Makalah ini membahas konsep bisnis dalam Islam dengan menjelaskan etika, moral, dan definisi bisnis. Selanjutnya membahas konsep bisnis dalam Islam dan perbandingannya dengan konsep bisnis non-Islam. Makalah ini bertujuan memahami pandangan Islam terhadap bisnis yang sesuai syariat Islam.
1. ETIKA BISNIS ISLAM
“Konsep Bisnis Islam”
Dibuat Oleh:
1. Bambang Cahyadi
2. Hermawansyah
3. Nesia fatwa M.J
4. Tri Agustuti
5. Ojen
Lokal PBS VC
PERBANKAN SYARI’AH
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TAHUN 2015
2. Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas semua nikmat dan karuniaNya,
sehingga berkat ridha Nya makalah ini dapat selesai tepat waktu. Sholawat dan
Salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, sahabat dan
orang – orang yang mengikuti petunjuk beliau.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada rekan – rekan yang telah
membantu penyusunan makalah ini. Namun, dalam makalah ini tentu masih
banyak terdapat kekurangan – kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah berikutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat.
Bengkulu, 04 Oktober 2015
Penulis
3. Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar isi..........................................................................................................1
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah...................................................................2
Pembahasan
Konsep Bisnis Islam
A. Etika ....................................................................................................
B. Moral ..................................................................................................
C. Bisnis ...................................................................................................
D. Konsep Bisnis dalam Islam................................................................
E. Perbandingan Konsep Bisnis Islam dan Non-islam........................
Penutup
A. KESIMPULAN ..................................................................................
B. SARAN ...............................................................................................
4. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Bisnis telah menjadi aspek penting dalam hidup manusia. Sangat wajar jika
Islam memberi tuntunan dalam bidang usaha. Usaha mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya bahkan ditempuh dengan cara tidak etis telah menjadi kesan
bisnis yang tidak baik. Etika bisnis sangat urgen untuk dikemukakan dalam era
globalisasi yang terjadi di berbagai bidang dan kerap mengabaikan nilai-nilai etika
dan moral. Oleh karenanya, Islam sangat menekankan agar aktivitas bisnis tidak
semata-mata sebagai alat pemuas keinginan tetapi lebih pada upaya menciptakan
kehidupan seimbang disertai perilaku positif bukan destruktif.
Penulisan makalah ini bertujuan mengkaji etika bisnis dari sudut pandang
Agama islam dalam upaya membangun bisnis Islami menghadapi tantangan bisnis
di masa depan. Kesimpulannya, Bisnis dalam perspektif agama islam disebut
sebagai aktivitas yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai
jika secara seimbang memenuhi kebutuhan material dan spiritual, jauh dari
kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,
keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan
kejujuran.
Dengan adanya pembahasan tentang konsep bisnis dalam islam ini, dapat
membuat pembaca memahami apa yang ingin kai sampaikan yaitu bangaimana
pandangan islam berbisnis yang sesuai dengan syari’at islam.
5. Pembahasan
Konsep Bisnis Islam
A. Etika
Ketetapan ‘boleh’ dan ‘tidak’ dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak
manusia pertama, Adam dan Hawa diciptakan. Seperti dikisahkan dalam kitab
suci al-Qur’an, prinsip boleh atau tidak tersebut berlanjut oleh para nabi yang
diutus oleh Allah mereka diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam
seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia.
Tata nilai itu diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan
yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar.
Tata nilai itulah yang deisebut dengan etika.etika terjadi di seluruh sudut
kehidupan duniawi dan pada setiap zaman. Karena kalau tidak ada kaidah yang
menjadi tolak ukur nilai kebajikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan,
kesempurnaan dan kekurangan, dan lain sebagainya.
Dikemajuan kehidupan yang meodern yang kapitalis sekarang ini, ada
kecendrungan masyarakat dunia untuk semakin akrab dengan tata nilai kehidupan
tersebut. Islam sebagai agama dengan sistem komprehensif juga mengatur aspek-
aspek dengan berbasis moralitas. Islam mengombinasikan nilai-nilai spiritual dan
material dalam kesatuan yang seimbang dengan tujuan menjadikan manusia hidup
bahagia di dunia dan akhirat.
