Blueprint Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan - Kementerian PPN/Bappenas,...
ini menggunakan istilah utama dari dokumen tersebut yaitu "Monitoring dan Evaluasi" dan menambahkan konteks untuk "Pembangunan
1. Monitoring, Evaluasi,
dan Pengendalian
(Konsep dan Pendekatan)
Randy R. Wrihatnolo
Surabaya, 20 Desember 2008
2. Daftar Isi
Bagian 1 Persamaan dan Perbedaan Monitoring vs Evaluasi
Bagian 2 Pemahaman Tentang Monitoring
Bagian 3 Pemahaman Tentang Evaluasi
Bagian 4 Aplikasi Monitoring dan Evaluasi
Bagian 5 Kelembagaan Monitoring dan Evaluasi
Bagian 6 Pengendalian Pembangunan
Bagian 7 Indikator Monitoring, Evaluasi, dan Pengendalian
3. Pengantar
► Memahami konsep-konsep monitoring dan
evaluasi
► Merancang sistem monitoring dan sistem evaluasi
► Menerapkan sistem monitoring dan sistem
evaluasi
► Memahami konsep pengendalian pembangunan
5. Monitoring dan Evaluasi yang Efektif
(1) Monitoring dan evaluasi tidak sama, tetapi keduanya memerlukan berbagai unsur dan alat
yang sama, antara lain adanya sasaran-sasaran program yang jelas, target dan indikator, serta
basis data yang mengandung data mutakhir
(2) Sasaran (output, outcome, impact) perlu ditetapkan sejak awal (pada saat perencanaan),
begitu pula dengan indikator dan sasaran utama.
(3) Monitoring dapat mempermudah kita dalam mengamati terus-menerus trend dan masalah, dan
bila perlu melakukan penyesuaian dalam rencana implementasi atau proses pengelolaan
secara tepat waktu.
(4) Bila dikaitkan dengan sistem monitoring yang kokoh, evaluasi tidak hanya dapat
mengidentifikasi hasil-hasil program, tetapi juga dapat menyediakan informasi mengenai
kapan, mengapa, dan bagaimana implementasi program meleset dari rencana semula dan
kemudian menyajikan rekomendasi untuk mengatasi masalah itu monitoring dan evaluasi
dapat dipakai mengidentifikasi dan mengatasi masalah. .
(5) Monitoring dan evaluasi juga penting dalam upaya untuk merekam temuan, inovasi, hasil, dan
praktik baik, untuk disebarluaskan serta dimanfaatkan pihak dan daerah lain dan juga sebagai
dasar untuk “merayakan” keberhasilan. Selain itu, monitoring dan evaluasi merupakan wahana
peran serta penerima manfaat program/kegiatan yang sangat efektif bila dilakukan dengan
benar.
6. Monitoring ≠ Evaluasi
Meski ada beberapa kesamaan dan keterkaitan antara monitoring dan evaluasi,
sebaiknya secara konsepsional hal itu dipahami, dirancang, serta dilaksanakan
secara terpisah.
Dengan demikian, sebaiknya penggunaan istilah “monev” dihindari karena
merancukan antara dua hal yang berbeda.
Penggunaan istilah “monitoring (atau pemantauan)” dan “evaluasi” secara terpisah
akan membantu menekankan perbedaan proses, tujuan, dan kegunaan masing-
masing fungsi atau proses itu.
7. 10 Langkah Monitoring dan Evaluasi
Fungsi
Monitoring Evaluasi
manajemen
Pengendalian peran organisasi
Sumber: Bank Dunia (2004) 7
8. Kerangka Montoring dan Evaluasi
Monitoring berfokus pada penelusuran dan pelaporan mengenai masukan,
kegiatan, dan terutama keluaran.
Evaluasi lebih berfokus pada keluaran serta terutama hasil/manfaat dan juga
dampak (impacts).
9. Sekilas Persamaan dan Perbedaan Montoring dan Evaluasi
Perbedaan *)
Aspek *) Persamaan *)
Monitoring Evaluasi
Waktu post project (mid-project if Dalam 1 tahun anggaran
on-going project
berjalan
needed to be continued)
Pelaku Unit kerja internal Unit Kerja eksternal Dilaporkan kepada atasan
langsung selaku KPA
Level Substansi Kegiatan Program (agregat kegiatan) Dalam satu DIPA
Perbaikan mekanisme
Kegunaan Perbaikan kebijakan Maximasi efisiensi dan
proyek efektivitas
Sifat laporan Rekomendasi kebijakan Memperbaiki perencanaan dan
Progress report
penganggaran program
Level Indikator Indikator output Indikator outcome / impact Harus mudah diukur
Ordinal deskriptif
Skala Indikator Rasio Harus terukur, ada baseline
Interval kuantitatif
Teknik deskriptif
Metode ukur Teknik analitik Metode ilmiah
Sensus
Alat ukur Survei, Sensus Sesuai kebutuhan
*) Akan dijelaskan bertahap makna dan manfaatnya.
11. Definisi dan Konsep Dasar
Monitoring
Merupakan fungsi manajemen yang dilakukan pada saat suatu kegiatan
sedang berlangsung apabila dilakukan oleh pimpinan maka mengandung
fungsi pengendalian.
