SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  45
Télécharger pour lire hors ligne
Bab VI Supardi, M.Si 
BAB VI 
PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL (PDP) 
1 Pendahuluan 
Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam 
penggambaran keadaan fisis, dimana besaran-besaran yang terlibat didalamnya 
berubah terhadap ruang dan waktu. Sebagai contoh, jika kita meninjau topik-topik 
fisika lanjut (advanced physics), seperti halnya mekanika klasik lanjut yang 
membicarakan tentang gelombang elektromagnetik, hidrodinamik dan mekanika 
kuantum (gelombang Schroedinger), maka kita akan menemukan penggunaan 
persamaan diferensial parsial yang digunakan untuk menggambarkan fenomena fisis 
yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut. Masalah-masalah tersebut dalam 
kenyataannya sulit untuk dipecahkan dengan cara analitik biasa, sehingga metode 
numerik perlu diterapkan untuk menyelesaikannya. Penggunaan persamaan 
diferensial tidak terbatas pada masalah fisika saja, tetapi lebih luas lagi dalam bidang 
sains dan teknologi. 
2 Pendekatan Beda Hingga 
Untuk memahami dengan benar masalah persamaan diferensial ini, 
sebelumnya pada bab 5 kita sudah membahas bahwa suatu derivatif dapat didekati 
dengan beda hingga, sehingga persamaan diferensial dapat didekati dengan persamaan 
beda hingga pula. Dalam bab ini metode beda hingga yang telah dikenalkan 
sebelumnya akan diperluas lagi untuk kasus di dalam ruang multidimensi yang lebih 
tepat dikaji dengan menggunakan persamaan diferensial parsial. 
Pada bab V yang lalu, kita sudah menggunakan pendekatan beda hingga untuk 
mendekati ungkapan turunan pertama dan kedua. Namun pada pembahasan yang lalu 
kita masih membatasi pada pendekatan untuk turunan pada ruang dimensi satu. Saat 
ini, kita masih akan menggunakan kaidah-kaidah pendekatan tersebut namun 
ditingkatkan untuk ruang dimensi dua. 
Pada pembahasan tentang persamaan diferensial biasa di bab 7 yang lalu, kita telah 
melakukan pendekatan beda hingga pada penyelesaiannya. Nah di bab ini, kita juga 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
akan melakukan hal sama pada bentuk derivatif parsialnya. Mengapa? Karena untuk 
masalah-masalah yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas, prinsip-prinsip 
tersebut masih tetap dapat diterapkan. 
Di dalam pembahasan tentang persamaan diferensial biasa, variabel bebas 
yang terlibat dalam masalah hanya satu, sedangkan untuk persamaan diferensial 
parsial variabel bebas berjumlah lebih dari satu. Tentu saja, hal ini saja membuat 
permasalahan akan semakin kompleks. Untuk memberikan ilustrasi dan 
mempermudah pemahaman kita tentang masalah ini, sekarang marilah kita tinjau 
sebuah jaring kotak yang menggambarkan dua variabel bebas x dan y seperti terlihat 
pada gambar 8.1. Setiap kotak dalam jaring tersebut memiliki lebar D x dan D y . Oleh 
karena itu, panjang variabel bebas x setelah langkah ke i dinyatakan oleh 
( ) 0,1,......, i x x = i D x i = N (8-5) 
dan panjang variabel y setelah langkah ke j adalah 
( ) 0,1,....., j t y = j D t j = N (8-6) 
Dengan menggunakan titik-titik jaring pada gambar 8.1, diferensial orde pertama dan 
kedua dapat didekati oleh: 
Persamaan Diferensial Parsial 
Gambar 8.1. Jaring titik-titik hitungan pada pendekatan beda hingga 
dengan variabel bebas x dan y. 
Δy Δy 
Δx Δx
Bab VI Supardi, M.Si 
i 1, j i, j u u u 
x x 
+ ¶ - = 
¶ D 
(8-7) 
i, j i 1, j u u u 
x x 
- ¶ - = 
¶ D 
(8-8) 
i j i j u u u 
x x 
+ - ¶ - = 
¶ D 
1, 1, 
2 
(8-9) 
2 i j i j i j u u u u 
x x 
- + ¶ - + = 
¶ D 
( ) 
2 
1, , 1, 
2 2 
(8-10) 
i j i j i j i j u u u u u 
x y x y 
¶ 2 
- - + = 
+ 1, + 1 - 1, + 1 + 1, - 1 - 1, - 1 
¶ ¶ 4 
( D ) ( D ) 
(8-11) 
Dalam beberapa masalah fisika dan teknik persamaan diferensial ada yang 
dinyatakan dalam turunan pertama terhadap waktu dan turunan kedua terhadap ruang, 
misalnya pada persamaan difusi. Untuk persamaan diferensial parsial yang 
mengandung variabel ruang dan waktu ini, pendekatan beda hingga dapat dinyatakan 
dalam jaring (jaring) bidang x dan t (lihat gambar 8.2). 
i, j 1 u + 
i 1, j u - i, j u i, j 1 u + 
Persamaan Diferensial Parsial 
Δx Δx 
Δt 
Gambar 8.2. Jaring titik-titik hitungan pada pendekatan beda hingga 
dengan variabel bebas t dan x.
Bab VI Supardi, M.Si 
Jaring kotak yang menyatakan variabel ruang dan waktu dibagi menjadi pias-pias 
dengan interval ruang dan waktu D x dan D t . Panjang variabel ruang x setelah 
interval ke i dinyatakan sebagai 
( ) 0,1,......, i x x = i D x i = N (8-12) 
Sedangkan untuk variabel waktu t setelah interval waktu ke j adalah 
( ) 0,1,....., j t t = j D t j = N (8-13) 
Bentuk turunan pertama terhadap waktunya dapat dituliskan sebagai 
i, j 1 i, j u u u 
t t 
+ ¶ - » 
¶ D 
(8-14) 
Ungkapan (8-14) dapat pula dituliskan sebagai 
j 1 j 
i i u u u 
t t 
¶ + - » 
¶ D 
(8-15) 
dengan indeks bawah menyatakan harga u pada langkah waktu, dan indeks atas 
menunjukkan harga u pada langkah ruang. Sedangkan untuk derivatif kedua terhadap 
variabel ruang seperti dinyatakan pada persamaan (8-10) dapat dituliskan kembali 
j 2 j j 
i i i u u u u 
x x 
- + ¶ = - + 
¶ D 
( ) 
2 
1 1 
2 2 
(8-16) 
8.1 Klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial 
Persamaan diferensial parsial dibagi menjadi tiga jenis, yaitu persamaan 
diferensial eliptik, parabolik dan hiperbolik. Untuk membedakan ketiga jenis 
persamaan diferensial parsial tersebut, marilah sekarang kita meninjau sebuah 
persamaan diferensial parsial orde dua dalam dua variabel ruang x dan waktu t, 
2 2 2 
2 2 A u B u C u D x,t,u, u , u 0 
x x t t x t 
¶ + ¶ + ¶ + æ ¶ ¶ ö = ¶ ¶ ¶ ¶ çè ¶ ¶ ÷ø 
(6-1) 
dimana A,B dan C merupakan fungsi dari x dan t, dan D adalah fungsi dari u dan 
derivatif 
u 
x 
¶ 
¶ 
dan 
u 
t 
¶ 
¶ 
, serta x dan t. Kita juga akan memperkenalkan variabel baru 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
sedemikian hingga suku-suku yang mengandung derivatif campuran akan sama 
dengan nol. Selanjutnya, pembedaan atas tiga klas persamaan diferensial parsial 
tersebut didasarkan pada harga diskriminan B2 - 4AC dari persamaan (8-1) tersebut. 
Pertama, jika kita meninjau pada suatu titik ( ) 0 0 x ,t dan di titik tersebut 
memenuhi syarat bahwa harga diskriminan 
2 ( ) ( ) ( ) 
0 0 0 0 0 0 B x ,t - 4A x ,t C x ,t > 0 (8-2) 
maka persamaan diferensial parsial tersebut dikatakan hiperbolik pada titik ( ) 0 0 x ,t . 
Selajutnya, jika persamaan tersebut hiperbolik pada seluruh titik di dalam ranah 
(domain) yang ditinjau, maka persamaan diferensial parsial tersebut dikatakan sebagai 
persamaan hiperbolik. Sebagai contoh, jika kita meninjau persamaan gelombang 
yang mengambil bentuk 
Persamaan gelombang 
2 2 u c u 0 
t x 
2 2 
¶ - 2 
¶ = 
¶ ¶ 
Dalam persamaan gelombang tersebut harga A = - c2 , B = 0 dan C = 1, sehingga 
harga diskriminannya berharga positip. Ini berarti persamaan gelombang benar-benar 
masuk dalam klasifikasi persamaan diferensial hiperbolik. Persamaan (8-1) tersebut 
memiliki dimensi ruang satu dengan c adalah kecepatan gelombang cahaya di ruang 
hampa. Persamaan tersebut menjelaskan dengan sederhana bahwa derivatif kedua dari 
penyelesaiannya berbanding lurus dengan derivatif kedua lainnya dengan konstanta 
kesebandingan c2 . 
Kedua, Jika pada suatu titik ( ) 0 0 x ,t memenuhi persyaratan 
2 ( ) ( ) ( ) 
0 0 0 0 0 0 B x ,t - 4A x ,t C x ,t = 0 (8-3) 
maka persamaan tersebut dikatakan parabolik pada titik ( ) 0 0 x ,t . Dan jika di seluruh 
titik dipenuhi harga diskriminan (8-3), maka persamaan tersebut disebut persamaan 
parabolik. Contoh dari persamaan diferensial parabolik adalah persamaan difusi yang 
mengambil bentuk 
Persamaan difusi 
2 
2 u u 0 
t x 
¶ - k ¶ = 
¶ ¶ 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
dengan A = - k , B = 0 dan C = 0 . Oleh sebab itu, harga deskriminannya sama 
dengan nol. Persamaan ini dikenal dengan persamaan panas, yang menggambarkan 
aliran (difusi) panas melalui sebuah penghantar. Dalam kasus ini k adalah 
konduktivitas termal yang merupakan kebalikan dari R yang merupakan hambatan 
termal. Di dalam ilmu fisika persamaan diferensial yang mirip dengan persamaan 
difusi adalah persamaan Schroedinger yaitu, 
é h 
2 
ù ¶ ê - Ñ + ú - = ë û ¶ 
Persamaan Schroedinger ( ) 
h 
2 , , 0 
2 
V x y z u i u 
m t 
Persamaan Schroedinger ini memegang peran penting di dalam mekanika 
kuantum. 
Ketiga, jika pada suatu titik ( ) 0 0 x ,t berlaku syarat 
2 ( ) ( ) ( ) 
0 0 0 0 0 0 B x ,t - 4A x ,t C x ,t < 0 (8-4) 
maka persamaan tersebut dikatakan eliptik pada titik ( ) 0 0 x ,t , dan jika di seluruh titik 
dipenuhi syarat tersebut, maka persamaan tersebut masuk dalam klas persamaan 
eliptik. Contoh dari persamaan eliptik adalah persamaan Poisson dan Laplace yang di 
dalam ruang dimensi dua masing-masing mengambil bentuk 
2 2 
2 2 u u S x, y 
x y 
¶ + ¶ = 
¶ ¶ 
Persamaan Poisson ( ) 
Persamaan Laplace 
2 2 
2 2 u u 0 
x y 
¶ + ¶ = 
¶ ¶ 
Persamaan Poisson memperkenalkan sumber panas ke dalam sistem yang 
ditinjau. Sedangkan persamaan Laplace merupakan kasus khusus dari persamaan 
Poisson tanpa sumber. Disamping itu, persamaan Laplace juga bisa diturunkan dari 
persamaan difusi. Jika sebuah objek diisolasi dari lingkungan, maka akan dicapai 
distribusi suhu dalam keadaan mantap, suatu kondisi setimbang yang digambarkan 
oleh derivatif waktu sama dengan nol pada persamaan difusi. Keadaan mantap suatu 
aliran panas ditunjukkan oleh kuantitas yang sama antara panas yang keluar dan 
masuk suatu tampang lintang. Dari kenyataan bahwa derivatif waktu pada persamaan 
difusi sama dengan nol, maka diperoleh persamaan Laplace. Oleh karena tidak ada 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
variabel waktu yang gayut, maka penyelesaian untuk persamaan Laplace maupun 
Poisson tersebut adalah tak gayut waktu. 
Persamaan menarik lain yang menggambarkan persamaan eliptik dan agak 
mirip dengan persamaan Poisson adalah persamaan Helmholtz yaitu, 
Persamaan Helmotz 
2 2 
2 2 u u u 0 
x y 
¶ + ¶ + l = 
¶ ¶ 
8.1 Persamaan Beda Hingga 
8.1.1 Persamaan Hiperbolik 
Persamaan Gelombang 
Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang 
dinyatakan oleh 
u c u 
t x 
2 2 
¶ = 2 
¶ 
¶ ¶ 
2 2 
(8-17) 
Persamaan ini muncul dalam berbagai masalah dari elastisitas dan akustik sampai 
hidraulika. Oleh sebab itu, dari tiga bentuk persamaan diferensial parsial yang kita 
ketahui, persamaan hiperbolik merupakan persamaan yang paling banyak dikaji oleh 
ilmuwan komputasi. Jika persamaan gelombang (8-17) didekati menggunakan 
pendekatan beda hingga, maka dapat dituliskan sebagai 
u j + 1 u j u j - 
1 
u j u j u 
j 
i i i c i i i + - - + - - + = 
D D 
2 2 2 1 1 
0 
( ) ( ) 
2 2 
t x 
(8-18) 
dengan 
j ( , ) 
i i j u = u x t (8-19) 
Dengan memecahkannya untuk variabel j 1 
i u + maka kita memperoleh 
( ) 
( ) ( ) ( ) 
( ) 
D t 2 c 2 æ D t 2 c 
2 
ö 
= + + çç - - D ÷÷ è D ø 
2 1 1 2 j j j 2 1 j j 
+ - 
1 1 
u u u u u 
i i + i - 
i i 
x x 
(8-20) 
Persamaan ini menjelaskan kepada kita bahwa apabila kita mengetahui u pada 
seluruh i x pada saat-saat j t dan j 1 t - , maka kita dapat menentukan harga u pada 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
seluruh i x pada langkah waktu berikutnya. Hal ini disebut dengan metode eksplisit. 
Tetapi, ada sedikit masalah pada permulaan perhitungan, karena secara umum kita 
tidak mengetahui harga u pada dua waktu berturut-turut. Sedangkan, kita harus 
mengetahui harga ( ,0) i u x dan derivatif ( ,0) i ¶ u x ¶ t di seluruh harga i x . Oleh sebab 
itu, dengan mengetahui ungkapan 
( ) 
u x t u u 
t 
¶ 1 1 
i = 
- i i 
¶ D (8-21) 
( ) 
0 
, 
2 t 
t 
- 
= 
atau 
( ) ( ) 1 1 
0 
, 
2 i 
i i 
t 
u x t 
u u t 
t 
- 
= 
¶ 
= - D 
¶ (8-22) 
maka, kita dapat menyatakan 1 
i u sebagai 
( ) 
( ) ( ) ( ) 
( ) 
( ) ( ) 2 2 2 2 
D æ D ö ¶ 
= + + çç - ÷÷ + D D è D ø ¶ 
t c t c u x 
1 0 0 0 
u u u u t 
2 1 1 2 
,0 
1 
2 
i 
i i i i 
x x t + - 
(8-23) 
Persamaan Adveksi 
Persamaan adveksi merupakan satu-satunya persamaan di dalam dinamika 
fluida yang munculnya lebih sering dibandingkan persamaan difusi. Persamaan ini 
memerikan cara suatu besaran kekal (conserved) seperti halnya suhu potensial 
ataupun momentum dibawa bersama aliran udara atau air. 
Untuk menjelaskan secara fisika tentang masalah adveksi ini, sekarang 
misalnya ada seorang pengamat berdiri di suatu lapangan dengan membawa sebuah 
termometer. Di tempat tersebut bertiup angin dari arah barat membawa udara lebih 
hangat menuju ke arah timur yang bersuhu udara lebih dingin. Dalam hal ini sebut 
saja bahwa arah barat ke timur adalah x . Selajutnya, apa yang dilihat oleh pengamat 
tersebut dengan termometer yang dibawanya? Ternyata angka yang ditunjukkan oleh 
termometer semakin besar, yang berarti bahwa keadaan suhu di tempat tersebut 
semakin hangat. Hal ini disebabkan oleh pergantian udara yang terjadi di tempat 
tersebut, yaitu dari keadaan udara yang dingin diganti dengan udara yang lebih 
hangat. 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Jika yang terjadi adalah bahwa angin yang berhembus ke arah pengamat 
tersebut tidak mengalami perubahan suhu, maka pengamat tersebut tidak dapat 
memberi informasi bahwa terjadi kenaikan suhu. Nah, karena kenyataannya terjadi 
perubahan suhu maka ada yang disebut gradien suhu. Laju perubahan suhu yang 
terjadi di tempat itu bergantung kepada besarnya gradien maupun laju perpindahan 
udara, yaitu 
Laju perubahan suhu = -(Laju perpindahan udara) x (Gradien suhu) 
Tanda minus menyatakan bahwa suhu hanya akan naik apabila gradien suhu 
turun, atau dengan kata lain udara akan menjadi lebih hangat jika kita bergerak ke 
arah x atau dari arah timur ke barat, yakni bergerak ke arah berlawanan dengan arah 
angin. Dalam bahasa matematika, pernyataan di atas dapat diungkapkan dalam bentuk 
u c u 
t x 
¶ = - ¶ 
¶ ¶ 
(8-24) 
dengan u menyatakan suhu potensial yang merupakan besaran kekal yang dalam hal 
ini merupakan variabel yang diadveksi. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka 
kita hanya akan membahas untuk harga c konstan. Penyelesaian umum untuk 
persamaan (8-24) adalah 
u = F ( x - ct ) (8-25) 
dengan F merupakan fungsi sembarang bernilai tunggal. 
Gambar 8.3. Angin bertiup dari arah barat ke timur 
membawa udara hangat 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Persamaan adveksi diatas merupakan contoh yang sangat bagus bahwa antara 
pendekatan numerik dengan analitis tidak selalu menemukan hasil yang sama. Di 
dalam pasal ini kita akan membahas beberapa pendekatan numerik yang dapat 
digunakan untuk mendekati persamaan (8-24) tersebut dan setiap metode akan kita 
kaji stabilitas dan akurasinya 
Metode FTCS (Forward-Time Centered-Space) 
Untuk menyelesaikan persamaan (8-24) kita akan mengimplementasikan 
sebuah metode dengan menggunakan pendekatan beda terpusat (metode Leap-Frog) 
untuk derivatif ruangnya dan metode Euler maju untuk derivatif waktunya. 
( ) ( ) ( ) 
u n 1 
u n u n u 
n 
j j j j 1 1 2 0 
2 
O t c O x 
t x 
+ 
+ - - é - ù 
+ D + ê + D ú = 
D êë D úû 
(8-26) 
atau 
u » u - c D t u - 
u 
1 ( ) 
n n n n 
j j j j 
2 
x 
1 1 + 
+ - 
D 
(8-27) 
dimana indeks bawah j menyatakan langkah ruang dan indeks atas n menyatakan 
langkah waktu. Dengan menggunakan analogi terhadap pembahasan tentang metode 
Euler dan metode Leap-Frog pada bab yang lalu, maka kita dapat menyimpulkan 
bahwa ketelitian untuk metode ini adalah orde pertama untuk t -nya dan orde kedua 
untuk x , 
Pendekatan beda hingga untuk persamaan adveksi (8-26) inilah yang disebut 
dengan forward in time, centered in space atau lebih dikenal dengan metode FTCS. 
Pertanyaan selanjutnya apakah metode ini stabil saat mendekati persamaan adveksi 
tersebut? 
