Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya penanganan ternak sebelum dipotong (ante mortem) untuk menjamin kualitas daging. Penanganan ini mencakup pengistirahatan, pemuasaan, dan pemeriksaan kesehatan ternak guna meminimalkan stres dan mendeteksi masalah kesehatan sebelum pemotongan. Proses ini diperlukan untuk mencegah gangguan kualitas daging akibat stres atau penyakit pada ternak.
1. POKOK BAHASAN II
PENYIAPAN TERNAK SEBELUM DIPOTONG
(ANTE MORTEM)
!
2.1. Pendahuluan
!
2.1.1. Deskripsi singkat
!
Pokok bahasan ini akan membahas mengenai:
(1) Teknik menangani ternak untuk persiapan pemotongan, meliputi pengistirahatan,
pemuasaan dan pemeriksaan ante mortem
(2) Hubungan antara penanganan ante mortem terhadap kualitas karkas
!
2.1.2. Relevansi
!
Pemahaman dan penguasaan teknik penanganan ternak ante mortem merupakan bagian
penting dari ketrampilan dalam memproduksi karkas, sebab penanganan ternak sebelum
dipotong mempunyai andil yang besar dalam menentukan kualitas daging yang akan
dihasilkan dari proses pemotongan ternak. Hal ini sering diabaikan oleh para pelaku
bisnis pemotongan ternak, sehingga mereka selama ini tidak mampu mempertahankan
kualitas produk pemotongan ternaknya.
!
2.1.3. Standar Kompetensi
1. Mampu menyiapkan ternak secara benar untuk dipotong, sehingga dapat
menghasilkan produk pemotongan yang berkualitas baik
!
2.1.4. Kompetensi Dasar
!
1. Mampu menerapkan metode pengistirahatan dan pemuasaan ternak untuk
dipersiapkan dipotong
2. Mampu melaksanakan pemeriksaan praktis terhadap ternak yang akan
dipersiapkan untuk dipotong
3. Mampu menjalankan analisis permasalahan kualitas daging yang
disebabkan oleh kesalahan penanganan ternak sebelum dipotong
4. Mampu memperbaiki proses pengistirahan ternak untuk tujuan
peningkatan kualitas karkas dan daging
!
!
!
2.1.5. Indikator
!
!11
2. 1. Jika diberikan contoh tentang UPH, mahasiswa akan mampu merancang
kegiatan penampungan awal ternak pada UPH secara tepat 80%
2. Jika dihadapkan pada contoh-contoh kasus kesehatan ternak yang akan
dipotong, mahasiswa akan mampu mendeskripsikan teknik dasar
pemeriksaan ante mortem dan memberikan contoh rekomendasi secara
benar 80%
3. Jika diberikan contoh mengenai buruknya penanganan ante mortem,
mahasiswa akan mampu memprediksi dan menganalisis kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi terhadap kualitas karkas secara tepat 80%
4. Jika diberikan contoh-contoh kasus praktek penanganan ternak ante
mortem, mahasiswa akan mampu menyusun langkah-langkah perbaikan
penanganan ternak ante mortem untuk memperbaiki kualitas daging yang
dihasilkan
!
!
2.2. Penyajian
!
2. 2.1. Pengistirahatan ternak
!
Pengistirahatan ternak sebelum dipotong bertujuan untuk: (1) memulihkan kebugaran
ternak dari stress dan lelah setelah menempuh perjalanan jauh, (2) memberikan
kesempatan untuk dilakukannya pemeriksaan kesehatan. Pengistirahatan ternak sebelum
dipotong ini perlu dilakukan untuk menghindari permasalahan-permasalahan penurunan
kualitas daging yang disebabkan oleh salah penanganan ternak sebelum dipotong.
!
Permasalahan yang sering dihadapi oleh para jagal dalam hal kualitas daging diantaranya
sering muncul:
(1) ternak kelelahan atau mati sebelum dipotong, hal ini dapat menyebabkan penurunan
kualitas daging yang akan dihasilkan, seperti PSE (Pale Soft and Exudative) atau
DFD (Dark Firm and Dry).