Etika Bisnis Islam menjadi relevan untuk ditumbuhkembangkan sebagai
sebuah alternatif solusi keluar dari kungkungan budaya yang korup. Definisi etika
tak lepas dari kata asli kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan
(custom) atau karakter (character). Dalam kata lain seperti dalam pemaknaan dan
kamus Webster berarti “the distinguishing character, sentimen, moral nature, or
guiding beliefs of a person, group, or institution” (karakter istimewa, sentimen,
tabiat moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau
institusi). Dan dalam buku Kuliah Etika mendefinisikan erika secara minologis
yaitu bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik,
6. buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang
membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja.
Secara terminologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah
al-Qur’an al-khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebijakan, al-Qur’an
menggunakan sejumlah terminologis sebgai berikut: khair, bir, qiat, adl, haqq,
ma’ruf, dan taqwq.
B. Moral
Definisi moral, moral bersal dari kata Latin ‘Mos’ (bentuk jamaknya yaitu
‘mores’) yang berarti adat dan cara hidup. ‘mores’ dalam bahasa Inggris adalah
moralitas merupakan sebutan umum bagi keputusan moral, standar moral, dan
aturan-atuaran berprilaku yang berangkat dari nilai-nilai etika. Secara etimologis
bermakna norma merupakan alat ukur dan standar yang punya kekuatan yang
dapat mengarahkan anggota kelompok, mengontrol, dan mangatur perilaku
baiknya. Ia menjadi kaidah dan aturan sebuah pertimbangan dan penilaian.
Menurut Drs. Achmad Charris Zubaik bahwa norma adalah ‘nilai yang menjadi
milik bersama, tertanam, dan disepakati semua pihak dalam masyarakat’ yang
bersal dari nilai baik, cantik atau berguna yang diwujudkan dalam bentuk
perbuatan kemudian menghadirkan ukuran atau norma. Artinya, norma bermula
dari penilian, nilai, dan norma.1
C. Bisnis
bisnis menurut Hughes dan kapoor suatu kegiatan usaha individu yang
terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang, jasa guna mendapatkan
keuntungan delam memnuhi kebutuhan masyarakat. Secara umum kegiatan ini
ada dalam masyarakat dan ada dalam industri, jadi bisnis adalah suatu lembaga
yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal
ini termasuk jasa dari pihak pemerintah dan swasta yang disediakan untuk
melayani anggota masyarakat.
1 Drs. Faisal Badroen, MBA., et al, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: KENCANA
PRENADA MEDIA GROUP. 2007), h.2-20
7. Bisnis berarti sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi,
konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa dan pemerintah yang
bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa konsumen.
Istilah bisnis ini pada umumnya ditekankan pada tiga hal yaitu:
1. Usaha perorangan kecil-kecilan,
2. Usaha perusahaan besar seperti pabrik, transport, surat kabar, hotel, dan
sebagainya,
3. Usaha dalam bidang struktur ekonomi suatu negara.
Yang ketiga sangat luas mencakup usaha yang dilakukan oleh pihak
pemerintah dan swasta yang mengejar laba ataupun tidak. Secara ringkas dapat
dinyatakan bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan orang lain, dalam bisnis islam pedagang muslim tidak boleh
mencari laba semaksimal mungkin, tidak menganut apa yang diajarkan oleh
prinsip ekonomi barat, yaitu dengan mengorbankan yang sekecil-kecilnya
mendapat untung yang sebesar-besarnya, tetapi harus ada batas-batasannya.
Pedagang yang intinya jual beli, berarti saling menukar. Jual beli (al-bai) dan beli
(asy-syiraa) adalah dua kata yang dipergunakan dalam pengertian yang sama tapi
sebenarnya berbeda. Menurut syari’at jual-beli adalah pertukaran harta,
memindahkan hak milik dengan ganti atas dasar saling rela-ikhlas, bukan berarti
rasa kesal-menyesal.