Untuk mengetahui apakah metode yang kita gunakan untuk mendekati 
persamaan tersebut stabil atau tidak, maka kita perlu melakukan uji kestabilan dengan 
menggunakan analisa stabilitas Von Neuman. Ide dari bentuk analisis kestabilan ini, 
kita dapat membayangkan bahwa koefisien-koefisien dari persamaan beda berubah 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
sangat lambat ketika diperlakukan sebagai konstanta dalam ruang dan waktu. Dalam 
kasus demikian, penyelesaian bebasnya atau swamode dari persamaan beda 
mengambil bentuk 
n n exp( ) 
j u = x ikjD x (8-28) 
dengan k menyatakan bilangan gelombang ruang real yang dapat berharga sembarang, 
sedangkan x = x ( k ) adalah bilangan komplek yang bergantung pada k. 
Jika kita mensubstitusikan persamaan (8-28) ke persamaan hampiran (8-27), 
maka dengan mudah diperoleh 
i c t k x 
x = - D D 
1 sin ( ) 
2 
x 
D 
(8-29) 
Dari persamaan (8-29) dapat diketahui modulus dari x yaitu 
c t k x 
x 
x = + éê D ( D ) 
ùú ë D û 
2 
2 1 sin 
2 
(8-30) 
Persamaan (8-30) memberi arti bahwa penguatan (amplification) 
penyelesaiannya berhrga ³ 1, ini berarti bahwa metode FTCS tidak stabil mutlak 
untuk mendekati persamaan adveksi. Skema untuk metode FTCS dapat diilustrasikan 
seperti gambar 8.4 
Gambar 8.4. gambaran tentang metode FTCS. 
Dalam gambar (8-4) tersebut bulatan kosong menggambarkan titik baru yang 
akan ditentukan nilainya, sedangkan bulatan hitam merupakan harga-harga fungsi 
yang sudah diketahui yang akan digunakan untuk memperoleh penyelesaian pada 
bulatan kosong. Garis sambung menghubungkan antara titik-titik yang akan 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
digunakan untuk menghitung derivatif ruang, sedangkan garis putus-putus 
menghubungkan titik-titik yang akan digunakan untuk menghitung derivatif waktu 
Metode BTCS (Backward-Time Centered-Space) 
Dengan menggunakan pendekatan beda mundur untuk langkah waktunya dan 
beda terpusat untuk langkah ruangnya, maka persamaan adveksi dapat didekati 
dengan 
( ) ( ) ( ) 
+ - - é - ù 
n n n n 
j j j j u u u u 
+ + + 
1 1 1 
1 1 2 0 
2 
O t c O x 
+ D + ê + D ú = 
t x 
D êë D úû 
(8-31) 
atau dapat disusun kembali menjadi 
u » u - c D t u - 
u 
1 ( 1 1 ) 
n n n n 
j j j j 
+ + + 
2 
x 
1 1 + - 
D 
(8-32) 
Penggunaan analisa stabilitas Von Nouman pada pendekatan BTCS untuk persamaan 
adveksi ini menghasilkan 
c t eik x e ik x 
x 
= x + D x D - x - D 
1 ( ) 
2 
D 
(8-33) 
atau 
x = D + D 
i c t k x 
( ) 
1 
1 sin 
2 
x 
D 
(8-34) 
Persamaan (8-34) menunjukkan bahwa faktor penguatannya adalah 
1 1 
x = £ 
c t k x 
x 
+ D D 
( ) 
1 sin 
2 
D 
(8-35) 
yang berarti, skema (8-31)) adalah stabil mutlak. 
Metode Centered-Time Centered-Space (CTCS) 
Untuk persamaan adveksi, penggunaan metode Euler maju untuk langkah 
waktu (forward-time) tidak stabil mutlak, apakah ini berarti dengan menggunakan 
pendekatan beda terpusat (centered-space) akan stabil? Untuk menjawab pertanyaan 
ini, marilah kita lakukan pendekatan persamaan adveksi tersebut dengan skema CTCS 
ini. 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Dengan menggunakan skema CTCS, maka persamaan adveksi dapat didekati 
menjadi 
n n n n 
j j j j u u u u 
+ - - - 
( ) ( ) 
+ - 
1 1 
2 1 1 2 0 
O t O x 
+ D - + D = 
t x 
D D 
2 2 
(8-36) 
Persamaan (8-36) dapat disusun kembali menjadi bentuk 
u » u - c D t u - 
u 
1 1 ( ) 
n n n n 
j j j j 
1 1 
x 
+ - 
+ - 
D 
(8-37) 
Stabilitas 
Kita dapat mengetes stabilitas dari skema ini dengan analisa stabilitas Von 
Nouman. Dengan mensubstitusi mode Fourier adveksi yang didefinisikan (8-28) pada 
persamaan (8-37) maka diperoleh 
2 1 i c t sin ( k x) 
x = - x D D 
x 
D 
(8-38) 
Persamaan (8-38) merupakan persamaan kuadrat dalam x , sehingga harga-harga 
untuk x dapat dinyatakan oleh 
i c t k x c t k x 
x x x 
- D ( D ) ± - æ D çè ( D ) 
ö + D D ÷ø = 
2 
12 
sin sin 4 
2 
(8-39) 
Modulus dari masing-masing akar adalah 1, sedangkan syarat stabil adalah 2 x £ 1, 
ini berarti bahwa metode CTCS stabil untuk menyelesaikan persamaan adveksi. 
8.7 Metode Lax 
Metode Lax merupakan sebuah metode yang dimaksudkan untuk 
memodifikasi metode FTCS dari sisi perbaikan terhadap stabilitasnya. Caranya adalah 
dengan mengganti j 
n u dalam derivatif waktu dengan rerata ruangnya 
( ) 1 1 
1 
2 
n n n 
j j j u u u + - ® + (8-40) 
sehingga persamaan adveksi menjadi 
u = u + u - c D t u - 
u 
1 
2 2 
1 ( ) ( ) 
n n n n n 
j j j j j 
1 1 1 1 
x 
+ 
+ - + - 
D 
(8-42) 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Gambar 8.5. Deskripsi untuk skema beda Lax 
Dengan mensubstitusi bentuk mode Fourier ke persamaan (8-28) ke persamaan beda 
(8-42) diperoleh 
cos k x i c t sin k x 
x = D - D D 
x 
D 
(8-43) 
Modulus dari x adalah 
2 
2 cos2 k x c t sin2 k x 
x = D + æç D ö÷ D è D ø 
( ) ( ) 
x 
(8-44) 
Pernyataan (8-44) mengisyaratkan kepada kita bahwa metode Lax stabil untuk 
c D t £ 
1 
D 
x 
. Untuk harga 1 c t 
D < 
D 
x 
faktor penguatannya berkurang. Faktor penguatan ini 
dinyatakan oleh 
2 
cos2 k x c t sin2 k x 
x = D + æç D ö÷ D è D ø 
( ) ( ) 
x 
(8-45) 
Untuk harga 1 t 
u D = 
D 
x 
, penyelesaiannya adalah eksak karena faktor penguatannya 
berharga 1 atau tidak mengalami penguatan, sehingga 
1 
1 
n n 
j j u + u 
- = (8-46) 
Kriteria stabilitas 1 c t 
D £ 
D 
x 
dikenal dengan syarat Courant. Secara intuitif, syarat 
stabilitas ini dapat dideskripsikan seperi pada gambar (8.6). Gambar tersebut 
menerangkan bahwa kuantitas 1 nj 
u + dalam persamaan (8-42) dapat diketahui setelah 
diperoleh informasi titik-titik j - 1 dan j + 1 pada saat n . Dengan kata lain, j 1 x - dan 
Persamaan Diferensial Parsial 
Gambar 8.6 Daerah dibawah garis putus-putus secara fisis 
adalah menurut
Bab VI Supardi, M.Si 
x nj 
j + 1 merupakan batas yang memungkinkan untuk memberikan informasi pada 
besaran u + 1 . 
Hasil yang mengagumkan pada pendekatan Lax adalah bahwa penggantian nj 
u 
dengan reratanya seperti terlihat pada ungkapan (8-41) dapat menstabilkan skema 
FTCS. Skema Lax pada (8-42) selajutnya dapat ditampilkan dalam bentuk 
u n 1 
u n u n u n u n u n u 
n 
j j j j j j j 1 1 1 1 1 2 
2 2 
c 
t x t 
+ 
+ - + - - æ - ö æ - + ö 
= - çç ÷÷ + çç ÷÷ D è D ø è D ø 
(8-47) 
yang merupakan representasi dari metode FTCS 
( ) 2 2 
2 2 
u u x u c 
t x t x 
¶ ¶ D ¶ = - + 
¶ ¶ D ¶ 
(8-48) 
Dalam persamaan (8-48) ini, kita memiliki suku difusi. Oleh sebab itu, skema Lax ini 
dikatakan memiliki disipasi numerik. 
8.8 Skema Lax-Wendroff 
Skema Wendroff merupakan metode dengan akurasi orde kedua terhadap 
waktu. Jika kita mendefinisikan suatu harga intermediet 1 2 
1 2 
nj 
u + 
+ pada langkah waktu 
n 1 2 t + dan langkah ruang j 1 2 x + . Jika ini dihitung dengan menggunakan metode Lax, 
maka akan diperoleh 
u = u + u - D t F - 
F 
1 
2 2 
1 2 ( ) ( ) 
n + 
n n n n 
j + 1 2 j + 1 j j + 
1 
j 
x 
D 
(8-49) 
Sedangkan, harga terbaru untuk 1 nj 
u + dapat dihitung dengan pernyataan terpusat 
sebagai 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
u = u - D t F - 
F 
1 ( 1 2 1 2 ) 
n n n n 
j j j j 
+ + + 
1 2 1 2 
x 
+ - 
D 
(8-50) 
Gambar 8.7. Titik-titik jaring pada skema Lax- 
Gambar 8.8. Deskripsi skema Lax-Wendorf 
Selanjutnya, kita akan mengkaji stabilitas dari metode ini untuk persamaan adveksi 
dengan mensubstitusi F = cu . Dengan mensubstitusi pernyataan (8-49) ke ungkapan 
(8-50), maka diperoleh 
u u c t u u c t u u 
= - D é 1 1 
D êë + - - D 2 2 
D 
1 ( ) ( ) 
n n n n n n 
j j j 1 j j 1 
j 
x x 
+ 
+ + 
u u c t u u 
- 1 ( n + n ) + 1 
D ùD ( n - n 
) 2 j j - 1 2 
x j j 
- 
1 
úû 
(8-51) 
Dengan menggunakan uji stabilitas Von Nouman, maka dengan mudah diperoleh 
Persamaan Diferensial Parsial 
Wendroff
Bab VI Supardi, M.Si 
x = - D D - æç D ö÷ - D D è D ø 
( ) 
2 
1 i c t sin k x c t 1 cos k x 
x x 
(8-52) 
Harga modulus dari x adalah 
2 2 2 
2 1 c t 1 cos k x c t sin k x 
( ) 
x x 
x 
æ æ D ö ö æ D ö = çç - ç ÷ - D ÷÷ + ç D ÷ è è D ø ø è D ø 
(8-53) 
atau 
( ) 
2 2 
2 2 1 c t 1 c t 1 cos k x 
x x 
x 
æ D ö æ æ D ö ö = - ç ÷ çç - ç ÷ ÷÷ - D è D ø è è D ø ø 
(8-54) 
Kriteria stabilitas yang harus dipenuhi adalah 2 x £ 1, hal ini mensyaratkan harga 
2 
c t 1 
x 
æ D ö £ çè D ÷ø 
atau lebih dikenal sebagai kriteria Courant. 
8.1.2 Persamaan Parabolik 
Persamaan difusi, konduksi panas dan persamaan Schroedinger gayut waktu 
merupakan contoh dari persamaan diferensial parabolik. Persamaan parabolik 
memilki kemiripan dengan persamaan hiperbolik yakni batasnya yang terbuka. Di 
dalam Geofisika, persamaan difusi merupakan salah satu persamaan yang sangat 
penting yang muncul dalam berbagai konteks yang berbeda-beda. Di bawah ini 
diberikan bebarapa contoh persamaan diferensial parabolik yang dinyatakan dalam 
ungkapan matematis 
a. Persamaan netron transien dalam ruang satu dimensi 
( ) ( ) 
2 
T T x,t c k Q x 
t x 
2 
r 
¶ ¶ = + 
¶ ¶ 
b. Persamaan konduksi panas transien dalam ruang satu dimensi 
y y y u y 
( ) 
2 
2 
1 , a f x t D S 
t x 
u 
¶ = ¶ + + 
¶ ¶ å å 
dengan y menyatakan fluks netron. 
c. Persamaan difusi untuk transpot konvektif spesies kimia 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
2 
2 u x D 
¶ y = - ¶ ( ) 
y + ¶ y 
¶ ¶ ¶ 
t t t 
dengan y menyatakan rapat fluks spesies kimia, u ( x) adalah kecepatan 
aliran dan D adalah konstanta difusi. 
8.1.2.1 Metode Eksplisit (Euler Maju) 
Marilah kita ditinjau sebuah persamaan difusi yang mengambil bentuk 
2 
2 u u 0 
t x 
¶ - k ¶ = 
¶ ¶ 
(8-55) 
Dengan mengimpementasikan metode Euler maju untuk derivatif waktu 
seperti yang telah kita bahas pada bab persamaan diferensial biasa yang lalu, serta 
menggunakan pendekatan derivatif orde kedua terpusat pada turunan kedua terhadap 
variabel ruangnya, maka diskritisasi terhadap ungkapan (8-55) tersebut mengambil 
bentuk 
( ) 
n n n 2 n n 
j j j j j u u u u u 
( ) 
1 
1 1 
2 
k 
t x 
+ 
+ - - - + 
= 
D D 
(8-56) 
atau dapat dituliskan kembali sebagai 
u = u + D t u - u + 
u 
( ) 1 ( ) 
2 1 1 n n n 2 n n 
D (8-57) 
j j j j j 
x 
+ k 
+ - 
i u diketahui untuk seluruh n t 
Skema ini disebut sebagai metode eksplisit, karena jika n 
i u + pada waktu n 1 t + tanpa 
pada titik-titik jaring, maka kita dapat menghitung n 1 
menyelesaikan melalui persamaan simultan. Deskripsi skema ini dapat dilihat pada 
gambar 8.9. 
Gambar 8.9 Deskripsi metode eksplisit 
pada persamaan difusi 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Apabila pendekatan penyelesaian persamaan difusi (8-57) dilakukan uji 
stabilitas menggunakan prosedur analisa stabilitas Von Nueman, maka dengan mudah 
dapat diperoleh bahwa 
( ( ) ) 2 1 2 k t cos kx 1 
x = + D - 
D (8-58) 
( x 
) 
atau 
t k x 
x 
x = 1 - 4 k D sin æ 1 
D ö D çè ÷ø (8-59) 
( ) 
2 
2 
2 
Dari hasil analisa stabilitas dapat ketahui bahwa metode yang kita gunakan 
untuk mendekati persamaan difusi tersebut stabil karena syarat stabil x £ 1 dipenuhi. 
Metode Implisit (Euler Mundur) 
Untuk memberikan gambaran tentang pendekatan metode implisit pada 
persamaan difusi yang kita miliki, sekarang marilah kita mengingat kembali tentang 
kemungkinan pendekatan persamaan tersebut dengan beda mundur. Jika persamaan 
difusi tersebut kita dekati dengan beda mundur, maka diperoleh 
n n n 2 n n 
i i i i i u u u u u 
+ - - = - + 
D D 
( ) 
1 
1 1 
2 
k 
- 
t x 
(8-60) 
yang dapat disusun kembali menjadi ungkapan 
u t u u u u 
- k D - + = 
- 
D (8-61) 
( ) ( ) 1 
2 1 1 n n 2 n n n 
i i i i i 
x 
+ - 
Ungkapan (8-61) sebenarnya mengikuti suatu perjanjian, bahwa kuantitas 
yang belum diketahui harganya ditempatkan di ruas kiri, sedangkan besaran yang 
sudah diketahui ditempatkan diruas kanan. Dalam kasus ini, harga-harga u pada 
langkah waktu n dianggap tidak dketahui, harga-harga yang diketahui adalah pada 
langkah waktu ke n - 1. Deskripsi skema implisit ini dapat dilihat pada gambar 8.10. 
Persamaan DiferensiGaal mPabarrs i8a.l10 Deskripsi metode implisit 
pada persamaan difusi
Bab VI Supardi, M.Si 
Dengan mengambil 
t 
x 
a º k D 
D (8-62) 
( ) 2 
maka untuk setiap titik ruang j x dengan j = 1,2,3,..., N - 1, kita memperoleh 
( ) 1 
1 1 n 1 2 n n n 
i i i i a y a y a y y - 
- + - + + - = (8-63) 
Jika syarat batas pada ujung-ujungnya diberikan yaitu 0 u dan N u , maka kita 
persamaan (8-63) dapat ditampilkan dalam bentuk persamaan simultan linier sebagai 
berikut 
AgY n = Y n- 1 (8-64) 
dengan 
1 0 0 . . 0 
é ù 
ê ê - a 1 + 2 a - a 
0 . 0 
ú ú 
ê 0 . . . 0 . 
ú 
= ê ê . . . . . . 
ú 
ú 
ê . . . - 1 + 2 
- ú 
ê ú 
êë . . . 0 0 1 
úû 
A (8-65) 
a a a 
Kita juga akan menggunakan analisa stabilitas Von Nouman untuk 
meyakinkan apakah skema implisit ini stabil atau tidak stabil. Jika kita 
mensubstitusikan mode Fourier ke persamaan (8-61), maka dengan mudah diperoleh 
( ) 1 
2 1 t cos k x 2 
- k D D - = x - 
D (8-66) 
( x 
) 
atau dapat disusun kembali menjadi 
x = k D + D 
t k x 
x 
( ) 2 
1 
1 sin 1 
2 
D 
(8-67) 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Faktor penguatan yang memiliki bentuk semacam ini, tentunya harus berharga 
£ 1. Ini menunjukkan bahwa skema implisit yang kita gunakan untuk mendekati 
persamaan difusi adalah stabil mutlak. 
8.1.2.2 Metode Dufort-Frankle 
Metode ini merupakan salah satu dari beberapa metode yang digunakan untuk 
mengatasi masalah stabilitas yang ditemukan pada metode Euler maju atau FTCS. 
Metode Dufort-Frankle merupakan satu teknik yang memanfaatkan stabilitas tak 
bersyarat dari metode intrinsic untuk persamaan diferensial sederhana. 
Selanjutnya kita dapat memodifikasi persamaan (8-61) menggunakan metode 
Dufort-Frankle sebagai berikut 
u + u - k t u u + u - 
u 
= - D é - + + ù D ë û (8-68) 
n n 2 n n n n 
j j j j j j 
( ) 1 1 ( 1 1 ) 
2 1 1 
x 
+ - 
Gambar 8.11. Deskripsi metode Dufort-Frankle 
2 t 
x 
b = k D 
Jika diambil ( ) 2 
D , maka persamaan (8-68) dapat disusun kembali menjadi 
bentuk 
u n = - a u n - a u n + 
u 
n 
j j j j 1 1 ( ) 
1 1 
1 
1 1 
+ - 
a a 
+ - 
+ + 
(8-69) 
Pengujian stabilitas terhadap pendekatan Dufort-Frankle menggunakan analisa 
Von Nouman memunculkan persamaan kuadrat dalamx , hal ini dikarenakan 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
munculnya tiga pangkat konskutif pada x ketika prosedur Von Nueman disubstitusi 
ke dalam persamaan tersebut. Persamaan kuadrat tersebut adalah 
x x a k x a 
+ D - - = 
2 2 cos 1 0 
+ + 
a a 
1 1 
(8-70) 
Selanjutnya persamaan (8-70) memiliki dua penyelesaian yaitu 
1 ( cos 1 2 sin2 ) 
1 
x = a k D x ± - a k D 
x 
a 
+ 
(8-71) 
Untuk mengetahui kestabilan skema ini, maka kita dapat mengecek bagaimana 
modulus dari x tersebut. Dengan menganggap a 2 sin2 kD x ³ 1 dan a 2 sin2 kD x < 1, 
maka kita akan memperoleh bahwa 2 x £ 1. Ini menunjukkan bahwa skema Dufort- 
Frankle tersebut stabil mutlak. 
Metode Cranck-Nicolson 
Pendekatan metode Cranck-Nicolson untuk menyelesaikan persamaan 
diferensial parabolik didasarkan pada metode Euler termodifikasi seperti yang telah 
dibahas pada bab yang lalu. Dengan menggunakan metode ini, maka pendekatan pada 
persamaan difusi selanjutnya dapat ditulis kembali menjadi 
n n 
i i n n n n n n 
( ) ( ) ( ) 1 
y y k y y y y y y 
- = 1 1 1 
D D 2 ë é - 2 + + - 2 
+ ù 1 1 1 1 û 
t 2 
x i i i i i i 
+ 
+ + + 
- + - + 
(8-72) 
atau 
= + D é - + + - + ù D ë û (8-73) 
( ) 1 ( 1 1 1 ) ( ) 
n n n n n n n n 
i i i i i i i i 
2 1 1 1 1 2 2 
2 
t 
x 
y + y k y + y + y + y y y 
- + - + 
Gambar 8.12. Deskripsi skema Cranck-Nicolson 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
t 
x 
g = k D 
Dengan mendefinisikan ( ) 2 2 
D , maka ungkapan (8-73) juga dapat dinyatakan 
dalam bentuk persamaan simultan sebagai berikut 
1 ( ) 1 1 ( ) 
1 1 1 1 n 1 2 n n n 1 2 n n 
j j j j j j g y + g y + g y + g y g y g y 
- + - + - + + - = + - + (8-74) 
atau 
Aψg n+ 1 =B ψg n (8-75) 
dengan matriks A dan B didefinisikan sebagai 
1 0 0 . . 0 
é ù 
ê ê - g 1 + 2 g - g 
0 . 0 
ú ú 