Mencakup antara lain:
(a) penelusuran pelaksanaan kegiatan dan keluarannya (outputs)
(b) pelaporan tentang kemajuan
(c) identifikasi masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan.
Sebagai contoh:
Untuk setiap program pembangunan, monitoring dapat berupa pelaporan
setiap enam bulan tentang kegiatan yang telah dilakukan dan/atau keluaran
(outputs) yang telah dicapai dalam hal seperti imunisasi, perbaikan sekolah,
pengadaan sistem air bersih.
12. Rencana Monitoring (1)
Rencana monitoring sebaiknya mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1:
Tentukan kegiatan dan keluaran utama yang harus dimonitor Untuk sektor kesehatan, misalnya,
monitoring dapat difokuskan pada hal-hal seperti prasarana yang telah ditingkatkan, di mana
peningkatan prasarana itu dilakukan, klien mana saja yang menerima pelayanan dan untuk apa,
dan/atau obat gratis apa yang telah disediakan, untuk siapa dan untuk penyakit apa saja. Yang perlu
kita ingat adalah jangan berusaha untuk memonitor segala aspek. Yang penting, kita memonitor apa
yang telah dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa.
Kemudian, hasil monitoring itu dibandingkan dengan rencana semula, selisih antara rencana dan hasil
monitoring dibuat laporannya, dan kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu
diidentifikasi. Tata cara penyimpanan data juga penting untuk mempermudah penyusunan laporan
yang akurat dan tepat waktu. Sedapat mungkin sumber data yang telah dikumpulkan secara rutin
dimanfaatkan. Ciptakan format pelaporan yang tidak terlalu rumit, dengan sebagian hasilnya disajikan
secara visual/grafik.
13. Rencana Monitoring (2)
Langkah 2:
Tentukan pihak mana yang akan melakukan monitoring, dan kapan. Sebaiknya pihak yang melakukan
monitoring yang dimaksud di sini bukan pihak pengelola program langsung, untuk menjaga
independensi. Dengan menganut asas partisipatif, wakil-wakil penerima manfaat program/kegiatan
sedapat mungkin bersama-sama melakukan monitoring. Mengenai frekuensi, hal ini sebaiknya
dilakukan paling tidak setiap enam bulan sekali untuk sebuah program jangka menengah atau jangka
panjang.
14. Rencana Monitoring (3)
Langkah 3:
Tentukan siapa saja yang akan menerima laporan hasil monitoring. Sebaiknya laporan hasil monitoring
disebarkan tidak hanya pada pihak-pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif), tetapi juga pada pihak
pelaksana (misalnya: rumah sakit, kontraktor), instansi pemerintah pusat serta wakil-wakil kelompok
penerima manfaat, dan juga OMS untuk meminta umpan balik. Buatlah pertemuan berkala untuk
meninjau kembali tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu
disesuaikan.
16. Definisi dan Konsep Dasar
Evaluasi
Merupakan fungsi manajemen yang dilakukan setelah kurun waktu tertentu
atau setelah suatu kegiatan telah berlalu.
Mencakup antara lain:
(a) Penilaian atas dampak kolektif—baik positif maupun negatif—dari semua (atau
sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi dan/atau kelompok
sasaran yang berbeda-beda.
(b) Deskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut pandang
penerima manfaat. Mengenai kegiatan yang disebut di atas.
Misalnya, evaluasi dapat dilakukan terhadap jumlah balita yang telah
diimunisasi serta tingkat penurunan angka penyakit yang disebabkan oleh
program imunisasi tersebut. Contoh lain, sejauh mana perbaikan sekolah
mengakibatkan peningkatkan kehadiran anak di sekolah dan pengurangan
jumlah anak usia sekolah yang putus sekolah, dan sejauh mana frekuensi
penyakit yang menular lewat air berkurang akibat pengadaan sistem air bersih.
17. Jenis Evaluasi
Tergantung keperluan dilakukan pada titik-titik berbeda dalam siklus
program/proyek.
Ada evaluasi proses yang berfokus pada mutu penyampaian pelayanan,
ada evaluasi biaya-manfaat dan ada evaluasi dampak.
Evaluasi formatif dilakukan pada waktu program/kegiatan berjalan dengan
tujuan untuk memperbaiki pelaksanaan, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
pada saat program/kegiatan sudah berakhir, dengan tujuan untuk mengukur
dampak serta menghimpun pelajaran/pengalaman yang berguna.
Terdapat dua jenis evaluasi yang perlu kita
pertimbangkan:
(1) Evaluasi atas Proses.
(2) Evaluasi Dampak.
18. Evaluasi atas Proses
Jenis evaluasi ini berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana
melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons
mereka terhadap kegiatan program.