Dari definisi yang dijelaskan, maka dapat disimpulkan etika bisnis sebagai
seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis
berdasrkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti etika bisnis berarti
seperangkat prinsip dan norma dinama para pelaku bisnis karus komit padanya
dalam bertransaksi, berprilaku, dan berelasi guna mencapai ‘daratan’ atau tujuan-
tujuan bisnisnya dengan selamat.
Pandangan Agama tentang Etika Bisnis mengtakan bahwa, etika bisnis
didasari oleh ajaran-ajaran agama. Dalam agama Judaism misalnya mempunyai
literatur yang banyak kode hukum tentang akumulasi dan penggunaan kekayaan.
8. Dasar literatur dan kode hukum tersebut adalah Taurat yang dikembangkan dalam
Mishnah dan Talmud. Begitu juga yang diajarkan dalam agama Kristen.
Adapun dalam agama Islam banyak sumber literatur yang tersedia dan kode
hukum yang mengatur masalah harta dan kekayaan yang merujuk pada kitab suci
al-Qur’an dan diterjemah dalam bentuk hadits-hadits Rasulullah Saw.2 dan juga
bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai
bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya
(barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).3
D. Konsep Bisnis dalam Islam
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah
satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk
memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi
serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari
rizki.
Paradigma yang dikembangkan dalam konsep kerja dan bisnis Islam
mengarah kepada pengertian kebaikan (thoyib) yang meliputi materinya itu
sendiri, cara perolehannya dan cara pemanfaatannya. Abdullah bin mas’ud r.a
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda ; “berusahalah dalam
mendapatkan rezeki yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban.” Atau dengan
kata lain bahwa bekerja untuk mendapatkan yang halal adalah kewajiban agama
yang kedua setelah kewajiban pokok dari agama, seperti shalat, zakat, puasa, dan
haji. Selain itu menurut Khalid Baig (2002), terdapat tiga pesan penting yang
dapat diterima dari hadis tersebut.
2 Prof.DR, H. Buchari Alma. Manajemen Bisnis Syari’ah. (Bandung:
Alfabeta.2009),h.115-116
3 https://blogewin.files.wordpress.com/2011/.../konsep-bisnis-dalam-islam
03/10/2015 (19:30)
9. Pertama, hadis ini mensinyalir secara jelas permasalahan dikotomi antara dunia
materil dan spiritual. Karena pada kebanyakan kasus sering kali terlihat bahwa
antara keduanya mengarah kepada tujuan yang saling bertolak belakang.
Kecintaan kepada materi terkadang membawa orang untuk menjauh dari
kehidupan spiritualisnya. Kedalaman akan pemahaman kepada agama tampak
memberikan tendesi untuk menjauh dari kesenangannya dan kebahagiaan
materialistis. Kedua, hadis di atas juga memberi pesan bahwa yang diwajibkan
bukan saja untuk mencari uang, tapi bagaimana mendapatkan uang yang halal.
Seseorang diwajibkan mencari kerja dan bisnis yang halal. Ketiga, yang kalah
tidak penting adalah usaha untuk mencapai pendapatan yang halal tersebut
tentunya tidak mengurangi usaha dalam memenuhi kewajiban yang lebih utama
dalam agama.
Dari bahasan tiga dimensi pemahaman hadis di atas, maka falsafah kerja dan
bisnis islam harus diarahkan kepada tauhid ulihiyah di mana dalam setiap
melangkah menjalankan usaha, setipa pribadi muslim harus mengaitkan diri
kepada keesaan Allah. Pertolongan hanya datang dari-Nya, dan dunia yang fana
ini adalah milik Allah dan manusia sebagai pemegang amanah.4
Islam memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan
amalan. Pedoman tersebut adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sebagai sumber
ajaran islam, setidaknya dapat menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip
umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman
dan mempertimbangkan dimensi ruang dalam waktu. Islam seringkali dijadikan
sebagai model tatanan kehidupan. Hal ini tentunya dapat dipakai untuk
pengembangan lebih lanjut atas suatu tatanan kehidupan tersebut, termasuk
tatanan kehidupan bisnis.
