2. Materi presentasi:
1. Persepsi terhadap petani,
2. Laboratorium level kabupaten
3. Farmer Participatory Research (FPR)
4. Berbagai analisis
5. Analisis kelembagaan (lembaga dan
organisasi)
6. Peta “AEZ Sosial”
7. Diseminasi
3. Mengapa petani penting?
Karena:
1. Pendekatan teknis-finansial telah
meminggirkan aspek humanity
2. Target pembangunan berbasiskan nasional
(sebagai unit analisis), mis. konsep
swasembada
3. Small farmer feed the world (Laporan PBB)
4. Paradigma ekologis: biodiversitas, “land to
mouth”.
5. Petani adalah SDM (=alat produksi)
6. Metode penyuluhan era Revolusi Hijau
meminggirkan petani: dengan pendekatan
“dipaksa, terpaksa, biasa”
4. Batasan tentang “petani” di legislasi
Indonesia:
1. KBBI, petani = orang yang mata pencahariannya
bercocok tanam.
2. Pada SP 1963 petani di bawah 1000 m2 dianggap
bukan petani. Ini yang mendorong pendirian PSEKP.
3. SP 2003, RT pertanian = rumah tangga yang
mengusahakan lahan untuk berbagai kegiatan
budidaya atau bukan pengguna lahan namun
memanfaatkan produk pertanian dalam usahanya
(penangkaran, memungut hasil hutan), serta
berusaha di bidang jasa pertanian
4. SP 2013, RT petanian = rumah tangga yang salah
satu atau lebih anggota rumah tangganya memelihara
tanaman/ternak/ikan baik untuk tujuan usaha maupun
tidak.,
5. RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, petani
= warga negara Indonesia perseorangan dan/atau
5. Batasan petani:
6. Permentan No. 273/ 2007 tentang Pedoman
Pembinaan Kelembagaan Petani. Petani =
perorangan warga negara Indonesia beserta
keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha
di bidang pertanian, wanatani, minatani,
agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan,
di dalam dan di sekitar hutan, yang meliputi usaha
hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan
jasa penunjang. Ada definisi untuk peternak dan
pekebun.
7. UU No. 16/2006 tentang penyuluhan, idem
6. RUU Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani:
Pasal 46: “Petani yang telah ditingkatkan keahlian
dan keterampilannya melalui pendidikan dan
pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45
wajib melakukan tata cara budidaya, penanganan,
dan pemasaran yang baik sesuai dengan petunjuk
pelaksanaannya”
Pasal 48 dan 49 tentang penyuluhan untuk petani,
namun tidak diatur bagaimana partisipasi dalam
riset.
Pasal 70: “Pemerintah dan pemerintah daerah
berkewajiban memberikan kemudahan akses ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi”.
7. Persepsi terhadap petani di Indonesia:
1. Petani berada dalam format relasi “negara- rakyat”
2. Basis petani adalah komoditas
3. Petani lemah, di bawah, kurang berpengetahuan:
sehingga perlu diberdayakan
4. Dimana kedaulatan petani atas pengetahuan?
“Pengetahuan adalah kekuasaan”
5. Semua pengetahuan berasal dari luar dan atas
petani. Tidak ada perlindungan bagi pengetahuan
yang dimiliki petani.
Cirinya:
1. Hanya mendata petani secara riel dan temporer
2. Tidak memasukkan “petani potensial”, yaitu mereka
yang ingin bertani, hanya memiliki keterampilan
bertani, namun sedang tidak bertani
3. Tidak ada istilah “petani kecil” secara khusus.
8. Petani kecil (small holder
farmer):
Small farmer feed the world (Laporan PBB)
Penelitian Chappell dan Lavalle (Food
security and biodiversity: can we have both?
