SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  7
Télécharger pour lire hors ligne
Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai



       PENGENALAN PENYAKIT KARAT DAUN (Phakopsora pachyrhizi) DAN
                    PENGELOLAANNYA PADA KEDELAI




                                              Ramlan dan Nurjanani
                             Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan


                                                       ABSTRAK

Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari
dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun. Produksi
kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Produksi kedelai tahun 2006 dan 2007
masing-masing mencapai 795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton. Saat
ini, rata-rata nasional produktivitas kedelai di tingkat petani hanya sekitar 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6 -2,0 t/ha,
sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,7 – 3,2 t/ha bervariasi menurut kesuburan lahan dan penerapan
teknologinya. Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan
penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat (P. Pachyrhizi)
merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang
disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var
truncatum. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain
menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak cengkeh).

Kata Kunci: Pengenalan, penyakit karat, pengelolaan, kedelai



                                                     ABSTRACT
In Indonensia, soybean is the third strategic commodity after rice and maize, because every day is consumed by
almost half the people with an average consumption level of 8.12 kg/capita/year. Soybean production in Indonesia
since 1995 tended to decline. Soybean production in 2006 and 2007 each reached 795,340 and 782,530 tons, and
in 2009 is estimated to drop to 757,540 tonnes. Currently, the national average soybean productivity at farm level
is only around 1.3 t/ha with a range of 0.6 - 2.0 t/ha, while at the research level has reached 1.7 to 3.2 t/ha varies
in accordance with the land fertility and application of technology. One obstacle to the improvement and
stabilization of soybean production in Indonesia is to attack the leaf rust disease caused by the fungus
Phakopsora pachyrhizi. Rust disease (P. Pachyrhizi) is a major disease on soybean plants in Indonesia in addition to
other diseases of bacterial pustules caused by Xanthomonas axonopodis, antraknose caused by the fungus
Colletotrichum truncatum var dematium. The disease can be controlled by combining a variety of control
techniques, such as planting resistant varieties, an antagonistic fungus (Verticillium sp.), and botanical fungicides
(clove oil).

Keywords: Introduce, rust disease, management, soybean



                                                       PENDAHULUAN
       Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena
setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12
kg/kapita/tahun (Sudaryanto dan Swastika. 2007). Kebutuhan kedelai akan terus meningkat sejalan
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tercermin dari permintaan kedelai dalam 10 tahun
terakhir yang terus meningkat, jauh melampaui produksi dalam negeri, bahkan pada Januari 2008,
                                                            9
Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011



kedelai menjadi barang langka sehingga harganya melambung dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 8.500/kg.
Kondisi ini menyulitkan banyak industri dan masyarakat yang kesehariannya bergantung pada produk
berbahan baku kedelai, antara lain tempe, tahu dan susu kedelai.
        Produksi kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Pada tahun
2007 produksi kedelai hanya 35% dibanding produksi tahun 1995 (BPS, 2008). Sedangkan Yulianto B. et
al. (2008). Mengemukakan bahwa produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai
795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton. Konsekwensi dari
penurunan produksi adalah terjadinya defisit kedelai yang terus bertambah, karena konsumsi nasional
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, rata-rata nasional produktivitas kedelai di tingkat
petani hanya sekitar 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6 -2,0 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian telah
mencapai 1,7 – 3,2 t/ha bervariasi menurut kesuburan lahan dan penerapan teknologinya (Puslitbangtan.
2008).
        Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah
serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat
telah tersebar luas di sentra produksi dedelai di dunia. Di Indonesia, penyakit karat terdapat di sentra
produksi kedelai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan dan Sulawesi (Semangun.
1991).
         Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di
samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose
yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum, penyakit tular tanah dan penyakit
yang disebabkan oleh virus (Semangun. 2008).
        Penyakit karat yang disebabkan jamur Phakopspora pachyrhizi merupakan penyakit penting
pada kedelai. Penyakit karat dapat menurunkan hasil karena daun-daun yang terserang akan mengalami
defoliasi lebih awal sehingga akan mengakibatkan berkurangnya berat biji dan jumlah polong yang
bervariasi antara 10-90%, tergantung pada fase perkembangan tanaman, lingkungan dan varietas
kedelai (Sinclair dan Hartman. 1999).
        Kehilangan hasil akibat penyakit karat di Indonesia mencapai 90% (Sudjono et al. 1985).
Besarnya kehilangan hasil bergantung pada berbagai faktor antara lain ketahanan tanaman. Pada
varietas Orba, kehilangan hasil dapat mencapai 36%, sedangkan pada varietas TK-5 sebesar 81%
(Sumarno dan Sudjono. 1977).


                                                     BIOLOGI PENYAKIT KARAT
Gejala
        Gejala kerusakan tanaman akibat serangan penyakit karat kedelai adalah terdapatnya bintik-
bintik kecil yang kemudian berubah menjadi bercak-bercak berwarna coklat pada bagian bawah daun,
yaitu uredium penghasil uredospora. Serangan berat menyebabkan daun gugur dan polong hampa.
Terjadi bercak- bercak kecil berwarna cokelat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit berubah
menjadi cokelat atau coklat tua. Bercak karat terlihat sebelum bisul- bisul (pustule) pecah. Bercak
tampak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tulang-tulang daun tepatnya didekat daun yang terinfeksi.
Biasanya dimulai dari daun bawah baru kemudian ke daun yang lebih muda.