(2) ternak mengalami luka, memar, patah tulang yang menyebabkan daging hasil
pemotongan mengandung bercak-bercak darah.
!
!
!12
3. ! Ilustrasi 3.
Contoh Berbagai Kasus Penurunan Kualitas Daging
yang Disebabkan Oleh Salah Penanganan Ternak
Sebelum Dipotong
!
Cara Penanganan Ternak Sebelum Dipotong
• Petugas dan manajemen RPH harus memahami tentang teknik pengendalian ternak,
sehingga selama ternak mengalami proses persiapan, mulai dari penurunan dari alat
angkut hingga penempatan dalam kandang penampungan dijamin tidak mengalami
stress. Untuk itu pengelola RPH hendaknya menyiapkan tempat penurunan ternak
dan kandang penampungan (lairage) secara memadai. Petugas juga harus memenuhi
persyaratan mampu mengendalikan ternak dengan benar, tanpa menyebabkan ternak
stress, baik dalam menurunkan ternak dari kendaraan angkut, menjaga selama dalam
kandang penampungan maupun saat membawa ternak dari kandang penampungan
menuju ruang pemotongan.
• Fasilitas penurunan ternak harusnya dibuat dengan konstruksi yang benar, lorong
(gangway) dibuat melengkung dan berdinding rapat, karena ternak memiliki
kecenderungan bergerak dengan arah melengkung dan takut terhadap bayang-bayang.
Posisi kandang penampungan dengan “gangway” juga sebaiknya ditata secara
diagonal, sehingga ternak akan dengan mudah dibawa masuk ke dalamnya.
• Di dalam kandang ternak jangan ditempatkan dalam kelompok besar, kandang
penampungan hanya diisi setengah dari kapasitas. Ternak yang berasal dari satu truck
sebaiknya ditempatkan dalam satu kelompok yang sama, sehingga ternak dapat tetap
dijaga ketenganannya dan mudah dikendalikan.
!
Perbedaan Antara PSE, RFN, DFD Variasi Warna Daging
!
!13
4. !Ilustrasi 4.
Pola Pergerakan Ternak Secara Alami,
Manuver Melengkung dan Konstruksi Fasilitas Penampungan Ternak yang Ideal (Taylor, 1994)
!
2.2.2. Pemuasaan Ternak
!
Pemuasaan pada ternak sebelum dipotong ditujukan untuk meminimalkan isi saluran
pencernaan dan menjaga kandungan glikogen darah dan otot, sehingga proses post
mortem dapat difasilitasi untuk berjalan secara baik. Penurunan isi saluran pencernaan
bermanfaat dalam memperbaiki persentase karkas, sehingga kemungkinan terjadinya
salah taksir dapat dihindarkan. Di samping itu juga dapat mempermudah proses
pengeluaran isi saluran pencernaan, karena volumenya sedikit, menghemat penggunaan
gerobak alat angkut dan tempat penampungan kotoran.
!
Perbaikan proses “post mortem” melalui pemuasaan ternak dapat terjadi karena suplai
glikogen di dalam darah dan otot dapat dikendalikan dengan baik, sehingga produksi
asam laktat pasca pemotongan juga terkendali dengan baik, selanjutnya proses penurunan
pH tidak terjadi secara tajam. Dengan demikian warna dan WHC daging yang dihasilkan
dapat diperbaiki.
!
Cara yang paling tepat dalam pemuasaan ternak adalah dengan tidak memberi pakan
selama 8-12 jam menjelang dipotong. Selama pemuasaan dilaksanakan air minum tetap
!
!
!
!
!14
5. diberikan secara ad libitum, sehingga kemungkinan terjadinya dehidrasi dapat
dihindarkan. Pemuasaan selama 8-12 jam menjelang dipotong tidak akan menyebabkan
terjadinya penurunan bobot badan ternak, sehingga tidak akan berpengaruh terhadap
produksi karkas dan produk pemotongan lainnya.
!
!
!
!Ilustrasi 5.
Perbedaan Proses Glikolisis Ante dan Post Mortem
Yang Memungkinkan Pemuasaan dapat Memperbaiki Kualitas Daging (Jones, 2007)
!