An agroecological analysis): pertanian skala
kecil dengan teknik-teknik pertanian alternatif
2-4 kali lebih efisien daripada pertanian
konvensional besar. Pertanian skala kecil
menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi
per satuan luas dari pertanian yang lebih
besar
Terjadi perubahan pandangan terhadap
petani kecil
9. Tahap dan pokok perhatian Justifikasi Bentuk kebijakan
1. Productivity and Equity (1950-an)
Kesetaraan dan produktivitas Agenda kebangsaan, dekolonialisasi, kemakmuran
rakyat), menghadang komunisme. Inverse Relationship
(IR) theory , produktivitas = out put per area of land
Land to the tiller, land
reform “from below”
and “from above”
2. Productivity without Equity (1960-an)
peningkatan produktivitas
dan modernisasi pertanian
dicapai melalui technological change tanpa structural
change
State-led developmentalism (negara dalam rekayasa
sosial, penyediaan subsidi dan kredit, serta pengaturan
harga dan pasar)
Liberalisasi pasar finansial dan perdagangan
Revolusi Hijau
3. Liberalisation and efficiency (1980-qn)
efisiensi pasar dan deregulasi Pasar akan mengefisienkan seluruh
mekanisme
Market-based land reform
Land administration
Land titling (sertifikasi lahan)
4. Commercial Smallholders (abad 21)
inkorporasi smallholders ke
dalam mata rantai nilai global
-Kosep scale and linkages
-kontrak antara smallholders dan perusahaan
agribisnis
-Contract farming
-inti-plasma
-kemitraan bisnis
-Visi neoliberal “transisi agraria”
(World Development Report
2008)
Historik tahapan kebijakan mengenai Smallholders
10. The peasants' charter:
The Declaration Of Principles And Programme Of Action Of The World
Conference On Agrarian Reform And Rural Development. FAO, Roma
1981.
Memberi kewajiban kepada pemerintahan.
That the fundamental purpose of development is individual and social
betterment, development of endogenous capabilities and improvement
of the living standards of all people, in particular the rural poor;
Bab VII. VII. Education, training and extension.
“Increase interaction and communication between development
planners, rural educators, extension workers, and the members of broad-
based people's organizations with respect to the objectives, design and
implementation of rural development programmes”
…. is the creation and expansion of training and extension networks for
both men and women to develop and improve skills and to increase
productivity and income-generating capabilities. There is also need for
establishment of effective linkages between extension and problem-solving
research. In view of the great urgency of these needs and the magnitude of
the task in relation to the resources of developing countries, low-cost
techniques of education and training for short periods merit close
consideration.
11. Dalam konteks pendidikan dan
pelatihan:
(i) Give high priority to the achievement and
maintenance of universal primary education …..
(ii) ….without prejudice to equality of opportunity to be
provided by education, ….
(iii) Strengthen programmes of non-formal education,
….
(iv) Strengthen non-formal education for the
promotion of skills required for, ….
(v) Promote grass-roots education and training in
the use of local materials to promote employment
and enhance community self-reliance.
(vi) Encourage coordination of in-school and out-of-
school education, and promote the integration of
the two systems.
12. Tentang tenaga lapang pemberdayaan:
(i) …. improve their understanding of the conditions and
problems of rural areas and their ability to respond to the
needs of the rural poor.
(ii) ……emphasis on problem-solving and adaptation to local
conditions, drawing upon practical experience.
(iii) Increase interaction and communication between
development planners, rural educators, extension workers,
and the members of broad-based people's organizations …..
(iv) Recruit male and female extension and research
workers and rural educators from rural communities and
encourage them to return to work within their own
communities.
(v) Improve communication and interchange between
research institutions, extension agencies and farmers,
and devise ways for participation by representatives of
peasant groups in setting research, extension and training
priorities …..
(vi) Make effective use of regional and national centres to
serve as focal points for the dissemination of appropriate
13. “Agenda 21”:
Dokumen “embangunan berkelanjutan hasil KTT Bumi di Rio
tahun 1992.
Membantu negara berkembang mengakses informasi ilmiah
dan keteknologian,
Memfasilitasi akses dan alih teknologi berwawasan
lingkungan,
Memfasilitasi dan meningkatkan teknologi setempat yang
berwawasan lingkungan
Menunjang pembangunan kemampuan setempat agar dapat
menelaah, memungut, menggunakan, dan memelihara
teknologi berwawasan lingkungan
Pada bagian “Basis for action”, nomor 32.3. A farmer-
centred approach is the key to the attainment of
sustainability in both developed and developing countries and
many of the programme areas in Agenda 21 address this
objective. A significant number of the rural population in
developing countries depend primarily upon small-scale,
subsistence-oriented agriculture based on family labour.
14. Agenda 21:
Dalam konteks data dan informasi, nomor 32.8.:
1. …to document, synthesize and disseminate local knowledge,
practices and project experiences …
2. Establish networks for the exchange of experiences ….. (bahasa
yang santun)
3. Develop pilot projects and extension services that would seek to
build on the needs and knowledge base of women farmers.
Dalam konteks kerjasama teknologi (nomor 32.12):
(b) Conduct studies of high-resource and low-resource agriculture to
compare their productivity and sustainability. The research should
preferably be conducted under various environmental and
sociological settings;
(c) Support research on mechanization that would optimize human
labour and animal power and hand-held and animal-drawn
equipment that can be easily operated and maintained. The
development of farm technologies should take into account farmers'
available resources and the role of animals in farming households
and the ecology.