Contoh:
Untuk program peningkatan pelayanan pendidikan, sekolah mana yang ikut
serta, kegiatan apa yang telah dilakukan oleh sekolah itu, dan sejauh mana
murid telah menerima manfaat dibandingkan jumlah anak usia sekolah
keseluruhan? Jenis evaluasi ini didasarkan pada laporan-laporan monitoring
dan penelaahan atas dokumendokumen program, wawancara, serta
kunjungan lapangan. Jenis evaluasi ini relatif lebih mudah dilakukan dan
sangat berguna bila laporan monitoring atau umpan balik dari lapangan
menunjukkan bahwa terjadi keterlambatan, pengeluaran biaya yang
melampaui anggaran, dan ada keluhan dari penerima manfaat atau persoalan
dalam pengelolaan program.
19. Evaluasi Dampak
Jenis evaluasi ini berusaha mengungkapkan siapa sebenarnya yang memperoleh manfaat
dari program dan berapa besar manfaatnya; dengan kata lain, sejauh mana hasil/manfaat
(dan dampak) yang diharapkan telah tercapai.
Contoh: pada program peningkatan pelayanan pendidikan, kita tidak hanya melaporkan apa
yang telah dilakukan dan berapa murid yang terlibat, tetapi juga sejauh mana mereka
memperoleh pendidikan gratis dan pendidikan yang lebih bermutu, bersekolah lebih lama,
serta sejauh mana hasil pendidikan mereka lebih baik dibandingkan dengan murid yang
bersekolah di sekolah yang tidak mempunyai program peningkatan pelayanan pendidikan.
Jenis evaluasi ini bisa saja cukup mahal bila kelompok sasaran besar sekali atau bila kita
harus membuat perbandingan dengan, misalnya, kelompok-kelompok masyarakat di luar
program.
Yang jelas, kita harus merancang evaluasi sesuai dengan sumber daya yang kita miliki,
dengan misalnya menggunakan sampel responden yang memadai jumlahnya untuk
mengetahui sejauh mana program telah menciptakan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan, peningkatan status kesehatan atau pendidikan, atau manfaat lain bagi wilayah
atau kelompok masyarakat sasaran. Dalam kedua jenis evaluasi itu, perlu dibuat penilaian
kembali berdasarkan asumsi dasar dan rancangan program (suatu hal yang relatif tidak
sering dilakukan). Faktanya adalah bahwa banyak program/kegiatan (dan kebijakan) gagal
mencapai hasil yang diinginkan karena asumsi-asumsi dasar dan rancangan program itu
sendiri tidak benar.
20. Langkah-langkah Melakukan Evaluasi
Langkah 1:
Melalui penyusunan rencana kerja, sepakatilah
(a)apa yang akan dievaluasi (didasarkan pada hasil/manfaat yang telah ditentukan dalam
rencana program dan dengan menggunakan sejumlah kecil indikator dan target kunci);
(b)basis data yang akan digunakan,
(c)kapan evaluasi akan dilaksanakan (biasanya setelah program berjalan 2-3 tahun);
Langkah 2:
Pilihlah pihak pelaksana evaluasi yang independen dan objektif (yang tidak dekat dengan pihak
pengelola program).
Misal: bila evaluasi akan dilakukan salah satu instansi pemerintah, sebaiknya pilihlah lembaga
pemerintah di luar SKPD yang melaksanakan program. Pilihan lain adalah lembaga independen (seperti
perguruan tinggi atau OMS) yang memiliki kapasitas. Sepakatilah metodologi yang akan digunakan (yang
tidak terlalu kompleks). Temuilah wakil-wakil kelompok penerima manfaat serta beberapa OMS untuk
bersama-sama merancang serta melaksanakan evaluasi.
Langkah 3:
Bahaslah laporan hasil evaluasi dengan pihak pelaksana evaluasi. Bila laporan sudah memenuhi syarat
dan dianggap final, sebar luaskan untuk memperoleh umpan balik, kemudian atur pertemuan dengan
pihak-pihak pelaksana program dan pemangku kepentingan lain untuk membahas hasil evaluasi serta
menentukan langkah-langkah penyempurnaan program yang mungkin diperlukan.
21. Beberapa Catatan Penting
► Untuk mengukur kemajuan, sudah jelas bahwa kita memerlukan gambaran
konkret dan rinci tentang situasi awal atau data acuan (baseline).
► Tentang metodologi, evaluasi terbaik menggunakan kombinasi teknik-teknik
kuantitatif dan teknik-teknik kualitatif.
► Dalam membuat analisis, kita harus sangat hati-hati dalam mengambil
kesimpulan bahwa keseluruhan perubahan dalam suatu kondisi (atau
indikator) yang direkam adalah hasil atau dampak dari program yang sedang
dievaluasi. Mungkin ada faktor-faktor lain juga. Misalnya, peningkatan
pendapatan rata-rata dalam kelompok penerima manfaat belum tentu
seluruhnya berasal dari kegiatan program. Para evaluator ahli yang cukup
berpengalaman mempunyai teknik-teknik untuk membedakan antara dampak
yang jelas dihasilkan oleh sebuah program atau kegiatan dan dampak yang
berasal dari faktorfaktor lain.
23. UU dan PP yang mengatur fungsi monitoring dan evaluasi
(1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.
(3) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
(4) Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah.
(5) Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
Secara umum monitoring yang dimaksud dalam beberapa dokumen tersebut
(begitu pula monitoring yang biasa dilakukan selama ini) lebih dititikberatkan
pada monitoring pelaksanaan fisik dan penyerapan dana.
