SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  15
WAHYU DHYATMIKA
[ R E D A K T U R P E L A K S A N A T E M P O ]
[ D I V I S I E K S T E R N A L A L I A N S I J U R N A L I S
I N D E P E N D E N ( A J I ) J A K A R T A ]
Membangun Media yang
Berpihak pada Publik
Overview
 Mengapa media harus memberitakan kepentingan
publik
 Bagaimana mengukur keberpihakan media
 Apa saja faktor yang mempengaruhi keberpihakan
media
 Contoh kasus
Mengapa Media Harus Membela Publik
 Jurnalistik pada dasarnya adalah proses pencarian,
pengolahan dan penyebarluasan informasi.
Informasi apa yang dicari, diolah dan disebarkan
itu? Jelas informasi yang dinilai penting oleh
khalayak. Karena itu, proses jurnalistik sudah
seharusnya sejalan dengan kepentingan orang
banyak/publik.
 Media yang tidak membela kepentingan publik,
seharusnya tidak bertahan hidup karena tidak punya
alasan untuk terbit.
Mengapa Jurnalis Harus Membela Publik
 Jurnalis memperoleh mandatnya untuk bekerja dari
publik/rakyat. Adalah publik yang memiliki hak untuk
menuntut akuntabilitas dari pejabat publik, hak itulah
yang diwakilkan pada jurnalis.
 Dilihat dari sejarah pers dan media massa, pada awalnya
media adalah kepanjangan tangan dari proses
percakapan khalayak ramai. Jadi pada esensinya, media
adalah sebuah lembaga publik, meskipun juga
merupakan sebuah institusi bisnis/komersial.
 Tarik menarik antara kepentingan publik dan
kepentingan komersial media ini yang biasanya
disalahkan ketika media berpihak. Padahal, ketegangan
itu seharusnya tidak terjadi.
Jurnalisme Advokasi
 Genre jurnalisme yang secara tegas menyatakan bahwa
pemberitaan adalah bagian dari advokasi untuk sebuah
tujuan tertentu.
 Biasanya bersifat investigatif.
 Jurnalisme advokasi misalnya dengan sadar dan sengaja,
memilih membongkar isu-isu korupsi, isu lingkungan,
isu HAM, atau apa pun yang menurut redaksi media
penting untuk diadvokasi.
 Belum banyak media di Indonesia yang menerapkan
jurnalisme advokasi. Sebagian besar masih bersembunyi
di balik prinsip ‘netralitas’ atau ‘imparsialitas’ yang
sebenarnya ambigu dan tidak bebas nilai.
Mengukur Keberpihakan Media
 Cara paling mudah untuk mengukur keberpihakan
media adalah mencermati tajuk
rencana/editorial/opini media tersebut.
 Editorial merupakan ekspresi sikap dan posisi resmi
redaksi mengenai suatu topik/isu.
 Keberpihakan akan lebih sulit diukur, jika media
tersebut sama sekali tidak menulis sikap apapun
mengenai topik/isu yang kontroversial.
 Beberapa metode penelitian media juga bisa dipakai
untuk mengukur keberpihakan, misalnya analisis isi,
framing, dan lain-lain.
Faktor yang mempengaruhi
 Dalam pemberitaan, ada banyak faktor yang
mempengaruhi nada, arah, maupun sudut pandang
suatu media. Faktor tersebut antara lain: (1) kelengkapan
informasi yang dimiliki redaksi media, (2) persepsi
redaksi terhadap isu/topik tersebut dan (3) kebijakan
editorial.
 Ketiga faktor ini seharusnya bisa dinilai/diukur dan bisa
berkembang sesuai dengan perkembangan/dinamika
peristiwa di lapangan.
 Permainan suap/sogokan, kepentingan pemilik media
dan tawaran iklan biasanya mempengaruhi ketiga faktor
ini.
Kasus 1: Cicak vs Buaya
 Media memberitakan sengketa antara KPK dan Mabes
Polri dengan berpihak pada KPK.
 Keberpihakan media disebabkan oleh beberapa faktor:
(1) redaksi media dan narasumber memiliki informasi
yang sama soal apa yang terjadi, (2) redaksi media dan
sebagian besar narasumber mempunyai persepsi yang
sama atas informasi itu, (3) Redaksi media dan sebagian