15. Sejarah perjuangan Hak-hak petani:
24 September 1960. Disepakati sebagai Hari Tani Nasional.
Hari ditetapkan Undang-Undang N0. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lalu ditetapkan
dengan Keputusan Presiden Soekarno No 169/1963,
“petani sebagai tulang punggung bangsa”.
16 December 1966. Lahirnya kovenan/perjanjian ekonomi
internasional, hak sosial budaya (ICESCR) sebagai
instrumen untuk melindungi hak petani.
1981. Lahirnya Piagam Petani yang dibuat oleh FAO.
17 April 1996. Tragedi penembakan 19 orang petani di El
Dorado dos Carajas, Brasil. Sejak tragedi ini, La Via
Campesina menetapkan tanggal 17 April diperingati
sebagai Hari Perjuangan Petani International.
1999. Keluarnya UU HAM No. 39 tahun 1999. Dalam aturan
ini, petani tidak dianggap sebagai kelompok rentan.
20 April 2001. Hari Hak Asasi Petani Indonesia, dalam acara
Konferensi Nasional Pembaruan Agraria untuk
Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Asasi Petani di
Cibubur Jakarta.
16. 12 Januari 2002. Demo besar (60 bus besar) petani dan buruh
Sekretariat Bersama Pemulihan Hak Hak Rakyat Indonesia
20 – 24 Juni 2008. Petani La Via Campesina menghadiri
Konferensi Internasional Hak Asasi Petani di Jakarta.
Dihasilkan Deklarasi Pertemuan Petani Perempuan
Internasional untuk Hak Asasi Petani.
21 Oktober 2008. La Via Campesina, organisasi petani
internasional, meluncurkan sebuah kampanye global
tentang hak asasi petani. Kampanye tersebut ditujukan
untuk mencapai sebuah konvensi internasional di dalam
sistem Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB).
Maret 2010. Dewan HAM PBB mengeluarkan resolusi tentang
hak atas pangan yang walaupun tidak menyebutkan Hak
Asasi Petani secara eksplisit, namun tetap bisa digunakan
sebagai basis argumentasi bahwa diskriminasi dan
pelanggaran hak atas pangan merupakan pelanggaran Hak
Asasi Petani, dimana petani merupakan korban yang paling
terkena dampaknya.
8 Maret 2010. Dilangsungkan konferensi “Inisiatif Baru untuk
Melindungi Hak Asasi Petani” (A New Initiative to Protect the
17. Makna dokumen2 tersebut bagi
kegiatan pengkajian dan diseminasi:
1. Sebagai pengetahuan
(wawasan, posisi)
2. Sebagai pedoman
3. Sebagai potensi
punishment
19. Latar Belakang
Dengan semangat ”pengembangan”, Badan Litbang
Pertanian memiliki fungsi untuk mengaplikasikan hasil-hasil
penelitiannya ke tengah masyarakat.
otonomi daerah semenjak tahun 2000, dimana daerah
memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan masyarakatnya.
Urusan pemerintahan pusat terbatas hanya untuk enam
bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum,
moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Kewenangan Pemerintah Daerah sesuai UU 32/2004, terbagi
atas urusan wajib dan urusan pilihan. Ada 16 urusan wajib,
a.l.: pemerintahan, pendidikan, kesehatan, pertanian, tata
guna lahan, dan alokasi anggaran. Urusan pilihan:
disesuaikan dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah.
Namun, setelah lebih dari 10 tahun, perencanaan
pembangunan kurang berbasis sumber daya setempat,
alokasi anggaran pertanian kurang memadai, motivasi
pembangunan pertanian, koordinasi dan sinkronisasi lemah
dan tumpang tindih, data statistik yang menurun kualitasnya,
20. Justifikasi Kegiatan:
BPTP telah diberi mandat dan sangat potensial
untuk terlibat secara langsung dan riel dalam
kegiatan pembangunan pertanian di level
kabupaten
Kegiatan yang bisa dicakup: membantu
menyusun perencanaan yang lebih baik,
membangun dan melakukan penguatan lembaga
dan organisasi, peningkatan koordinasi dan
sinkronisasi antar stakeholders, perbaikan data
base, monitoring dan evaluasi yang lebih
powerfull.
BPTP dapat menjadi sumber keilmuan,
konsultan manajemen, pendamping
pemberdayaan, jembatan komunikasi dengan
luar, dan sekaligus pelaksana kegiatan.