ê 0 . . . 0 . 
ú 
= ê ê . . . . . . 
ú 
ú 
ê . . . - 1 + 2 
- ú 
ê ú 
êë . . . 0 0 1 
úû 
A (8-76) 
g g g 
dan 
1 0 0 . . 0 
é ù 
ê ê g 1 - 2 g g 
0 . 0 
ú ú 
ê 0 . . . 0 . 
ú 
= ê . . . . . . 
ú 
ê ú 
ê . . . 1 - 2 
ú 
ê ú 
êë . . . 0 0 1 
úû 
B (8-77) 
g g g 
Dengan menggunakan analisa stabilitas Von Nouman seperti yang telah kita 
terapkan pada metode-metode sebelumnya, maka diperoleh faktor penguatannya 
sebesar 
( ) 
( ) 
2 
2 
k x 
k x 
- g 
D 
1 2 sin 2 
1 2 sin 2 
x 
g 
= 
+ D 
(8-78) 
Faktor penguatan tersebut menunjukkan bahwa harganya selalu £ 1. Ini 
menunjukkan bahwa skema ini stabil mutlak. Lebih lanjut lagi, karena pendekatan 
beda yang digunakan dalam metode ini adalah metode Euler termodifikasi, maka 
ketelitian metode ini lebih tinggi dibanding metode Euler maju ataupun mundur. 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Contoh penggunaan skema Cranck-Nicolsan adalah pada penyelesaian persamaan 
Schroedinger. 
8.13 Persamaan Schroedinger 
Jika kita mengkaji secara serius ilmu fisika, maka kadang-kadang kita 
menemukan suatu masalah yang mengandung kendala (constraint), sebagai contoh 
persamaan Scrhoedinger gayut waktu di dalam Mekanika 
Persamaan ini termasuk ke dalam persamaan diferensial parabolik untuk 
evolusi besaran kompleks y . Untuk persamaan diferensial parsial yang memerikan 
hamburan paket gelombang yang disebabkan oleh potensial V(x) dalam ruang 1D, 
maka persamaannya memiliki bentuk 
h 
¶ y = - ¶ y + ( ) 
y 
¶ ¶ 
2 2 
2 2 
i V x 
t m x 
(8-79) 
Jika kita menggunakan satuan universal, sedemikian hingga konstanta Planck 
 = 1 dan massa partikel m = 1/ 2 , maka persamaan Schroedinger (8-79) akan 
mengmbil bentuk 
y = - ¶ 
y V ( x)y 
t x 
¶ 
i + 
¶ 
¶ 
2 
2 
(8-80) 
Pengenaan syarat batas untuk masalah di atas adalah harga y pada saat awal atau 
y (x, t = 0) bersama dengan x ® ± ¥ yaitu y ® 0 . Selanjutnya langkah diskritisasi 
untuk persamaan gelombang (8-71) dapat dinyatakan dalam bentuk 
é y n 1 - y n ù é y n 1 - 2 y n 1 + 2 y 
n 
1 
ù 
ê j j ú = - ê j + j j - ú + n 
+ êë D úû êë D úû 
1 1 1 
j j i V 
( ) 
2 
t x 
y 
+ + + + 
(8-81) 
Skema yang ditunjukkan pada persamaan beda (8-81) menggunakan skema implisit 
atau metode BTCS. Oleh sebab itu, factor penguatannya adalah 
i t k x V t 
( ) 
2 
2 
1 
1 4 sin 
2 j 
x 
x = 
é D æ D ö ù + ê ç ÷ + D ú êë D è ø úû 
(8-82) 
atau 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
t k x V t 
x 
( ) 
2 
2 
2 
1 
1 4 sin 
2 j 
x = 
é D æ D ö ù + ê ç ÷ + D ú êë D è ø úû 
(8-83) 
Dengan harga 2 x di atas menunjukkan bahwa skema ini stabil mutlak. Sayangnya, 
skema ini tidak uniter. Mengapa harus uniter? Hal ini disebabkan oleh suatu syarat 
bahwa probabilitas total suatu partikel ditemukan dalam suatu range daerah yang 
terbentang dari - ¥ sampai ¥ adalah satu. 
2 y dx 1 
¥ 
ò = (8-84) 
- ¥ 
Persamaan (8-84) mensyaratkan fungsi gelombang awal y ( x,0) ternormalisir. 
Jika ungkapan persamaan Schroedinger (8-80) dinyatakan dalam bentuk 
¶ y = y 
¶ 
i H 
t 
(8-85) 
dengan H adalah operator hamiltonian yang mengambil bentuk 
2 
2 H V x 
( ) 
= - ¶ + 
x 
¶ 
(8-86) 
maka penyelesaian persamaan (8-85) tersebut secara analitik adalah 
y ( x,t ) = e- iHty ( x,0) (8-87) 
Implementasi algoritma FTCS untuk mendekati persamaan (8-87) berbentuk 
n 1 (1 ) n 
j j y + = - iHD t y (8-88) 
dimana H dinyatakan oleh pendekatan beda hingga terpusat dalamx . Sedangkan, 
penggunaan skema implisit BTCS akan mengambil bentuk berbeda yaitu 
( ) n 1 1 1 n 
j j y iH t y + = + D - (8-89) 
Dua metode yang digunakan di atas memiliki akurasi orde pertama dalam 
waktu, seperti telah dibahas di depan. 
Dengan kenyataan bahwa metode eksplisit maupun implisit bukan metode 
yang baik untuk menyelesaikan persamaan Schroedinger gayut waktu ini, maka kita 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
akan menggunakan bentuk Cayleys untuk menyatakan wakilan beda hingga e- iHt 
yang memiliki akurasi orde dua dan uniter yaitu 
1 1 
2 
1 1 
2 
iHt 
iH t 
e 
iH t 
- 
- D 
+ D 
; (8-90) 
dengan kata lain, 
1 1 1 1 1 
æç + iHD t ö÷y n + = æç - iHD t ö÷y n 
è 2 ø j è 2 
ø 
j (8-91) 
Selanjutnya dari persamaan (8-91), maka kita memiliki sistem tridiagonal. Skema 
tersebut adalah stabil, uniter dan memiliki akurasi orde kedua. Nah cara ini disebut 
sebagai metode Crank-Nicolson. 
Contoh source code untuk menyelesaikan persamaan difusi 
Program Difusi 
Integer*4 maxn, maxnplot 
parameter( maxn = 300, maxnplot = 500 ) 
integer*4 n, i, j, iplot, nlangkah, plot_langkah, nplot, ilangkah 
real*8 tau, l, h, kappa, koef, tt(maxn), tt_baru(maxn) 
real*8 xplot(maxn), tplot(maxnplot), ttplot(maxn,maxnplot) 
C initialisasi parameter (langkah waktu, pias, dll). 
write(*,*) ‘masukkan langkah waktu: ' 
read(*,*) tau 
write(*,*) ‘masukkan jumlah jaring: ' 
read(*,*) n 
l = 1. 
h = l/(n-1) 
kappa = 1. 
koef = kappa*tau/h**2 
if( koef .lt. 0.5 ) then 
write(*,*) 'penyelesaian diharapkan stabil' 
else 
write(*,*) 'warning: apakah penyelesaian diharapkan tidak stabil’ 
endif 
C set syarat awal dan syarat batas. 
do i=1,n 
tt(i) = 0.0 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
tt_baru(i) = 0.0 
enddo 
tt(n/2) = 1/h 
iplot = 1 
nlangkah = 300 
plot_langkah = 6 
nplot = nlangkah/plot_langkah + 1 
do i=1,n 
xplot(i) = (i-1)*h - l/2 
enddo 
do ilangkah=1,nlangkah 
do i=2,(n-1) 
tt_baru(i) = tt(i) + koef*(tt(i+1) + tt(i-1) - 2*tt(i)) 
enddo 
do i=2,(n-1) 
tt(i) = tt_baru(i) 
enddo 
if( mod(ilangkah,plot_langkah) .lt. 1 ) then 
do i=1,n 
ttplot(i,iplot) = tt(i) 
enddo 
tplot(iplot) = ilangkah*tau 
iplot = iplot+1 
endif 
enddo 
nplot = iplot-1 
open(11,file='tplot.txt',status='unknown') 
open(12,file='xplot.txt',status='unknown') 
open(13,file='ttplot.txt',status='unknown') 
do i=1,nplot 
write(11,*) tplot(i) 
enddo 
do i=1,n 
write(12,*) xplot(i) 
do j=1,(nplot-1) 
write(13,1001) ttplot(i,j) 
enddo 
write(13,*) ttplot(i,nplot) 
enddo 
1001 format(e12.6,', ',$) 
stop 
end 
8.2 Persamaan Eliptik 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Contoh umum dari persamaan diferensial eliptik adalah persamaan Poisson 
yang berbentuk 
2 2 
2 2 u u x, y 
x y 
( ) 
¶ + ¶ = - r 
¶ ¶ 
(8-92) 
Jika r ( x, y) = 0 , maka disebut persamaan Laplace yang berbentuk 
2 2 
2 2 u u 0 
x y 
¶ + ¶ = 
¶ ¶ 
(8-93) 
Untuk menyelesaikan persamaan eliptik dibutuhkan syarat batas di ujung-ujungnya. 
Oleh sebab itu penyelesaian persamaan eliptik masuk dalam kategori 
masalah nilai batas. 
Metode penyelesaian numerik untuk persamaan diferensial eliptik 
diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu metode beda hingga dan elemen hingga. 
Tetapi dalam pasal ini kita hanya akan menggunakan metode beda hingga untuk 
menangani persamaan ini. Metode beda hingga diturunkan dari jaring kotak. 
Penggunaan metode ini untuk menyelesaikan masalah diferensial eliptik memiliki 
banyak keuntungan. Adapun keuntungan metode elemen hingga diantaranya adalah 
bahwa persamaan diskritnya tidak terganggu oleh bentuk geometri yang rumit, 
sehingga metode ini fleksibel untuk diterapkan dalam bentuk geometri apapun. 
Namun akhir-akhir ini, metode beda hingga juga telah dikembangkan untuk 
mengatasi masalah geometri ini yaitu dengan cara transformasi koordinat. 
Persamaan Beda dalam Geometri Rectangular 
Dalam pasal ini kita tidak akan membahas metode beda hingga dalam 
geometri yang rumit, tetapi kita hanya akan membahas metode tersebut di dalam 
gometri kotak saja. Untuk memudahkan pemahaman kita tentang metode ini, sekarang 
marilah kita tinjau sebuah persamaan Laplace dalam koordinat kartesan seperti 
terlihat pada persamaan (8-93). 
Untuk mempermudah pemahaman kita tentang masalah yang kita bahas ini, 
sekarang ditinjau untuk domain 0 x £ x £ L dan 0 y £ y £ L seperti terlihat pada 
gambar 8.10. Syarat batas yang dikenakan pada sisi-sisinya adalah 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Batas kiri u 0 
¶ = 
¶ 
x 
(syarat batas Neumann) 
Batas kanan u = 0 (syarat Dirichlet) 
Batas atas u = 0 
Batas bawah 0 u 
¶ = 
¶ 
y 
Untuk menurunkan persamaan beda hingga pada persamaan Laplace, maka 
kita perlu membuat jaring pada kotak tersebut. Jika kita mengasumsikan bahwa lebar 
pias D = D x = D y , maka persamaan Poisson tersebut dapat didekati dengan 
pendekatan beda terpusat yang mengambil bentuk 
( 2 2 ) 
1 
i i j j i j i j d u + d u = r 
2 , , , 
D 
(8-94) 
atau secara eksplisit dapat ditunjukkan dalam bentuk deskrit 
1 éë u - 2 u + u + 1 u - 2 u + u = r D 2 i + 1, j i , j i - 1, j ùû D 
2 éë i , j + 1 i , j i , j - 1 ùû i , 
j (8-95) 
dengan ( ) , , i j i j u º u x y 
u 0 
x 
j=1 2 3 4 … jmax 
u = 0 
¶ = 
¶ D 
Masalah yang timbul dalam menangani persamaan beda (8-95) adalah 
bagaimana cara memberikan perlakuan pada titik-titik di syarat batas pada sisi kiri 
Persamaan Diferensial Parsial 
D 
i=1 2 3 4 … 
imax 
Lx 
Ly 
y = x0= 0 
u 0 
y 
¶ = 
¶ 
u = 0 
Gambar 8.14. Persamaan Laplace dalam geometri 
kotak bersama dengan syarat batasnya
Bab VI Supardi, M.Si 
dan bawah. Sedangkan persamaan beda di sisi atas dan kanan tidak penting, karena 
kita sudah mengetahui harga dari u. 
Sekarang kita akan meninjau untuk persamaan beda di perbatasan sisi kiri. 
Pada gambar tersebut terlihat bahwa syarat batas di sebelah kiri adalah u 0 
¶ = 
¶ . 
x 
Derivatif kedua dari u atau 
2 
2 
u 
x 
¶ 
¶ 
pada titik-titik batas sebelah kiri selanjutnya dapat kita 
dekati dengan 
æ ¶ ö - æ ¶ ö çè ¶ ÷ø ç ¶ ÷ æ ¶ ö è ø ç ÷ » D è ¶ ø 
2 1, 2 , 
2 
1, 
i j i j 
2 
j 
u u 
u x y 
+ 
x 
(8-96) 
Sekarang, bagaimana cara kita mendekati derivatif pertama u terhadap x pada 
suku pertama pembilang pada persamaan beda (8-96) tersebut? Lihatlah gambar 8.15. 
Pada gambar tersebut tampak tiga titik terdekat yang mengelilingi titik (1,j). Dengan 
kenyataan itu, kita memang tidak bisa menerapkan persamaan beda untuk derivatif 
kedua seperti terlihat pada persamaan (8-95), karena kita harus memiliki empat titik 
yang mengitari titik pusat. Oleh sebab itu, kita berharap dengan pendekatan beda (8- 
96) tersebut permasalahan tersebut teratasi. 
i,j+1 
i,j 
i,j-1 
i-1,j 
Gambar 8.15. Titik (i,j) dikelilingi empat titik terdekat. Pendekatan 
beda untuk derivatif kedua u terhadap x dinyatakan pada 
persamaan (88). 
1,j+1 
1,j 
1,j-1 
Persamaan Diferensial Parsial 
i+1,j 
2,j 
Gambar 8.16. Titik-titik di perbatasan kiri
Bab VI Supardi, M.Si 
Selajutnya, suku pertama pembilang pada persamaan (8-96) dapat didekati 
dengan 
u u u 
x + 
æ ¶ ö - ç ÷ » 2, 1, 
è ¶ ø D (8-97) 
1 1, 
2 
j j 
j 
Oleh karena suku kedua pembilang pada persamaan beda (8-96) berharga sama 
dengan nol, maka pendekatan beda 
2 
2 
u 
x 
¶ 
¶ 
adalah 
u u u 
x 
æ ¶ 2 
ö - ç » è ¶ ÷ ø D 
2, 1, 
2 
1, 
2 2 j j 
j 
(8-98) 
Selanjutnya, persamaan beda derivatif kedua u terhadap x di perbatasan sisi kiri 
mengambil bentuk 
1 éë 2 u - 2 u + 1 u - 2 u + u = r D 2 2, j 1, j ùû D 
2 éë 1, j + 1 1, j 1, j - 1 ùû 1, 
j (8-99) 
Dengan menggunakan cara yang sama, maka kita dapat mendekati derivatif 
pertama u terhadap x di perbatasan sisi bawah kotak adalah 
u u u 
y 
æ ¶ 2 
ö - ç » è ¶ ÷ ø D 
,2 ,1 
2 
,1 
2 2 i i 
i 
(8-100) 
sehingga derivatif kedua u dapat didekati dengan persamaan beda 
1 2 1 2 2 i i i i i i u u u u u r + - éë - + ùû + éë - ùû = D D 
2 1,1 ,1 1,1 2 ,2 ,1 ,1 
(8-101) 
Persamaan Diferensial Parsial 
I,j+1 
i-1,j I,j i+1,j 
Gambar 8.16. Titik-titik di perbatasan kiri
Bab VI Supardi, M.Si 
Dengan menggunakan persamaan beda () dan () untuk derivatif pertama u 
terhadap x, maka kita dapat menentukan pendekatan derivatif kedua dari u yang 
mengambil bentuk 
1 é u - u ù + 1 é u - u ù = r D ë û D ë û 
2 2,1 1,1 2 1,2 1,1 1,1 
(8-102) 
Contoh 
Ditinjau sebuah persamaan Laplace dalam ruang dimensi dua dengan domain 
0 £ x £ 8 dan 0 £ y £ 6mengambil bentuk 
2 2 
2 2 0 
x y 
¶ j + ¶ j = 
¶ ¶ 
dengan syarat batas yang diberikan adalah 
Batas kiri 0 u 
¶ = 
¶ 
x 
Batas kanan u = 1 
Batas atas u = 0 
Batas bawah 0 u 
¶ = 
¶ 
y 
Penyelesaian 
j=1 2 3 4 
u = 0 
y = 0 u 0 
¶ = 
¶ 
Untuk menyelesaikan persamaan di atas, maka kita membuat jaring dengan 
lebar pias sama yaitu 2. Harga titik-titik di perbatasan kotak atas dan kanan berharga 
j = 0 , sedangkan titik-titik di perbatasan kiri dan ¶ j ¶ x = 2 
bawah memenuhi 0 dan 
¶ j ¶ y = 0 . Dengan syarat batas yang diberikan tadi, kita akan menghitung titik-titik 
Persamaan Diferensial Parsial 2 
i=1 2 3 4 5 
u = 0 
Lx 
Ly 
x = 0 
y 
8 
u 0 
x 
¶ = 
¶ 6
Bab VI Supardi, M.Si 
yang lain kecuali pada perbatasan atas dan kanan, karena di perbatasan ini harga j 
sudah diketahui. 
Dengan menggunakan persamaan beda hingga (8-95), (8-99) dan (8-101), maka kita 
dapat menuliskan persamaan simultan dalam j yaitu 
1. Titik (1,1) - 4j 1,1 + 2j 2,1 + 2j 1,2 = 0 
2. Titik (2,1) 1,1 2,1 3,1 2,2 j - 4j + j + 2j = 0 
3. Titik (3,1) 2,1 3,1 4,1 3,2 j - 4j + j + 2j = 0 
4. Titik (4,1) 3,1 4,1 4,2 j - 4j + 2j = - 1 
5. Titik (1,2) 1,1 1,2 2,2 1,3 j - 4j + 2j + j = 0 
6. Titik (2,2) 2,1 1,2 3,2 2,2 2,3 j + j + j - 4j + j = 0 
7. Titik (3,2) 3,1 2,2 3,2 4,2 3,3 j + j - 4j + j + j = 0 
8. Titik (4,2) 4,1 3,2 4,2 4,3 j + j - 4j + j = - 1 
9. Titik (1,3) 1,2 1,3 2,3 u - 4u + 2u = 0 
10. Titik (2,3) 2,2 1,3 2,3 3,3 u + u - 4u + u = 0 
11. Titik (3,3) 3,2 2,3 3,3 4,3 u + u - 4u + u = 0 
12. Titik (4,3) 4,2 3,3 4,3 j + j - 4j = - 1 
Jika persamaan simultan di atas dinyatakan dalam bentuk matriks, maka 
bentuknya 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
j 
j 
é - ù 
ê - ú ê ú 
ê - ú 
ê - ú ê ú 
ê - ú 
ê ú 
ê - ú 
ê - ú 
ê ú 
ê - ú 
ê - ú ê ú 
ê - ú 
ê - ú ê ú 
êêë - úúû 
11 4 2 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 
1 4 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 
0 1 4 1 0 0 2 0 0 0 0 0 
0 0 1 4 0 0 0 2 0 0 0 0 
1 0 0 0 4 2 0 0 1 0 0 0 
0 1 0 0 1 4 1 0 0 1 0 0 
0 0 1 0 0 1 4 1 0 0 1 0 
0 0 0 1 0 0 1 4 0 0 0 1 
0 0 0 0 1 0 0 0 4 2 0 0 
0 0 0 0 0 1 0 0 1 4 1 0 
0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 4 1 
0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 4 
é ù é ù 
ê ú ê ú 
ê 21 
ú ê ú 
ê ú ê ú 
ê 31 
ú ê ê ú ê - ú 41 
ú 
ê ú ê ú 
ê 12 
ú ê ú 
ê 22 
ú = ê ú ê ú ê ú 
ê 32 
ú ê ú 
ê 42 
ú ê - ú 
ê ú ê ú 
ê 13 
ú ê ú 
ê ú ê ú 
ê 23 
ú ê ú 
ê 33 
ú ê ú 
êêë - 43 
úúû êêë úúû 
0 
0 
0 
1 
0 
0 
0 
1 
0 
0 
0 
1 
j 
j 
j 
j 
j 
j 
j 
j 
j 
j 
Jika persamaan simultan linier yang dinyatakan dalam bentuk matriks tersebut 
dinyakan oleh 
AgX = b 
maka untuk menemukan harga setiap elemen matriks X dapat dilakukan dengan cara 
X = A- 1gb 
Dengan menggunakan kaidah ini, maka elemen-elemen matriks X maka kita dapat 
menentukan harga j pada setiap titik yaitu 
j j j 
j j j 
j j j 
j j j 
= = = 
= = = 
= = = 
= = = 
0.3377, 0.3799, 0.5118 
0.7379, 0.2955, 0.3351 
0.4647, 0.7199, 0.1740 
0.2003, 0.2920, 0.5030 
11 21 31 
41 12 22 
32 42 13 
23 33 43 
Metode Iteratif Jacobi 
Sesuai dengan namanya, ide dari metode iteratif Jacobi adalah menemukan 
harga setiap titik-titik dalam kotak melalui jalan iterasi hingga ditemukan harga yang 
optimum. Iterasi awal dimulai dengan memberikan nilai tebakan pada variabel-variabelnya. 
Iterasi dilakukan terus menerus hingga selisih harga elemen kini dan 
sebelumnya melebihi toleransi yang diberikan. 
Untuk lebih jelasnya, sekarang kita akan meninjau kembali persamaan Laplace 
seperti pada contoh 8.1 tetapi dengan syarat batas sebagai berikut 
Batas kiri u = 0 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Batas kanan u = 1 
Batas atas u = 0 
Batas bawah u = 1 
Dengan syarat batas yang diberikan tersebut, maka kita dapat membentuk 
persamaan simultan baru sebagai berikut 
1. Titik (2,2) 
j j j j j 
- - - - = 
4 0 
2,2 1,2 3,2 2,1 2,3 
j j 
atau 
3,2 2,3 
2,2 
4 
j 
+ 
= 
2. Titik (3,2) 
j j j j j 
- - - - = 
4 0 
3,2 2,2 4,2 3,1 3,3 
j j j 
atau 
2,2 4,2 3,3 
3,2 
4 