besar narasumber memiliki sasaran dan tujuan yang
sama dari advokasi kasus itu (kebijakan editorial media
mendukung KPK) dan (4) tidak ada upaya intervensi dari
mereka yang dirugikan (polisi) dalam bentuk
suap/sogok/iklan.
Kasus 2: Advokasi Pengendalian Tembakau
 Dalam kasus industri tembakau vs aktivis pengendalian
tembakau, sikap media cenderung terbelah. Informasi
yang mereka miliki sama, namun persepsi redaksi
media-media atas informasi yang tersedia, berbeda.
 Misalnya soal ratifikasi FCTC, pihak yang pro menilainya
penting untuk menjaga kesehatan publik, sementara
yang kontra menilainya bisa mematikan petani
tembakau.
 Ini diperunyam oleh adanya lobi dan kekuatan modal
industri tembakau yang membuat media tergantung
pada kucuran iklan mereka.
Kasus 3: Industri Otomotif vs Transportasi Publik
 Advokasi publik untuk memberdayakan transportasi
umum tidak terlalu berhasil di media karena beberapa
faktor.
 (1) Informasi yang dimiliki redaksi berbeda-beda. Isu
industri otomotif ditangani kompartemen Ekonomi
Bisnis, sementara isu transportasi publik masuk wilayah
Kompartemen Metro/Kota. (2) Dengan demikian,
persepsi juga berbeda. (3) Sasaran dan tujuan
pemberitaan jadi berbeda juga. (4) iklan yang demikian
gencar dari industri otomotif membuat kompetisi untuk
mengubah persepsi redaksi juga semakin sulit.
Kasus 4: Korupsi di Daerah
 Seringkali berita tentang korupsi di daerah –terutama
yang menyangkut kepala daerah-- tidak muncul ke
media massa, karena hasil pemeriksaan kejaksaan/polisi
atas satu kasus tidak dilaporkan oleh wartawan.
 Sebagian besar terjadi karena banyak wartawan
dipelihara dan mendapat upah rutin dari anggaran
daerah. Praktek macam ini menyulitkan upaya
mendorong transparansi anggaran dan gerakan
antikorupsi.
 Artinya dari faktor informasi saja, akses redaksi media
sudah diblokir, sehingga tak memiliki peluang
membangun persepsi yang sebangun soal kasus tersebut.
Kunci Advokasi Publik di Media
 Ketika menghadapi sebuah isu yang kontroversial
atau sensitif pada kepentingannya, kita sering
menemukan media yang memillih (1) tidak
memberitakan sama sekali, (2) memberitakan
dengan angle/sudut pandang yang tidak berpihak
pada publik, (3) memberitakan dengan nada
pemberitaan yang berpihak (4) memberitakan
dengan narasumber yang tidak seimbang.
 Jika ini yang terjadi, maka advokat kebijakan publik
harus mencoba menelisik 3 faktor yang
mempengaruhi keberpihakan media tadi.
Kunci Advokasi Publik di Media
 Jika dari informasi dan persepsi tidak ada masalah,
berarti kuncinya ada pada kebijakan editorial. Nah,
di sinilah pengaruh modal/iklan, kepentingan
pemilik dan suap/sogokan bermain.
 Untuk advokasi publik yang berhasil, ketiga faktor
itu harus ditangkal. Caranya: mendorong media
menghormati garis api antara iklan dan redaksi,
mendorong jurnalis membangun serikat pekerja di
media dan membangun ombudsman di media
sebagai penghubung antara publik dan redaksi.
Kesimpulan
 Media adalah lembaga publik, sehingga publik berhak
menuntut agendanya mendapat ruang pemberitaan dan
dukungan yang memadai.
 Keberpihakan media adalah hal yang niscaya, didorong 3
faktor ‘teknis’: informasi, persepsi dan garis kebijakan
editorial.
 Ketiga faktor itu harus dipengaruhi untuk membangun
keberpihakan media.
 Di luar itu, ada tiga faktor ‘non-teknis’: iklan, pemilik
dan suap/sogokan.
 Faktor non-teknis ini juga harus dipengaruhi dengan
berbagai strategi untuk memastikan keberpihakan media
pada kepentingan publik.
Selesai
 Mari berdiskusi
 Terima kasih