2.2.3. Pemeriksaan Ante Mortem
!
Pemeriksaan ante mortem terhadap ternak ditujukan untuk:
1. Menscreening semua ternak yang akan dipotong, sehingga akan dapat diketahui
status kesehatan semua ternak yang ada di dalam kandang penampungan.
2. Menjamin semua ternak yang akan dipotong telah diistirahatkan secara cukup,
lengkap dengan catatan status kesehatan
3. Mengurangi kontaminasi ruang pemotongan dari ternak-ternak yang tidak layak
potong
4. Menjamin ternak-ternak yang terluka dan memerlukan segera dipotong dapat
dilakukan tindakan khusus
5. Mengidentifikasi ternak-ternak yang sakit dan telah diobati dengan obat-obat
yang dapat membahayakan kesehatan manusia (antibiotik, terapi kimia, pestisida
dll)
6. Menjamin kendaraan yang digunakan untuk mengangkut ternak sakit untuk
segera dicucihamakan
7. Menjamin pelaksanaan peraturan pelarangan pemotongan ternak betina produktif,
sebab jika melalui proses pemeriksaan ante mortem diketahui ada betina
produktif, maka akan direkomendasikan dilarang untuk dipotong.
!
!
!
Proses Glikolisis Secara Aerobik
(Ante Mortem)
GLUCOSE GLYCOGEN
SARCOLEMMA
2 Pyruvate
3 ATP
glycolysis
10 reactions
Lactic Acid
anaerobic
pathway
aerobic
pathway
Circulatory System
Aerobic
Metabolism
O2
O2
!
Proses Glikolisis Secara Anaerobik
(Ante Mortem)
GLUCOSE GLYCOGEN
SARCOLEMMA
2 Pyruvate
3 ATP
glycolysis
10 reactions
Circulatory System
LACTIC ACID
anaerobic
pathway
Aerobic
Metabolism pH
drops
!15
6. Cara Pemeriksaan
!
1. Pengamatan dilakukan pada dua sisi tubuh, baik saat ternak dalam keadaan diam
maupun bergerak
2. Hasil pemeriksaan hanya berlaku untuk periode 24 jam, jika pemotongan ditunda
harus dilakukan pemeriksaan ulang
3. Ternak yang diduga sakit dan belum ada kejelasan tentang jenis penyakitnya
harus terus diawasi dan dipisahkan dari ternak yang sehat
4. Hal-hal yang diperiksa meliputi: tingkah laku secara umum, status nutrisi,
kebersihan tubuh dan tanda-tanda penyakit dan ketidaknormalan. Tanda-tanda
adanya gangguan kesehatan pada ternak dapat dilihat dari: (a) respirasi, (b)
tingkah laku (berjalan berputar-putar, menekankan kepala pada dinding, sangat
agresif, tertekan), (c) cara berjalan (kesakitan pada kaki, dada, perut atau syaraf),
(d) postur tubuh (posisi perut, kepala, kaki), (e) struktur dan konformasi tubuh
(melepuh, bengkak persendian, testis bengkak, ambing, rahang), (f) segala sesuatu
yang keluar dari lubang tubuh (anus, organ reproduksi, telinga, mata), dan (g)
warna bagian-bagian tubuh tertentu.
!
Keputusan hasil pemeriksaan
• Boleh dipotong tanpa syarat
• Boleh dipotong dengan syarat
• Pemotongan ditunda
• DILARANG UNTUK DIPOTONG
!
2.2.4. Latihan
!
Cari referensi bebas tentang PSE, DFD. Buat resume yang menjawab bagaimana
mekanisme terjadinya PSE dan DFD pada karkas/daging. Hubungkan dengan
pengistirahatan ternak sebelum dipotong. Buat diskusi kelompok untuk membahas
mengenai permasalahan tersebut.
!
2.2.5. Rangkuman
!