j 
+ + 
= 
3. Titik (4,2) 
j j j j j 
- - - - = 
4 0 
4,2 3,2 5,2 4,1 4,3 
j j 
3,2 4,3 
4,2 
1 
atau 
4 
j 
+ + 
= 
4. Titik (2,3) 
j j j j j 
- - - - = 
4 0 
2,3 1,3 3,3 2,2 2,4 
j j 
2,2 3,3 
2,3 
1 
atau 
4 
j 
+ + 
= 
5. Titik (3,3) 
j j j j j 
- - - - = 
4 0 
3,3 2,3 4,3 3,2 3,4 
j j j 
2,3 4,3 3,2 
3,3 
1 
atau 
4 
j 
+ + + 
= 
6. Titik (4,3) 
j j j j j 
- - - - = 
4 0 
4,3 3,3 5,3 4,2 4,4 
j j 
3,3 4,2 
4,3 
2 
atau 
4 
j 
+ + 
= 
1 
0 1 
0 
0 
0 
0 
Persamaan Diferensial Parsial 
0 0 
1 
1 1 1 
1
Bab VI Supardi, M.Si 
Sebagai langkah awal, kita berikan tebakan awal seluruh titik sama dengan 
nol, kecuali pada batas-batas yang telah kita tentukan. Dari langkah ini, kita memiliki 
harga-harga pada setiap titik antara lain 0 
j 2,2 = 0 , 0 
3,2 j = 0 , 0 
4,2 j = 0,25, 0 
2,3 j = 0,25 , 
0 
3,3 j = 0,25, 0 
4,3 j = 0,50 . Dengan menggunakan bahasa pemrograman, maka arga 
titik-titik pada iterasi berikutnya dapat kita temukan sampai toleransi yang diberikan. 
Program Iterasi_jacobi 
dimension pa(5,4),pb(5,4) 
real phip 
character*10 fname 
write(*,5) 
read 9,fname 
9 format(15a) 
5 format(23x,'nama file output:',) 
open(8,file=fname) 
c tebakan awal untuk seluruh titik diberikan sama dengan nol 
c kecuali pada batas-batas yang telah ditentukan 
c syarat batas pada titik-titik jaring adalah 
pa(2,4)=1. 
pa(3,4)=1. 
pa(4,4)=1. 
pa(5,4)=1. 
pa(5,2)=1. 
pa(5,3)=1. 
c 
pb(2,4)=1. 
pb(3,4)=1. 
pb(4,4)=1. 
pb(5,2)=1. 
pb(5,3)=1. 
pb(5,4)=1. 
c 
do 25 iter=1,100 
write(8,90)iter 
do 30 i=2,4 
do 40 j=2,3 
pb(i,j)=(pa(i-1,j)+pa(i+1,j)+pa(i,j-1)+pa(i,j+1))/4. 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
40 continue 
30 continue 
do 35 i=2,4 
do 45 j=2,3 
pa(i,j)=pb(i,j) 
45 continue 
35 continue 
c 
write (8,22) pb(1,4),pb(2,4),pb(3,4),pb(4,4),pb(5,4) 
write (8,22) pb(1,3),pb(2,3),pb(3,3),pb(4,3),pb(5,3) 
write (8,22) pb(1,2),pb(2,2),pb(3,2),pb(4,2),pb(5,2) 
write (8,22) pb(1,1),pb(2,1),pb(3,1),pb(4,1),pb(5,1) 
write (*,22) pb(1,4),pb(2,4),pb(3,4),pb(4,4),pb(5,4) 
write (*,22) pb(1,3),pb(2,3),pb(3,3),pb(4,3),pb(5,3) 
write (*,22) pb(1,2),pb(2,2),pb(3,2),pb(4,2),pb(5,2) 
write (*,22) pb(1,1),pb(2,1),pb(3,1),pb(4,1),pb(5,1) 
25 continue 
90 format(i4) 
22 format(5f10.6) 
close(8) 
stop 
end 
Tabel 8.1 Contoh eksekusi program iterasi Jacobi 
Iterasi ke-1 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .250000 .250000 .500000 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .250000 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-4 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .406250 .574219 .738281 1.000000 
.000000 .148438 .265625 .480469 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-7 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .451660 .634094 .784973 1.000000 
.000000 .190125 .330688 .523438 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-10 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .460958 .648406 .794291 1.000000 
.000000 .200234 .343851 .533567 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-13 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
.000000 .463182 .651300 .796516 1.000000 
.000000 .202281 .346998 .535614 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-16 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463632 .651992 .796966 1.000000 
.000000 .202770 .347634 .536103 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-19 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463740 .652132 .797073 1.000000 
.000000 .202869 .347786 .536202 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-22 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463762 .652165 .797095 1.000000 
.000000 .202892 .347817 .536226 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-25 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463767 .652172 .797100 1.000000 
.000000 .202897 .347824 .536230 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-27 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463768 .652173 .797101 1.000000 
.000000 .202898 .347825 .536231 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
Iterasi ke-28 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 
.000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 
8.10 Metode Relaksasi 
Konsep dari metode relaksasi didasarkan pada suatu ide bahwa konvergensi ke 
suatu penyelesaian dari pemberian terkaan awal tertentu dapat dicapai dengan cara 
mengulang-ulang iterasi setiap titiknya. Konsep dari iterasi berasal dari suatu ide 
bahwa perubahan perlahan-lahan (evolusi) terhadap waktu dapat dilihat ketika 
persamaan diferensial parsial eliptik dinyatakan dalam bentuk persamaan diferensial 
parabolik. 
8.10.1 Metode RelaksasiGauss-Seidel 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Metode relaksasi Gauss-Seidel telah terbukti memperoleh sukses besar dalam 
keberhasilannya menyelesaikan persamaan diferensial parsial eliptik. Untuk lebih 
jelasnya, sekarang kita akan menyatakan persamaan eliptik sebagai persamaan difusi 
2 2 
2 2 u u x, y 
x y 
( ) 
¶ + ¶ = r 
¶ ¶ 
(8-72) 
menjadi 
2 2 
2 2 u u u x, y 
t x y 
( ) 
¶ = ¶ + ¶ - r 
¶ ¶ ¶ 
(8-73) 
Apabila pada t = 0 terdapat distribusi awal, maka kita dapat mengatakan 
bahwa bahwa ketika t ® ¥ penyelesaian sudah merelaks ke arah keadaan setimbang. 
Saat t ® ¥ tersebut, maka dipenuhi ¶ u / ¶ t ® 0. Jika persamaan (8-73) kita lakukan 
diskritisasi menggunakan metode FTCS, maka ungkapan tersebut akan menjadi 
bentuk 
u = u + D t u + u + u + u - u - D 
t 
1 ( ) 
n + n n n n n 4 n 
r 
, , 2 1, 1, , 1 , 1 , , ℓ ℓ D ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ (8-74) 
j j j j j j j j 
x 
- + - + 
dengan indeks atas n mewakili variabel waktu, sedangkan indeks bawah menyatakan 
variabel ruang. 
Dengan mengingat kembali bahwa di dalam ruang 1D metode FTCS stabil 
hanya jika dipenuhi / 2 1 
D t D £ , dan stabil dalam ruang 2D hanya jika / 2 1 
2 
D t D £ , 
4 
maka ungkapan (8-74) dapat dinyatakan kembali dalam bentuk 
( ) 2 
u n + 1 
= 1 
u n + u n + u n + u n 
- D r 
(8-75) 
j , ℓ 4 j - 1, ℓ j + 1, ℓ j , ℓ - 1 j , ℓ + 
1 4 
j , 
ℓ Dari ungkapan (8-75), kita dapat menemukan harga terbaru dari u pada 
langkah ( n + 1) dengan menggunakan empat harga lama yang mengelilinginya pada 
langkah n dan suku sumbernya. Prosedur menemukan harga terbaru tersebut 
dilakukan dengan cara menyapu titik-titik yang diawali dari baris demi baris titik dan 
menghitung harga baru u dengan mengunakan ungkapan (8-75). Prosedur ini diulang-ulang 
hingga ketelitian yang diharapkan dicapai. Metode ini disebut dengan iterasi 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Jacobi seperti yang telah dibahas di atas. Sayangnya, metode ini masih cukup lambat 
mencapai konvergen. 
Satu metode yang barangkali lebih baik dibandingkan dengan metode iterasi 
Jacobi membuat algoritma tersebut menjadi bentuk semi implisit 
( ) 2 
= + + + - D ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ (8-76) 
1 
4 4 
n n n n n 
j j j j j j u + u u + u u + r 
1 1 1 
, + 1, - 1, , + 1 , - 
1 , 
Dalam skema ini, harga-harga baru dari u digunakan segera setelah harga-harga 
tersebut ada, artinya bahwa titik-titik yang sudah ter-update akan digunakan 
segera dalam perhitungan untuk memperoleh harga terbaru u pada titik berikutnya. 
Skema yang diperlihatkan pada (8-76) tersebut dikenal dengan metode relaksasi 
Gauss-Seidel. Sayangnya, metode ini juga masih lambat konvergensinya. 
8.10.2 Metode Over-Relaksasi Simultan 
Untuk memperoleh metode relaksasi lebih baik dalam hal kecepatan 
konvergensi, maka kita perlu mengkoreksi secara over metode Gauss-Seidel. Kita 
akan melakukan generalisasi terhadap skema (8-76) sehingga setiap langkah relaksasi 
j,l j akan digantikan dengan kombinasi linier antara harga lamanya dan harga 
terupdatenya. Jadi 
n n n n n n 
j j l j j j j j u + w u w u u + u u + r 
1 ( ) ( 1 1 ) 2 
+ - + - ℓ = - + éë ℓ + ℓ + ℓ + ℓ - D ℓ ùû (8-76) 
, , 1, 1, , 1 , 1 , 1 
4 
dimana w merupakan parameter over relaksasi. Metode ini konvergen hanya dalam 
ranah 0 < w < 2 . Untuk harga 0 < w < 1, maka skema (8-76) disebut dengan under 
relaxation , sedangkan untuk ranah1< w < 2 skema tersebut dikenal dengan over 
relaxation. Untuk harga w dalam ranah 1< w < 2 memberikan konvergensi lebih 
cepat dibandingkan dengan metode Gauss-Seidel. 
Contoh source code untuk menyelesaikan Persamaan Laplace menggunakan 
Iterasi Gauss-Seidel dan over relaksasi 
Program Laplace 
Integer max 
real omega 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Parameter(max1=4,max2=5,omega=1.25) 
Real*8 x, p(max2,max1),phip 
Integer i, j, iter, y 
c membuka file output 
Open(8, File='laplace.dat', Status='Unknown') 
c sisi-sisi jaring dengan potensial konstan 
Do 10 i=1, max2 
p(i,1)=0.0 
p(i,4)=1.0 
10 Continue 
Do 11 j=1, max1 
p(1,j)=0.0 
p(5,j)=1.0 
11 Continue 
c algoritma iterasi 
Do 20 iter=1, 100 
write(8,21)iter 
Do 30 i=2,(max2-1) 
Do 40 j=2,(max1-1) 
c menentukan harga titik-titik pada jaring 
c dengan metode Gauss-Seidel 
p(i,j)=0.25*(p(i+1,j) 
* +p(i-1,j)+p(i,j+1)+p(i,j-1)) 
c menentukan harga titik-titik pada jaring 
c dengan metode over relaksasi dengan parameter relaksasi 
c omega=1.25 
c phip=0.25*(p(i+1,j) 
c * +p(i-1,j)+p(i,j+1)+p(i,j-1)) 
c p(i,j)=(1.-omega)*p(i,j)+omega*phip 
40 Continue 
30 Continue 
Write (8,22) p(1,4),p(2,4),p(3,4),p(4,4),p(5,4) 
Write (8,22) p(1,3),p(2,3),p(3,3),p(4,3),p(5,3) 
Write (8,22) p(1,2),p(2,2),p(3,2),p(4,2),p(5,2) 
Write (8,22) p(1,1),p(2,1),p(3,1),p(4,1),p(5,1) 
Write (*,22) p(1,4),p(2,4),p(3,4),p(4,4),p(5,4) 
Write (*,22) p(1,3),p(2,3),p(3,3),p(4,3),p(5,3) 
Write (*,22) p(1,2),p(2,2),p(3,2),p(4,2),p(5,2) 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Write (*,22) p(1,1),p(2,1),p(3,1),p(4,1),p(5,1) 
20 continue 
21 Format(i4) 
22 Format(5f10.6) 
Close(8) 
Stop 'data tersimpan dalam laplace.dat’ 
End 
Contoh eksekusi untuk penyelesaian persamaan Laplace 
menggunakan metode iterasi Gauss-Seidel 
Iterasi ke-1 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .250000 .312500 .640625 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .250000 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-3 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .415039 .609619 .778870 1.000000 
.000000 .125000 .277344 .505859 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-5 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .457157 .646527 .794691 1.000000 
.000000 .191956 .338470 .532238 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-7 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .462890 .651425 .796782 1.000000 
.000000 .201444 .346585 .535702 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-9 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463652 .652074 .797059 1.000000 
.000000 .202706 .347661 .536162 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-11 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463753 .652161 .797096 1.000000 
.000000 .202873 .347804 .536223 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-13 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463766 .652172 .797101 1.000000 
.000000 .202895 .347823 .536231 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-15 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 
.000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
Iterasi ke-16 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 
.000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Contoh eksekusi untuk penyelesaian persamaan Laplace 
menggunakan metode relaksasi dengan parameter relaksasi omega =1.25 
Iterasi ke-1 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .300000 .390000 .807000 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .300000 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-3 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .468270 .659511 .799566 1.000000 
.000000 .167400 .363960 .538470 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-5 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463300 .651879 .796899 1.000000 
.000000 .202917 .348104 .536191 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-7 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463740 .652166 .797104 1.000000 
.000000 .202854 .347799 .536242 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-9 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463770 .652174 .797102 1.000000 
.000000 .202902 .347827 .536232 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-10 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 
.000000 .202899 .347826 .536232 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
Iterasi ke-11 
.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 
.000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 
.000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 
.000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 
SOAL LATIHAN 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
1. Jelaskan dengan singkat perbedaan antara persamaan diferensial hiperbolik, 
parabolik dan eliptik serta berikan contoh masing-masing. Apakah perbedaan fisis 
terpenting antara persamaan hiperbolik dan parabolik di satu sisi dan persamaan 
eliptik di sisi lain. 
2. Apakah persamaan-persamaan diferensial berikut merupakan persamaan 
hiperbolik, parabolik atau elipti? 
¶ + ¶ - ¶ = 
¶ ¶ ¶ ¶ 
¶ + ¶ - ¶ - ¶ = 
¶ ¶ ¶ ¶ ¶ 
¶ + ¶ + ¶ + ¶ = 
¶ ¶ ¶ ¶ ¶ 
¶ + ¶ - ¶ + ¶ + ¶ = 
¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ 
¶ æ ¶ + ¶ - ö + ¶ æ ¶ - ¶ ö = + ¶ çè ¶ ¶ ÷ø ¶ çè ¶ ¶ ÷ø 
e f f f f f x t 
( ) 
2 2 2 
2 2 
a f f f 
t x t x 
2 2 2 
2 2 
b f f f f 
t t t x x 
c f f f f e 
2 2 2 
2 2 
2 2 2 
2 2 
3 
. 3 2 0 
. 7 2 0 
. 3 6 
x 
x t t x t 
d f f f f f 
. 2 2 0 
t x t x x t 
. 3 2 sin 
t t x x t x 
3. Persamaan 
f f 
t x 
3 
3 
¶ = b ¶ 
¶ ¶ 
dapat dinyatakan dalam persamaan beda hingga sebagai berikut 
f f m f f f f m b d 
t 
( 1) ( ) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ) 
2 1 1 3 m m m 3 m 3 m m 
n n n n n n 
x 
d 
+ 
+ + - = + - + - = 
tentukan kesalahan pembulatan dari persamaan beda tersebut. 
4. Jelaskan dengan singkat, apa yang saudara ketahui tentang masalah nilai awal dan 
masalah nilai batas. Apa yang mmbedakan keduanya, dan berikan contohnya 
masing-masing. 
5. Skema Lax ditulis sebagai 
7 
( ) ( n ) 
1 
u n 
+ 1 
= u n 
+ u n 
- u n 
+ 
u i i 
1 i 
1 i 
1 i 
1 
2 
2 
+ - + - 
dengan g º a D t / D x . Tunjukkan bahwa skema tersebut stabil jika 0 < g < 1. 
6. Persamaan diferensial parsial diberikan oleh 
Persamaan Diferensial Parsial
Bab VI Supardi, M.Si 
u + a x , t ¶ 
u 
= , 
( ) s( x t ) 
x 
t 
¶ 
¶ 
¶ 
dengan 
( ) 
s( x t ) x t 
a x t x 
= + 
, 3 0.1 
= - 2 + 
, 1 0.1 
Dengan mengasumsikan syarat awal diberikan oleh u(x, t ) = 1 untuk t = 0 , 
tentukan penyelesaiaan untuk masalah tersebut. 
7. Persamaan difusi dalam suatu ruang, dimana konstanta difusi D berubah terhadap 
ruang D = D( x) dinyatakan oleh 
f f f 2 
D atau D f D f 
t x x t x 2 
x x 
¶ = ¶ æ ¶ ö ¶ = ¶ + ¶ ¶ ¶ ¶ çè ¶ ÷ø ¶ ¶ ¶ ¶ 
Tunjukkan bahwa persamaan beda dinyatakan sebagai 
m 1 
m m m m m m 
n n n n n n n n n 
f f D f f f D D f f 
d t d x d x d x 
1 1 1 1 1 1 
2 
2 
2 2 
n 
+ 
+ - + - + - - - + æ - ö æ - ö = + ç ÷ ç ÷ è ø è ø 
tidak konservatif, yaitu bahwa ò fdx tidak kekal. 
8. Buatlah suatu skema alternatif yang menunjukkan bahwa persamaan difusi yang 
dinyatakan pada soal nomor 1 tersebut konservatif. 
9. Tunjukkan bahwa skema Lax untuk penyelesaiam persamaan adveksi ekivalen 
dengan 
¶ ¶ æ ö ¶ = - + ç - ÷ + ¶ ¶ è ø ¶ 
f u f d x 2 1 
2 
u 2 
d 
t f suku orde lebih tinggi 
t x 2 d 
t 2 
x 
2 
10. Ujilah perilaku penyelesaian like- gelombang f = exp( i ( kx - w t ) ) dalam skema 
Lax dan jelaskan perilaku dalam suku-suku difusi. 
Persamaan Diferensial Parsial