Contenu connexe

Tendances

Mediatisasi: Media dan politik
Mediatisasi: Media dan politikMediatisasi: Media dan politik
Mediatisasi: Media dan politik
S Kunto Adi Wibowo
 
Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermik
mankoma2013
 
PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE DAN PELAKSANAAN KAMPANYE
PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE  DAN PELAKSANAAN KAMPANYE PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE  DAN PELAKSANAAN KAMPANYE
PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE DAN PELAKSANAAN KAMPANYE
University of Andalas
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting
mankoma2013
 

Tendances (20)

Ppt jurnalistik
Ppt jurnalistikPpt jurnalistik
Ppt jurnalistik
 
Sistem pers
Sistem persSistem pers
Sistem pers
 
Kampanye
KampanyeKampanye
Kampanye
 
Mediatisasi: Media dan politik
Mediatisasi: Media dan politikMediatisasi: Media dan politik
Mediatisasi: Media dan politik
 
Masyarakat cyber
Masyarakat cyberMasyarakat cyber
Masyarakat cyber
 
Konvergensi Media
Konvergensi MediaKonvergensi Media
Konvergensi Media
 
Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermik
 
Ppt marketing pr new
Ppt marketing pr newPpt marketing pr new
Ppt marketing pr new
 
Teknik teknik jurnalistik
Teknik teknik jurnalistikTeknik teknik jurnalistik
Teknik teknik jurnalistik
 
HUKUM ETIKA & PENYIARAN - Pengantar Hukum dan Etika
HUKUM ETIKA & PENYIARAN - Pengantar Hukum dan EtikaHUKUM ETIKA & PENYIARAN - Pengantar Hukum dan Etika
HUKUM ETIKA & PENYIARAN - Pengantar Hukum dan Etika
 
PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE DAN PELAKSANAAN KAMPANYE
PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE  DAN PELAKSANAAN KAMPANYE PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE  DAN PELAKSANAAN KAMPANYE
PERENCANAAN STRATEGIS KAMPANYE DAN PELAKSANAAN KAMPANYE
 
Etika jurnalisme
Etika jurnalismeEtika jurnalisme
Etika jurnalisme
 
Literasi media
Literasi mediaLiterasi media
Literasi media
 
Konsep audience
Konsep audienceKonsep audience
Konsep audience
 
Jurnalisme warga (citizen journalism)
Jurnalisme warga (citizen journalism)Jurnalisme warga (citizen journalism)
Jurnalisme warga (citizen journalism)
 
Dasar dasar jurnalistik
Dasar dasar jurnalistikDasar dasar jurnalistik
Dasar dasar jurnalistik
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting
 
Materi Dasar Jurnalistik (untuk Para Pemula)
Materi Dasar Jurnalistik (untuk Para Pemula)Materi Dasar Jurnalistik (untuk Para Pemula)
Materi Dasar Jurnalistik (untuk Para Pemula)
 
Teori komunikasi massa
Teori komunikasi massaTeori komunikasi massa
Teori komunikasi massa
 
Strategi komunikasi
Strategi komunikasiStrategi komunikasi
Strategi komunikasi
 

Similaire à Keberpihakan media pada kepentingan publik

Perkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di IndonesiaPerkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di Indonesia
YunndBoregh
 
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_duniaIndepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
SatuDunia Foundation
 

Similaire à Keberpihakan media pada kepentingan publik (20)

Manajemen isu: Bagaimana membangun relasi ideal antara Lembaga Publik da Medi...
Manajemen isu: Bagaimana membangun relasi ideal antara Lembaga Publik da Medi...Manajemen isu: Bagaimana membangun relasi ideal antara Lembaga Publik da Medi...
Manajemen isu: Bagaimana membangun relasi ideal antara Lembaga Publik da Medi...
 
Independensi ruang redaksi
Independensi ruang redaksiIndependensi ruang redaksi
Independensi ruang redaksi
 
Agenda Setting Theory
Agenda Setting TheoryAgenda Setting Theory
Agenda Setting Theory
 
Agenda Setting Theory
Agenda Setting TheoryAgenda Setting Theory
Agenda Setting Theory
 
Potret pers jakarta 2013 ok ref
Potret pers jakarta 2013 ok refPotret pers jakarta 2013 ok ref
Potret pers jakarta 2013 ok ref
 
Bab iv
Bab ivBab iv
Bab iv
 
Perkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di IndonesiaPerkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di Indonesia
 
8
88
8
 
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_duniaIndepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
 
Suara Pers, Suara Siapa?
Suara Pers, Suara Siapa?Suara Pers, Suara Siapa?
Suara Pers, Suara Siapa?
 
