Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Memperkuat Kerangka Regulasi RB Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan
1. Tri Widodo W. Utomo
Memperkuat
Kerangka Regulasi
RB Dalam Rangka
Peningkatan
Kualitas Pelayanan
Disampaikan pada Seminar
Pengayaan Evaluasi Kebijakan RB,
Direktorat Evaluasi Kinerja
Pembangunan Sektoral, BAPPENAS
Jakarta, 17 Oktober 2013
2. Roadmap RB
2010-2014
Momentum
Evaluasi &
Reformulasi
Roadmap RB
2015-2019
RoadmapRB
2020-2024
?
World Class
Bureaucracy
2025
World Class
PUBLIC
SERVICE
– Pemerintah
Bebas KKN
– Kualitas
pelayanan
publik
– Kapasitas dan
akuntabilitas
kinerja
– Integritas pelayanan
publik
– Peringkat
kemudahan
berusaha
3. Disorientasi?
– Inward looking > outward looking
eg. Remunerasi
atas “dokumen” RB;
– Kapasitas anggaran negara makin lemah karena makin
membesarnya belanja pegawai.
Terlalu sempit ruang lingkup dan konsentrasinya hanya pada aspek
Birokrasi (bureaucratic reform), bukan pada administrative reform.
– Lingkup RB lebih institusional, kurang menonjol sisi kepublikan;
– Hubungan Antar Lembaga dan Hubungan Antar Tingkatan Pemerintahan
tidak masuk dalam scope RB.
– Dampak: indikasi sulitnya koordinasi, overlap tugas/fungsi, tidak berjalannya
checks & balances antar institusi (bukan hanya antar cabang kekuasaan
negara).
4. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah Kab/Kota se-Provinsi 2012
Rata2 Kab/Kota
di 20 Provinsi,
rasio Belanja
Pegawai thd
total APBD
diatas 50 %.
High cost
Bureaucracy
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Deskripsi dan Analisis APBD 2012, hal. 43
5. Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah Kab/Kota se-Provinsi 2012
Rata2 Kab/Kota
di 21 Provinsi,
rasio Belanja
Modal thd total
APBD dibawah
25 %.
Low
Investment
Bureaucracy
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Deskripsi dan Analisis APBD 2012, hal. 50
6. Kecenderungan Ahistoris, tidak memiliki kesinambungan
dengan reformasi pada rezim pemerintahan sebelumnya.
8 Area perubahan tidak mencakup Administrasi Perusahaan/
Lembaga Keuangan Negara (Repelita I, II, III, IV, V), Adm.
Pembangunan (Repelita II, IV), Hubungan Pusat-Daerah
(Repeilita III), Partisipasi Masyarakat (Repelita V), Hukum
Administrasi Negara (Repelita VI), dan Litbang Administrasi
Negara/Pemerintahan/Pembangunan (Repelita I-VI).
7. Indikator Kinerja RB pada
Sasaran Pelayanan
• Integritas Pelayanan Publik
• Peringkat Kemudahan
Berusaha
Faktor lain
selain RB?
Program / Kegiatan RB
Level Mikro
• Penerapan Standar
Pelayanan
• Penerapan SPM di Kab/Kota
• Partisipasi Masyarakat
dalam pelayanan Publik
Belum
optimal
INDIKATOR SURVEI
INTEGRITAS:
• Pengalaman Korupsi
• Cara Pandang thd
Korupsi
• Lingkungan Kerja
• Sistem Administrasi
• Perilaku Individu
• Pencegahan Korupsi
INDIKATOR EASE OF
DOING BUSINESS:
• Memulai Usaha
• Ijin Konstruksi
• Registrasi Properti
• Layanan Listrik
• Perlindungan
Investor
• Pembayaran Pajak
• Perdagangan Lintas
Batas
• Penegakan Kontrak
8. Birokrasi masih lebih besar mengambil
manfaat dari reformasi dibanding masyarakat;
Perbaikan tata kelola pelayanan masih banyak
terjadi pada rantai “production”, belum pada
“delivery”;
Target RB dlm konteks pelayanan masih
belum fokus dengan logika pencapaian yg
lemah;
Kerangka regulasi RB saat ini belum
berkontribusi secara signifikan terhadap
Bagaimana strategi kedepan?
peningkatan kualitas pelayanan publik.
9. MASALAH:
• Organisasi pemerintahan belum
tepat fungsi dan tepat ukuran.
Usulan Area Perubahan Baru RB
Kejelasan
Pembagian
Urusan/
Kewenangan
Hubungan
Antar
Tingkatan
Pemerintahan
2/8 Area Perubahan RB Saat Ini
Penataan
Kelembagaan
PROGRAM:
• Restrukturisasi / Penataan
Tugas & Fungsi;
• Penguatan Unit Kerja bidang
Klb, Ktl, Yan, Peg, dan Diklat.