21. Tujuan kegiatan:
1. Melakukan kaji tindak (action research) secara
lebih nyata dengan menggunakan satu unit sosial
pembangunan pertanian yang cenderung otonom
dalam bentuk laboratorium lapang di level
kabupaten.
2. Mempelajari berbagai permasalahan dalam
pembangunan pertanian di level kabupaten,
mencarikan solusinya, serta
mengimplementasikannya bersama-sama dengan
stakeholders di daerah.
3. Mendapatkan model dan pola pembangunan
pertanian di level kabupaten, dalam hal
penyempurnaan data base dan statistik,
penyusunan perenaan, operasional program,
penguatan lembaga dan organisasi, serta
monitoring dan evaluasi yang lebih partisipatif.
22. Cakupan Kegiatan:
1. Pada dasarnya, kegiatan ini memiliki cakupan yang luas, karena
berhadapan dengan berbagai stakeholders mulai dari level kabupaten,
kecamatan, sampai desa dan komunitas masyarakat.
2. Berbagai kegiatan yang akan dicakup:
3. Mempelajari potensi dan permasalahan pembangunan pertanian di level
kabupaten.
4. Mempelajari dan memperbaiki data base dan statistik pertanian serta
berbagai hal terkait termasuk keberadaan organisasi tani, SDM, serta
aspek sosial lain.
5. Memperlajari dan memperbaiki proses perencanaan, keterpaduan,
penggunaan indikator, penilaian, serta pengambilan keputusan dalam
perencanaan.
6. Mempelajari penataan penggunaan sumber daya pertanian serta
mendorong kepada pengunaan yang lebih pro pertanian, pro petani
berazaskan ekonomi kerakyatan dan keadilan.
7. Mempelajari dan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan seluruh
stakeholders tentang pertanian dan pembangunan pertanian, terutama
untuk kalangan legislatif, Bappeda, LSM, dan lain-lain.
8. Mempelajari dan memperbaiki kondisi dan kinerja penyuluhan, terutama
penguatan BPP dan SDM penyuluh.
9. Mempelajari dan memperkuat koordinasi dan sinkronisasi antar pelaku
23. Cakupan kegiatan:
1. Melakukan advokasi terhadap pihak luar, serta menjalin kerjasama yang
kuat dan kontinyu dengan berbagai pihak di level propinsi dan pusat; serta
dengan kalangan non pemerintah bahkan donor LN.
2. Mempelajari politik lokal serta menciptakan komunikasi yang lebih baik
antar pelaku serta mendorong partisipasi seluruh pihak dala
pembangunan pertanian.
3. Mempelajai pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta melakukan
perbaikan kualitas dan validitas serta daya adaptasi dari hasil monev
tersebut.
4. Mempelajari potensi dan permasalahan SDM serta memperkuat kapasitas
mereka untuk pembangunan pertanian, terutama pada kalangan muda
dan perempuan.
5. Mempelajari penataan dan penggunaan SDA serta memperbaikinya untuk
penggunaan yang lebih sadar dan pro lingkungan.
6. Mempelajari berbagai produk hukum lokal, efektivitasnya, serta saran
untuk perbaikan, dan penyusunan berbagai Perda yang lebih pro
pertanian, petani, kelompok kemiskinan, dan lingkungan.
7. Mempelajari kinerja pembangunan pertanian pada level kecamatan dan
desa, serta berupaya mendukung secarac langsung secara pragmatis,
termasuk menghubungkan dengan pihak-pihak penyedia informasi dan
teknologi serta pasar.
24. Pendekatan kegiatan :
Kegiatan ini bisa diformatkan sebagai
”laboratorium lapang”, dengan
pendekatan:
action research.
Partisipatif (stakeholders sebagai mitra)
Berorientasi jangka panjang
Berbasiskan sustainable dan pro
lingkungan.
Demokratis
25. Sumber Daya Manusia yang
dibutuhkan:
ilmu teknis budidaya pertanian, peternakan,
perikanan
ilmu tanah dan iklim
ilmu eknomi dan perencanaan wilayah,
ilmu pemberdayaan masyarakat,
ilmu hukum
kebijakan publik
ilmu penyuluhan dan komunikasi pertanian,
ilmu statistik dan media,
26. Lokasi dan Waktu kegiatan:
Pilih kabupaten yang memiliki basis
pertanian dominan
etiap kabupaten direncanakan kegiatan
dalam 5 tahun
pada tahun ke-3 bisa dimulai dengan
kabupaten baru, dan seterusnya