Manajement aksi
Manajement aksiManajement aksi
Manajement aksi
 
Jurnalisme Warga 1
Jurnalisme Warga 1Jurnalisme Warga 1
Jurnalisme Warga 1
 
Menjadi Jurnalis
Menjadi JurnalisMenjadi Jurnalis
Menjadi Jurnalis
 
Media, Tembakau, dan Pertarungan Wacana
 Media, Tembakau, dan Pertarungan Wacana Media, Tembakau, dan Pertarungan Wacana
Media, Tembakau, dan Pertarungan Wacana
 
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
 
Fakta dan opini
Fakta dan opiniFakta dan opini
Fakta dan opini
 
Public Relations Politic
Public Relations PoliticPublic Relations Politic
Public Relations Politic
 
Pers dan jurnalistik ii
Pers dan jurnalistik iiPers dan jurnalistik ii
Pers dan jurnalistik ii
 
Etika komunikasi massa
Etika komunikasi massaEtika komunikasi massa
Etika komunikasi massa
 
MEDIA PENTING SEBAGAI AJANG PROMOSI DAN EDUKASI
MEDIA PENTING SEBAGAI AJANG PROMOSI DAN EDUKASIMEDIA PENTING SEBAGAI AJANG PROMOSI DAN EDUKASI
MEDIA PENTING SEBAGAI AJANG PROMOSI DAN EDUKASI
 

