandingkan dengan bidang profesi
lain di pemerintahan
Organisasinya besar , lamban, dan kaku
One way communication
4
5. Paradigma penyuluhan lama vs baru:
5
Penyuluhan lama Penyuluhan baru
Penanggung jawab
penyuluhan
Pemerintah pusat Banyak pihak pada berbagai level (PT,
petani, swasta, NGO, dll)
Fungsi penyuluhan Tranfer teknologi untuk peningkatan
produksi
Lebih luas (memobilisasi,
mengorganisasikan dan mendidik
petani).
Posisi penyuluhan Terpisah dengan instansi lain Koheren
Model transfer
teknologi
Linear, sekuensial, dan satu arah Lebih realistik, siklis, dan dinamis (antara
petani, peneliti, penyuluh)
Desain proyek Menurut perspektif pengajar learning model, melibatkan stakeholders
Pendekatan Lip sevice = menyampaikan teknologi Mengambil resiko dengan melibatkan
teknologi eksperimental, serta
mengaitkan penelitian, manajer
penyuluhan, dan organisasi petani
PPL berada
di Dinas
Pertanian
6. Paradigma “penyuluhan modern” pada UU NO 16 - 2006:
1. Demokrasi dan partisipasi (Pasal 2)
2. Penyuluhan tidak pada sekedar
peningkatan produksi pertanian, namun
pada manusianya (Pasal 3)
3. Menerapkan manajemen yang terintegratif,
tidak lagi terpasung ego sektoral (Pasal 6 -
7)
4. Pelibatan masyarakat petani, dan
menjadikan petani sebagai subjek
penyuluhan (Pasal 6 (b) dan 29)
5. Penyuluhan tidak lagi dimonopoli oleh
pemerintah, diakui keberadaan penyuluh
swadaya dan swasta, serta Komisi
Penyuluhan
= UU 16-2006 tentang SP3 sudah
menganut paradigma “penyuluhan
modern”
6
8. Four generations of extension in Asia:
1. Colonial agriculture
2. Diverse top-down extension: after independence, commodity-based extension
services, production targets, foreign donors.
3. Unified top-down extension: 1970s - 1980s, the Training and Visit system, single
national service, “green revolution" technologies.
4. Diverse bottom-up extension: World Bank funding came to an end, the T and V
system collapsed, decline of central planning, participatory methods replacing
top-down approaches
• Penyuluhan di Indonesia saat ini = ciri 2 dan 3
8
9. Periodeisasi penyuluhan pertanian Indonesia:
9
Era revolusi hijau Era UU 16-2006 Era UU 23-2014 Era Kostratani
1. Kelembagaan
penyuluhan
Badan Bimas -Otonomi daerah
-SKPD sendiri
(Bakorluh, Bapeluh)
Di dalam Dinas
Pertanian atau Pangan
Di dalam Dinas
Pertanian atau Pangan
2. Ketenagaan
penyuluhan
Pengangkatan PPL
PNS besar2 an
Pengangkatan THL-
TBPP (27.000 orang)
untuk menjadi
penyuluh swasta dan
swadaya
Hampir tidak ada
pengangkatan baru
Mestinya
mengandalkan pada
PPL SWADAYA dan
SWASTA
3. Penyelenggaraan
penyuluhan
Dalam Program
Bimas, Insus, Supra
Insus, dll
“Program reguler” Upsus Pajale Kostratani di BPP
4. Sarana dan
prasarana
Tersedia memadai Lumayan tersedia Kurang tersedia Mengandalkan
prasarana non fisik (IT,
dll)
5. Anggaran
penyuluhan
Anggaran ada di
pusat
Dana pusat (DAU,
DAK)
Mengandalkan
anggaran daerah
Mengandalkan
anggaran daerah
(mestinya)
Tahun
2006
Tahun
2014
Tahun
2020
Tahun
1965
10. Fakta-fakta penyuluhan pertanian nasional saat ini:
1. Ketenagakerjaan: jumlah PPL pemerintah
(pasti akan) menurun
2. Kelembagaan penyuluhan: hilangnya
Bakorluh dan Bapeluh karena UU 23 tahun
2014. Principle of subsididarity = peran negara
dari executing, ke regulating, ke facilitating.
3. Metode penyuluhan: menggunakan T and V
system ala Bimas yang tidak kontekstual.
