Dokumen tersebut membahas perbedaan antara risk taker dan gambler dalam berbisnis. Risk taker memiliki kriteria dan ukuran risiko yang jelas serta fokus pada proses belajar dari kesalahan, sementara gambler bertindak berdasarkan ketamakan tanpa kriteria yang jelas dan cenderung mengorbankan orang lain. Dokumen ini menyarankan untuk bersikap sebagai risk taker yang memiliki tekad kuat dan tujuan jelas dalam berinterak
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
Risk taker or gambler
1. RISK TAKER or GAMBLER?
Anda pernah atau sering dengan kata-kata: "Mind Your Own Business"? Begitulah peribahasa
asing yang kalau diterjemahkan kira-kira seperti ini: "URUS KEPENTINGANMU SENDIRI"
terjemahan masa kini mungkin sbb: "kepo amat sih". Mengapa muncul kata-kata demikian, kita
bisa mengira bahwa keberadaan kita belum/tidak ada manfaatnya bagi orang lain tsb.
So What? Terlihat kasar? Egois? atau memang diri kita yang "kepo" (kepengen tahu urusan orang
lain) sehingga muncul perkataan seperti itu? Yang jelas muncul rasa kurang enak bila perkataan
tersebut diarahkan kepada kita entah dengan nada bercanda, menawarkan kepada prospek atau
saat serius di "meeting" resmi. Pasti lupa bahwa ada nasehat sbb: "pelanggan adalah raja",
sayangilah musuhmu, "tomorrow will be better" dsb.
Padahal pekerjaan kita sehari-hari memang harus berinteraksi dengan orang lain dan bahkan
harus juga "menjual" sesuatu yang kita bisa "supply" kemungkinan besar kita bisa berada di zona
tidak enak seperti cerita di atas? Apa yang perlu kita persiapkan? Pelatihan Teknis mungkin sudah
mendapat nilai rata2 di atas 50-75 yang artinya Anda mungkin sudah memahami:
1. Company Profile, Product Knowledge, Price list bahkan Visi dan Misi dsb.
2. Sistem kerja, struktur kerja yang berlaku, job description dsb
3. Kontrak atau SPK atau SPAJ dsb
Mengapa hal tersebut tidak menjamin kita bisa diterima, bisa bermanfaat dan bahkan bisa menggoal-kan penjualan kita hari ini atau setiap saat?
Beberapa dari kita mungkin sudah mendapatkan pelatihan/workshop rutin "Mengatasi Penolakan"
atau "Problem Solving" dsb karena bukankah itu sesuatu yang wajib diikutkan dalam sistem
pelatihan seorang Pemasaran atau Penjual serta pemegang jabatan apapun?
Belum lagi kita wajib belajar bercermin diri dan mengatakan pada diri kita bahwa kita pasti bisa
dan menolak semua pikiran-pikiran ataupun perasaan negatif. Apalagi bila kita sudah biasa
mendengarkan perkataan positif dan video kesaksian yang mungkin diwajibkan untuk diulangulang terus dari para pembicara/"Leader"/atasan sehingga kita bisa menirukan apa yang harus
dilafalkan saat bertemu dengan prospek, pelanggan atau pun rekan/atasan dalam pekerjaan.
Tampaknya semua metode dan teori interaksi dengan sesama manusia kita sudah mendapatkan
pembekalan dan seharusnyalah kita menang bukan?
Coba kita perhatikan dengan cara CHECK LIST sbb":
1. Berapa lama daya ingat seseorang, dimulai dari diri Anda sendiri:
1. Masih ingat berapa persen-kah kotbah di tempat ibadah 2 atau 3 minggu lalu? atau
2. Sebutkan pesan 1 kalimat dari pembicara idola Anda, kira-kira yang teringat nama
atau pesannya? Mana yang seharusnya lebih penting diingat untuk dipraktekkan?
3. Kalau kita jujur tidak ingat, kira-kira kita bisa praktekkan apa yang baik tersebut?
2. Apakah kita senang di-ingatkan:
Copy Right by William Wiguna
page 1
2. 1. Oleh pembicara di tempat ibadah dengan kotbah yang sama terus setiap 2 atau 3
minggu?
2. Oleh pimpinan soal peraturan atau target yang belum tercapai setiap meeting atau
akhir bulan?
3. Oleh debt collector soal hutang yang telah jatuh tempo dan telat dibayar?
3. Bagaimana perasaan seseorang yang sudah kaya, saat pulang malam dalam keadaan capai
dan selalu melihat pembantu sedang menikmati fasilitas TV LED 100in, DVD blueray, TV
Cable, majalah2 dsb miliknya; Dan saat perasaan tersebut muncul:
1. Apakah senang atau rela mengabulkan bila sang pembantu tsb meminta naik gaji?
2. Atau kemungkinan ditambah pekerjaannya?
3. Bagaimana jawaban sang majikan bila sang pembantu bila setiap sore selalu
melaporkan pekerjaannya dan bila tidak ada pekerjaan lagi ybs meminta ijin
menonton TV?
4. Mengapa perasaan ybs bisa berbeda? dan siapa yang salah atau kurang "tahu diri"
sebenarnya?