Keberpihakan media pada kepentingan publik

  • 1. WAHYU DHYATMIKA [ R E D A K T U R P E L A K S A N A T E M P O ] [ D I V I S I E K S T E R N A L A L I A N S I J U R N A L I S I N D E P E N D E N ( A J I ) J A K A R T A ] Membangun Media yang Berpihak pada Publik
  • 2. Overview  Mengapa media harus memberitakan kepentingan publik  Bagaimana mengukur keberpihakan media  Apa saja faktor yang mempengaruhi keberpihakan media  Contoh kasus
  • 3. Mengapa Media Harus Membela Publik  Jurnalistik pada dasarnya adalah proses pencarian, pengolahan dan penyebarluasan informasi. Informasi apa yang dicari, diolah dan disebarkan itu? Jelas informasi yang dinilai penting oleh khalayak. Karena itu, proses jurnalistik sudah seharusnya sejalan dengan kepentingan orang banyak/publik.  Media yang tidak membela kepentingan publik, seharusnya tidak bertahan hidup karena tidak punya alasan untuk terbit.
  • 4. Mengapa Jurnalis Harus Membela Publik  Jurnalis memperoleh mandatnya untuk bekerja dari publik/rakyat. Adalah publik yang memiliki hak untuk menuntut akuntabilitas dari pejabat publik, hak itulah yang diwakilkan pada jurnalis.  Dilihat dari sejarah pers dan media massa, pada awalnya media adalah kepanjangan tangan dari proses percakapan khalayak ramai. Jadi pada esensinya, media adalah sebuah lembaga publik, meskipun juga merupakan sebuah institusi bisnis/komersial.  Tarik menarik antara kepentingan publik dan kepentingan komersial media ini yang biasanya disalahkan ketika media berpihak. Padahal, ketegangan itu seharusnya tidak terjadi.
  • 5. Jurnalisme Advokasi  Genre jurnalisme yang secara tegas menyatakan bahwa pemberitaan adalah bagian dari advokasi untuk sebuah tujuan tertentu.  Biasanya bersifat investigatif.  Jurnalisme advokasi misalnya dengan sadar dan sengaja, memilih membongkar isu-isu korupsi, isu lingkungan, isu HAM, atau apa pun yang menurut redaksi media penting untuk diadvokasi.  Belum banyak media di Indonesia yang menerapkan jurnalisme advokasi. Sebagian besar masih bersembunyi di balik prinsip ‘netralitas’ atau ‘imparsialitas’ yang sebenarnya ambigu dan tidak bebas nilai.
  • 6. Mengukur Keberpihakan Media  Cara paling mudah untuk mengukur keberpihakan media adalah mencermati tajuk rencana/editorial/opini media tersebut.  Editorial merupakan ekspresi sikap dan posisi resmi redaksi mengenai suatu topik/isu.  Keberpihakan akan lebih sulit diukur, jika media tersebut sama sekali tidak menulis sikap apapun mengenai topik/isu yang kontroversial.  Beberapa metode penelitian media juga bisa dipakai untuk mengukur keberpihakan, misalnya analisis isi, framing, dan lain-lain.
  • 7. Faktor yang mempengaruhi  Dalam pemberitaan, ada banyak faktor yang mempengaruhi nada, arah, maupun sudut pandang suatu media. Faktor tersebut antara lain: (1) kelengkapan informasi yang dimiliki redaksi media, (2) persepsi redaksi terhadap isu/topik tersebut dan (3) kebijakan editorial.  Ketiga faktor ini seharusnya bisa dinilai/diukur dan bisa berkembang sesuai dengan perkembangan/dinamika peristiwa di lapangan.  Permainan suap/sogokan, kepentingan pemilik media dan tawaran iklan biasanya mempengaruhi ketiga faktor ini.
  • 8. Kasus 1: Cicak vs Buaya  Media memberitakan sengketa antara KPK dan Mabes Polri dengan berpihak pada KPK.  Keberpihakan media disebabkan oleh beberapa faktor: (1) redaksi media dan narasumber memiliki informasi yang sama soal apa yang terjadi, (2) redaksi media dan sebagian besar narasumber mempunyai persepsi yang sama atas informasi itu, (3) Redaksi media dan sebagian besar narasumber memiliki sasaran dan tujuan yang sama dari advokasi kasus itu (kebijakan editorial media mendukung KPK) dan (4) tidak ada upaya intervensi dari mereka yang dirugikan (polisi) dalam bentuk suap/sogok/iklan.
  • 9. Kasus 2: Advokasi Pengendalian Tembakau  Dalam kasus industri tembakau vs aktivis pengendalian tembakau, sikap media cenderung terbelah. Informasi yang mereka miliki sama, namun persepsi redaksi media-media atas informasi yang tersedia, berbeda.  Misalnya soal ratifikasi FCTC, pihak yang pro menilainya penting untuk menjaga kesehatan publik, sementara yang kontra menilainya bisa mematikan petani tembakau.  Ini diperunyam oleh adanya lobi dan kekuatan modal industri tembakau yang membuat media tergantung pada kucuran iklan mereka.
  • 10. Kasus 3: Industri Otomotif vs Transportasi Publik  Advokasi publik untuk memberdayakan transportasi umum tidak terlalu berhasil di media karena beberapa faktor.  (1) Informasi yang dimiliki redaksi berbeda-beda. Isu industri otomotif ditangani kompartemen Ekonomi Bisnis, sementara isu transportasi publik masuk wilayah Kompartemen Metro/Kota. (2) Dengan demikian, persepsi juga berbeda. (3) Sasaran dan tujuan pemberitaan jadi berbeda juga. (4) iklan yang demikian gencar dari industri otomotif membuat kompetisi untuk mengubah persepsi redaksi juga semakin sulit.
  • 11. Kasus 4: Korupsi di Daerah  Seringkali berita tentang korupsi di daerah –terutama yang menyangkut kepala daerah-- tidak muncul ke media massa, karena hasil pemeriksaan kejaksaan/polisi atas satu kasus tidak dilaporkan oleh wartawan.  Sebagian besar terjadi karena banyak wartawan dipelihara dan mendapat upah rutin dari anggaran daerah. Praktek macam ini menyulitkan upaya mendorong transparansi anggaran dan gerakan antikorupsi.  Artinya dari faktor informasi saja, akses redaksi media sudah diblokir, sehingga tak memiliki peluang membangun persepsi yang sebangun soal kasus tersebut.
  • 12. Kunci Advokasi Publik di Media  Ketika menghadapi sebuah isu yang kontroversial atau sensitif pada kepentingannya, kita sering menemukan media yang memillih (1) tidak memberitakan sama sekali, (2) memberitakan dengan angle/sudut pandang yang tidak berpihak pada publik, (3) memberitakan dengan nada pemberitaan yang berpihak (4) memberitakan dengan narasumber yang tidak seimbang.  Jika ini yang terjadi, maka advokat kebijakan publik harus mencoba menelisik 3 faktor yang mempengaruhi keberpihakan media tadi.
  • 13. Kunci Advokasi Publik di Media  Jika dari informasi dan persepsi tidak ada masalah, berarti kuncinya ada pada kebijakan editorial. Nah, di sinilah pengaruh modal/iklan, kepentingan pemilik dan suap/sogokan bermain.  Untuk advokasi publik yang berhasil, ketiga faktor itu harus ditangkal. Caranya: mendorong media menghormati garis api antara iklan dan redaksi, mendorong jurnalis membangun serikat pekerja di media dan membangun ombudsman di media sebagai penghubung antara publik dan redaksi.
  • 14. Kesimpulan  Media adalah lembaga publik, sehingga publik berhak menuntut agendanya mendapat ruang pemberitaan dan dukungan yang memadai.  Keberpihakan media adalah hal yang niscaya, didorong 3 faktor ‘teknis’: informasi, persepsi dan garis kebijakan editorial.  Ketiga faktor itu harus dipengaruhi untuk membangun keberpihakan media.  Di luar itu, ada tiga faktor ‘non-teknis’: iklan, pemilik dan suap/sogokan.  Faktor non-teknis ini juga harus dipengaruhi dengan berbagai strategi untuk memastikan keberpihakan media pada kepentingan publik.