4. Sarana dan prasarana penyuluhan: BPP
kurang mendapat dukungan
5. Anggaran Penyuluhan: mengandalkan
“kemurahhatian” daerah rendah.
Maka:
Masa depan penyuluh
pertanian Indonesia =
PENYULUH
PERTANIAN SWADAYA
+ SWASTA
10
12. Jenis penyuluh swasta dan potensinya di Indonesia:
(Schwartz (1994) dan Qamar (2005)
12
Jenis Kapasitasnya di Indonesia
1. Perusahaan swasta (penyedia input, perusahaan
pengolahan, perusahaan pemasaran)
Ada 7.229 unit (65 tanaman pangan, 322 hortikultura, 1.877
perkebunan, 2.408 peternakan, 1.791 perikanan,
799 kehutanan)
2.NGO Ada 180 NGO pertanian dengan perkiraan 4.000 tenaga lapang
(bidang lingkungan, pemberdayaan masyarakat miskin,
pemberdayaan perempuan, family farming, pertanian organik,
reforma agraria, dll)
3. Asosiasi (petani, eksportir pertanian, dll) Per komoditas, lokal dan nasional
4. Organisasi komunitas petani (rural community
organizations)
Serikat Petani Indonesia, API, KRKP, asosiasi komoditas,
perkumpulan petani nasional sampai lokal,
5. Perguruan tinggi (agricultural academic institutions) 185 unit ( 88 Politeknik, Sekolah Tinggi, atau Akademi +
97 Universitas atau Institut)
6. Lembaga penelitian pertanian Lembaga penelitian swasta dan pemerintah
7. Pay for service extension (=individual): fee based atau
production based
Kios-kios penjual benih, pupuk, dan obat-obatan pertanian
13. 13
CONTOH model keterlibatan perguruan tinggi dalam penyuluhan pertanian:
simulasi untuk Prop Jawa Barat
IPB Univ
Univ Muh
Sukabumi
UNPAD
Politeknik
Indramay
u
Univ
Galuh
14. 14
Kab/Kota Perguruan Tinggi - Pemda
Kota Bogor, Kab Bogor, Kab Cianjur IPB university
Kota Sukabumi, Kab Sukabumi Univ Muhammadiyah Sukabumi
Kab Bandung, Kota Bandung, Bandung Barat, Kota Cimahi, Univ Pajajaran
Kab Indramayu Politeknik Negeri Indramayu
Kota Sumedang
Kab Ciamis Univ Galuh Ciamis
Kab Sumedang Univ Winayamukti Sumedang
Kab Bekasi, Cirebon, Garut, Karawang, Kuningan Majalengka, Pangandaran,
Purwakarta, Subang, Banjar, Kota Tasikmalaya, Kota Depok, Kota Cirebon
Pemda kabupaten/kota masing-masing
CONTOH model keterlibatan perguruan tinggi dalam penyuluhan pertanian:
simulasi untuk Prop Jawa Barat
16. Kostratani
• Permentan Np 49 tahun 2019 tentang
Komando Strategis Pembangunan
Pertanian
• Kepmentan No 13 tahun 2020 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Komando
Strategis Pembangunan Pertanian di
Kecamatan
• Target : 5.733 BPP terkoneksi secara
online (AWR)
16
17. Peran dan aktor di KOSTRA TANI:
17
I. Pusat DATA DAN
INFORMASI
II. Pusat GERAKAN
PEMBANGUNAN
PERTANIAN
III. Pusat
PEMBELAJARAN
IV. Pusat KONSULTASI
AGRIBISNIS
V. Pusat PENGEMBANGAN
JEJARING KEMITRAAN
PERAN • Data SDM, teknis
pertanian, lingkungan
pert, lainnya
• Statistik pertanian
wilayah kecamatan
• Data administrasi
pembangunan
• Data baseline kecamatan
• Pendampingan,
pengawalan,
penyuluhan, gerakan
pemb, dll
• Monev
• Percontohan,
• Bimtek
• Kursus/pelatihan,
• Fasilitasi,
• Konsultasi, pelaku
utama dan pelaku
usaha
• Cyber extension
• Identifikasi jenis usaha,
perusahana mitra, temu bisnis,
• Menyusun bisnis plan
• Pemasaran hasil pertanian
• Jaringan kemitraan dan