                                                            10
Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai




                                  Gambar 1. Gejala serangan karat pada permukaan
                                            bawah daun kedelai


Penyebab Penyakit
        Penyakit karat disebabkan oleh cendawan P. pachyrhizi. Spora cendawan dibentuk dalam
uredium dengan diameter 25−50 µm sampai 5−14 µm. Uredospora berbentuk bulat telur, berwarna
kuning keemasan sampai coklat muda dengan diameter 18−34 µm sampai 15−24 µm. Permukaan
uredospora bergerigi. Uredospora akan berkembang menjadi teliospora yang dibentuk dalam telia. Telia
berbentuk bulat panjang dan berisi 2−7 teliospora. Teliospora berwarna coklat tua, berukuran 15−26 µm
sampai 6−12 µm. Stadium teliospora jarang ditemukan di lapangan dan tidak berperan sebagai inokulum
awal. Di Amerika Latin, penyakit karat disebabkan oleh dua spesies, yaitu P. pachyrhizi yang sangat
virulen dan P. meibomiae yang kurang virulen (Sumartini. 2010).

Ekologi
        Tanaman Inang cendawan-cendawan tersebut antara lain tanaman komak, bengkuang, kacang
krotok, kacang polong, kacang kapri, kacang panjang, dan kacang asu. Penyakit karat kedelai biasanya
mulai menyerang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam.

Siklus penyakit dan epidemiologi
        Epidemi didorong oleh panjangnya waktu daun dalam kondisi basah dengan temperatur kurang
dari 280 oC. Perkecambahan spora dan penetrasi spora membutuhkan air bebas dan terjadi pada suhu 8-
280 oC. uredia muncul 9-10 hari setelah infeksi, dan urediospora diproduksi setelah 3 minggu. Kondisi
lembab yang panjang dan periode dingin dibutuhkan untuk menginfeksi daun-daun dan sporulasi.
Penyebaran urediniospora dibantu oleh hembusan angin pada waktu hujan. Patogen ini tidak ditularkan
melalui benih.

Tanaman Inang
        Cendawan P. pachyrhizi merupakan parasit obligat. Jika di lapangan tidak terdapat tanaman
kedelai, spora hidup pada tanaman inang lain. Spora hanya bertahan 2 jam pada tanaman bukan inang.
Spora tidak dapat bertahan pada kondisi kering, jaringan mati atau tanah. Jika tidak ada tanaman
kedelai, gulma yang termasuk ke dalam famili Leguminosae dapat menjadi tanaman inang alternatif. Dari
27 jenis tanaman Leguminosae yang diuji, tujuh di antaranya menunjukkan reaksi hipersensitif sehingga
infeksi pada tanaman tersebut tidak menghasilkan spora. Sudjono (1979) menyatakan bahwa dari 17
jenis tanaman kacang-kacangan selain kedelai yang diinokulasi secara buatan, tiga di antaranya
menunjukkan gejala yang bersporulasi, yaitu kacang asu, kacang kratok, dan kacang panjang. Oleh
karena itu, keberadaan tanaman tersebut perlu diwaspadai.

                                                         11
Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011



                                                           PENGENDALIAN
       Pengendalian penyakit karat dianjurkan dilakukan dengan memadukan beberapa komponen
pengendalian yang ramah lingkungan untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Komponen pengendalian
penyakit karat meliputi penanaman varietas tahan serta penggunaan bahan nabati dan hayati.

Varietas Tahan
        Pemantauan penyakit karat dimulai pada saat tanaman kedelai berumur tiga minggu.
Pengendalian penyakit dilakukan apabila intensitas serangan telah mencapai 5% untuk varietas unggul
tahan karat. Untuk varietas rentan, keberadaan satu bercak saja dalam areal pertanaman kedelai sudah
harus dilakukan upaya pengendalian. Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan
cara pengendalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas
tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein. 1979). Ketahanan suatu
varietas terhadap suatu penyakit umumnya tidak berlangsung selamanya. Jika muncul ras baru yang
lebih virulen, ketahanan varietas tersebut akan patah. Oleh karena itu, adanya varietas-varietas baru
kedelai yang tahan terhadap penyakit karat sangat dibutuhkan dalam upaya mengendalikan penyakit
tersebut.
        Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengendalian yang murah,
mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk
mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein. 1979).
        Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) telah melepas beberapa
varietas unggul kedelai 10 tahun terakhir (1995-2005), dengan ketahanan terhadap penyakit karat yang
bervariasi (Tabel 1) (Balitkabi. 2007).
        Varietas yang toleran dapat terinfeksi patogen karat, tetapi masih dapat menghasilkan biji.
Varietas dengan kategori agak tahan memiliki ketahanan terhadap penyakit karat yang berada antara
tahan dan agak rentan. Apabila menanam varietas yang agak tahan, perlu dipadukan dengan cara
pengendalian lain, misalnya dengan fungisida nabati (Sumartini. 2010).