Penanganan ternak sebelum dipotong memegang peranan penting dalam menentukan
kualitas daging yang akan dihasilkan dalam sebuah proses pemotongan ternak. Secara
prinsip, penanganan ternak sebelum dipotong ini ditujukan untuk meminimalkan
terjadinya stres pada ternak, sehingga tidak terjadi tekanan terhadap proses fisiologis di
dalam tubuh ternak, sehingga gangguan proses konversi otot menjadi daging pasca
pemotongan dapat berjalan secara wajar.
!
!
2.3. Penutup
!16
7. 2.3.1. Tes formatif
(1) Jika saudara menjadi seorang manajer sebuah UPH kategori I yang setiap hari
rata-rata memotong 150 ekor sapi, bagaimana saudara akan merancang
kegiatan penampungan ternak yang akan dipotong?
(2) Jika sebuah RPH mendatangkan ternak sapi untuk dipotong dari daerah yang
ditengarai sebagai endemik penyakit mulut dan kuku (PMK), bagaimana
langkah pemeriksaan kesehatan ternak yang harus dilakukan oleh seorang
paramedis di RPH tersebut? Jika dari hasil pemeriksaan ditemukan ada ternak
yang akan dipotong memiliki indikasi PMK apa rekomendasi yang mestinya
diberikan?
(3) Di sebuah RPH ternak yang akan dipotong diambil dari kandang penampungan
yang berjarak 50 meter dari bangunan ruang pemotongan. Antara kandang
penampungan dan bangunan ruang pemotongan tidak dilengkapi dengan
fasilitas “gangway”, sehingga para petugas selalu mengalami kesulitan untuk
memindahkan ternak dari kandang penampungan ke ruang pemotongan, ternak
sering bergerak tidak terkendali, dipaksa bergerak dengan cara dipukul, diseret
dan dikejar-kejar, sehingga pada waktu sampai di ruang pemotongan dalam
keadaan stress, dan terengah-engah kelelahan. Menurut saudara apa yang akan
terjadi dengan daging yang akan dihasilkan, jika ternak tersebut langsung
dipotong begitu sampai di ruang pemotongan?
(4) Di suatu RPH ternak yang akan dipotong didatangkan dari daerah kabupaten
sekitar kota tempat RPH tersebut berada, ternak-ternak tersebut ditempatkan
pada sebuah kandang penampungan secara acak tergantung pada ketersediaan
tempat/ruang, ternak-ternak yang tidak mendapatkan ruang biasanya
ditempatkan di luar kandang penampungan. Dalam menentukan ternak yang
akan dipotong saat itu, para jagal yang akan menentukan dengan cara memilih
berdasarkan prediksi ternak yang akan paling menguntungkan, tidak pernah
menghiraukan kapan ternak itu datang. Apakah praktek seperti di atas menurut
saudara baik? Jika tidak baik, tunjukkan di mana sisi-sisi yang tidak baik, dan
apa langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan?
!
!
!
2.3.2. Umpan balik
!
Kerjakan semua soal test formatif dengan jawaban yang selengkap-lengkapnya. Periksa
jawaban saudara, jika saudara mampu menjawab benar 80% dari masi-masing
pertanyaan, maka saudara sudah mencapai sasaran belajar (kompeten), jika kurang dari
80% maka saudara belum kompeten.
!
!
2.3.3. Tindak lanjut
!
!17
8. Jika saudara belum mencapai kompetensi yang diharapkan, sebaiknya pelajari ulang
pokok-pokok bahasan yang menjadi kajian bab ini. Jika sudah menjawab dengan benar
lebih dari 80% untuk masing-masing pertanyaan, berlatihlah lebih banyak dengan contoh
dan kasus lain. Contoh untuk soal/pertanyaan nomor (2) dengan contoh penyakit anthrax
dsb.
!
!
2.3.4. Kunci jawaban
tes formatif
!