Contenu connexe

Tendances

Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Dian Arisona
 
Diferensial parsial
Diferensial parsialDiferensial parsial
Diferensial parsial
yenisaja
 
Persamaan Diferensial
Persamaan DiferensialPersamaan Diferensial
Persamaan Diferensial
Dian Arisona
 
Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2
Dian Arisona
 

Tendances (20)

Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
 
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
 
Integral Garis
Integral GarisIntegral Garis
Integral Garis
 
2 deret fourier
2 deret fourier2 deret fourier
2 deret fourier
 
diferensial vektor
diferensial vektordiferensial vektor
diferensial vektor
 
Grup siklik
Grup siklikGrup siklik
Grup siklik
 
Matematika teknik 01-definisi pd
Matematika teknik 01-definisi pdMatematika teknik 01-definisi pd
Matematika teknik 01-definisi pd
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1c
 
Pertemuan 12 deret fourier
Pertemuan 12  deret fourierPertemuan 12  deret fourier
Pertemuan 12 deret fourier
 
Diferensial parsial
Diferensial parsialDiferensial parsial
Diferensial parsial
 
09 a analis_vektor
09 a analis_vektor09 a analis_vektor
09 a analis_vektor
 
BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi
 
Persamaan Diferensial
Persamaan DiferensialPersamaan Diferensial
Persamaan Diferensial
 
6 Divergensi dan CURL
6 Divergensi dan CURL6 Divergensi dan CURL
6 Divergensi dan CURL
 
Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2
 
Fungsi bessel
Fungsi besselFungsi bessel
Fungsi bessel
 
Geometri analitik ruang
Geometri analitik ruangGeometri analitik ruang
Geometri analitik ruang
 
Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )
 
Metode Numerik Trapesium
Metode Numerik TrapesiumMetode Numerik Trapesium
Metode Numerik Trapesium
 

En vedette

Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updatedBab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
wahyuddin S.T
 
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
wahyuddin S.T
 
Jurnal
JurnalJurnal
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
wahyuddin S.T
 

En vedette (10)

Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updatedBab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
 
50773875 kinetika-kimia
50773875 kinetika-kimia50773875 kinetika-kimia
50773875 kinetika-kimia
 
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkuratToefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Materi kinetika-kimia
Materi kinetika-kimiaMateri kinetika-kimia
Materi kinetika-kimia
 
Proposal ta wahyu satria-old
Proposal ta wahyu satria-oldProposal ta wahyu satria-old
Proposal ta wahyu satria-old
 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
 
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
 

Similaire à Pdp jadi

Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel bBab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Muhammad Ali Subkhan Candra
 
Modul nilai mutlak
Modul nilai mutlakModul nilai mutlak
Modul nilai mutlak
Hafidz Gress
 
Makalah fismat iii poisson
Makalah fismat iii poissonMakalah fismat iii poisson
Makalah fismat iii poisson
Gilang Anindita
 
147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika
147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika
147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika
Operator Warnet Vast Raha
 
Persamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsialPersamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsial
Moch Harahap
 
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
MsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhsMsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
AndilDwithoma
 
Bab 3 b5 persamaan schrodinger
Bab 3 b5 persamaan schrodingerBab 3 b5 persamaan schrodinger
Bab 3 b5 persamaan schrodinger
Nur Yunani Yuna
 

Similaire à Pdp jadi (20)

Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial Parsial
 
1. persamaan schrodinger
1. persamaan schrodinger1. persamaan schrodinger
1. persamaan schrodinger
 
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel bBab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
 
Mekanika (fungsi hamilton)
Mekanika (fungsi hamilton)Mekanika (fungsi hamilton)
Mekanika (fungsi hamilton)
 
Modul 9 s1_pgsd
Modul 9 s1_pgsdModul 9 s1_pgsd
Modul 9 s1_pgsd
 
Modul nilai mutlak
Modul nilai mutlakModul nilai mutlak
Modul nilai mutlak
 
Modul prolin 1
Modul prolin 1Modul prolin 1
Modul prolin 1
 
2. matematika termodinamika
2. matematika termodinamika2. matematika termodinamika
2. matematika termodinamika
 
1 konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 1
1   konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 11   konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 1
1 konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 1
 
Makalah fismat iii poisson
Makalah fismat iii poissonMakalah fismat iii poisson
Makalah fismat iii poisson
 
Bab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogenBab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogen
 
TURUNAN PARSIAL
TURUNAN PARSIALTURUNAN PARSIAL
TURUNAN PARSIAL
 
147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika
147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika
147032576 makalah-scrodinger-fisika-modern-mipa-fisika
 
04 praktikum struktur_atom
04 praktikum struktur_atom04 praktikum struktur_atom
04 praktikum struktur_atom
 
Vektor dan ruang euclid
Vektor dan ruang euclidVektor dan ruang euclid
Vektor dan ruang euclid
 
Persamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsialPersamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsial
 
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
MsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhsMsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
 
BAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN.pptx
BAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN.pptxBAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN.pptx
BAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN.pptx
 
Bab 3 b5 persamaan schrodinger
Bab 3 b5 persamaan schrodingerBab 3 b5 persamaan schrodinger
Bab 3 b5 persamaan schrodinger
 
Modul persamaan diferensial
Modul persamaan diferensialModul persamaan diferensial
Modul persamaan diferensial
 

Plus de wahyuddin S.T

95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
wahyuddin S.T
 
Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)
wahyuddin S.T
 
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
wahyuddin S.T
 
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energik,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
wahyuddin S.T
 
Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14
wahyuddin S.T
 

Plus de wahyuddin S.T (20)

Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dariPrarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
 
Petrokimia
PetrokimiaPetrokimia
Petrokimia
 
Judul prarancangan pabrik kimia teknik kimia
Judul prarancangan pabrik kimia  teknik kimia Judul prarancangan pabrik kimia  teknik kimia
Judul prarancangan pabrik kimia teknik kimia
 
Transkrip nilai dan sertifikat2
Transkrip nilai dan sertifikat2Transkrip nilai dan sertifikat2
Transkrip nilai dan sertifikat2
 
Transkrip akademik word
Transkrip akademik wordTranskrip akademik word
Transkrip akademik word
 
Curriculum vitae
Curriculum vitae Curriculum vitae
Curriculum vitae
 
Surat pernyataan
Surat pernyataanSurat pernyataan
Surat pernyataan
 
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkuratSupermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
 
Sukses terbesar dalam hidupku
Sukses terbesar dalam hidupkuSukses terbesar dalam hidupku
Sukses terbesar dalam hidupku
 
Rencana studi
Rencana studiRencana studi
Rencana studi
 
Motivation letter
Motivation letterMotivation letter
Motivation letter
 
Kontribusiku untuk indonesia
Kontribusiku untuk indonesiaKontribusiku untuk indonesia
Kontribusiku untuk indonesia
 
Tugas petrokimia
Tugas petrokimiaTugas petrokimia
Tugas petrokimia
 
Purun ft
Purun   ftPurun   ft
Purun ft
 
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
 
Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)
 
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
 
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energik,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
 