24. Monitoring dan Evaluasi Konvensional
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan selama ini (yang “konvensional”) lebih
ditujukan untuk memenuhi keperluan administratif dan pertanggungjawaban
internal, sebagaimana dilihat dari sudut pandang “yang punya program”.
Segala aspek rancangan dan pelaksanaannya ditentukan oleh instansi yang
mendanai program.
Khusus mengenai evaluasi, biasanya hal itu dilakukan oleh pihak evaluator
yang dikontrakkan. Hasilnya baru diterima setelah beberapa bulan telah berlalu
dan relatif jarang disampaikan kepada para klien/penerima manfaat program
(dalam bentuk yang mudah dipahami).
25. Monitoring dan Evaluasi Partisipatif
Monitoring dan evaluasi partisipatif dianggap lebih diperlukan untuk
memonitor dan mengevaluasi program-program sosioekonomi.
Dalam pendekatan partisipatif, para klien/penerima manfaat lebih besar perannya
dalam merancang serta melakukan monitoring dan evaluasi, dengan dibantu
fasilitator (staf proyek/petugas lapangan bisa juga terlibat). Masyarakat penerima
manfaat ikut memilih indikator-indikator keberhasilan, dan pelaksanaan monitoring
dan evaluasi dilakukan dengan sejumlah teknik dan metode sederhana yang sesuai
dengan budaya setempat. Dengan cara ini, hasil atau kesimpulan monitoring dan
evaluasi langsung dapat diperoleh masyarakat tanpa harus menunggu lama. Yang
penting, melalui pendekatan partisipatif, masyarakat penerima manfaat
diberdayakan untuk semakin berperan dalam mengawasi serta memperbaiki
pelaksanaan program/kegiatan.
Dengan desentralisasi ada keperluan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk
mengembangkan berbagai sistem dan teknik monitoring dan evaluasi untuk
menghasilkan dampak program yang lebih besar.
26. Merancang Monitoring dan Evaluasi Sebelum Implementasi
Monitoring dan evaluasi merupakan komponen esensial dari setiap penyusunan program, dan
kita perlu merancangnya pada tahap desain program/proyek atau paling lambat pada tahap
pemantapan rencana pengelolaan implementasi. Pengalaman menunjukkan bahwa bila
sistem monitoring dan evaluasi dirancang setelah pelaksanaan program, kita akan
menghadapi berbagai persoalan sebagai berikut:
1) Penyebutan sasaran dan hasil secara kurang jelas (tidak jelas persis apa yang akan
dilakukan dan apa yang akan dihasilkan);
2) Target-target yang kabur, tidak konsisten, dan sering berubah;
3) Kurang jelasnya status awal (benchmarks) serta langkah-langkah pelaksanaan yang akan
ditempuh, sehingga sulit diketahui kemajuan yang telah dicapai;
4) Kurang tepatnya indikator-indikator (mengukur hal-hal yang tidak tepat, atau hanya
mengukur masukan dan kuantitasnya, bukan keluaran dan kualitasnya);
5) Kebutuhan akan data yang terlalu sulit dikumpulkan atau yang tidak konsisten antara
beberapa periode waktu, sehingga kita tidak dapat mengukur hasil yang riil dan/atau tidak
dapat membandingkan hal yang sama antara beberapa kurun waktu;
6) Kurang atau tidak adanya keterlibatan calon penerima manfaat dan pemangku kepentingan
lainnya dalam proses monitoring dan evaluasi.
27. 5 hal utama untuk finalisasi rancangan program
Perhatian besar pada 5 hal utama untuk finalisasi rancangan program dan rencana pengelolaan
implementasi:
1) penetapan sasaran dan hasil yang realistis dan terukur (measurable);
2) penentuan indikator, target, dan basis data yang solid;
3) penyiapan dan pelaksanaan sistem monitoring;
4) perumusan, penyebarluasan, dan pelaksanaan kerangka dan rancangan evaluasi;
5) keikutsertaan klien, OMS, dan pihak-pihak lain baik dalam perancangan maupun
pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
Ada kemungkinan akan timbul resistensi terhadap pengembangan dan pelaksanaan sistem
monitoring dan evaluasi yang kokoh. Untuk mencegah atau mengurangi resistensi tersebut,
keterlibatan semua pihak sangat penting, begitu pula pemahaman yang jelas mengenai kegunaan
monitoring dan evaluasi.
Fungsi monitoring dan evaluasi (kecuali monitoring internal) harus berada di luar tanggung jawab
pihak pengelola (manager) program.
Pada hakikatnya, karena setiap program pembangunan menggunakan dana publik, maka monitoring
dan evaluasi pelaksanaan dan hasil program-program itu merupakan tanggung jawab bersama
pemerintah, pelaksana, penerima manfaat, masyarakat luas, perguruan tinggi, serta organisasi
masyarakat sipil.
29. Kelembagaan dan Pengembangan Kapasitas Monitoring dan Evaluasi
Kelembagaan dan Pengembangan Kapasitas Monitoring dan Evaluasi
Pada beberapa instansi/pemerintah daerah belum dikembangkan kapasitas, keterampilan, lembaga,
dan sumber daya yang diperlukan untuk merancang serta melaksanakan sistem monitoring dan
evaluasi program.