Agens Hayati
        Pengendalian dengan agens hayati dimaksudkan mengaplikasikan mikro-penyakit. Menurut
Zadoks dan Schein (1979), cara pengendalian tersebut dapat meminimalkan jumlah inokulum awal dan
mengurangi perkembangan penyakit. Keunggulan cara pengendalian tersebut adalah tidak mencemari
lingkungan dan dengan satu kali aplikasi, efek residunya dapat bertahan lama, sampai beberapa musim
tanam.
         Pengendalian menggunakan fungisida memang efektif tetapi untuk menghindari dampak
negatifnya diperlukan cara pengendalian lain yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan potensi
jamur parasit. Jamur parasit Verticillium lecani dilaporkan dapat memparasit jamur karat pada tanaman
kacang tanah (Subrahmanyam dan McDonald, 1987). Penelitian pendahuluan di laboratorium awal tahun
2005 pada daun kedelai yang dipetik menunjukkan bahwa Verticillium sp. mampu memparasit jamur
karat kedelai lebih 40% (Sri Hardaningsih. 2008).
        Hasil penelitian Sri Hardaningsih (2008), menunjukkan bahwa Persentase parasitisasi
Verticillium sp. terhadap jamur karat meningkat sejak aplikasi pertama pada 30 hari setelah tanam
(0%) sampai aplikasi terakhir pada 57 hst, yaitu 98,7%. pada perlakuan aplikasi Verticillium sp. 5x.
(Tabel 2.). Demikian juga untuk aplikasi 4x, 3x, 2x, dan tanpa Verticillium sp. menunjukkan peningkatan
persentase parasitisasi sejak pengamatan pertama pada 30 hari, 17%, sampai pengamatan terakhir pada
58 hari. Pada perlakuan tanpa Verticillium persentase parasitisasi 17% pada pengamatan pertama (30
hari), kemudian menurun menjadi 6% pada pengamatan kedua (37 hari) dan 5% pada pengamatan ketiga


                                                             12
Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai



(44 hari) dan menjadi 0% pada pengamatan keempat dan kelima berturut-turut pada 41 hari dan 58
hari.

       Tabel 1. Karakter unggul varietas kedelai yang dilepas 10 tahun terakhir (1995-2005)

                Varietas                     Umur                Poten hasil          Ketahanan terhadap
                                             (hari)                (t/ha)               penyakit karat
        Tidar                                  75                   1,40                  Agak tahan

        Dieng                                   76                  1,70                   Agak tahan

        Malabar                                 70                  1,30                   Agak tahan

        Meratus                                 75                  1,40                   Agak tahan

        Sinabung                                88                  2,16                   Agak tahan

        Tanggamus                               88                  2,50                   Agak tahan

        Argomulyo                               79                  2,00                   Agak tahan

        Burangrang                              79                  2,00                       Toleran

        Wilis                                   85                  1,60                   Agak tahan

        Manglayang                              86                  1,90                   Agak tahan

        Kaba                                    85                  2,10                   Agak tahan

        Sinabung                                88                  2,20                   Agak tahan

        Anjasmoro                               82                  2,0                    Agak tahan

        Rajabasa                                85                  3,90                       Tahan

       Sumber: Balitkabi (2007)


                  Tabel 2. Presentase parasitisasi jamur karat oleh Verticillium sp. (%)

                Perlakuan                Apl I           Apl II         Apl III        Apl IV           Apl V
                                        (30hst)         (37hst)         (44hst)        (51hst)         (58hst)

       Verticill ium 5 x                    0             100              95,4          100             98,7

       Verticillium 4 x                     0             100              95,9          100             100

       Verticillium 3 x                     0             100              95,4          100             100

       Verticillium 2 x                     0             100              96,9          100             99,3

       Tanpa Verticillium                17,00            6,00             5,0            0               0

       Difenokonasol 5                     --              --               --            --              --

        Sumber: Sri Hardaningsih (2008)




                                                          13
Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011



Fungisida Nabati
        Pengendalian dengan fungisida nabati mempunyai keunggulan karena tidak mencemari lingkungan,
bahannya tersedia di lingkungan sekitar, dan lebih murah daripada fungisida sintetis (Kardinan. 1998).
        Balitkabi telah melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas minyak cengkih dalam
melindungi tanaman kedelai dari infeksi penyakit karat. Intensitas serangan karat pada tanaman tanpa
perlakuan minyak cengkih cukup tinggi; pada pengamatan umur 65 hari setelah tanam (hst) di rumah
kaca dan pada umur 78 hst
        di lapangan, intensitas serangan karat berturut-turut sebesar 73% dan 34%. Intensitas
serangan karat dengan perlakuan minyak cengkih bervariasi dari 5% hingga 21,60% (Tabel 3). Interval
waktu penyemprotan minyak cengkih terendah, baik untuk pertanaman di rumah kaca maupun di
lapangan, adalah 5 hari. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyemprotan minyak cengkih akan efektif
apabila dilakukan beberapa kali dengan interval waktu minimum 5 hari sekali.