4. Bagaimana pelatihan yang telah diikuti apakah bisa ditunjukkan relevansi-nya dengan
pekerjaan Anda sehari-hari, karena manusia sudah pelupa ngga suka diingatkan. Jadi
bagaimana mengukur dampak sebuah pelatihan yang diikuti selama ini?
Apabila kita belum mampu menjawab atau mengatasi ke-empat pertanyaan/masalah tersebut
dengan iklas maka besar kemungkinan kita akan memasuki zona "kepo" atau bersiaplah
mendapatkan respon "MIND YOUR BUSINESS" dan tentunya Anda sudah tahu hasil lanjutannya
bukan?
Salah satu pelajaran yang sangat penting saat kita memulai suatu bisnis baik sebagai profesional
atau pengusaha adalah melalui hubungan bisnis maka pasar kita seharusnya semakin besar.
Indikator ini sangat penting kita uji saat memulai/memperkenalkan bisnis. Terutama saat
memberikan kartu nama kita apakah kita bertambah semangat atau berharap kita saja yang
mendapatkan kartu nama sementara kita kurang berani menjelaskan siapa kita dan bisnis kita?
Pelajaran terpenting saat ini adalah "MIND YOUR BUSINESS" = URUS KEPENTINGANMU
SENDIRI itu adalah KEBENARAN MUTLAK. Ini berarti ada pelajaran yang kurang dirasakan
manfaatnya oleh orang lain saat kita mati-matian belajar soal Teknis yang bahkan mungkin sudah
dipersiapkan oleh kita jauh-jauh hari. Dimulai dari:
1. Knowledge ("hard skill") di sekolah umum dan/atau khusus sd level lebih lanjut.
2. "Soft skill" juga diperoleh melalui kursus-kursus yang membekali kita seperti kursus
bahasa asing, Typing course, Kursus komputer, Kursus pidato, Kursus NLP, dsb.
Sampai disini jelas tidak ada yang salah, karena itu semua soal TEKNIS yang dipersiapkan mulai
dari dasar sampai dengan kelas yang lebih lanjut. Masalahnya semua soal TEKNIS tadi saja
belum mampu menjawab 4 indikator ("check list") tsb di atas bukan?
Kenali lebih lanjut soal NON TEKNIS yang akan menyeimbangkan soal TEKNIS sehingga saat
kita ber-interaksi dengan orang lain (baca: berbisnis) kita bisa mendapatkan rasio "TRY and
RIGHT" yang lebih baik dari pada mencoba-coba dengan rasio "TRY and ERROR". Maksimal
Copy Right by William Wiguna
page 2
3. proses "TRY and ERROR" biasanya adalah 50:50 bukan? Pendekatan statistik seperti inilah yang
sering menjadi modal utama yang membuat para "gambler"/penjudi berani mempertaruhkan
harta/dirinya melakukan judi.
Coba kita bandingkan cara kerja dan hasil dari RISK TAKER dan GAMBLER sbb:
RISK TAKER
GAMBLER
Perlu TEKAD
Perlu NEKAD
Ada UKURAN RESIKO
Tanpa/sedikit UKURAN RESIKO
Ada beberapa KRITERIA jelas
Tanpa/sedikit KRITERIA
IKHLAS dengan dasar yang jelas
HABIS-HABISAN
Prioritaskan TANTANGAN
Semua TANTANGAN
Pemulihan Cepat
Mungkin Tidak Bisa Dipulihkan
Mengorbankan diri sendiri
Mengorbankan orang lain
Atas dasar Harapan
Atas dasar Ketamakan
Motivasi dari KEBUTUHAN
Motivasi dari KEINGINAN
Tahu ruang lingkup
Ruang lingkup tidak jelas
Proses menjadi PEJUANG
Proses menjadi PENJUDI
Fokus pada TRY and RIGHT
Fokus pada TRY and ERROR
Mengapa kita tidak segera memulai dengan proses "TRY and RIGHT" yang menurut catatan
pelatihan kami bisa mendekati KEBERHASILAN 100%? Dengan mampu menjawab ke- 4
indikator tersebut di atas maka bisa dipastikan Anda telah melakukan proses pelatihan NON
TEKNIS dengan baik. Contoh-contoh proses pelatihan/pengukuran NON TEKNIS lainnya adalah
meningkatnya passion dan perilaku positif dalam kondisi apapun, kemampuan mengerti
prospek/pelanggan mengerti meningkat dsb. Lebih lanjut apa itu NON TEKNIS bisa dilihat di
http://www.careplusindonesia.com/article2.php.
Jadi mana yang Anda pilih dalam berhubungan/berbisnis mempersiapkan diri dengan benar
menjadi: RISK TAKER atau GAMBLER?
Salam Karakter,
Ir. William Wiguna, CPHR., CBA., CPI.
Care Plus Indonesia®
The First Life Time® Program & Counseling
Office: Heartline Center Ground Floor, Jl. Permatasari 1000 Lippo Karawaci, Tgr 15811.
Telp/Fax: 02159492825
Twitter @williamwiguna
FB Group: Care Plus Indonesia
HP/WA: 0818-839-469
william.wiguna@gmail.com
william@careplusindonesia.com
www.careplusindonesia.com
Copy Right by William Wiguna
page 3