Pada kebanyakan instansi/pemda belum disiapkan dana yang mencukupi (dan mungkin juga belum
ada kebutuhan) untuk membiayai sebuah lembaga (atau satuan kerja) khusus untuk melakukan
monitoring dan evaluasi.
Dengan demikian, sebaiknya kita mulai melakukan pengembangan kapasitas tersebut pada skala
kecil dulu, kemudian selangkah demi selangkah kapasitas itu ditingkatkan.
30. Kelembagaan dan Pengembangan Kapasitas Monitoring dan Evaluasi
Berbagai pertimbangan yang dapat kita pikirkan dalam kaitannya dengan hal ini:
1) Kegiatan monitoring dan evaluasi sebaiknya difokuskan pada program/proyek yang relatif lebih penting dan besar, dengan jangka waktu
pelaksanaan 2–4 tahun.
2) Ciptakanlah sebuah proses yang mengantarkan hasil monitoring dan evaluasi secepat mungkin kepada para pengambil keputusan
utama, sehingga perubahan/penyesuaian yang diperlukan dalam program/proyek dapat dilakukan sedini mungkin. Dengan kata lain,
sebaiknya monitoring dan evaluasi tidak menjadi urusan tingkat bawah dalam struktur pemerintahan.
3) Lembaga-lembaga perencanaan utama (terutama BAPPEDA dan Badan Keuangan) sebaiknya diberi tanggung jawab dan keterampilan
yang diperlukan supaya dapat menyediakan bantuan teknis/pengarahan pada SKPD, untuk menjamin bahwa semua program yang penting
dan besar tidak hanya memiliki sasaran, indikator, dan target yang jelas, tetapi juga memiliki rencana pengelolaan implementasi termasuk
monitoring dan evaluasi. Peran lembaga perencanaan ini juga dapat menjamin objektivitas dan transparansi proses monitoring dan
evaluasi.
4) Dengan bantuan teknis dari pemerintah pusat, misalnya, atau dari perguruan tinggi, lakukanlah pengembangan kapasitas bagi kelompok
perencana dan pengelola program dalam bentuk pelatihan mengenai monitoring dan evaluasi. Untuk beberapa referensi sumber daya
teknis, lihat bagian Sumber-sumber/Referensi di bawah ini.
5) Untuk basis data sistem monitoring dan evaluasi, sedapat mungkin agar memanfaatkan data yang tersedia (yang dikumpulkan secara
berkala). Upaya pengumpulan data tambahan dibatasi hanya pada informasi yang benar-benar diperlukan sebagai pelengkap. Dengan
demikian, kita dapat menekan biaya, mempercepat proses, serta memanfaatkan basis data itu untuk program-program yang penting dan
besar di masa depan.
6) Gunakanlah teknik-teknik partisipatif dalam monitoring dan evaluasi. Teknik-teknik partisipatif tidak hanya digunakan untuk memperoleh
masukan dan umpan balik dari para klien program, tetapi juga untuk menjamin objektivitas serta memaksimalkan pemanfaatan
keahlian/pengetahuan lokal (Untuk lebih lanjut mengenai strategi pengembangan kapasitas, lihat Bab 8 di bawah.).
32. Mengapa Perlu Pengendalian (dalam Pembangunan) ?
• Merupakan peran organisasi dilakukan oleh Pimpinan terhadap
manajemen pembangunan.
• Pengendalian Pembangunan diarahkan pada efisiensi pengeluaran
negara (pro anti-KKN).
• Pengoptimalan Tugas Pokok dan Fungsi lembaga negara yang
sudah ada.
• Pengoptimalan peranserta masyarakat secara proaktif dalam
pengawasan penggunaan keuangan negara.
• Penegakan upaya pengawasan dan penilaian.
33. Kapan Perlu Pengendalian (dalam Pembangunan) ?
• Pra-APBN/APBD: Pengendalian terhadap penyusunan program dan
proyek yang dibiayai oleh negara (untuk langkah pencegahan awal
sebelum APBN/APBD menjadi UU-APBN/Perda APBD).
• Post-APBN/APBD: Pengendalian (Pemantauan Pelaksnaan) terhadap
pemanfaatan keuangan negara yang dikelola oleh Departemen dan
Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) (atau dinas-dinas
daerah) dalam pengadaan barang dan jasa.
• Hasil/Dampak Program/Proyek: Penilaian terhadap hasil dan dampak
pada setiap program/proyek pembangunan.
34. Dimana Perlu Pengendalian (dalam Pembangunan) dan Bagaimana ?
• Penyusunan daftar prioritas kebutuhan untuk penyediaan pelayanan publik
dan pembangunan (oleh unit-unit perencanaan sektoral, Bappeda,
Bappenas, Depkeu, Asdakeu).