      Tabel 3. Intensitas serangan penyakit karat di rumah kaca dan Kebun Percobaan Jambegede,
                                 Malang, musim kemarau kedua 2008.

                Frekuensi penyemprotan                          Intensitas serangan karat (%)
                     minyak cengkeh                         Di rumah kaca             Di lapangan
             Interval 1 hari                                    13,30                    20,00
             Interval 2 hari                                     7,50                    21,60
             Interval 3 hari                                    15,00                    19,20
             Interval 4 hari                                     19,15                   18,20
             Interval 5 hari                                     5,00                    16,60
             Interval 6 hari                                     14,15                   17,80
             Interval 7 hari                                     8,30                    19,60
             Tanpa minyak cengkeh                               73,30                    33,60

              Sumber: Sumartini (2010)


                                            KESIMPULAN
     a. Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di
        samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis,
        antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum.
     b. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara
        lain menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak
        cengkeh).
     c. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit karat adalah suhu, kelembapan,
        cahaya matahari, dan tanaman inang.


                                                      DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2007. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadu
        kedelai. Puslitbangtan. Balitbangtan. 54 hal.
BPS. 2008. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Kardinan, A. 1998. Prospek penggunaan bahan nabati di Indonesia. Jur Penel dan Pengemb Pert. 17(1):
       1−8.


                                                            14
Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai



Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Panduan teknis budidaya kedelai di berbagai
       agroekosistem. Badan Litbang Pertanian. Deptan. 29 hal.
Semangun. H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
      475 hal.
Semangun H. 1991. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Poress,
      Yogyakarta. 449 hal.
Sinclair, J.B. and G.L. Hartman. 1999. Soybean Rust. In G.L. Hartman, J.B. Sinclair, J.C. Rupe (Eds.)
        Compendium of Soybean Diseases (Fourth Edition). APS Press The American Phytopathological
        Society. p.25-26.
Sudaryanto T dan D.K.S. Swastika. 2007. Kedudukan Indonesia dalam perdagangan internasional
       kedelai. p. 28-44. Dalam: Sumarno et al. (Eds.). Kedelai: teknik produksi dan pengembangan
       Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Sudjono, M.S. 1979. Ekobiologi cendawan karat kedelai dan resistensi varietas kedelai. Sekolah
       Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 60 hal.
Sumarno dan S. Sudjono. 1977. Breeding for soybean rust resistance in Indonesia. P. 66-70. Report of
      Workshop on Rust of Soybean Problem and Research Needs. Manila.
Sumartini. 2010. Penyakit karat pada kedelai dan cara pengendaliannya yang ramah lingkungan. Jurn
       Penel dan Pengemb Pert. Indonensian Agricultural Research and Development Journal: 29(3).
Sri Hardaningsih. 2008. Penelitian pendahuluan penyakit karat kedelai Menggunakan jamur hiperparasit
       Verticillium sp. Risalah Seminar Hasil 2006, Malang: 445-460.
Zadoks, J.C. dan R.D. Schein. 1979. Epidemiology and plant disease management. Oxford Univ Press.
       New York. 427 pp.
Yulianto B., W. Tengkano, dan Marwoto. 2008. Penggerek polong kedelai, Etiella zinckenella Treitschke
        (Lepidoptera: Pyralidae), dan strategi pengendaliannya di Indonesia. Jur Penel dan Pengemb
        Pert. Indonensian Agricultural Research and Development Journal: 27(4).




                                                         15

Contenu connexe

Tendances

Makalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarak
Makalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarakMakalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarak
Makalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarakBondan the Planter of Palm Oil
 
Penyakit pasca panen pisang
Penyakit pasca panen pisangPenyakit pasca panen pisang
Penyakit pasca panen pisangsepha20
 
Hama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karetHama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karetfebrianiwijaya7
 
Makalah hama pohon mahoni
Makalah hama pohon mahoniMakalah hama pohon mahoni
Makalah hama pohon mahoniDina akib
 
Hama dan penyakit jagung(1)
Hama dan penyakit jagung(1)Hama dan penyakit jagung(1)
Hama dan penyakit jagung(1)Andrew Hutabarat
 
Hama dan penyakit karet
Hama dan penyakit karetHama dan penyakit karet
Hama dan penyakit karetIlham Johari
 
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karetPengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karethome
 
Penyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik PengendaliannyaPenyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik PengendaliannyaAnkardiansyah Pandu Pradana
 
Hama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang
Hama dan Penyakit Tanaman Kacang PanjangHama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang
Hama dan Penyakit Tanaman Kacang PanjangIda Haerani
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANdyahpuspita73
 
Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)
Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)
Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)Fadloli Akhmad
 
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dedePENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dedediana novitasari
 

Tendances (18)

Makalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarak
Makalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarakMakalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarak
Makalah_67 laporan praktikum 9. opt tanaman sawit, karet dan jarak
 