Al-Qur’an dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan
mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalam segala aspek kehidupan seringkali
menggunakan istilah-istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual-beli,
4 Drs. Faisal Badroen, MBA., et al. H.131-143
10. untung-rugi, dan sebagainya. Dalam konteks ini al-Qur’an menjanjikan dalam
surat At Taubah : 111 yang berbunyi:
Artinya: “ Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa
mereka dan sebagai imbalannya mereka memperoleh surga. Siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) Allah maka bergembiralah dengan Jual-Beli yang
kamu lakukan itu. Itulah kemenangan yang besar”.(QS At-Taubah :111)
Dan teradapat juga di surat Al Jumu’ah : 9 – 10 yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
sembahyang pada hari jum’at. Maka bergegaslah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkan jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka
bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”(Q.S Al-Jumu’ah: 9-10)
11. Ayat ini memberi pengertian agar berbisnis (Mencari kelebihan karunia
Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam pengertian tidak
mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu keuntungan yang
dijanjikan Allah. Oleh karena itu, walaupun mendorong melakukan kerja keras
termasuk dalam berbisnis , Al-Qur’an menggaris bawahi bahwa dorongan yang
seharusnya lebih besar bagi dorongan bisnis adalah memperoleh apa yang berada
di sisi Allah. Karena itu pula pada ayat yang berbicara tentang naluri manusia
(hub asy-syahwati) diatas, di akhiri dengan : Wallahu indahu husnul ma’ab
“(Disisi Allah kesudahan yang paling baik)”.
Atas dasar ini maka, pandangan orang yang bekerja dan berbisnis harus
melampaui masa kini dan masa depannya yang dekat. Dengan demikian visi masa
depan dalam berbisnis merupakan etika pertama dan utama yang digariskan al-
Qur’an, sehingga pelaku-pelakunya tidak sekedar mengejar keuntungan sementara
yang akan segera habis tetapi selalu berorientasi masa depan.
Bisnis merupakan kegiatan muamalah. Bisnis yang sehat adalah bisnis
yang berlandaskan pada etika. Oleh karena itu, pelaku bisnis muslim hendaknya
memiliki kerangka etika bisnis yang kuat, sehingga dapat mengantarkan aktivitas
bisnis yang nyaman dan berkah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam jual beli sehingga dapat
membawa pada pola transaksi jual beli yang sehat dan menyenangkan. Oleh
karena itu, tidaklah cukup mengetahui hukum jual beli tanpa adanya pengetahuan
tentang konsep pelaksanaan transaksi jual beli tersebut. Sebenarnya, konsep yang
penulis tawarkan tidaklah sulit melainkan konsep yang sering ditemui di kalangan
masyarakat. Hanya saja, dalam hal ini, penulis ingin memperkenalkan konsep
“JARAS” dalam transaksi jual beli yang mengacu pada Fiqh Islam. Hal ini
dimaksudkan agar transaksi tersebut jauh dari perbuatan keji, kotor dan bahkan
merugikan.
Banyak para penjual dan pembeli tidak menghiraukan konsep di atas
padahal konsep tersebut merupakan awal untuk bangkit dan menguntungkan. Di
12. samping itu, konsep tersebut juga merupakan komponen dalam konsep jual beli
dalam fiqh Islam. Jika diperhatikan secara global, memang perilaku tersebut
kelihatan remeh, tetapi sebaliknya, jika benar-benar diperhatikan, maka akan
dapat membuat pola transaksi jual beli yang sehat, menyenangkan dan bahkan
menguntungkan. Konsep tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jujur
Sifat jujur merupakan sifat Rasulullah saw. yang patut ditiru. Rasulullah
saw dalam berbisnis selalu mengedepankan sifat jujur. Beliau selalu menjelaskan
kualitas sebenarnya dari barang yang dijual serta tidak pernah berbuat curang
bahkan mempermainkan timbangan. Maka, latihlah kejujuran dalam pola
transaksi jual beli karena kejujuran dapat membawa keberuntungan. Sebagaimana
penjelasan dalam Hadits;
Artinya: Dari Abdullah bin Harits. Ia mengadu kepada Hakim bin Hazim ra. Dan
beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “penjual dan pembeli dapat
melakukan khiyar (memilih) selagi belum berpisah atau sampai keduanya
berpisah. Apabila keduanya telah setuju dan jelas maka jual belinya mendapatkan
berkah. Dan apabila keduanya saling menekan dan berdusta maka dihapus
keberkahan yang ada pada jual belinya (tidak mendapatkan keberkahan)”. (HR.