• Rencana anggaran
• Penyusunan rencana anggaran negara (Pemerintah Pusat dan DPR serta
negara yang tertuang
Pemerintah Daerah dan DPRD).
dalam APBN
disahkan DPR sbg
UU-APBN
• Pelayanan publik dan
Pra-APBN/ • DIP dsahkan Depkeu.
pembangunan yang
• DAU disahkan
APBD
belum dicapai harus
Depkeu.
ditingkatkan
• Pimpinan unit kerja
kuantitas dan
dan para staf
kualitasnya (timbul
Dasar menjalankan
kebutuhan baru).
Tupoksi-nya.
Penyusunan Post-APBN/
• Mempertahankan dan
• Pimpro
memelihara Kebutuhan APBD menyelenggarakan
pencapaian
program/proyek/kegia
pelayanan publik
tan/tolok ukur-nya.
yang telah berhasil
Hasil • Pengadaan barang
dicapai.
dan jasa
dan diselenggarakan oleh
Dampak Pemerintah untuk
menunjang
penyediaan
• Pelayanan publik dan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat pelayanan publik da
dan Pemerintah Daerah mencapai hasil yang ditargetkan (target berdasarkan pembangunan.
indikator yang telah ditentukan).
• Pelayanan publik dan pembangunan berdampak terhadap pencapaian
tujuan bernegara dan kepuasan warga negara.
35. Apa Instrumen Pengendalian (dalam Pembangunan) ?
• Daftar Prioritas Kebutuhan (tertuang juga dalam dokumen pembangunan).
• Rencana Anggaran Negara (RAPBN/RAPBD). • Progress Report.
• Kompilasi Daftar Prioritas Kebutuhan Daerah. • Kompilasi Progress Report.
• Rencana Anggaran Daerah (RAPBD). • Manajerial Report.
• Kompilasi Manajerial report.
• Laporan Hasil Pemeriksaan
(Evaluation Report) Pasca-
Pra-APBN/ Program/Proyek
APBD
• Progress Report Daerah.
• Kompilasi Progress Report
• Laporan Dugaan Daerah.
Dasar
Penyelewengan • Manajerial Report Daerah.
Penyusunan Post-APBN/
Penggunaan Keuangan • Kompilasi Manajerial Report
Negara. Kebutuhan Daerah.
APBD
• Laporan Hasil Pemeriksaan
(Evaluation Report) Pasca-
Program/Proyek Daerah.
Hasil
dan • Laporan LSM.
• Pengaduan masyarakat.
Dampak
• Hasil Spot-chekking.
• Laporan Penilaian Hasil dan Dampak.
• Laporan LSM.
• Pengaduan masyarakat.
• Hasil Spot-chekking.
37. Hirarki Substansi Pembangunan dan Hirarki Indikator Pembangunan
Hirarki Hirarki
Substansi Indikator
Pembangunan Pembangunan
Pe
ng
uk
ur
an
Ki
ne
rja
Pe
RPJMN/RPJMD (M
re on
nc
i
an to
rin
aa
n g,
da Ev
n al
Pe ua
ng si
an , da
gg n
ar Pe
an ng
Pr en
og da
ra lia
m n)
Pe
m
ba
ng
un
an
38. Besaran dan Skala Indikator Pembangunan
Besaran untuk Sasaran Prioritas ditandai oleh indikator impact (dampak). Suatu
besaran akan didefinisikan sebagai indikator impact apabila besaran yang ada
merupakan perwujudan pengaruh yang ditimbulkan (baik positif maupun negatif)
oleh setiap tingkatan indikator outcome maupun indikator output berdasarkan
asumsi yang telah ditetapkan.
Biasanya dinyatakan dengan angka/tingkat.
Besaran untuk Program ditandai oleh indikator outcome (hasil). Suatu besaran
akan didefinisikan sebagai indikator outcome apabila besaran yang ada merupakan
perwujudan pencapaian hasil/manfaat dari beberapa output (keluaran).
Biasanya dinyatakan dengan kapasitas, frekuensi, dsj.
Besaran untuk Kegiatan ditandai oleh indikator output (keluaran). Suatu besaran
akan didefinisikan sebagai indikator output apabila besaran yang ada merupakan
perwujudan suatu produk/jasa (fisik dan/atau non fisik) sebagai pencapaian hasil
langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan berdasarkan input yang telah
dipergunakan.
Biasanya dinyatakan dengan jumlah dalam satuan metrik (meter, persegi, volume), atau minimal
satuan interval (sekian kali, sekian laporan, dsj).
38
39. Dimensi Indikator Pembangunan (1)
Data (dasar)
Sumber untuk menentukan besaran (magnitud) suatu
indikator.
Indikator output (keluaran)
1 satuan metrik, misal: penyediaan benih sebanyak 1 ton.
1 satuan kualitas, misal: penyediaan 5 kali pertemuan.
Indikator outcome (hasil)
1 satuan metrik dibandingkan dengan 1 satuan metrik lainnya dibandingkan
dengan 1 satuan waktu.
Misal: Kapasitas produksi gabah 5 ton per hektar per 3 bulan (1 kali panen)
1 satuan kualitas dibandingkan dengan 1 satuan kualitas lainnya dibandingkan
dengan 1 satuan waktu.
Misal: Frekuensi mediasi konflik 5 kali per 1 kali pertemuan per 1 tahun.