Kualitas
Pelayanan
10. 1. Indikasi urusan yg sama dilakukan oleh lebih dari 1 lembaga, dengan
sumber pembiayaan yg berbeda pula. Misal: urusan pertanian di
daerah di ”keroyok” oleh Kementerian Pertanian melalui Dana Dekon
dan TP, oleh Provinsi melalui APBD Provinsi, dan oleh Kab/Kota melalui
APBD Kab/Kota Inefisiensi birokrasi;
2. SPM diterjemahkan secara berbeda oleh Kab/Kota, sehingga membuka
peluang terjadinya kesenjangan standar pelayanan antar daerah. Misal:
Kab. A menggratiskan pendidikan hingga 8 thn, Kab. B hingga 12 thh.
Kab. C menggratiskan pelayanan kesehatan untuk pemegang Askeskin,
Kab. D untuk seluruh penduduk tanpa kecuali persaingan tidak
sehat antar daerah yg mengganggu NKRI;
Kedua hal tsb adalah problem besar pelayanan publik di era
reformasi …
11. 1. Pengaturan tentang pembagian kewenangan secara konkuren selama
ini cenderung kabur dan kurang operasional;
2. Kewenangan konkuren melahirkan model kelembagaan yg konkuren
juga timbullah problem koordinasi;
3. Provinsi dan Kab/Kota sama-sama menjalankan kewenangan wajib,
namun selama ini hanya Kab/Kota yg dituntut menerapkan SPM
inkonsistensi kebijakan;
4. Fungsi lintas daerah seperti ketahanan pangan, penanggulangan
bencana, atau lingkungan hidup, yg mestinya cukup ada di provinsi,
justru dilaksanakan di Kab/Kota secara piecemeal;
Semua hal itu membuat pelayanan publik di daerah tidak fokus
& tidak optimal …
12. 1. Untuk konteks PUSAT, Roadmap RB ke-2 harus dikembangkan
cakupannya kepada governance / administrative reform, antara lain
dengan menambah area perubahan baru yakni Hubungan Antar
Tingkatan Pemerintahan (Pusat-Daerah), dan Pembagian Urusan
Pemerintahan.
2. Selain mereformulasi area perubahan, perlu dirumuskan sasaran dan
program/kegiatan yg lebih logis, terutama dalam mewujudkan worldclass public service.
3. Secara perlahan terus ditumbuhkan orientasi kepublikan (public values
orientation), dengan mengurangi orientasi pemenuhan kebutuhan
pribadi (self fulfilling orientation).
13. 4. Untuk konteks DAERAH, meski masih menggunakan model konkuren,
namun harus dibedakan antara urusan wajib Provinsi dengan urusan
wajib Kab/Kota. Urusan wajib Provinsi adalah urusan yg memiliki
karakteristik/dampak lintas Kab/Kota, misalnya Ketahanan Pangan,
Penanggulangan Bencana, Lingkungan Hidup, dll. Sedangkan urusan
sektoral lokal seperti pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata,
pendidikan, sosial dll tetap ada di Kab/ Kota.
5. Dengan urusan yg berbeda antara Provinsi dan Kab/Kota, maka desain
kelembagaan mereka juga akan berbeda.
6. Perlu pengembangan konsep SPM Regional yg menjadi kewajiban
Provinsi. Pencapaian SPM Kab/Kota tetap sesuai kapasitas masing2,
namun melalui SPM Regional ini, Provinsi harus memberi jaminan tidak
akan terjadi disparitas standar pelayanan publik antar Kab/Kota.
14. 1. Penguatan kerangka regulasi RB tidak dapat berdiri sendiri, namun
harus berjalan simultan dan/atau compatible dengan reformasi
pemerintahan daerah (UU No. 32/2004 & turunannya) dan reformasi
kelembagaan pemerintahan (UU No. 39/2008).
2. Kerangka regulasi RB yg baru akan membangun sistem kelembagaan
pemerintah yg terkonsolidasikan (consolidated government bodies),
terutama di daerah. Model ini menggantikan fenomena fragmented
government institution seperti yg kita lihat selama ini, dimana
pemerintah provinsi dan kab/kota seperti berebut “kue” yg sama.
3. Dengan kerangka regulasi seperti ini, “kedalam” birokrasi akan semakin
efisien, dan “keluar” pelayanan publik semakin fokus dan berkualitas.
15. Tri Widodo W. Utomo
Terima
Kasih …
Semoga Bermanfaat!
Jakarta, 17 Oktober 2013