Al-Bukhari)
2. Amanah
Amanah dalam bahasa Indonesia adalah dapat dipercaya. Dalam transaksi
jual beli, sifat amanah sangatlah diperlukan karena dengan amanah maka semua
akan berjalan dengan lancar. Dengan sifat amanah, para penjual dan pembeli akan
memiliki sifat tidak saling mencurigai bahkan tidak khawatir walau barangnya di
tangan orang. Memulai bisnis biasanya atas dasar kepercayaan. Oleh karena itu,
amanah adalah komponen penting dalam transaksi jual beli. Sebagaimana dalam
Alquran:
13.
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya.”(QS. An-Nisa : 58)
Terdapat juga disurat Al Anfal : 27 yang berbunyi :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
(QS. Al-Anfal : 27
3. Ramah
Banyak orang yang susah untuk berperilaku ramah antar sesama. Sering
kali bermuka masam ketika bertemu dengan orang atau bahkan memilah milih
untuk berperilaku ramah. Padahal, ramah merupakan sifat terpuji yang dianjurkan
oleh agama Islam untuk siapa saja dan kepada siapa saja. Dengan ramah, maka
banyak orang yang suka, dengan ramah banyak pula orang yang senang. Karena
sifat ramah merupakan bentuk aplikasi dari kerendahan hati seseorang. Murah
hati, tidak merasa sombong, mau menghormati dan menyayangi merupakan inti
dari sifat ramah. Oleh karena itu, bersikap ramahlah dalam transaksi jual beli
karena dapat membuat konsumen senang sehingga betah atau bahkan merasa
tentram jika bertransaksi. Sebagaimana keterangan dalam Hadits.
14. Artinya: Dari Jabir Bin Abdullah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
Allah swt akan mengasihi seseorang yang murah hati ketika menjual, membeli
dan meminta. (HR. Al-Bukhari)
4. Adil
Adil merupakan sifat Allah swt. Dan Rasulullah saw merupakan contoh
sosok manusia yang berlaku adil. Dengan adil, tidak ada yang dirugikan. Bersikap
tidak membeda-bedakan kepada semua konsumen merupakan salah satu bentuk
aplikasi dari sifat adil. Oleh karena itu, bagi para penjual semestinya bersikap adil
dalam transaksi jual beli karena akan berdampak kepada hasil jualannya. Para
konsumen akan merasakan kenyamanan karena merasa tidak ada yang dilebihkan
dan dikurangkan. Sebagaimana keterangan dalam Alquran surat An Nisa : 58
yang berbunyi :
Artinya: “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha melihat.” ( QS. An Nissa : 58 )
Sabar merupakan sikap terakhir ketika sudah berusaha dan bertawakal.
Dalam jual beli, sifat sabar sangatlah diperlukan karena dapat membawa
keberuntungan. Bagi penjual hendaklah bersabar atas semua sikap pembeli yang
selalu menawar dan komplain. Hal ini dilakukan agar si pembeli merasa puas dan
senang jika bertransaksi. Begitu pula dengan pembeli, sifat sabar harus
ditanamkan jika ingin mendapatkan produk yang memiliki kualitas bagus plus
harga murah dan tidak kena tipu. Sebagaimana keterangan dalam Al-quran surat
Ali Imran : 120 yang berbunyi:
15.
Artinya: “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi
jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar
dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang
mereka kerjakan. “(QS. Ali Imran : 120).5
Dalam firman Allah tersebut mengandung pengertian bahwa bisnis dilakukan
dengan tidak mengesampingkan tujuan hakiki. Visi masa depan dalam berbisnis
merupakan etika pertama dan utamayang digariskan Al-Qur’an, sehingga
pelakunya tidak sekedar mencari keuntungann sementara yang akan segera habis,
tetapi selalu berorientasi pada masa depan.