39
40. Dimensi Indikator Pembangunan (2)
Indikator impact (dampak)
1 satuan indikator outcome dikalikan dengan 1 satuan indikator outcome
lainnya.
Misal: Ketahanan pangan sebesar 40 juta ton untuk 200 juta penduduk.
Ketahanan pangan adalah dampak dari Produksi gabah 5 ton per hektar per 3
bulan (1 kali panen), Penyediaan air, Penyediaan modal kerja petani, ….
40
42. Kelompok Sasaran Prioritas dalam Agenda I Sasaran Agenda I: Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
3 Sasaran 7 Prioritas = 7 Bab
Prioritas untuk Sasaran 1
Visi:
1. Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok Masyarakat Bab 2
2. Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan pada Nilai-nilai Luhur Bab 3 Sasaran pertama adalah meningkatnya rasa aman dan damai tercermin dari menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok
Terwujudnya
3. Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas Bab 4 maupun golongan masyarakat; menurunnya angka kriminalitas secara nyata di perkotaan dan pedesaan; serta menurunnya secara nyata angka
kehidupan
perampokan dan kejahatan di lautan dan penyelundupan lintas batas.
masyarakat,
Prioritas untuk Sasaran 2
bangsa, dan
Sasaran kedua adalah semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika yang tercermin
1. Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme Bab 5
tertanganinya kegiatan-kegiatan yang ingin memisahkan diri dari NKRI; meningkatnya daya cegah dan tangkal negara terhadap ancaman bahaya negara yang
2. Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme Bab 6
terorisme bagi tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia baik dari ancaman dalam maupun luar negeri.
aman, bersatu,
3. Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara Bab 7
rukun dan
Sasaran ketiga adalah semakin berperannya Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia. Untuk itu, prioritas pembangunan diletakkan pada
Prioritas untuk Sasaran 3 damai.
Pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerjasama internasional dengan kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas diplomasi
1. Pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerjasama internasional --> Bab 8 Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan
Terwujudnya
pemantapan integrasi regional khususnya di ASEAN; serta melanjutkan komitmen Indonesia terhadap upaya-upaya pemantapan perdamaian
dunia. masyarakat,
Kelompok Sasaran Prioritas dalam Agenda II bangsa, dan
negara yang
Prioritas untuk Sasaran 1
menjunjung
1. Pembenahan Sistem Hukum Nasional dan Politik Hukum Bab 9
Sasaran Agenda II: Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis tinggi hukum,
2. Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk Bab 10
kesetaraan, dan
3. Penghormatan, Pemenuhan, dan Penegakan atas Hukum dan Pengakuan atas HAM Bab 11 5 Sasaran 7 Prioritas = 7 Bab hak asasi
Prioritas untuk Sasaran 2 manusia.
Sasaran pertama adalah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum yang tercermin dari terciptanya sistem hukum yang adil, konsekuen, dan
1. Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan PA Bab 12 tidak diskriminatif serta yang memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia; terjaminnya konsistensi seluruh
Terwujudnya
peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah sebagai bagian dari upaya memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap
Prioritas untuk Sasaran 3 kepastian hukum. Prioritas penegakan hukum diberikan pada pemberantasan korupsi dengan menindak pelaku tindak pidana korupsi beserta perekonomian
1. Revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah Bab 13 pengembalian uang hasil korupsi kepada negara; pencegahan dan penanggulangan terorisme, serta pembasmian penyalahgunaan obat terlarang.
yang mampu
Khusus dalam upaya pemberantasan korupsi, perhatian diberikan pada upaya untuk meningkatkan pemberdayaan Komisi Pemberantasan Tindak
menyediakan
Prioritas untuk Sasaran 4 Pidana Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) serta pemberdayaan Komisi Pengawas Kejaksaan sebagai
kesempatan
pengawasan eksternal dari masyarakat terhadap kinerja aparat kejaksaan.
1. Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa Bab 14
kerja dan
Sasaran kedua adalah terjaminnya keadilan gender bagi peningkatan peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan yang tercemin
penghidupan
Prioritas untuk Sasaran 5 dalam berbagai perundangan, program pembangunan, dan kebijakan publik; membaiknya angka GDI (Gender-related Development Index) dan
yang layak serta
1. Perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh Bab 15 angka GEM (Gender Empowerment Measurement); dan menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak; serta meningkatnya
memberikan
kesejahteraan dan perlindungan anak.
pondasi yang
Kelompok Sasaran Prioritas dalam Agenda III Sasaran ketiga adalah meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah kokoh bagi
yang baik serta terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang
pembangunan
Prioritas untuk Sasaran 1 lebih tinggi dalam rangka meningkatkan keadilan bagi daerah-daerah untuk membangun.
yang
1. Penanggulangan Kemiskinan Bab 16
berkelanjutan.
Sasaran keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat yang tercermin dari: (1) berkurangnya secara nyata praktek
2. Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas Bab 17 korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; (2) terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih,
3. Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Bab 18 akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa; (3) terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara,
4. Revitalisasi Pertanian Bab 19 kelompok, atau golongan masyarakat; (4) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.