(1) Beberapa aspek yang akan dipertimbangkan dalam merancang kegiatan
penampungan ternak diantaranya adalah: (a) arus pemasukan ternak, baik dari
sisi jumlah maupun frekuensi, sehingga kebutuhan sapi sebanyak 150 ekor per
hari dapat terpenuhi, termasuk seandainya terjadi sejumlah ternak
direkomendasikan tidak boleh dipotong setelah melalui pemeriksaan
(selanjutnya hitung berapa jumlah ternak yang harus didatangkan setiap hari);
(b) pengembangan kandang penampungan, terutama dari sisi kapasitas
tampung disesuaikan dengan minimal lama tinggal ternak sebelum dipotong
dan jumlah cadangan untuk pengganti seandainya ada sejumlah ternak yang
tidak memungkinkan dipotong karena alasan hasil pemeriksaan kesehatan
(selanjutnya hitung berapa kapasitas kandang penampungan yang harus
disediakan).
!
(2) Langkah yang harus diambil adalah: (a) melakukan skreening terhadap ternak
yang didatangkan ke RPH, ternak-ternak yang datang dari daerah endemik
PMK ditempatkan pada kandang terpisah dengan ternak yang berasal dari
daerah lain untuk memudahkan pengawasan dan pencegahan penularan ke
ternak yang lain, (b) melakukan pemeriksaan fisik terhadap ternak, mulai dari
cara berjalan, tingkah laku, dan kemungkinan adanya gejala atau indikasi PMK
pada bagian mulut dan kuku (lihat dan sebutkan semua gejala klinis yang
muncul pada ternak yang terkena PMK). Rekomendasi yang dapat diberikan
jika ternak terindikasi PMK adalah ternak boleh dipotong dengan syarat bagian
mulut atau teracak yang terkena infeksi PMK harus dimusnahkan, ternak-
ternak yang terindikasi PMK sebelum dipotong harus ditempatkan dalam
kandang isolasi.
!
!
(3) Daging yang akan dihasilkan dimungkinkan akan berkualitas buruk, yaitu: (a)
memar karena mengalami benturan-benturan akibat berontak saat akan
dipindahkan dari kandang penampungan ke ruang pemotongan, (b) daging
berwarna pucat dan berair karena penurunan pH yang terlalu cepat pasca
pemotongan sebagai akibat dari timbunan asam laktat yang sudah terlalu tinggi
!18
9. saat ternak tersebut dipotong yang berasal dari metabolisme an-aerobik saat
ternak tersebut berontak melawan, dan (c) masih tertinggalnya darah di dalam
jaringan daging (otot), karena darah sulit dikeluarkan saat pemotongan sebagai
akibat dari aktivitas vasokonstriksi pembuluh darah tepi saat ternak tersebut
merespon pemaksaan pemindahan tempat.
(4) Praktek penanganan ternak sebelum dipotong pada RPH tersebut tidak baik,
terutama dilihat dari: (a) penempatan ternak secara acak dapat menimbulkan
kesulitas bagi operator RPH dalam menentukan giliran ternak untuk dipotong,
kalau ternak terlalu cepat dipotong maka waktu istirahatnya belum cukup,
sehingga daging yang dihasilkan akan berkualitas buruk, penempatan ternak
secara acak juga memungkinkan timbulnya kesulitan melakukan pengawasan
terhadap ternak-ternak yang ditengarai berasal dari daerah-daerah yang diduga
endemik penyakit tertentu, sebaliknya jika “overstay” akan membutuhkan
biaya perawatan lebih besar; (b) jika sampai ada ternak yang ditempatkan di
luar kandang, berarti kapasitas tampung kandang yang dimiliki RPH tersebut
terlalu kecil. Langkah yang dapat disarankan adalah menambah kapasitas
kandang sesuai dengan kebutuhan, paling tidak menjadi 2 kali kapasitas potong
per hari dan mengatur arus ternak, baik yang datang maupun yang akan
dikeluarkan dari kandang penampungan sesuai dengan jadwal dengan
mempertimbangkan minimum dan maksimum masa tinggal untuk istirahat.
!
2.3.5. Senarai:
!
(1) Post mortem = setelah ternak mati atau dipotong
!
2.3.6. Pustaka
!
FAO. 2001. Guidelines for Humane Handling, Transport and Slaughter of
Livestock. Regional Office for Asia and the Pacific.
!
Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C. Forrest, H.B. Hedrick, dan R.A. Merkel. 1989.
Principles of Meat Science. Kendall/Hunt Publishing Co., Dubuque.
!19