Dengan pernyataan di atas dapat diketahui maksud dilakukannya bisnis secara
Islami, antara lain :
1. Mencari ridho Allah ( mardlotillah )
Bisnis yang dilakukan dengan niat mendapat ridho Allah, memiliki manfaat
selain dalam hal ekonomi, tetapi juga non ekonomi dan non finansial dalam ikut
serta memecahkan permasalahan sosial masyarakat.
2. Pleasure of Allah ( memperoleh kesenangan Allah )
Dengan meyakini bahwa bisnis yang dilakukan direstui dan mendapatkan
kesenangan dari-Nya, maka dapat diyakini pula kebenarannya sesuai aqidah Islam
dengan harapan bahwa bisnis yang dilakukan mendatangkan kebahagiaan dan
kesejahteraan dari Allah.
3. Mercy from Allah ( mencari rahmat Allah )
Istilah rahmat diartikan sebagai karunia. Karunia dari Allah merupakan suatu
kondisi kehidupan yang sangat menentramkan dan menyenangkan bagi
perikehidupan muslim beriman serta menjadi dambaan oleh setiap manusia.
5 http://www.islamcendekia.com/2014/12/pengertian-bisnis-dalam-ajaran-syariah-
islam-dan-umum.h 03/10/2015 (20:38)
16. 4. Mencari dan memperoleh pahala dari Allah
Keuntungan materi dan ekonomi bukan satu-satunya tujuan yang menjadi
ujung tombak dalam meraih sukses. Tetapi lebih dari itu yang meliputi pahala
Allah di dunia dan akhirat merupakan keuntungan yang utama
5. Berdimensi dunia dan akhirat
Bisnis yang dilakukan berkonotasi dengan persiapan kehidupan akhirat.
Artinya lahan untuk beramal dan beribadah di dunia ini dengan bisnis yang
dilakukan disadari sebagai lahan untuk bekal kehidupan akhirat.
6. Bermanfaat dan dibutuhkan bagi kemaslahatan umat manusia
Segala aktivitas dan kiprah bisnis di masyarakat diharapkan eksistensinya
dibutuhkan masyarakat serta dapat memberikan kontribusi atas permasalahan
kemanusiaan.
7. Mendatangkan berkah dan rezeki dari Allah bagi semua pihak
Bisnis dengan menjalin hubungan yang saling menguntungkan antar
masyarakat dan pelaku bisnis maka dipastikan bahwa masing-masing pihak akan
saling memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan masing-masing
pihak. Dengan demikian dapat mendatangkan berkah dari Allah bagi semua pihak.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam bisnis Islam, yaitu :
1. Target hasil : profit materi dan benefit non materi
Tujuan perusahaan harus tidak hanya mencari profit setinggi-tingginya, tetapi
juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit nonmateri kepada internal
perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan,
kepedulian sosial dan sebagainya.
Benefit yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaatkebendaan,
tetapi juga dapat bersifat non materi.
2. Pertumbuhan
Apabila profit materi dan non materi telah diraih sesuai target, perusahaahn
akan mengupayakan pertumbuhan terus-menerus dari setiap profitnya itu. Upaya
penumbuhan ini tentu dijalankan sesuai dengan aturan syariat.
3. Keberlangsungan
17. Belum sempurna orientasi bisnis jika hanya berhenti pada pencapaian target
hasil dan pertumbuhan. Sehingga perlu diupayakan agar target yang telah dicapai
tersebut dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu lama.
4. Keberkahan atau keridloan Allah
Faktor keberkahan merupakan puncak kebahagiaan hidup manusia muslim.