5. Pemberdayaan Koperasi dan UKM Bab 20
Sasaran kelima adalah terlaksananya pemilihan umum tahun 2009 secara demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi
6. Peningkatan Pengelolaan BUMN Bab 21
demokrasi yang sudah terbentuk berdasarkan hasil pemilihan umum secara langsung tahun 2004. Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas
7. Peningkatan Kemampuan IPTEK Bab 22 pembangunan diletakkan pada perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh dengan kebijakan yang diarahkan pada optimalisasi fungsi
8. Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan Bab 23 serta hubungan antar lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif; mendorong lebih lanjut upaya pemberdayaan masyarakat; meningkatkan kualitas
9. Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro Bab 24 partai-partai politik dan penyelenggaraan pemilu, sejalan dengan amanat konstitusi.
Prioritas untuk Sasaran 2
1. Pembangunan Perdesaan Bab 25
2. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah Bab 26
Sasaran Agenda III: Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
Prioritas untuk Sasaran 3
5 Sasaran 18 Prioritas = 18 Bab
1. Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan yang Berkualitas Bab 27 Guidance
2. Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan yang lebih Berkualitas Bab 28 Sasaran pertama adalah menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 serta terciptanya lapangan kerja yang mampu
3. Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial Bab 29 mengurangi pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen pada tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang tetap terjaga. Kemiskinan
Strategi:
4. Pembangunan Kependudukan, & Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda & Olahraga Bab 30 dan pengangguran diatasi dengan strategi pembangunan ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang berkualitas dan berdimensi pemerataan
melalui penciptaan lingkungan usaha yang sehat.
5. Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama Bab 31
1. Strategi
Sasaran kedua adalah berkurangnya kesenjangan antar wilayah yang tercermin dari meningkatnya peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan
Prioritas untuk Sasaran 4 Penataan
ekonomi agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan; meningkatnya pembangunan pada daerah-daerah terbelakang dan
1. Perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian mutu lingkungan hidup Bab 32
Kembali
tertinggal; meningkatnya pengembangan wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-produk unggulan daerah; serta
meningkatnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan memperhatikan
Indonesia
Prioritas untuk Sasaran 5 keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah.
1. Percepatan pembangunan infrastruktur Bab 33
Sasaran ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia yang secara menyeluruh tercermin dari membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia
2. Strategi
(IPM) serta meningkatnya pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran agama. Secara lebih rinci, sasaran meliputi:
Pembangu
•Meningkatnya akses masyarakat terhadap pendidikan dan meningkatnya mutu pendidikan yang antara lain ditandai oleh ....
Kelompok Sasaran Prioritas Khusus melengkapi Agenda III •Meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masyarakat yang ditandai oleh ... nan
•Meningkatnya perlindungan dan kesejahteraan sosial, yang ditandai ...
Indonesia
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara •Terkendalinya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya keluarga kecil berkualitas yang ditandai ...
•Meningkatnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta
1. Sasaran dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan korban.
meningkatnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan
2. Sasaran dalam tahap rekonstruksi adalah terbangunnya kembali seluruh sistem sosial dan ekonomi.
masyarakat.
Bab 34 Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana
Sasaran keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang mengarah pada pengarusutamaan
(mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan
Bab 35 Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan
Sasaran kelima adalah membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang
pembangunan.
43. Indikator yang Bersifat Intangible dan Tangible
• Dalam suatu program, biasanya terdapat program yang indikatornya tidak dapat
dinyatakan secara numerik. Hal ini sangat menyulitkan dalam monitoring dan
evaluasi.
• Untuk mengatasi hal tersebut, maka untuk program yang indikatornya bersifat
intangible (tidak dapat diukur) disarankan minimal menggunakan dimensi waktu
dalam pengumpulan datanya.
• Untuk program yang indikatornya bersifat tangible, permasalahan biasanya
terletak pada inkonsistensi dalam penetapan indikatornya.
Contoh Tangible Intangible
Ukuran Metrik, Rasio Waktu
Jenis program Program-program Program-program seperti agama, kebudayaan,
fisik. dsj
Indikator Angka Partisipasi • Jumlah cagar budaya yang dikonservasi dalam
(indikator Sekolah rasio setahun dimensi waktu.
outcome) antara jumlah siswa • Jumlah cagar budaya yang dikonservasi dalam
terhadap jumlah anak setahun yang dijadikan obyek wisata yang
usia sekolah. dikunjungi wisatawan dalam setahun.
45. Biodata Ringkas
Jabatan:
Kepala Sub-Direktorat Evaluasi Kinerja Perekonomian pada Deputi Evaluasi Kinerja
Pembangunan - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Karya Tulis (buku), antara lain:
Manajemen Pembangunan Indonesia (Gramedia/Elexmedia Komputindo, 2006)
Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat
(Gramedia/Elexmedia Komputindo, 2007)
Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007 (UNDP/Bappenas, 2007)
Manajemen Privatisasi BUMN (Gramedia/Elexmedia Komputindo, 2008)
Website:
www.wrihatnolo.blogspot.com
www.slideshare.net/wrihatnolo
Email:
wrihatnolo@yahoo.com
rizang.wrihatnolo@ruhr-uni-bochum.de
Telepon (HP)
0811.112266