Kemiri sunan
Kemiri sunanKemiri sunan
Kemiri sunan
 
Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14
 

Pdp jadi

  • 1. Bab VI Supardi, M.Si BAB VI PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL (PDP) 1 Pendahuluan Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam penggambaran keadaan fisis, dimana besaran-besaran yang terlibat didalamnya berubah terhadap ruang dan waktu. Sebagai contoh, jika kita meninjau topik-topik fisika lanjut (advanced physics), seperti halnya mekanika klasik lanjut yang membicarakan tentang gelombang elektromagnetik, hidrodinamik dan mekanika kuantum (gelombang Schroedinger), maka kita akan menemukan penggunaan persamaan diferensial parsial yang digunakan untuk menggambarkan fenomena fisis yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut. Masalah-masalah tersebut dalam kenyataannya sulit untuk dipecahkan dengan cara analitik biasa, sehingga metode numerik perlu diterapkan untuk menyelesaikannya. Penggunaan persamaan diferensial tidak terbatas pada masalah fisika saja, tetapi lebih luas lagi dalam bidang sains dan teknologi. 2 Pendekatan Beda Hingga Untuk memahami dengan benar masalah persamaan diferensial ini, sebelumnya pada bab 5 kita sudah membahas bahwa suatu derivatif dapat didekati dengan beda hingga, sehingga persamaan diferensial dapat didekati dengan persamaan beda hingga pula. Dalam bab ini metode beda hingga yang telah dikenalkan sebelumnya akan diperluas lagi untuk kasus di dalam ruang multidimensi yang lebih tepat dikaji dengan menggunakan persamaan diferensial parsial. Pada bab V yang lalu, kita sudah menggunakan pendekatan beda hingga untuk mendekati ungkapan turunan pertama dan kedua. Namun pada pembahasan yang lalu kita masih membatasi pada pendekatan untuk turunan pada ruang dimensi satu. Saat ini, kita masih akan menggunakan kaidah-kaidah pendekatan tersebut namun ditingkatkan untuk ruang dimensi dua. Pada pembahasan tentang persamaan diferensial biasa di bab 7 yang lalu, kita telah melakukan pendekatan beda hingga pada penyelesaiannya. Nah di bab ini, kita juga Persamaan Diferensial Parsial
  • 2. Bab VI Supardi, M.Si akan melakukan hal sama pada bentuk derivatif parsialnya. Mengapa? Karena untuk masalah-masalah yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas, prinsip-prinsip tersebut masih tetap dapat diterapkan. Di dalam pembahasan tentang persamaan diferensial biasa, variabel bebas yang terlibat dalam masalah hanya satu, sedangkan untuk persamaan diferensial parsial variabel bebas berjumlah lebih dari satu. Tentu saja, hal ini saja membuat permasalahan akan semakin kompleks. Untuk memberikan ilustrasi dan mempermudah pemahaman kita tentang masalah ini, sekarang marilah kita tinjau sebuah jaring kotak yang menggambarkan dua variabel bebas x dan y seperti terlihat pada gambar 8.1. Setiap kotak dalam jaring tersebut memiliki lebar D x dan D y . Oleh karena itu, panjang variabel bebas x setelah langkah ke i dinyatakan oleh ( ) 0,1,......, i x x = i D x i = N (8-5) dan panjang variabel y setelah langkah ke j adalah ( ) 0,1,....., j t y = j D t j = N (8-6) Dengan menggunakan titik-titik jaring pada gambar 8.1, diferensial orde pertama dan kedua dapat didekati oleh: Persamaan Diferensial Parsial Gambar 8.1. Jaring titik-titik hitungan pada pendekatan beda hingga dengan variabel bebas x dan y. Δy Δy Δx Δx
  • 3. Bab VI Supardi, M.Si i 1, j i, j u u u x x + ¶ - = ¶ D (8-7) i, j i 1, j u u u x x - ¶ - = ¶ D (8-8) i j i j u u u x x + - ¶ - = ¶ D 1, 1, 2 (8-9) 2 i j i j i j u u u u x x - + ¶ - + = ¶ D ( ) 2 1, , 1, 2 2 (8-10) i j i j i j i j u u u u u x y x y ¶ 2 - - + = + 1, + 1 - 1, + 1 + 1, - 1 - 1, - 1 ¶ ¶ 4 ( D ) ( D ) (8-11) Dalam beberapa masalah fisika dan teknik persamaan diferensial ada yang dinyatakan dalam turunan pertama terhadap waktu dan turunan kedua terhadap ruang, misalnya pada persamaan difusi. Untuk persamaan diferensial parsial yang mengandung variabel ruang dan waktu ini, pendekatan beda hingga dapat dinyatakan dalam jaring (jaring) bidang x dan t (lihat gambar 8.2). i, j 1 u + i 1, j u - i, j u i, j 1 u + Persamaan Diferensial Parsial Δx Δx Δt Gambar 8.2. Jaring titik-titik hitungan pada pendekatan beda hingga dengan variabel bebas t dan x.
  • 4. Bab VI Supardi, M.Si Jaring kotak yang menyatakan variabel ruang dan waktu dibagi menjadi pias-pias dengan interval ruang dan waktu D x dan D t . Panjang variabel ruang x setelah interval ke i dinyatakan sebagai ( ) 0,1,......, i x x = i D x i = N (8-12) Sedangkan untuk variabel waktu t setelah interval waktu ke j adalah ( ) 0,1,....., j t t = j D t j = N (8-13) Bentuk turunan pertama terhadap waktunya dapat dituliskan sebagai i, j 1 i, j u u u t t + ¶ - » ¶ D (8-14) Ungkapan (8-14) dapat pula dituliskan sebagai j 1 j i i u u u t t ¶ + - » ¶ D (8-15) dengan indeks bawah menyatakan harga u pada langkah waktu, dan indeks atas menunjukkan harga u pada langkah ruang. Sedangkan untuk derivatif kedua terhadap variabel ruang seperti dinyatakan pada persamaan (8-10) dapat dituliskan kembali j 2 j j i i i u u u u x x - + ¶ = - + ¶ D ( ) 2 1 1 2 2 (8-16) 8.1 Klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial Persamaan diferensial parsial dibagi menjadi tiga jenis, yaitu persamaan diferensial eliptik, parabolik dan hiperbolik. Untuk membedakan ketiga jenis persamaan diferensial parsial tersebut, marilah sekarang kita meninjau sebuah persamaan diferensial parsial orde dua dalam dua variabel ruang x dan waktu t, 2 2 2 2 2 A u B u C u D x,t,u, u , u 0 x x t t x t ¶ + ¶ + ¶ + æ ¶ ¶ ö = ¶ ¶ ¶ ¶ çè ¶ ¶ ÷ø (6-1) dimana A,B dan C merupakan fungsi dari x dan t, dan D adalah fungsi dari u dan derivatif u x ¶ ¶ dan u t ¶ ¶ , serta x dan t. Kita juga akan memperkenalkan variabel baru Persamaan Diferensial Parsial
  • 5. Bab VI Supardi, M.Si sedemikian hingga suku-suku yang mengandung derivatif campuran akan sama dengan nol. Selanjutnya, pembedaan atas tiga klas persamaan diferensial parsial tersebut didasarkan pada harga diskriminan B2 - 4AC dari persamaan (8-1) tersebut. Pertama, jika kita meninjau pada suatu titik ( ) 0 0 x ,t dan di titik tersebut memenuhi syarat bahwa harga diskriminan 2 ( ) ( ) ( ) 0 0 0 0 0 0 B x ,t - 4A x ,t C x ,t > 0 (8-2) maka persamaan diferensial parsial tersebut dikatakan hiperbolik pada titik ( ) 0 0 x ,t . Selajutnya, jika persamaan tersebut hiperbolik pada seluruh titik di dalam ranah (domain) yang ditinjau, maka persamaan diferensial parsial tersebut dikatakan sebagai persamaan hiperbolik. Sebagai contoh, jika kita meninjau persamaan gelombang yang mengambil bentuk Persamaan gelombang 2 2 u c u 0 t x 2 2 ¶ - 2 ¶ = ¶ ¶ Dalam persamaan gelombang tersebut harga A = - c2 , B = 0 dan C = 1, sehingga harga diskriminannya berharga positip. Ini berarti persamaan gelombang benar-benar masuk dalam klasifikasi persamaan diferensial hiperbolik. Persamaan (8-1) tersebut memiliki dimensi ruang satu dengan c adalah kecepatan gelombang cahaya di ruang hampa. Persamaan tersebut menjelaskan dengan sederhana bahwa derivatif kedua dari penyelesaiannya berbanding lurus dengan derivatif kedua lainnya dengan konstanta kesebandingan c2 . Kedua, Jika pada suatu titik ( ) 0 0 x ,t memenuhi persyaratan 2 ( ) ( ) ( ) 0 0 0 0 0 0 B x ,t - 4A x ,t C x ,t = 0 (8-3) maka persamaan tersebut dikatakan parabolik pada titik ( ) 0 0 x ,t . Dan jika di seluruh titik dipenuhi harga diskriminan (8-3), maka persamaan tersebut disebut persamaan parabolik. Contoh dari persamaan diferensial parabolik adalah persamaan difusi yang mengambil bentuk Persamaan difusi 2 2 u u 0 t x ¶ - k ¶ = ¶ ¶ Persamaan Diferensial Parsial
  • 6. Bab VI Supardi, M.Si dengan A = - k , B = 0 dan C = 0 . Oleh sebab itu, harga deskriminannya sama dengan nol. Persamaan ini dikenal dengan persamaan panas, yang menggambarkan aliran (difusi) panas melalui sebuah penghantar. Dalam kasus ini k adalah konduktivitas termal yang merupakan kebalikan dari R yang merupakan hambatan termal. Di dalam ilmu fisika persamaan diferensial yang mirip dengan persamaan difusi adalah persamaan Schroedinger yaitu, é h 2 ù ¶ ê - Ñ + ú - = ë û ¶ Persamaan Schroedinger ( ) h 2 , , 0 2 V x y z u i u m t Persamaan Schroedinger ini memegang peran penting di dalam mekanika kuantum. Ketiga, jika pada suatu titik ( ) 0 0 x ,t berlaku syarat 2 ( ) ( ) ( ) 0 0 0 0 0 0 B x ,t - 4A x ,t C x ,t < 0 (8-4) maka persamaan tersebut dikatakan eliptik pada titik ( ) 0 0 x ,t , dan jika di seluruh titik dipenuhi syarat tersebut, maka persamaan tersebut masuk dalam klas persamaan eliptik. Contoh dari persamaan eliptik adalah persamaan Poisson dan Laplace yang di dalam ruang dimensi dua masing-masing mengambil bentuk 2 2 2 2 u u S x, y x y ¶ + ¶ = ¶ ¶ Persamaan Poisson ( ) Persamaan Laplace 2 2 2 2 u u 0 x y ¶ + ¶ = ¶ ¶ Persamaan Poisson memperkenalkan sumber panas ke dalam sistem yang ditinjau. Sedangkan persamaan Laplace merupakan kasus khusus dari persamaan Poisson tanpa sumber. Disamping itu, persamaan Laplace juga bisa diturunkan dari persamaan difusi. Jika sebuah objek diisolasi dari lingkungan, maka akan dicapai distribusi suhu dalam keadaan mantap, suatu kondisi setimbang yang digambarkan oleh derivatif waktu sama dengan nol pada persamaan difusi. Keadaan mantap suatu aliran panas ditunjukkan oleh kuantitas yang sama antara panas yang keluar dan masuk suatu tampang lintang. Dari kenyataan bahwa derivatif waktu pada persamaan difusi sama dengan nol, maka diperoleh persamaan Laplace. Oleh karena tidak ada Persamaan Diferensial Parsial
  • 7. Bab VI Supardi, M.Si variabel waktu yang gayut, maka penyelesaian untuk persamaan Laplace maupun Poisson tersebut adalah tak gayut waktu. Persamaan menarik lain yang menggambarkan persamaan eliptik dan agak mirip dengan persamaan Poisson adalah persamaan Helmholtz yaitu, Persamaan Helmotz 2 2 2 2 u u u 0 x y ¶ + ¶ + l = ¶ ¶ 8.1 Persamaan Beda Hingga 8.1.1 Persamaan Hiperbolik Persamaan Gelombang Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang dinyatakan oleh u c u t x 2 2 ¶ = 2 ¶ ¶ ¶ 2 2 (8-17) Persamaan ini muncul dalam berbagai masalah dari elastisitas dan akustik sampai hidraulika. Oleh sebab itu, dari tiga bentuk persamaan diferensial parsial yang kita ketahui, persamaan hiperbolik merupakan persamaan yang paling banyak dikaji oleh ilmuwan komputasi. Jika persamaan gelombang (8-17) didekati menggunakan pendekatan beda hingga, maka dapat dituliskan sebagai u j + 1 u j u j - 1 u j u j u j i i i c i i i + - - + - - + = D D 2 2 2 1 1 0 ( ) ( ) 2 2 t x (8-18) dengan j ( , ) i i j u = u x t (8-19) Dengan memecahkannya untuk variabel j 1 i u + maka kita memperoleh ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) D t 2 c 2 æ D t 2 c 2 ö = + + çç - - D ÷÷ è D ø 2 1 1 2 j j j 2 1 j j + - 1 1 u u u u u i i + i - i i x x (8-20) Persamaan ini menjelaskan kepada kita bahwa apabila kita mengetahui u pada seluruh i x pada saat-saat j t dan j 1 t - , maka kita dapat menentukan harga u pada Persamaan Diferensial Parsial
  • 8. Bab VI Supardi, M.Si seluruh i x pada langkah waktu berikutnya. Hal ini disebut dengan metode eksplisit. Tetapi, ada sedikit masalah pada permulaan perhitungan, karena secara umum kita tidak mengetahui harga u pada dua waktu berturut-turut. Sedangkan, kita harus mengetahui harga ( ,0) i u x dan derivatif ( ,0) i ¶ u x ¶ t di seluruh harga i x . Oleh sebab itu, dengan mengetahui ungkapan ( ) u x t u u t ¶ 1 1 i = - i i ¶ D (8-21) ( ) 0 , 2 t t - = atau ( ) ( ) 1 1 0 , 2 i i i t u x t u u t t - = ¶ = - D ¶ (8-22) maka, kita dapat menyatakan 1 i u sebagai ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2 2 2 2 D æ D ö ¶ = + + çç - ÷÷ + D D è D ø ¶ t c t c u x 1 0 0 0 u u u u t 2 1 1 2 ,0 1 2 i i i i i x x t + - (8-23) Persamaan Adveksi Persamaan adveksi merupakan satu-satunya persamaan di dalam dinamika fluida yang munculnya lebih sering dibandingkan persamaan difusi. Persamaan ini memerikan cara suatu besaran kekal (conserved) seperti halnya suhu potensial ataupun momentum dibawa bersama aliran udara atau air. Untuk menjelaskan secara fisika tentang masalah adveksi ini, sekarang misalnya ada seorang pengamat berdiri di suatu lapangan dengan membawa sebuah termometer. Di tempat tersebut bertiup angin dari arah barat membawa udara lebih hangat menuju ke arah timur yang bersuhu udara lebih dingin. Dalam hal ini sebut saja bahwa arah barat ke timur adalah x . Selajutnya, apa yang dilihat oleh pengamat tersebut dengan termometer yang dibawanya? Ternyata angka yang ditunjukkan oleh termometer semakin besar, yang berarti bahwa keadaan suhu di tempat tersebut semakin hangat. Hal ini disebabkan oleh pergantian udara yang terjadi di tempat tersebut, yaitu dari keadaan udara yang dingin diganti dengan udara yang lebih hangat. Persamaan Diferensial Parsial
  • 9. Bab VI Supardi, M.Si Jika yang terjadi adalah bahwa angin yang berhembus ke arah pengamat tersebut tidak mengalami perubahan suhu, maka pengamat tersebut tidak dapat memberi informasi bahwa terjadi kenaikan suhu. Nah, karena kenyataannya terjadi perubahan suhu maka ada yang disebut gradien suhu. Laju perubahan suhu yang terjadi di tempat itu bergantung kepada besarnya gradien maupun laju perpindahan udara, yaitu Laju perubahan suhu = -(Laju perpindahan udara) x (Gradien suhu) Tanda minus menyatakan bahwa suhu hanya akan naik apabila gradien suhu turun, atau dengan kata lain udara akan menjadi lebih hangat jika kita bergerak ke arah x atau dari arah timur ke barat, yakni bergerak ke arah berlawanan dengan arah angin. Dalam bahasa matematika, pernyataan di atas dapat diungkapkan dalam bentuk u c u t x ¶ = - ¶ ¶ ¶ (8-24) dengan u menyatakan suhu potensial yang merupakan besaran kekal yang dalam hal ini merupakan variabel yang diadveksi. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka kita hanya akan membahas untuk harga c konstan. Penyelesaian umum untuk persamaan (8-24) adalah u = F ( x - ct ) (8-25) dengan F merupakan fungsi sembarang bernilai tunggal. Gambar 8.3. Angin bertiup dari arah barat ke timur membawa udara hangat Persamaan Diferensial Parsial
  • 10. Bab VI Supardi, M.Si Persamaan adveksi diatas merupakan contoh yang sangat bagus bahwa antara pendekatan numerik dengan analitis tidak selalu menemukan hasil yang sama. Di dalam pasal ini kita akan membahas beberapa pendekatan numerik yang dapat digunakan untuk mendekati persamaan (8-24) tersebut dan setiap metode akan kita kaji stabilitas dan akurasinya Metode FTCS (Forward-Time Centered-Space) Untuk menyelesaikan persamaan (8-24) kita akan mengimplementasikan sebuah metode dengan menggunakan pendekatan beda terpusat (metode Leap-Frog) untuk derivatif ruangnya dan metode Euler maju untuk derivatif waktunya. ( ) ( ) ( ) u n 1 u n u n u n j j j j 1 1 2 0 2 O t c O x t x + + - - é - ù + D + ê + D ú = D êë D úû (8-26) atau u » u - c D t u - u 1 ( ) n n n n j j j j 2 x 1 1 + + - D (8-27) dimana indeks bawah j menyatakan langkah ruang dan indeks atas n menyatakan langkah waktu. Dengan menggunakan analogi terhadap pembahasan tentang metode Euler dan metode Leap-Frog pada bab yang lalu, maka kita dapat menyimpulkan bahwa ketelitian untuk metode ini adalah orde pertama untuk t -nya dan orde kedua untuk x , Pendekatan beda hingga untuk persamaan adveksi (8-26) inilah yang disebut dengan forward in time, centered in space atau lebih dikenal dengan metode FTCS. Pertanyaan selanjutnya apakah metode ini stabil saat mendekati persamaan adveksi tersebut? Untuk mengetahui apakah metode yang kita gunakan untuk mendekati persamaan tersebut stabil atau tidak, maka kita perlu melakukan uji kestabilan dengan menggunakan analisa stabilitas Von Neuman. Ide dari bentuk analisis kestabilan ini, kita dapat membayangkan bahwa koefisien-koefisien dari persamaan beda berubah Persamaan Diferensial Parsial
  • 11. Bab VI Supardi, M.Si sangat lambat ketika diperlakukan sebagai konstanta dalam ruang dan waktu. Dalam kasus demikian, penyelesaian bebasnya atau swamode dari persamaan beda mengambil bentuk n n exp( ) j u = x ikjD x (8-28) dengan k menyatakan bilangan gelombang ruang real yang dapat berharga sembarang, sedangkan x = x ( k ) adalah bilangan komplek yang bergantung pada k. Jika kita mensubstitusikan persamaan (8-28) ke persamaan hampiran (8-27), maka dengan mudah diperoleh i c t k x x = - D D 1 sin ( ) 2 x D (8-29) Dari persamaan (8-29) dapat diketahui modulus dari x yaitu c t k x x x = + éê D ( D ) ùú ë D û 2 2 1 sin 2 (8-30) Persamaan (8-30) memberi arti bahwa penguatan (amplification) penyelesaiannya berhrga ³ 1, ini berarti bahwa metode FTCS tidak stabil mutlak untuk mendekati persamaan adveksi. Skema untuk metode FTCS dapat diilustrasikan seperti gambar 8.4 Gambar 8.4. gambaran tentang metode FTCS. Dalam gambar (8-4) tersebut bulatan kosong menggambarkan titik baru yang akan ditentukan nilainya, sedangkan bulatan hitam merupakan harga-harga fungsi yang sudah diketahui yang akan digunakan untuk memperoleh penyelesaian pada bulatan kosong. Garis sambung menghubungkan antara titik-titik yang akan Persamaan Diferensial Parsial
  • 12. Bab VI Supardi, M.Si digunakan untuk menghitung derivatif ruang, sedangkan garis putus-putus menghubungkan titik-titik yang akan digunakan untuk menghitung derivatif waktu Metode BTCS (Backward-Time Centered-Space) Dengan menggunakan pendekatan beda mundur untuk langkah waktunya dan beda terpusat untuk langkah ruangnya, maka persamaan adveksi dapat didekati dengan ( ) ( ) ( ) + - - é - ù n n n n j j j j u u u u + + + 1 1 1 1 1 2 0 2 O t c O x + D + ê + D ú = t x D êë D úû (8-31) atau dapat disusun kembali menjadi u » u - c D t u - u 1 ( 1 1 ) n n n n j j j j + + + 2 x 1 1 + - D (8-32) Penggunaan analisa stabilitas Von Nouman pada pendekatan BTCS untuk persamaan adveksi ini menghasilkan c t eik x e ik x x = x + D x D - x - D 1 ( ) 2 D (8-33) atau x = D + D i c t k x ( ) 1 1 sin 2 x D (8-34) Persamaan (8-34) menunjukkan bahwa faktor penguatannya adalah 1 1 x = £ c t k x x + D D ( ) 1 sin 2 D (8-35) yang berarti, skema (8-31)) adalah stabil mutlak. Metode Centered-Time Centered-Space (CTCS) Untuk persamaan adveksi, penggunaan metode Euler maju untuk langkah waktu (forward-time) tidak stabil mutlak, apakah ini berarti dengan menggunakan pendekatan beda terpusat (centered-space) akan stabil? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita lakukan pendekatan persamaan adveksi tersebut dengan skema CTCS ini. Persamaan Diferensial Parsial
  • 13. Bab VI Supardi, M.Si Dengan menggunakan skema CTCS, maka persamaan adveksi dapat didekati menjadi n n n n j j j j u u u u + - - - ( ) ( ) + - 1 1 2 1 1 2 0 O t O x + D - + D = t x D D 2 2 (8-36) Persamaan (8-36) dapat disusun kembali menjadi bentuk u » u - c D t u - u 1 1 ( ) n n n n j j j j 1 1 x + - + - D (8-37) Stabilitas Kita dapat mengetes stabilitas dari skema ini dengan analisa stabilitas Von Nouman. Dengan mensubstitusi mode Fourier adveksi yang didefinisikan (8-28) pada persamaan (8-37) maka diperoleh 2 1 i c t sin ( k x) x = - x D D x D (8-38) Persamaan (8-38) merupakan persamaan kuadrat dalam x , sehingga harga-harga untuk x dapat dinyatakan oleh i c t k x c t k x x x x - D ( D ) ± - æ D çè ( D ) ö + D D ÷ø = 2 12 sin sin 4 2 (8-39) Modulus dari masing-masing akar adalah 1, sedangkan syarat stabil adalah 2 x £ 1, ini berarti bahwa metode CTCS stabil untuk menyelesaikan persamaan adveksi. 8.7 Metode Lax Metode Lax merupakan sebuah metode yang dimaksudkan untuk memodifikasi metode FTCS dari sisi perbaikan terhadap stabilitasnya. Caranya adalah dengan mengganti j n u dalam derivatif waktu dengan rerata ruangnya ( ) 1 1 1 2 n n n j j j u u u + - ® + (8-40) sehingga persamaan adveksi menjadi u = u + u - c D t u - u 1 2 2 1 ( ) ( ) n n n n n j j j j j 1 1 1 1 x + + - + - D (8-42) Persamaan Diferensial Parsial
  • 14. Bab VI Supardi, M.Si Gambar 8.5. Deskripsi untuk skema beda Lax Dengan mensubstitusi bentuk mode Fourier ke persamaan (8-28) ke persamaan beda (8-42) diperoleh cos k x i c t sin k x x = D - D D x D (8-43) Modulus dari x adalah 2 2 cos2 k x c t sin2 k x x = D + æç D ö÷ D è D ø ( ) ( ) x (8-44) Pernyataan (8-44) mengisyaratkan kepada kita bahwa metode Lax stabil untuk c D t £ 1 D x . Untuk harga 1 c t D < D x faktor penguatannya berkurang. Faktor penguatan ini dinyatakan oleh 2 cos2 k x c t sin2 k x x = D + æç D ö÷ D è D ø ( ) ( ) x (8-45) Untuk harga 1 t u D = D x , penyelesaiannya adalah eksak karena faktor penguatannya berharga 1 atau tidak mengalami penguatan, sehingga 1 1 n n j j u + u - = (8-46) Kriteria stabilitas 1 c t D £ D x dikenal dengan syarat Courant. Secara intuitif, syarat stabilitas ini dapat dideskripsikan seperi pada gambar (8.6). Gambar tersebut menerangkan bahwa kuantitas 1 nj u + dalam persamaan (8-42) dapat diketahui setelah diperoleh informasi titik-titik j - 1 dan j + 1 pada saat n . Dengan kata lain, j 1 x - dan Persamaan Diferensial Parsial Gambar 8.6 Daerah dibawah garis putus-putus secara fisis adalah menurut