kelembagaan bisnis
• Pengembangan KEP (korporasi)
AKTOR
(dan
koordina
tor)
1. Mantri statistik kec
(BPS)
2. Kepala UPT Pertanian
kec
3. Petugas pertanian kec
1. Kepala kecamatan
(camat dan staf)
2. Kepala UPT
Pertanian
3. Petugas pertanian
kec (mantri tani)
4. Kepala desa/
kelurahan
1. Koordinator PPL
2. PPL pemerintah
3. PPL swadaya
4. PPL swasta
(Perusahaan,
perguruan tinggi,
dll)
1. Koordinator PPL
2. PPL pemerintah
3. PPL swadaya
4. PPL swasta
(Perusahaan,
perguruan tinggi,
dll)
5. Poskeswan
6. POPT (hama
penyakit tanaman)
7. Pengawas benih,
bibit ternak, mutu
pakan
8. Medik veteriner,
inseminator,
9. BPTP
1. Koordinator PPL
2. PPL swadaya
3. PPL swasta
4. KEP (korporasi petani)
5. Kelembagaan petani (KT,
Gapoktan, dll)
6. Pelaku usaha (input dan output
pertanian)
7. Gabungan Bumdes
sekecamatan
8. BRI unit
21. CONTOH RANCANGAN KORPORASI PETANI (DI KEC. JAYAKERTA, KAB KARAWANG)
21
Koperasi
#1: Sri
Jaya
Permata
Koperasi
#2: Sri
Asih
Mandiri
Koperasi
#3: Sri
Nyi
Pohaci
Koperasi
#4:
Berkah
Tani
Jaya
Koperasi
#5:
Medang
Asih Tani
Mandiri
Bisnis 1: Produksi
benih unggul
berlabel
Bisnis 10:
Produksi dan
pemasaran
hortikultura
Bisnis 7:
Pengolahan hasil
itik
Bisnis 8:
budidaya itik
intensif
Bisnis 9: produksi
Pakan dan DOD
itik
Bisnis 6: produksi
Beras Premium
(RMU)
Bisnisn 5:
Pelayanan
Simpan pinjam
Bisnis 4:
penyaluran pupuk
bersubsidi
Bisnis 3:
pengelolaan
Irigasi
Bisnis 2: Jasa
Alsintan
22. Farmer Field School (FFS) vs Farm Business School (FBS):
22
Farm Field School (FFS) Farm Business school (FBS)
Mulai 1989, ditemukan di Indonesia Mulai marak tahun 2000-an
Tujuan = teknik dan manajemen pengendalian hama secara terpadu Memperkuat kemampuan dan kapasitas petani dan organisasi petani dalam
menjalankan usaha pertanian, terutama untuk pemasaran produksinya.
Fokus = subsistem produksi Subsistem pengolahan dan pemasaran hasil
Konsep dan metode = agroekologi, experiental education, dan community
development
Keuntungan usaha, pemasaran dan pasar, survey pasar, membuat laporan pasar,
membangun visi dan tujuan bisnis, memilih badan usaha, mengenali komponen
rencana bisnis, rencana bisnis, pencatatan.
Dasarnya = petani belajar dengan mengalami langsung Agar petani pandai, cerdik mensiasati pasar, dan kuat sebagai pelaku pasar
Alasan = tingginya serangan hama dan penyakit pada tanaman Kenyataan bahwa petani tidak bisa lepas dari tekanan globalisasi dan
komersialisasi, maka petani harus berbisnis.
Tujuannya = pengendalian hama dan peningkatan hasil produksi Agar petani mampu berkompetisi dan mengambil keuntungan dari kondisi
pasar. Membangun kemampuan petani dalam wirausaha dan manajemen,
meningkatkan pengetahuan, merubah sikapnya dan meningkatkan
keterampilannya dalam mengkomersilkan hasil pertanian.
Materi = biologi hama, aspek kesisteman, musuh alami, membuat
pestisida nabati, dst
Tentang visi dan perencanaan, pertanian berkelanjutan, market engagement,
nutrisi, gender, dan monitoring.
Instruktur/fasiltator = penyuluh dan ahli hama tanaman. Teknisi sampai dengan fasilitator pengembangan komunitas, konsultan
pemasaran, dan lain-lain.