Bila ini tercapai, berarti telah terpenuhinya dua syarat diterimanya amal manusia,
yakni adanya elemen niat ikhlas dan cara yang sesuai dengan syariat. Karenanya,
para pengelola bisnis perlu mematok orientasi keberkahan yang dimaksud agar
pencapaian di atas senantiasa berada dalam koridor syariat yang menjamin
diraihnya keridhoan Allah SWT.6
E. Perbandingan Konsep Bisnis Islam dan Non-islam
Untuk sebuah ilustrasi kejelasan dalam penjelasan, ilustrasi dari konsep bisnis
islami akan dibandingkan dengan karakter bisnis non-islam secara umum. Ilustrasi
ini skematis dibawah ini menurut Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma
adalah sebagai berikut :
No Islami Ruang Lingkup Non Islam
1 Akidah islam Asas Sekularisme
2 Dunia akhirat Motivasi Dunia
3 Profit dan benefit
pertumbuhan dan
keberlangsungan
keberkahan
Orientasi Profit dan benefit
pertumbuhan dan
keberlangsungan
4 Bisnis adalah bagian dari
ibadah
Etos kerja Bisnis adalah kebutuhan
dunia
5 Konsekuensi keimanan
dan manifestasi
kemusliman
Sikap mental Maju dan produktif
konsekuensi aktualisasi
siri: konsumtif
6 Konsekuensi kewajiban keahlian Konsekuensi dan reward
6 http://thecitysasuke.blogspot.co.id/2013/03/konsep-dasar-dasar-bisnis-islam.html
03/10/2015 (23:30)
18. muslim dan punishment system
7 Terpercaya dan
bertanggung jawab,
tujuan tidak
menghalalkan segala cara
Amanah Tergantung keingianan
individu (pemilik modal)
tujuan menghalalkan
segala cara
8 Halal Modal Halal-haram
9 Islami Ruang lingkup Non islam
10 Sesuai dengan akad kerja SDM Sesuai akad kerja atau
pemilik modal
11 Visi dan misi terkait erat
dengan misi pencipta
manusi di dunis
Manajemen
strategis
Visi dan misi terkait erat
dengan kepentingan
materi-duniawi
12 Jaminan halal pada input,
proses, dan output,
produktivitas islami
Manajemen
operasi
Tidak ada jaminan halal
pada input, proses dan
output, produktivitas
dalam koridor manfaat
13 Jamin halal pada input,
proses, dan output
keuangan
Manajemen
keuanagan
Tidak ada jaminan halal
pada input, proses, dan
output keungan
14 Selalu dalam koridor
jaminan halal
Manajemen
pemasaran
Strategi pemasaran
menghalalkan segala cara
15 Profesionalisme
berkepribadian islami,
SDM pengelola bisnis,
bertanggung jawab
kepada diri, majikan dan
Allah SWT.
Manajemen
SDM
Profesinalisme, SDM =
faktor produksi,
bertanggung jawab kepada
diri dan majikan.7
F. Contoh Kegiatan Bisnis Islam
7Drs. Faisal Badroen, MBA, h.143-144
19. Dari hasil musyawarah (ijma’ internasional) para ahli ekonomi muslim
beserta para ahli fiqih di Mekah pada tahun 1973, dapat disimpulkan bahwa
konsep dasar hubungan ekonomi berdasarkan syari’ah islam dalam system
ekonomi islam ternyata dapat diterapkan dalam operasional lembaga keuangan
bank maupun lembaga keuangan bukan bank, sebagai bagian dari aktivitas bisnis.
Penerapan atas konsep tersebut terwujud dengan munculnya lembaga bisnis islam
di persada nusantara ini.
Sebagai contoh, misalnya selama sepuluh tahun sejak diundangkannya pada
lembaran Negara, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan Bagi
Hasil, yang direvisi dengan UU No.10 tahun 1998, bank Syariah dan lembaga
keuangan non-bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan yang
pesat secara kuantitatif tanpa diikuti dengan peningkatan kualitas ternyata telah
menimbulkan dampak negative yang tidak kecil. Di sana-sini ada saja keluhan
tentang pelayanan yang tidak memuaskan dari lembaga keuangan syari’ah,
bahkan sudah mulai banyak Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah yang menghadapi
kesulitan.