  • 15. Bab VI Supardi, M.Si x nj j + 1 merupakan batas yang memungkinkan untuk memberikan informasi pada besaran u + 1 . Hasil yang mengagumkan pada pendekatan Lax adalah bahwa penggantian nj u dengan reratanya seperti terlihat pada ungkapan (8-41) dapat menstabilkan skema FTCS. Skema Lax pada (8-42) selajutnya dapat ditampilkan dalam bentuk u n 1 u n u n u n u n u n u n j j j j j j j 1 1 1 1 1 2 2 2 c t x t + + - + - - æ - ö æ - + ö = - çç ÷÷ + çç ÷÷ D è D ø è D ø (8-47) yang merupakan representasi dari metode FTCS ( ) 2 2 2 2 u u x u c t x t x ¶ ¶ D ¶ = - + ¶ ¶ D ¶ (8-48) Dalam persamaan (8-48) ini, kita memiliki suku difusi. Oleh sebab itu, skema Lax ini dikatakan memiliki disipasi numerik. 8.8 Skema Lax-Wendroff Skema Wendroff merupakan metode dengan akurasi orde kedua terhadap waktu. Jika kita mendefinisikan suatu harga intermediet 1 2 1 2 nj u + + pada langkah waktu n 1 2 t + dan langkah ruang j 1 2 x + . Jika ini dihitung dengan menggunakan metode Lax, maka akan diperoleh u = u + u - D t F - F 1 2 2 1 2 ( ) ( ) n + n n n n j + 1 2 j + 1 j j + 1 j x D (8-49) Sedangkan, harga terbaru untuk 1 nj u + dapat dihitung dengan pernyataan terpusat sebagai Persamaan Diferensial Parsial
  • 16. Bab VI Supardi, M.Si u = u - D t F - F 1 ( 1 2 1 2 ) n n n n j j j j + + + 1 2 1 2 x + - D (8-50) Gambar 8.7. Titik-titik jaring pada skema Lax- Gambar 8.8. Deskripsi skema Lax-Wendorf Selanjutnya, kita akan mengkaji stabilitas dari metode ini untuk persamaan adveksi dengan mensubstitusi F = cu . Dengan mensubstitusi pernyataan (8-49) ke ungkapan (8-50), maka diperoleh u u c t u u c t u u = - D é 1 1 D êë + - - D 2 2 D 1 ( ) ( ) n n n n n n j j j 1 j j 1 j x x + + + u u c t u u - 1 ( n + n ) + 1 D ùD ( n - n ) 2 j j - 1 2 x j j - 1 úû (8-51) Dengan menggunakan uji stabilitas Von Nouman, maka dengan mudah diperoleh Persamaan Diferensial Parsial Wendroff
  • 17. Bab VI Supardi, M.Si x = - D D - æç D ö÷ - D D è D ø ( ) 2 1 i c t sin k x c t 1 cos k x x x (8-52) Harga modulus dari x adalah 2 2 2 2 1 c t 1 cos k x c t sin k x ( ) x x x æ æ D ö ö æ D ö = çç - ç ÷ - D ÷÷ + ç D ÷ è è D ø ø è D ø (8-53) atau ( ) 2 2 2 2 1 c t 1 c t 1 cos k x x x x æ D ö æ æ D ö ö = - ç ÷ çç - ç ÷ ÷÷ - D è D ø è è D ø ø (8-54) Kriteria stabilitas yang harus dipenuhi adalah 2 x £ 1, hal ini mensyaratkan harga 2 c t 1 x æ D ö £ çè D ÷ø atau lebih dikenal sebagai kriteria Courant. 8.1.2 Persamaan Parabolik Persamaan difusi, konduksi panas dan persamaan Schroedinger gayut waktu merupakan contoh dari persamaan diferensial parabolik. Persamaan parabolik memilki kemiripan dengan persamaan hiperbolik yakni batasnya yang terbuka. Di dalam Geofisika, persamaan difusi merupakan salah satu persamaan yang sangat penting yang muncul dalam berbagai konteks yang berbeda-beda. Di bawah ini diberikan bebarapa contoh persamaan diferensial parabolik yang dinyatakan dalam ungkapan matematis a. Persamaan netron transien dalam ruang satu dimensi ( ) ( ) 2 T T x,t c k Q x t x 2 r ¶ ¶ = + ¶ ¶ b. Persamaan konduksi panas transien dalam ruang satu dimensi y y y u y ( ) 2 2 1 , a f x t D S t x u ¶ = ¶ + + ¶ ¶ å å dengan y menyatakan fluks netron. c. Persamaan difusi untuk transpot konvektif spesies kimia Persamaan Diferensial Parsial
  • 18. Bab VI Supardi, M.Si 2 2 u x D ¶ y = - ¶ ( ) y + ¶ y ¶ ¶ ¶ t t t dengan y menyatakan rapat fluks spesies kimia, u ( x) adalah kecepatan aliran dan D adalah konstanta difusi. 8.1.2.1 Metode Eksplisit (Euler Maju) Marilah kita ditinjau sebuah persamaan difusi yang mengambil bentuk 2 2 u u 0 t x ¶ - k ¶ = ¶ ¶ (8-55) Dengan mengimpementasikan metode Euler maju untuk derivatif waktu seperti yang telah kita bahas pada bab persamaan diferensial biasa yang lalu, serta menggunakan pendekatan derivatif orde kedua terpusat pada turunan kedua terhadap variabel ruangnya, maka diskritisasi terhadap ungkapan (8-55) tersebut mengambil bentuk ( ) n n n 2 n n j j j j j u u u u u ( ) 1 1 1 2 k t x + + - - - + = D D (8-56) atau dapat dituliskan kembali sebagai u = u + D t u - u + u ( ) 1 ( ) 2 1 1 n n n 2 n n D (8-57) j j j j j x + k + - i u diketahui untuk seluruh n t Skema ini disebut sebagai metode eksplisit, karena jika n i u + pada waktu n 1 t + tanpa pada titik-titik jaring, maka kita dapat menghitung n 1 menyelesaikan melalui persamaan simultan. Deskripsi skema ini dapat dilihat pada gambar 8.9. Gambar 8.9 Deskripsi metode eksplisit pada persamaan difusi Persamaan Diferensial Parsial
  • 19. Bab VI Supardi, M.Si Apabila pendekatan penyelesaian persamaan difusi (8-57) dilakukan uji stabilitas menggunakan prosedur analisa stabilitas Von Nueman, maka dengan mudah dapat diperoleh bahwa ( ( ) ) 2 1 2 k t cos kx 1 x = + D - D (8-58) ( x ) atau t k x x x = 1 - 4 k D sin æ 1 D ö D çè ÷ø (8-59) ( ) 2 2 2 Dari hasil analisa stabilitas dapat ketahui bahwa metode yang kita gunakan untuk mendekati persamaan difusi tersebut stabil karena syarat stabil x £ 1 dipenuhi. Metode Implisit (Euler Mundur) Untuk memberikan gambaran tentang pendekatan metode implisit pada persamaan difusi yang kita miliki, sekarang marilah kita mengingat kembali tentang kemungkinan pendekatan persamaan tersebut dengan beda mundur. Jika persamaan difusi tersebut kita dekati dengan beda mundur, maka diperoleh n n n 2 n n i i i i i u u u u u + - - = - + D D ( ) 1 1 1 2 k - t x (8-60) yang dapat disusun kembali menjadi ungkapan u t u u u u - k D - + = - D (8-61) ( ) ( ) 1 2 1 1 n n 2 n n n i i i i i x + - Ungkapan (8-61) sebenarnya mengikuti suatu perjanjian, bahwa kuantitas yang belum diketahui harganya ditempatkan di ruas kiri, sedangkan besaran yang sudah diketahui ditempatkan diruas kanan. Dalam kasus ini, harga-harga u pada langkah waktu n dianggap tidak dketahui, harga-harga yang diketahui adalah pada langkah waktu ke n - 1. Deskripsi skema implisit ini dapat dilihat pada gambar 8.10. Persamaan DiferensiGaal mPabarrs i8a.l10 Deskripsi metode implisit pada persamaan difusi
  • 20. Bab VI Supardi, M.Si Dengan mengambil t x a º k D D (8-62) ( ) 2 maka untuk setiap titik ruang j x dengan j = 1,2,3,..., N - 1, kita memperoleh ( ) 1 1 1 n 1 2 n n n i i i i a y a y a y y - - + - + + - = (8-63) Jika syarat batas pada ujung-ujungnya diberikan yaitu 0 u dan N u , maka kita persamaan (8-63) dapat ditampilkan dalam bentuk persamaan simultan linier sebagai berikut AgY n = Y n- 1 (8-64) dengan 1 0 0 . . 0 é ù ê ê - a 1 + 2 a - a 0 . 0 ú ú ê 0 . . . 0 . ú = ê ê . . . . . . ú ú ê . . . - 1 + 2 - ú ê ú êë . . . 0 0 1 úû A (8-65) a a a Kita juga akan menggunakan analisa stabilitas Von Nouman untuk meyakinkan apakah skema implisit ini stabil atau tidak stabil. Jika kita mensubstitusikan mode Fourier ke persamaan (8-61), maka dengan mudah diperoleh ( ) 1 2 1 t cos k x 2 - k D D - = x - D (8-66) ( x ) atau dapat disusun kembali menjadi x = k D + D t k x x ( ) 2 1 1 sin 1 2 D (8-67) Persamaan Diferensial Parsial
  • 21. Bab VI Supardi, M.Si Faktor penguatan yang memiliki bentuk semacam ini, tentunya harus berharga £ 1. Ini menunjukkan bahwa skema implisit yang kita gunakan untuk mendekati persamaan difusi adalah stabil mutlak. 8.1.2.2 Metode Dufort-Frankle Metode ini merupakan salah satu dari beberapa metode yang digunakan untuk mengatasi masalah stabilitas yang ditemukan pada metode Euler maju atau FTCS. Metode Dufort-Frankle merupakan satu teknik yang memanfaatkan stabilitas tak bersyarat dari metode intrinsic untuk persamaan diferensial sederhana. Selanjutnya kita dapat memodifikasi persamaan (8-61) menggunakan metode Dufort-Frankle sebagai berikut u + u - k t u u + u - u = - D é - + + ù D ë û (8-68) n n 2 n n n n j j j j j j ( ) 1 1 ( 1 1 ) 2 1 1 x + - Gambar 8.11. Deskripsi metode Dufort-Frankle 2 t x b = k D Jika diambil ( ) 2 D , maka persamaan (8-68) dapat disusun kembali menjadi bentuk u n = - a u n - a u n + u n j j j j 1 1 ( ) 1 1 1 1 1 + - a a + - + + (8-69) Pengujian stabilitas terhadap pendekatan Dufort-Frankle menggunakan analisa Von Nouman memunculkan persamaan kuadrat dalamx , hal ini dikarenakan Persamaan Diferensial Parsial
  • 22. Bab VI Supardi, M.Si munculnya tiga pangkat konskutif pada x ketika prosedur Von Nueman disubstitusi ke dalam persamaan tersebut. Persamaan kuadrat tersebut adalah x x a k x a + D - - = 2 2 cos 1 0 + + a a 1 1 (8-70) Selanjutnya persamaan (8-70) memiliki dua penyelesaian yaitu 1 ( cos 1 2 sin2 ) 1 x = a k D x ± - a k D x a + (8-71) Untuk mengetahui kestabilan skema ini, maka kita dapat mengecek bagaimana modulus dari x tersebut. Dengan menganggap a 2 sin2 kD x ³ 1 dan a 2 sin2 kD x < 1, maka kita akan memperoleh bahwa 2 x £ 1. Ini menunjukkan bahwa skema Dufort- Frankle tersebut stabil mutlak. Metode Cranck-Nicolson Pendekatan metode Cranck-Nicolson untuk menyelesaikan persamaan diferensial parabolik didasarkan pada metode Euler termodifikasi seperti yang telah dibahas pada bab yang lalu. Dengan menggunakan metode ini, maka pendekatan pada persamaan difusi selanjutnya dapat ditulis kembali menjadi n n i i n n n n n n ( ) ( ) ( ) 1 y y k y y y y y y - = 1 1 1 D D 2 ë é - 2 + + - 2 + ù 1 1 1 1 û t 2 x i i i i i i + + + + - + - + (8-72) atau = + D é - + + - + ù D ë û (8-73) ( ) 1 ( 1 1 1 ) ( ) n n n n n n n n i i i i i i i i 2 1 1 1 1 2 2 2 t x y + y k y + y + y + y y y - + - + Gambar 8.12. Deskripsi skema Cranck-Nicolson Persamaan Diferensial Parsial
  • 23. Bab VI Supardi, M.Si t x g = k D Dengan mendefinisikan ( ) 2 2 D , maka ungkapan (8-73) juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan simultan sebagai berikut 1 ( ) 1 1 ( ) 1 1 1 1 n 1 2 n n n 1 2 n n j j j j j j g y + g y + g y + g y g y g y - + - + - + + - = + - + (8-74) atau Aψg n+ 1 =B ψg n (8-75) dengan matriks A dan B didefinisikan sebagai 1 0 0 . . 0 é ù ê ê - g 1 + 2 g - g 0 . 0 ú ú ê 0 . . . 0 . ú = ê ê . . . . . . ú ú ê . . . - 1 + 2 - ú ê ú êë . . . 0 0 1 úû A (8-76) g g g dan 1 0 0 . . 0 é ù ê ê g 1 - 2 g g 0 . 0 ú ú ê 0 . . . 0 . ú = ê . . . . . . ú ê ú ê . . . 1 - 2 ú ê ú êë . . . 0 0 1 úû B (8-77) g g g Dengan menggunakan analisa stabilitas Von Nouman seperti yang telah kita terapkan pada metode-metode sebelumnya, maka diperoleh faktor penguatannya sebesar ( ) ( ) 2 2 k x k x - g D 1 2 sin 2 1 2 sin 2 x g = + D (8-78) Faktor penguatan tersebut menunjukkan bahwa harganya selalu £ 1. Ini menunjukkan bahwa skema ini stabil mutlak. Lebih lanjut lagi, karena pendekatan beda yang digunakan dalam metode ini adalah metode Euler termodifikasi, maka ketelitian metode ini lebih tinggi dibanding metode Euler maju ataupun mundur. Persamaan Diferensial Parsial
  • 24. Bab VI Supardi, M.Si Contoh penggunaan skema Cranck-Nicolsan adalah pada penyelesaian persamaan Schroedinger. 8.13 Persamaan Schroedinger Jika kita mengkaji secara serius ilmu fisika, maka kadang-kadang kita menemukan suatu masalah yang mengandung kendala (constraint), sebagai contoh persamaan Scrhoedinger gayut waktu di dalam Mekanika Persamaan ini termasuk ke dalam persamaan diferensial parabolik untuk evolusi besaran kompleks y . Untuk persamaan diferensial parsial yang memerikan hamburan paket gelombang yang disebabkan oleh potensial V(x) dalam ruang 1D, maka persamaannya memiliki bentuk h ¶ y = - ¶ y + ( ) y ¶ ¶ 2 2 2 2 i V x t m x (8-79) Jika kita menggunakan satuan universal, sedemikian hingga konstanta Planck  = 1 dan massa partikel m = 1/ 2 , maka persamaan Schroedinger (8-79) akan mengmbil bentuk y = - ¶ y V ( x)y t x ¶ i + ¶ ¶ 2 2 (8-80) Pengenaan syarat batas untuk masalah di atas adalah harga y pada saat awal atau y (x, t = 0) bersama dengan x ® ± ¥ yaitu y ® 0 . Selanjutnya langkah diskritisasi untuk persamaan gelombang (8-71) dapat dinyatakan dalam bentuk é y n 1 - y n ù é y n 1 - 2 y n 1 + 2 y n 1 ù ê j j ú = - ê j + j j - ú + n + êë D úû êë D úû 1 1 1 j j i V ( ) 2 t x y + + + + (8-81) Skema yang ditunjukkan pada persamaan beda (8-81) menggunakan skema implisit atau metode BTCS. Oleh sebab itu, factor penguatannya adalah i t k x V t ( ) 2 2 1 1 4 sin 2 j x x = é D æ D ö ù + ê ç ÷ + D ú êë D è ø úû (8-82) atau Persamaan Diferensial Parsial
  • 25. Bab VI Supardi, M.Si t k x V t x ( ) 2 2 2 1 1 4 sin 2 j x = é D æ D ö ù + ê ç ÷ + D ú êë D è ø úû (8-83) Dengan harga 2 x di atas menunjukkan bahwa skema ini stabil mutlak. Sayangnya, skema ini tidak uniter. Mengapa harus uniter? Hal ini disebabkan oleh suatu syarat bahwa probabilitas total suatu partikel ditemukan dalam suatu range daerah yang terbentang dari - ¥ sampai ¥ adalah satu. 2 y dx 1 ¥ ò = (8-84) - ¥ Persamaan (8-84) mensyaratkan fungsi gelombang awal y ( x,0) ternormalisir. Jika ungkapan persamaan Schroedinger (8-80) dinyatakan dalam bentuk ¶ y = y ¶ i H t (8-85) dengan H adalah operator hamiltonian yang mengambil bentuk 2 2 H V x ( ) = - ¶ + x ¶ (8-86) maka penyelesaian persamaan (8-85) tersebut secara analitik adalah y ( x,t ) = e- iHty ( x,0) (8-87) Implementasi algoritma FTCS untuk mendekati persamaan (8-87) berbentuk n 1 (1 ) n j j y + = - iHD t y (8-88) dimana H dinyatakan oleh pendekatan beda hingga terpusat dalamx . Sedangkan, penggunaan skema implisit BTCS akan mengambil bentuk berbeda yaitu ( ) n 1 1 1 n j j y iH t y + = + D - (8-89) Dua metode yang digunakan di atas memiliki akurasi orde pertama dalam waktu, seperti telah dibahas di depan. Dengan kenyataan bahwa metode eksplisit maupun implisit bukan metode yang baik untuk menyelesaikan persamaan Schroedinger gayut waktu ini, maka kita Persamaan Diferensial Parsial
  • 26. Bab VI Supardi, M.Si akan menggunakan bentuk Cayleys untuk menyatakan wakilan beda hingga e- iHt yang memiliki akurasi orde dua dan uniter yaitu 1 1 2 1 1 2 iHt iH t e iH t - - D + D ; (8-90) dengan kata lain, 1 1 1 1 1 æç + iHD t ö÷y n + = æç - iHD t ö÷y n è 2 ø j è 2 ø j (8-91) Selanjutnya dari persamaan (8-91), maka kita memiliki sistem tridiagonal. Skema tersebut adalah stabil, uniter dan memiliki akurasi orde kedua. Nah cara ini disebut sebagai metode Crank-Nicolson. Contoh source code untuk menyelesaikan persamaan difusi Program Difusi Integer*4 maxn, maxnplot parameter( maxn = 300, maxnplot = 500 ) integer*4 n, i, j, iplot, nlangkah, plot_langkah, nplot, ilangkah real*8 tau, l, h, kappa, koef, tt(maxn), tt_baru(maxn) real*8 xplot(maxn), tplot(maxnplot), ttplot(maxn,maxnplot) C initialisasi parameter (langkah waktu, pias, dll). write(*,*) ‘masukkan langkah waktu: ' read(*,*) tau write(*,*) ‘masukkan jumlah jaring: ' read(*,*) n l = 1. h = l/(n-1) kappa = 1. koef = kappa*tau/h**2 if( koef .lt. 0.5 ) then write(*,*) 'penyelesaian diharapkan stabil' else write(*,*) 'warning: apakah penyelesaian diharapkan tidak stabil’ endif C set syarat awal dan syarat batas. do i=1,n tt(i) = 0.0 Persamaan Diferensial Parsial
  • 27. Bab VI Supardi, M.Si tt_baru(i) = 0.0 enddo tt(n/2) = 1/h iplot = 1 nlangkah = 300 plot_langkah = 6 nplot = nlangkah/plot_langkah + 1 do i=1,n xplot(i) = (i-1)*h - l/2 enddo do ilangkah=1,nlangkah do i=2,(n-1) tt_baru(i) = tt(i) + koef*(tt(i+1) + tt(i-1) - 2*tt(i)) enddo do i=2,(n-1) tt(i) = tt_baru(i) enddo if( mod(ilangkah,plot_langkah) .lt. 1 ) then do i=1,n ttplot(i,iplot) = tt(i) enddo tplot(iplot) = ilangkah*tau iplot = iplot+1 endif enddo nplot = iplot-1 open(11,file='tplot.txt',status='unknown') open(12,file='xplot.txt',status='unknown') open(13,file='ttplot.txt',status='unknown') do i=1,nplot write(11,*) tplot(i) enddo do i=1,n write(12,*) xplot(i) do j=1,(nplot-1) write(13,1001) ttplot(i,j) enddo write(13,*) ttplot(i,nplot) enddo 1001 format(e12.6,', ',$) stop end 8.2 Persamaan Eliptik Persamaan Diferensial Parsial
  • 28. Bab VI Supardi, M.Si Contoh umum dari persamaan diferensial eliptik adalah persamaan Poisson yang berbentuk 2 2 2 2 u u x, y x y ( ) ¶ + ¶ = - r ¶ ¶ (8-92) Jika r ( x, y) = 0 , maka disebut persamaan Laplace yang berbentuk 2 2 2 2 u u 0 x y ¶ + ¶ = ¶ ¶ (8-93) Untuk menyelesaikan persamaan eliptik dibutuhkan syarat batas di ujung-ujungnya. Oleh sebab itu penyelesaian persamaan eliptik masuk dalam kategori masalah nilai batas. Metode penyelesaian numerik untuk persamaan diferensial eliptik diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu metode beda hingga dan elemen hingga. Tetapi dalam pasal ini kita hanya akan menggunakan metode beda hingga untuk menangani persamaan ini. Metode beda hingga diturunkan dari jaring kotak. Penggunaan metode ini untuk menyelesaikan masalah diferensial eliptik memiliki banyak keuntungan. Adapun keuntungan metode elemen hingga diantaranya adalah bahwa persamaan diskritnya tidak terganggu oleh bentuk geometri yang rumit, sehingga metode ini fleksibel untuk diterapkan dalam bentuk geometri apapun. Namun akhir-akhir ini, metode beda hingga juga telah dikembangkan untuk mengatasi masalah geometri ini yaitu dengan cara transformasi koordinat. Persamaan Beda dalam Geometri Rectangular Dalam pasal ini kita tidak akan membahas metode beda hingga dalam geometri yang rumit, tetapi kita hanya akan membahas metode tersebut di dalam gometri kotak saja. Untuk memudahkan pemahaman kita tentang metode ini, sekarang marilah kita tinjau sebuah persamaan Laplace dalam koordinat kartesan seperti terlihat pada persamaan (8-93). Untuk mempermudah pemahaman kita tentang masalah yang kita bahas ini, sekarang ditinjau untuk domain 0 x £ x £ L dan 0 y £ y £ L seperti terlihat pada gambar 8.10. Syarat batas yang dikenakan pada sisi-sisinya adalah Persamaan Diferensial Parsial
  • 29. Bab VI Supardi, M.Si Batas kiri u 0 ¶ = ¶ x (syarat batas Neumann) Batas kanan u = 0 (syarat Dirichlet) Batas atas u = 0 Batas bawah 0 u ¶ = ¶ y Untuk menurunkan persamaan beda hingga pada persamaan Laplace, maka kita perlu membuat jaring pada kotak tersebut. Jika kita mengasumsikan bahwa lebar pias D = D x = D y , maka persamaan Poisson tersebut dapat didekati dengan pendekatan beda terpusat yang mengambil bentuk ( 2 2 ) 1 i i j j i j i j d u + d u = r 2 , , , D (8-94) atau secara eksplisit dapat ditunjukkan dalam bentuk deskrit 1 éë u - 2 u + u + 1 u - 2 u + u = r D 2 i + 1, j i , j i - 1, j ùû D 2 éë i , j + 1 i , j i , j - 1 ùû i , j (8-95) dengan ( ) , , i j i j u º u x y u 0 x j=1 2 3 4 … jmax u = 0 ¶ = ¶ D Masalah yang timbul dalam menangani persamaan beda (8-95) adalah bagaimana cara memberikan perlakuan pada titik-titik di syarat batas pada sisi kiri Persamaan Diferensial Parsial D i=1 2 3 4 … imax Lx Ly y = x0= 0 u 0 y ¶ = ¶ u = 0 Gambar 8.14. Persamaan Laplace dalam geometri kotak bersama dengan syarat batasnya
  • 30. Bab VI Supardi, M.Si dan bawah. Sedangkan persamaan beda di sisi atas dan kanan tidak penting, karena kita sudah mengetahui harga dari u. Sekarang kita akan meninjau untuk persamaan beda di perbatasan sisi kiri. Pada gambar tersebut terlihat bahwa syarat batas di sebelah kiri adalah u 0 ¶ = ¶ . x Derivatif kedua dari u atau 2 2 u x ¶ ¶ pada titik-titik batas sebelah kiri selanjutnya dapat kita dekati dengan æ ¶ ö - æ ¶ ö çè ¶ ÷ø ç ¶ ÷ æ ¶ ö è ø ç ÷ » D è ¶ ø 2 1, 2 , 2 1, i j i j 2 j u u u x y + x (8-96) Sekarang, bagaimana cara kita mendekati derivatif pertama u terhadap x pada suku pertama pembilang pada persamaan beda (8-96) tersebut? Lihatlah gambar 8.15. Pada gambar tersebut tampak tiga titik terdekat yang mengelilingi titik (1,j). Dengan kenyataan itu, kita memang tidak bisa menerapkan persamaan beda untuk derivatif kedua seperti terlihat pada persamaan (8-95), karena kita harus memiliki empat titik yang mengitari titik pusat. Oleh sebab itu, kita berharap dengan pendekatan beda (8- 96) tersebut permasalahan tersebut teratasi. i,j+1 i,j i,j-1 i-1,j Gambar 8.15. Titik (i,j) dikelilingi empat titik terdekat. Pendekatan beda untuk derivatif kedua u terhadap x dinyatakan pada persamaan (88). 1,j+1 1,j 1,j-1 Persamaan Diferensial Parsial i+1,j 2,j Gambar 8.16. Titik-titik di perbatasan kiri