Menghadapi kenyataan ini ada sebagian umat Islam yang mulai goyah
keyakinannya akan kebenaran konsep lembaga keuangan syari’ah. Namun syukur
Alhamdulillah, masih banyak umat islam yang tetap percaya bahwa kesulitan-
kesulitan yang dihadapi lembaga keuangan syari’ah bukanlah kesalahan konsep,
tetapi semata-mata karena pada awalnya kurang istiqomah sehingga menimbulkan
salah urus dikemudian hari.
Mengelola bisnis islam memang harus berbeda dengan bisnis pada umumnya
(konvensional). Menyamakan begitu saja tentu akan menimbulkan kesulitan.
Namun dapat pula difahami bahwa sebagian besar pengelola bisnis syari’ah
“kemungkinan” berasal dari pelaku bisnis konvensional. Sebagian mereka sulit
untuk melepaskan tradisi bisnis konvensional yang sudah mendarah daging. Lebih
luas lagi, masyarakat kita memang sudah terbiasa dengan pelayanan bisnis
konvensional, karena bisnis konvensional sudah eksis di bumi Indonesia sejak
lama.
20. Bagaimana caranya untuk melepaskan belenggu semacam itu? Kehendak
untuk mensukseskan bisnis islam harus dimulai dari pemahaman kita secara
dalam tentang kemudharatan system bunga, falsafah bisnis islam, kemudian
tentang prinsip dasar operasional bisnis islam, dan dampaknya secara luas
terhadap kehidupan masyarakat dalam relevansinya dengan pembangunan
ekonomi.
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syari’ah islam tersebut
ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad.
Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk
lembaga keuangan bank syari’ah dan lembaga keungan bukan bank syari’ah untuk
dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah : prinsip simpanan, bagi hasil,
margin keuntungan, sewa, jasa. Namun jika dikaitkan dengan aktivitas bisnis,
maka konsep yang tepat adalah konsep prinsip simpanan, bagi hasil, margin
keuntungan dan sewa. Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh pihak yang
kelebihan dana untuk menitipkan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah yad
Dhomanah. Fasilitas ini dapat dilakukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan
keuntungan. Namun dalam pembagian keuntungannya dilakukan dengan pola
bonus.
2. Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu system yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat
terjadi antara bank dengan penyimpanan dana, maupun antara bank dengan
nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah
mudharabah dan Musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat
dipergunakan sebagai dasar untuk pendanaan maupun pembiayaan, sedangkan
Musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
3. Prinsip Jual-Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu system yang menerapkan tata cara jual beli,
dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
21. mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
4. Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis yakni;
Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk
lainnya (operating lease). Dalam teknis Perbankan, Bank dapat membeli dahulu
equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan
hanya yang telah disepakati kepada nasabah.
· Bai al takjiri atau ijarah al muntahiyah bit tamlik merupakan
pengabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki
barang pada akhir masa sewa (financial lease).
22. Penutup
A. Kesimpulan
Konsep Bisnis Islam memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk
melaksanakan amalan. Pedoman tersebut adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Sebagai sumber ajaran Islam, setidaknya dapat menawarkan nilai-nilai dasar atau
prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan
perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu.
B. Saran
Dalam hal berbisnis selayaknya tidak hanya berorientasi pada
keuntungan duniawi, akan tetapi juga harus memperhatikan orientasi
akhirat. Jadi, dunia itu hanya sebagai lahan manusia untuk mencari
kebahagiaan akhirat.
23. Daftar Pustaka
Badroen Faisal, 2007, Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: KENCANA PRADA
MEDIA GROUP
Alma Buchari, 2009, Manajemen Bisnis Syari’ah. Bandung: ALFABETA, CV.
https://blogewin.files.wordpress.com/2011/.../konsep-bisnis-dalam-islam
03/10/2015 (19:30)
http://www.islamcendekia.com/2014/12/pengertian-bisnis-dalam-ajaran-syariah-
islam-dan-umum.h 03/10/2015 (20:38)
http://www.islamcendekia.com/2014/12/pengertian-bisnis-dalam-ajaran-syariah-
islam-dan-umum.h 03/10/2015 (20:38)