  • 31. Bab VI Supardi, M.Si Selajutnya, suku pertama pembilang pada persamaan (8-96) dapat didekati dengan u u u x + æ ¶ ö - ç ÷ » 2, 1, è ¶ ø D (8-97) 1 1, 2 j j j Oleh karena suku kedua pembilang pada persamaan beda (8-96) berharga sama dengan nol, maka pendekatan beda 2 2 u x ¶ ¶ adalah u u u x æ ¶ 2 ö - ç » è ¶ ÷ ø D 2, 1, 2 1, 2 2 j j j (8-98) Selanjutnya, persamaan beda derivatif kedua u terhadap x di perbatasan sisi kiri mengambil bentuk 1 éë 2 u - 2 u + 1 u - 2 u + u = r D 2 2, j 1, j ùû D 2 éë 1, j + 1 1, j 1, j - 1 ùû 1, j (8-99) Dengan menggunakan cara yang sama, maka kita dapat mendekati derivatif pertama u terhadap x di perbatasan sisi bawah kotak adalah u u u y æ ¶ 2 ö - ç » è ¶ ÷ ø D ,2 ,1 2 ,1 2 2 i i i (8-100) sehingga derivatif kedua u dapat didekati dengan persamaan beda 1 2 1 2 2 i i i i i i u u u u u r + - éë - + ùû + éë - ùû = D D 2 1,1 ,1 1,1 2 ,2 ,1 ,1 (8-101) Persamaan Diferensial Parsial I,j+1 i-1,j I,j i+1,j Gambar 8.16. Titik-titik di perbatasan kiri
  • 32. Bab VI Supardi, M.Si Dengan menggunakan persamaan beda () dan () untuk derivatif pertama u terhadap x, maka kita dapat menentukan pendekatan derivatif kedua dari u yang mengambil bentuk 1 é u - u ù + 1 é u - u ù = r D ë û D ë û 2 2,1 1,1 2 1,2 1,1 1,1 (8-102) Contoh Ditinjau sebuah persamaan Laplace dalam ruang dimensi dua dengan domain 0 £ x £ 8 dan 0 £ y £ 6mengambil bentuk 2 2 2 2 0 x y ¶ j + ¶ j = ¶ ¶ dengan syarat batas yang diberikan adalah Batas kiri 0 u ¶ = ¶ x Batas kanan u = 1 Batas atas u = 0 Batas bawah 0 u ¶ = ¶ y Penyelesaian j=1 2 3 4 u = 0 y = 0 u 0 ¶ = ¶ Untuk menyelesaikan persamaan di atas, maka kita membuat jaring dengan lebar pias sama yaitu 2. Harga titik-titik di perbatasan kotak atas dan kanan berharga j = 0 , sedangkan titik-titik di perbatasan kiri dan ¶ j ¶ x = 2 bawah memenuhi 0 dan ¶ j ¶ y = 0 . Dengan syarat batas yang diberikan tadi, kita akan menghitung titik-titik Persamaan Diferensial Parsial 2 i=1 2 3 4 5 u = 0 Lx Ly x = 0 y 8 u 0 x ¶ = ¶ 6
  • 33. Bab VI Supardi, M.Si yang lain kecuali pada perbatasan atas dan kanan, karena di perbatasan ini harga j sudah diketahui. Dengan menggunakan persamaan beda hingga (8-95), (8-99) dan (8-101), maka kita dapat menuliskan persamaan simultan dalam j yaitu 1. Titik (1,1) - 4j 1,1 + 2j 2,1 + 2j 1,2 = 0 2. Titik (2,1) 1,1 2,1 3,1 2,2 j - 4j + j + 2j = 0 3. Titik (3,1) 2,1 3,1 4,1 3,2 j - 4j + j + 2j = 0 4. Titik (4,1) 3,1 4,1 4,2 j - 4j + 2j = - 1 5. Titik (1,2) 1,1 1,2 2,2 1,3 j - 4j + 2j + j = 0 6. Titik (2,2) 2,1 1,2 3,2 2,2 2,3 j + j + j - 4j + j = 0 7. Titik (3,2) 3,1 2,2 3,2 4,2 3,3 j + j - 4j + j + j = 0 8. Titik (4,2) 4,1 3,2 4,2 4,3 j + j - 4j + j = - 1 9. Titik (1,3) 1,2 1,3 2,3 u - 4u + 2u = 0 10. Titik (2,3) 2,2 1,3 2,3 3,3 u + u - 4u + u = 0 11. Titik (3,3) 3,2 2,3 3,3 4,3 u + u - 4u + u = 0 12. Titik (4,3) 4,2 3,3 4,3 j + j - 4j = - 1 Jika persamaan simultan di atas dinyatakan dalam bentuk matriks, maka bentuknya Persamaan Diferensial Parsial
  • 34. Bab VI Supardi, M.Si j j é - ù ê - ú ê ú ê - ú ê - ú ê ú ê - ú ê ú ê - ú ê - ú ê ú ê - ú ê - ú ê ú ê - ú ê - ú ê ú êêë - úúû 11 4 2 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 4 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 4 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 4 2 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 4 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 4 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 4 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 4 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 4 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 4 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 4 é ù é ù ê ú ê ú ê 21 ú ê ú ê ú ê ú ê 31 ú ê ê ú ê - ú 41 ú ê ú ê ú ê 12 ú ê ú ê 22 ú = ê ú ê ú ê ú ê 32 ú ê ú ê 42 ú ê - ú ê ú ê ú ê 13 ú ê ú ê ú ê ú ê 23 ú ê ú ê 33 ú ê ú êêë - 43 úúû êêë úúû 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 j j j j j j j j j j Jika persamaan simultan linier yang dinyatakan dalam bentuk matriks tersebut dinyakan oleh AgX = b maka untuk menemukan harga setiap elemen matriks X dapat dilakukan dengan cara X = A- 1gb Dengan menggunakan kaidah ini, maka elemen-elemen matriks X maka kita dapat menentukan harga j pada setiap titik yaitu j j j j j j j j j j j j = = = = = = = = = = = = 0.3377, 0.3799, 0.5118 0.7379, 0.2955, 0.3351 0.4647, 0.7199, 0.1740 0.2003, 0.2920, 0.5030 11 21 31 41 12 22 32 42 13 23 33 43 Metode Iteratif Jacobi Sesuai dengan namanya, ide dari metode iteratif Jacobi adalah menemukan harga setiap titik-titik dalam kotak melalui jalan iterasi hingga ditemukan harga yang optimum. Iterasi awal dimulai dengan memberikan nilai tebakan pada variabel-variabelnya. Iterasi dilakukan terus menerus hingga selisih harga elemen kini dan sebelumnya melebihi toleransi yang diberikan. Untuk lebih jelasnya, sekarang kita akan meninjau kembali persamaan Laplace seperti pada contoh 8.1 tetapi dengan syarat batas sebagai berikut Batas kiri u = 0 Persamaan Diferensial Parsial
  • 35. Bab VI Supardi, M.Si Batas kanan u = 1 Batas atas u = 0 Batas bawah u = 1 Dengan syarat batas yang diberikan tersebut, maka kita dapat membentuk persamaan simultan baru sebagai berikut 1. Titik (2,2) j j j j j - - - - = 4 0 2,2 1,2 3,2 2,1 2,3 j j atau 3,2 2,3 2,2 4 j + = 2. Titik (3,2) j j j j j - - - - = 4 0 3,2 2,2 4,2 3,1 3,3 j j j atau 2,2 4,2 3,3 3,2 4 j + + = 3. Titik (4,2) j j j j j - - - - = 4 0 4,2 3,2 5,2 4,1 4,3 j j 3,2 4,3 4,2 1 atau 4 j + + = 4. Titik (2,3) j j j j j - - - - = 4 0 2,3 1,3 3,3 2,2 2,4 j j 2,2 3,3 2,3 1 atau 4 j + + = 5. Titik (3,3) j j j j j - - - - = 4 0 3,3 2,3 4,3 3,2 3,4 j j j 2,3 4,3 3,2 3,3 1 atau 4 j + + + = 6. Titik (4,3) j j j j j - - - - = 4 0 4,3 3,3 5,3 4,2 4,4 j j 3,3 4,2 4,3 2 atau 4 j + + = 1 0 1 0 0 0 0 Persamaan Diferensial Parsial 0 0 1 1 1 1 1
  • 36. Bab VI Supardi, M.Si Sebagai langkah awal, kita berikan tebakan awal seluruh titik sama dengan nol, kecuali pada batas-batas yang telah kita tentukan. Dari langkah ini, kita memiliki harga-harga pada setiap titik antara lain 0 j 2,2 = 0 , 0 3,2 j = 0 , 0 4,2 j = 0,25, 0 2,3 j = 0,25 , 0 3,3 j = 0,25, 0 4,3 j = 0,50 . Dengan menggunakan bahasa pemrograman, maka arga titik-titik pada iterasi berikutnya dapat kita temukan sampai toleransi yang diberikan. Program Iterasi_jacobi dimension pa(5,4),pb(5,4) real phip character*10 fname write(*,5) read 9,fname 9 format(15a) 5 format(23x,'nama file output:',) open(8,file=fname) c tebakan awal untuk seluruh titik diberikan sama dengan nol c kecuali pada batas-batas yang telah ditentukan c syarat batas pada titik-titik jaring adalah pa(2,4)=1. pa(3,4)=1. pa(4,4)=1. pa(5,4)=1. pa(5,2)=1. pa(5,3)=1. c pb(2,4)=1. pb(3,4)=1. pb(4,4)=1. pb(5,2)=1. pb(5,3)=1. pb(5,4)=1. c do 25 iter=1,100 write(8,90)iter do 30 i=2,4 do 40 j=2,3 pb(i,j)=(pa(i-1,j)+pa(i+1,j)+pa(i,j-1)+pa(i,j+1))/4. Persamaan Diferensial Parsial
  • 37. Bab VI Supardi, M.Si 40 continue 30 continue do 35 i=2,4 do 45 j=2,3 pa(i,j)=pb(i,j) 45 continue 35 continue c write (8,22) pb(1,4),pb(2,4),pb(3,4),pb(4,4),pb(5,4) write (8,22) pb(1,3),pb(2,3),pb(3,3),pb(4,3),pb(5,3) write (8,22) pb(1,2),pb(2,2),pb(3,2),pb(4,2),pb(5,2) write (8,22) pb(1,1),pb(2,1),pb(3,1),pb(4,1),pb(5,1) write (*,22) pb(1,4),pb(2,4),pb(3,4),pb(4,4),pb(5,4) write (*,22) pb(1,3),pb(2,3),pb(3,3),pb(4,3),pb(5,3) write (*,22) pb(1,2),pb(2,2),pb(3,2),pb(4,2),pb(5,2) write (*,22) pb(1,1),pb(2,1),pb(3,1),pb(4,1),pb(5,1) 25 continue 90 format(i4) 22 format(5f10.6) close(8) stop end Tabel 8.1 Contoh eksekusi program iterasi Jacobi Iterasi ke-1 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .250000 .250000 .500000 1.000000 .000000 .000000 .000000 .250000 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-4 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .406250 .574219 .738281 1.000000 .000000 .148438 .265625 .480469 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-7 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .451660 .634094 .784973 1.000000 .000000 .190125 .330688 .523438 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-10 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .460958 .648406 .794291 1.000000 .000000 .200234 .343851 .533567 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-13 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 Persamaan Diferensial Parsial
  • 38. Bab VI Supardi, M.Si .000000 .463182 .651300 .796516 1.000000 .000000 .202281 .346998 .535614 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-16 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463632 .651992 .796966 1.000000 .000000 .202770 .347634 .536103 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-19 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463740 .652132 .797073 1.000000 .000000 .202869 .347786 .536202 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-22 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463762 .652165 .797095 1.000000 .000000 .202892 .347817 .536226 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-25 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463767 .652172 .797100 1.000000 .000000 .202897 .347824 .536230 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-27 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463768 .652173 .797101 1.000000 .000000 .202898 .347825 .536231 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 Iterasi ke-28 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 .000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 .000000 8.10 Metode Relaksasi Konsep dari metode relaksasi didasarkan pada suatu ide bahwa konvergensi ke suatu penyelesaian dari pemberian terkaan awal tertentu dapat dicapai dengan cara mengulang-ulang iterasi setiap titiknya. Konsep dari iterasi berasal dari suatu ide bahwa perubahan perlahan-lahan (evolusi) terhadap waktu dapat dilihat ketika persamaan diferensial parsial eliptik dinyatakan dalam bentuk persamaan diferensial parabolik. 8.10.1 Metode RelaksasiGauss-Seidel Persamaan Diferensial Parsial
  • 39. Bab VI Supardi, M.Si Metode relaksasi Gauss-Seidel telah terbukti memperoleh sukses besar dalam keberhasilannya menyelesaikan persamaan diferensial parsial eliptik. Untuk lebih jelasnya, sekarang kita akan menyatakan persamaan eliptik sebagai persamaan difusi 2 2 2 2 u u x, y x y ( ) ¶ + ¶ = r ¶ ¶ (8-72) menjadi 2 2 2 2 u u u x, y t x y ( ) ¶ = ¶ + ¶ - r ¶ ¶ ¶ (8-73) Apabila pada t = 0 terdapat distribusi awal, maka kita dapat mengatakan bahwa bahwa ketika t ® ¥ penyelesaian sudah merelaks ke arah keadaan setimbang. Saat t ® ¥ tersebut, maka dipenuhi ¶ u / ¶ t ® 0. Jika persamaan (8-73) kita lakukan diskritisasi menggunakan metode FTCS, maka ungkapan tersebut akan menjadi bentuk u = u + D t u + u + u + u - u - D t 1 ( ) n + n n n n n 4 n r , , 2 1, 1, , 1 , 1 , , ℓ ℓ D ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ (8-74) j j j j j j j j x - + - + dengan indeks atas n mewakili variabel waktu, sedangkan indeks bawah menyatakan variabel ruang. Dengan mengingat kembali bahwa di dalam ruang 1D metode FTCS stabil hanya jika dipenuhi / 2 1 D t D £ , dan stabil dalam ruang 2D hanya jika / 2 1 2 D t D £ , 4 maka ungkapan (8-74) dapat dinyatakan kembali dalam bentuk ( ) 2 u n + 1 = 1 u n + u n + u n + u n - D r (8-75) j , ℓ 4 j - 1, ℓ j + 1, ℓ j , ℓ - 1 j , ℓ + 1 4 j , ℓ Dari ungkapan (8-75), kita dapat menemukan harga terbaru dari u pada langkah ( n + 1) dengan menggunakan empat harga lama yang mengelilinginya pada langkah n dan suku sumbernya. Prosedur menemukan harga terbaru tersebut dilakukan dengan cara menyapu titik-titik yang diawali dari baris demi baris titik dan menghitung harga baru u dengan mengunakan ungkapan (8-75). Prosedur ini diulang-ulang hingga ketelitian yang diharapkan dicapai. Metode ini disebut dengan iterasi Persamaan Diferensial Parsial
  • 40. Bab VI Supardi, M.Si Jacobi seperti yang telah dibahas di atas. Sayangnya, metode ini masih cukup lambat mencapai konvergen. Satu metode yang barangkali lebih baik dibandingkan dengan metode iterasi Jacobi membuat algoritma tersebut menjadi bentuk semi implisit ( ) 2 = + + + - D ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ ℓ (8-76) 1 4 4 n n n n n j j j j j j u + u u + u u + r 1 1 1 , + 1, - 1, , + 1 , - 1 , Dalam skema ini, harga-harga baru dari u digunakan segera setelah harga-harga tersebut ada, artinya bahwa titik-titik yang sudah ter-update akan digunakan segera dalam perhitungan untuk memperoleh harga terbaru u pada titik berikutnya. Skema yang diperlihatkan pada (8-76) tersebut dikenal dengan metode relaksasi Gauss-Seidel. Sayangnya, metode ini juga masih lambat konvergensinya. 8.10.2 Metode Over-Relaksasi Simultan Untuk memperoleh metode relaksasi lebih baik dalam hal kecepatan konvergensi, maka kita perlu mengkoreksi secara over metode Gauss-Seidel. Kita akan melakukan generalisasi terhadap skema (8-76) sehingga setiap langkah relaksasi j,l j akan digantikan dengan kombinasi linier antara harga lamanya dan harga terupdatenya. Jadi n n n n n n j j l j j j j j u + w u w u u + u u + r 1 ( ) ( 1 1 ) 2 + - + - ℓ = - + éë ℓ + ℓ + ℓ + ℓ - D ℓ ùû (8-76) , , 1, 1, , 1 , 1 , 1 4 dimana w merupakan parameter over relaksasi. Metode ini konvergen hanya dalam ranah 0 < w < 2 . Untuk harga 0 < w < 1, maka skema (8-76) disebut dengan under relaxation , sedangkan untuk ranah1< w < 2 skema tersebut dikenal dengan over relaxation. Untuk harga w dalam ranah 1< w < 2 memberikan konvergensi lebih cepat dibandingkan dengan metode Gauss-Seidel. Contoh source code untuk menyelesaikan Persamaan Laplace menggunakan Iterasi Gauss-Seidel dan over relaksasi Program Laplace Integer max real omega Persamaan Diferensial Parsial
  • 41. Bab VI Supardi, M.Si Parameter(max1=4,max2=5,omega=1.25) Real*8 x, p(max2,max1),phip Integer i, j, iter, y c membuka file output Open(8, File='laplace.dat', Status='Unknown') c sisi-sisi jaring dengan potensial konstan Do 10 i=1, max2 p(i,1)=0.0 p(i,4)=1.0 10 Continue Do 11 j=1, max1 p(1,j)=0.0 p(5,j)=1.0 11 Continue c algoritma iterasi Do 20 iter=1, 100 write(8,21)iter Do 30 i=2,(max2-1) Do 40 j=2,(max1-1) c menentukan harga titik-titik pada jaring c dengan metode Gauss-Seidel p(i,j)=0.25*(p(i+1,j) * +p(i-1,j)+p(i,j+1)+p(i,j-1)) c menentukan harga titik-titik pada jaring c dengan metode over relaksasi dengan parameter relaksasi c omega=1.25 c phip=0.25*(p(i+1,j) c * +p(i-1,j)+p(i,j+1)+p(i,j-1)) c p(i,j)=(1.-omega)*p(i,j)+omega*phip 40 Continue 30 Continue Write (8,22) p(1,4),p(2,4),p(3,4),p(4,4),p(5,4) Write (8,22) p(1,3),p(2,3),p(3,3),p(4,3),p(5,3) Write (8,22) p(1,2),p(2,2),p(3,2),p(4,2),p(5,2) Write (8,22) p(1,1),p(2,1),p(3,1),p(4,1),p(5,1) Write (*,22) p(1,4),p(2,4),p(3,4),p(4,4),p(5,4) Write (*,22) p(1,3),p(2,3),p(3,3),p(4,3),p(5,3) Write (*,22) p(1,2),p(2,2),p(3,2),p(4,2),p(5,2) Persamaan Diferensial Parsial
  • 42. Bab VI Supardi, M.Si Write (*,22) p(1,1),p(2,1),p(3,1),p(4,1),p(5,1) 20 continue 21 Format(i4) 22 Format(5f10.6) Close(8) Stop 'data tersimpan dalam laplace.dat’ End Contoh eksekusi untuk penyelesaian persamaan Laplace menggunakan metode iterasi Gauss-Seidel Iterasi ke-1 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .250000 .312500 .640625 1.000000 .000000 .000000 .000000 .250000 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-3 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .415039 .609619 .778870 1.000000 .000000 .125000 .277344 .505859 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-5 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .457157 .646527 .794691 1.000000 .000000 .191956 .338470 .532238 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-7 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .462890 .651425 .796782 1.000000 .000000 .201444 .346585 .535702 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-9 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463652 .652074 .797059 1.000000 .000000 .202706 .347661 .536162 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-11 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463753 .652161 .797096 1.000000 .000000 .202873 .347804 .536223 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-13 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463766 .652172 .797101 1.000000 .000000 .202895 .347823 .536231 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-15 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 .000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Persamaan Diferensial Parsial
  • 43. Bab VI Supardi, M.Si Iterasi ke-16 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 .000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Contoh eksekusi untuk penyelesaian persamaan Laplace menggunakan metode relaksasi dengan parameter relaksasi omega =1.25 Iterasi ke-1 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .300000 .390000 .807000 1.000000 .000000 .000000 .000000 .300000 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-3 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .468270 .659511 .799566 1.000000 .000000 .167400 .363960 .538470 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-5 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463300 .651879 .796899 1.000000 .000000 .202917 .348104 .536191 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-7 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463740 .652166 .797104 1.000000 .000000 .202854 .347799 .536242 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-9 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463770 .652174 .797102 1.000000 .000000 .202902 .347827 .536232 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-10 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 .000000 .202899 .347826 .536232 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 Iterasi ke-11 .000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 .000000 .463768 .652174 .797101 1.000000 .000000 .202898 .347826 .536232 1.000000 .000000 .000000 .000000 .000000 1.000000 SOAL LATIHAN Persamaan Diferensial Parsial
  • 44. Bab VI Supardi, M.Si 1. Jelaskan dengan singkat perbedaan antara persamaan diferensial hiperbolik, parabolik dan eliptik serta berikan contoh masing-masing. Apakah perbedaan fisis terpenting antara persamaan hiperbolik dan parabolik di satu sisi dan persamaan eliptik di sisi lain. 2. Apakah persamaan-persamaan diferensial berikut merupakan persamaan hiperbolik, parabolik atau elipti? ¶ + ¶ - ¶ = ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ + ¶ - ¶ - ¶ = ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ + ¶ + ¶ + ¶ = ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ + ¶ - ¶ + ¶ + ¶ = ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ æ ¶ + ¶ - ö + ¶ æ ¶ - ¶ ö = + ¶ çè ¶ ¶ ÷ø ¶ çè ¶ ¶ ÷ø e f f f f f x t ( ) 2 2 2 2 2 a f f f t x t x 2 2 2 2 2 b f f f f t t t x x c f f f f e 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 . 3 2 0 . 7 2 0 . 3 6 x x t t x t d f f f f f . 2 2 0 t x t x x t . 3 2 sin t t x x t x 3. Persamaan f f t x 3 3 ¶ = b ¶ ¶ ¶ dapat dinyatakan dalam persamaan beda hingga sebagai berikut f f m f f f f m b d t ( 1) ( ) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ) 2 1 1 3 m m m 3 m 3 m m n n n n n n x d + + + - = + - + - = tentukan kesalahan pembulatan dari persamaan beda tersebut. 4. Jelaskan dengan singkat, apa yang saudara ketahui tentang masalah nilai awal dan masalah nilai batas. Apa yang mmbedakan keduanya, dan berikan contohnya masing-masing. 5. Skema Lax ditulis sebagai 7 ( ) ( n ) 1 u n + 1 = u n + u n - u n + u i i 1 i 1 i 1 i 1 2 2 + - + - dengan g º a D t / D x . Tunjukkan bahwa skema tersebut stabil jika 0 < g < 1. 6. Persamaan diferensial parsial diberikan oleh Persamaan Diferensial Parsial
  • 45. Bab VI Supardi, M.Si u + a x , t ¶ u = , ( ) s( x t ) x t ¶ ¶ ¶ dengan ( ) s( x t ) x t a x t x = + , 3 0.1 = - 2 + , 1 0.1 Dengan mengasumsikan syarat awal diberikan oleh u(x, t ) = 1 untuk t = 0 , tentukan penyelesaiaan untuk masalah tersebut. 7. Persamaan difusi dalam suatu ruang, dimana konstanta difusi D berubah terhadap ruang D = D( x) dinyatakan oleh f f f 2 D atau D f D f t x x t x 2 x x ¶ = ¶ æ ¶ ö ¶ = ¶ + ¶ ¶ ¶ ¶ çè ¶ ÷ø ¶ ¶ ¶ ¶ Tunjukkan bahwa persamaan beda dinyatakan sebagai m 1 m m m m m m n n n n n n n n n f f D f f f D D f f d t d x d x d x 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 n + + - + - + - - - + æ - ö æ - ö = + ç ÷ ç ÷ è ø è ø tidak konservatif, yaitu bahwa ò fdx tidak kekal. 8. Buatlah suatu skema alternatif yang menunjukkan bahwa persamaan difusi yang dinyatakan pada soal nomor 1 tersebut konservatif. 9. Tunjukkan bahwa skema Lax untuk penyelesaiam persamaan adveksi ekivalen dengan ¶ ¶ æ ö ¶ = - + ç - ÷ + ¶ ¶ è ø ¶ f u f d x 2 1 2 u 2 d t f suku orde lebih tinggi t x 2 d t 2 x 2 10. Ujilah perilaku penyelesaian like- gelombang f = exp( i ( kx - w t ) ) dalam skema Lax dan jelaskan perilaku dalam suku-suku difusi. Persamaan Diferensial Parsial