Penyakit pasca panen pisang
Penyakit pasca panen pisangPenyakit pasca panen pisang
Penyakit pasca panen pisang
 
Hama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karetHama dan penyakit tanaman karet
Hama dan penyakit tanaman karet
 
Penyakit Bulai Pada Jagung
Penyakit Bulai Pada JagungPenyakit Bulai Pada Jagung
Penyakit Bulai Pada Jagung
 
hama dan penyakit
hama dan penyakithama dan penyakit
hama dan penyakit
 
Makalah hama pohon mahoni
Makalah hama pohon mahoniMakalah hama pohon mahoni
Makalah hama pohon mahoni
 
Budidaya tanaman wortel
Budidaya tanaman wortelBudidaya tanaman wortel
Budidaya tanaman wortel
 
Hama dan penyakit jagung(1)
Hama dan penyakit jagung(1)Hama dan penyakit jagung(1)
Hama dan penyakit jagung(1)
 
Hama dan penyakit karet
Hama dan penyakit karetHama dan penyakit karet
Hama dan penyakit karet
 
Penyakit blas padi
Penyakit blas padiPenyakit blas padi
Penyakit blas padi
 
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karetPengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
 
Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1
 
Penyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik PengendaliannyaPenyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Karet dan Teknik Pengendaliannya
 
Hama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang
Hama dan Penyakit Tanaman Kacang PanjangHama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang
Hama dan Penyakit Tanaman Kacang Panjang
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
 
Acara 8 LALAT BUAH
Acara 8 LALAT BUAHAcara 8 LALAT BUAH
Acara 8 LALAT BUAH
 
Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)
Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)
Dasar dasar perlindungan tanaman - penyakit tanaman ( virus,bakteri,jamur)
 
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dedePENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
 

Similaire à 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxkaekae27
 
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelaiAndrew Hutabarat
 
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelaiAndrew Hutabarat
 
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYAINTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYAJosua Sitorus
 
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotiksat rahayuwati
 
4 rahayu-embun tepun kedelai
4 rahayu-embun tepun kedelai4 rahayu-embun tepun kedelai
4 rahayu-embun tepun kedelaixie_yeuw_jack
 
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfLaporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfSheirindaAkhirusaniS
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraSurya Agus
 
Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)edhie noegroho
 
331347360 laporan-slpht
331347360 laporan-slpht331347360 laporan-slpht
331347360 laporan-slphtnovriandasipil
 
PENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptx
PENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptxPENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptx
PENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptxREZADWIANTA1
 
Bahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurata
Bahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurataBahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurata
Bahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurata3116190
 
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANLAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANdilaaasf
 
Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Ekal Kurniawan
 

Similaire à 5 ramlan-pengendalian karat kedelai (20)

PENYAKIT-I.ppt
PENYAKIT-I.pptPENYAKIT-I.ppt
PENYAKIT-I.ppt
 
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
 
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
 
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
34 hama-dan-penyakit-pada-kedelai
 
Makalah_14 Makalah spermosfir kel 8
Makalah_14 Makalah spermosfir kel 8Makalah_14 Makalah spermosfir kel 8
Makalah_14 Makalah spermosfir kel 8
 
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYAINTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
INTERAKSI HAMA LALAT BUAH IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIANNYA
 
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
 
Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunanMakalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
 
4 rahayu-embun tepun kedelai
4 rahayu-embun tepun kedelai4 rahayu-embun tepun kedelai
4 rahayu-embun tepun kedelai
 
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfLaporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT Hemiptera
 
Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)
 
331347360 laporan-slpht
331347360 laporan-slpht331347360 laporan-slpht
331347360 laporan-slpht
 
Makalah_6 Makalah tugas pratikum perlintan 2
Makalah_6 Makalah tugas pratikum perlintan 2Makalah_6 Makalah tugas pratikum perlintan 2
Makalah_6 Makalah tugas pratikum perlintan 2
 
PENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptx
PENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptxPENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptx
PENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (bulai dan karat).pptx
 
Bahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurata
Bahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurataBahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurata
Bahan penyampaian makalah pada pelatian kursus tani bpp janurata
 
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANLAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
 
Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)
 
Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1
 
Blast daun
Blast daunBlast daun
Blast daun
 

Plus de xie_yeuw_jack

Dukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nwDukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nwxie_yeuw_jack
 
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagarxie_yeuw_jack
 
11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisan11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisanxie_yeuw_jack
 
10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puru10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puruxie_yeuw_jack
 
9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccani9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccanixie_yeuw_jack
 
8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabatixie_yeuw_jack
 
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang baranganxie_yeuw_jack
 
6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning tehxie_yeuw_jack
 
5 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 20115 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 2011xie_yeuw_jack
 
10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisan10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisanxie_yeuw_jack
 
9 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 29 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 2xie_yeuw_jack
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---okxie_yeuw_jack
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacanganxie_yeuw_jack
 
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabacixie_yeuw_jack
 
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanahxie_yeuw_jack
 
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigeraxie_yeuw_jack
 

Plus de xie_yeuw_jack (20)

Dukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nwDukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nw
 
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
 
11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisan11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisan
 
10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puru10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puru
 
9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccani9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccani
 
8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati
 
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
 
6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh
 
3 daftar isi-4
3 daftar isi-43 daftar isi-4
3 daftar isi-4
 
2 dewan penyunting
2 dewan penyunting2 dewan penyunting
2 dewan penyunting
 
1 sampul depan
1 sampul depan1 sampul depan
1 sampul depan
 
12 sampul belakang
12 sampul belakang12 sampul belakang
12 sampul belakang
 
5 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 20115 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 2011
 
10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisan10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisan
 
9 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 29 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 2
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
 
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
 
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
 
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
 

5 ramlan-pengendalian karat kedelai

  • 1. Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai PENGENALAN PENYAKIT KARAT DAUN (Phakopsora pachyrhizi) DAN PENGELOLAANNYA PADA KEDELAI Ramlan dan Nurjanani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun. Produksi kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton. Saat ini, rata-rata nasional produktivitas kedelai di tingkat petani hanya sekitar 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6 -2,0 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,7 – 3,2 t/ha bervariasi menurut kesuburan lahan dan penerapan teknologinya. Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak cengkeh). Kata Kunci: Pengenalan, penyakit karat, pengelolaan, kedelai   ABSTRACT In Indonensia, soybean is the third strategic commodity after rice and maize, because every day is consumed by almost half the people with an average consumption level of 8.12 kg/capita/year. Soybean production in Indonesia since 1995 tended to decline. Soybean production in 2006 and 2007 each reached 795,340 and 782,530 tons, and in 2009 is estimated to drop to 757,540 tonnes. Currently, the national average soybean productivity at farm level is only around 1.3 t/ha with a range of 0.6 - 2.0 t/ha, while at the research level has reached 1.7 to 3.2 t/ha varies in accordance with the land fertility and application of technology. One obstacle to the improvement and stabilization of soybean production in Indonesia is to attack the leaf rust disease caused by the fungus Phakopsora pachyrhizi. Rust disease (P. Pachyrhizi) is a major disease on soybean plants in Indonesia in addition to other diseases of bacterial pustules caused by Xanthomonas axonopodis, antraknose caused by the fungus Colletotrichum truncatum var dematium. The disease can be controlled by combining a variety of control techniques, such as planting resistant varieties, an antagonistic fungus (Verticillium sp.), and botanical fungicides (clove oil). Keywords: Introduce, rust disease, management, soybean PENDAHULUAN Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun (Sudaryanto dan Swastika. 2007). Kebutuhan kedelai akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tercermin dari permintaan kedelai dalam 10 tahun terakhir yang terus meningkat, jauh melampaui produksi dalam negeri, bahkan pada Januari 2008,   9
  • 2. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011 kedelai menjadi barang langka sehingga harganya melambung dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 8.500/kg. Kondisi ini menyulitkan banyak industri dan masyarakat yang kesehariannya bergantung pada produk berbahan baku kedelai, antara lain tempe, tahu dan susu kedelai. Produksi kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Pada tahun 2007 produksi kedelai hanya 35% dibanding produksi tahun 1995 (BPS, 2008). Sedangkan Yulianto B. et al. (2008). Mengemukakan bahwa produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton. Konsekwensi dari penurunan produksi adalah terjadinya defisit kedelai yang terus bertambah, karena konsumsi nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, rata-rata nasional produktivitas kedelai di tingkat petani hanya sekitar 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6 -2,0 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,7 – 3,2 t/ha bervariasi menurut kesuburan lahan dan penerapan teknologinya (Puslitbangtan. 2008). Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat telah tersebar luas di sentra produksi dedelai di dunia. Di Indonesia, penyakit karat terdapat di sentra produksi kedelai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan dan Sulawesi (Semangun. 1991). Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum, penyakit tular tanah dan penyakit yang disebabkan oleh virus (Semangun. 2008). Penyakit karat yang disebabkan jamur Phakopspora pachyrhizi merupakan penyakit penting pada kedelai. Penyakit karat dapat menurunkan hasil karena daun-daun yang terserang akan mengalami defoliasi lebih awal sehingga akan mengakibatkan berkurangnya berat biji dan jumlah polong yang bervariasi antara 10-90%, tergantung pada fase perkembangan tanaman, lingkungan dan varietas kedelai (Sinclair dan Hartman. 1999). Kehilangan hasil akibat penyakit karat di Indonesia mencapai 90% (Sudjono et al. 1985). Besarnya kehilangan hasil bergantung pada berbagai faktor antara lain ketahanan tanaman. Pada varietas Orba, kehilangan hasil dapat mencapai 36%, sedangkan pada varietas TK-5 sebesar 81% (Sumarno dan Sudjono. 1977). BIOLOGI PENYAKIT KARAT Gejala Gejala kerusakan tanaman akibat serangan penyakit karat kedelai adalah terdapatnya bintik- bintik kecil yang kemudian berubah menjadi bercak-bercak berwarna coklat pada bagian bawah daun, yaitu uredium penghasil uredospora. Serangan berat menyebabkan daun gugur dan polong hampa. Terjadi bercak- bercak kecil berwarna cokelat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit berubah menjadi cokelat atau coklat tua. Bercak karat terlihat sebelum bisul- bisul (pustule) pecah. Bercak tampak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tulang-tulang daun tepatnya didekat daun yang terinfeksi. Biasanya dimulai dari daun bawah baru kemudian ke daun yang lebih muda.   10
  • 3. Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai Gambar 1. Gejala serangan karat pada permukaan bawah daun kedelai Penyebab Penyakit Penyakit karat disebabkan oleh cendawan P. pachyrhizi. Spora cendawan dibentuk dalam uredium dengan diameter 25−50 µm sampai 5−14 µm. Uredospora berbentuk bulat telur, berwarna kuning keemasan sampai coklat muda dengan diameter 18−34 µm sampai 15−24 µm. Permukaan uredospora bergerigi. Uredospora akan berkembang menjadi teliospora yang dibentuk dalam telia. Telia berbentuk bulat panjang dan berisi 2−7 teliospora. Teliospora berwarna coklat tua, berukuran 15−26 µm sampai 6−12 µm. Stadium teliospora jarang ditemukan di lapangan dan tidak berperan sebagai inokulum awal. Di Amerika Latin, penyakit karat disebabkan oleh dua spesies, yaitu P. pachyrhizi yang sangat virulen dan P. meibomiae yang kurang virulen (Sumartini. 2010). Ekologi Tanaman Inang cendawan-cendawan tersebut antara lain tanaman komak, bengkuang, kacang krotok, kacang polong, kacang kapri, kacang panjang, dan kacang asu. Penyakit karat kedelai biasanya mulai menyerang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam. Siklus penyakit dan epidemiologi Epidemi didorong oleh panjangnya waktu daun dalam kondisi basah dengan temperatur kurang dari 280 oC. Perkecambahan spora dan penetrasi spora membutuhkan air bebas dan terjadi pada suhu 8- 280 oC. uredia muncul 9-10 hari setelah infeksi, dan urediospora diproduksi setelah 3 minggu. Kondisi lembab yang panjang dan periode dingin dibutuhkan untuk menginfeksi daun-daun dan sporulasi. Penyebaran urediniospora dibantu oleh hembusan angin pada waktu hujan. Patogen ini tidak ditularkan melalui benih. Tanaman Inang Cendawan P. pachyrhizi merupakan parasit obligat. Jika di lapangan tidak terdapat tanaman kedelai, spora hidup pada tanaman inang lain. Spora hanya bertahan 2 jam pada tanaman bukan inang. Spora tidak dapat bertahan pada kondisi kering, jaringan mati atau tanah. Jika tidak ada tanaman kedelai, gulma yang termasuk ke dalam famili Leguminosae dapat menjadi tanaman inang alternatif. Dari 27 jenis tanaman Leguminosae yang diuji, tujuh di antaranya menunjukkan reaksi hipersensitif sehingga infeksi pada tanaman tersebut tidak menghasilkan spora. Sudjono (1979) menyatakan bahwa dari 17 jenis tanaman kacang-kacangan selain kedelai yang diinokulasi secara buatan, tiga di antaranya menunjukkan gejala yang bersporulasi, yaitu kacang asu, kacang kratok, dan kacang panjang. Oleh karena itu, keberadaan tanaman tersebut perlu diwaspadai.   11
  • 4. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011 PENGENDALIAN Pengendalian penyakit karat dianjurkan dilakukan dengan memadukan beberapa komponen pengendalian yang ramah lingkungan untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Komponen pengendalian penyakit karat meliputi penanaman varietas tahan serta penggunaan bahan nabati dan hayati. Varietas Tahan Pemantauan penyakit karat dimulai pada saat tanaman kedelai berumur tiga minggu. Pengendalian penyakit dilakukan apabila intensitas serangan telah mencapai 5% untuk varietas unggul tahan karat. Untuk varietas rentan, keberadaan satu bercak saja dalam areal pertanaman kedelai sudah harus dilakukan upaya pengendalian. Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengendalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein. 1979). Ketahanan suatu varietas terhadap suatu penyakit umumnya tidak berlangsung selamanya. Jika muncul ras baru yang lebih virulen, ketahanan varietas tersebut akan patah. Oleh karena itu, adanya varietas-varietas baru kedelai yang tahan terhadap penyakit karat sangat dibutuhkan dalam upaya mengendalikan penyakit tersebut. Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengendalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein. 1979). Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) telah melepas beberapa varietas unggul kedelai 10 tahun terakhir (1995-2005), dengan ketahanan terhadap penyakit karat yang bervariasi (Tabel 1) (Balitkabi. 2007). Varietas yang toleran dapat terinfeksi patogen karat, tetapi masih dapat menghasilkan biji. Varietas dengan kategori agak tahan memiliki ketahanan terhadap penyakit karat yang berada antara tahan dan agak rentan. Apabila menanam varietas yang agak tahan, perlu dipadukan dengan cara pengendalian lain, misalnya dengan fungisida nabati (Sumartini. 2010). Agens Hayati Pengendalian dengan agens hayati dimaksudkan mengaplikasikan mikro-penyakit. Menurut Zadoks dan Schein (1979), cara pengendalian tersebut dapat meminimalkan jumlah inokulum awal dan mengurangi perkembangan penyakit. Keunggulan cara pengendalian tersebut adalah tidak mencemari lingkungan dan dengan satu kali aplikasi, efek residunya dapat bertahan lama, sampai beberapa musim tanam. Pengendalian menggunakan fungisida memang efektif tetapi untuk menghindari dampak negatifnya diperlukan cara pengendalian lain yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan potensi jamur parasit. Jamur parasit Verticillium lecani dilaporkan dapat memparasit jamur karat pada tanaman kacang tanah (Subrahmanyam dan McDonald, 1987). Penelitian pendahuluan di laboratorium awal tahun 2005 pada daun kedelai yang dipetik menunjukkan bahwa Verticillium sp. mampu memparasit jamur karat kedelai lebih 40% (Sri Hardaningsih. 2008). Hasil penelitian Sri Hardaningsih (2008), menunjukkan bahwa Persentase parasitisasi Verticillium sp. terhadap jamur karat meningkat sejak aplikasi pertama pada 30 hari setelah tanam (0%) sampai aplikasi terakhir pada 57 hst, yaitu 98,7%. pada perlakuan aplikasi Verticillium sp. 5x. (Tabel 2.). Demikian juga untuk aplikasi 4x, 3x, 2x, dan tanpa Verticillium sp. menunjukkan peningkatan persentase parasitisasi sejak pengamatan pertama pada 30 hari, 17%, sampai pengamatan terakhir pada 58 hari. Pada perlakuan tanpa Verticillium persentase parasitisasi 17% pada pengamatan pertama (30 hari), kemudian menurun menjadi 6% pada pengamatan kedua (37 hari) dan 5% pada pengamatan ketiga   12
  • 5. Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai (44 hari) dan menjadi 0% pada pengamatan keempat dan kelima berturut-turut pada 41 hari dan 58 hari. Tabel 1. Karakter unggul varietas kedelai yang dilepas 10 tahun terakhir (1995-2005) Varietas Umur Poten hasil Ketahanan terhadap (hari) (t/ha) penyakit karat Tidar 75 1,40 Agak tahan Dieng 76 1,70 Agak tahan Malabar 70 1,30 Agak tahan Meratus 75 1,40 Agak tahan Sinabung 88 2,16 Agak tahan Tanggamus 88 2,50 Agak tahan Argomulyo 79 2,00 Agak tahan Burangrang 79 2,00 Toleran Wilis 85 1,60 Agak tahan Manglayang 86 1,90 Agak tahan Kaba 85 2,10 Agak tahan Sinabung 88 2,20 Agak tahan Anjasmoro 82 2,0 Agak tahan Rajabasa 85 3,90 Tahan Sumber: Balitkabi (2007) Tabel 2. Presentase parasitisasi jamur karat oleh Verticillium sp. (%) Perlakuan Apl I Apl II Apl III Apl IV Apl V (30hst) (37hst) (44hst) (51hst) (58hst) Verticill ium 5 x 0 100 95,4 100 98,7 Verticillium 4 x 0 100 95,9 100 100 Verticillium 3 x 0 100 95,4 100 100 Verticillium 2 x 0 100 96,9 100 99,3 Tanpa Verticillium 17,00 6,00 5,0 0 0 Difenokonasol 5 -- -- -- -- -- Sumber: Sri Hardaningsih (2008)   13
  • 6. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011 Fungisida Nabati Pengendalian dengan fungisida nabati mempunyai keunggulan karena tidak mencemari lingkungan, bahannya tersedia di lingkungan sekitar, dan lebih murah daripada fungisida sintetis (Kardinan. 1998). Balitkabi telah melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas minyak cengkih dalam melindungi tanaman kedelai dari infeksi penyakit karat. Intensitas serangan karat pada tanaman tanpa perlakuan minyak cengkih cukup tinggi; pada pengamatan umur 65 hari setelah tanam (hst) di rumah kaca dan pada umur 78 hst di lapangan, intensitas serangan karat berturut-turut sebesar 73% dan 34%. Intensitas serangan karat dengan perlakuan minyak cengkih bervariasi dari 5% hingga 21,60% (Tabel 3). Interval waktu penyemprotan minyak cengkih terendah, baik untuk pertanaman di rumah kaca maupun di lapangan, adalah 5 hari. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyemprotan minyak cengkih akan efektif apabila dilakukan beberapa kali dengan interval waktu minimum 5 hari sekali. Tabel 3. Intensitas serangan penyakit karat di rumah kaca dan Kebun Percobaan Jambegede, Malang, musim kemarau kedua 2008. Frekuensi penyemprotan Intensitas serangan karat (%) minyak cengkeh Di rumah kaca Di lapangan Interval 1 hari 13,30 20,00 Interval 2 hari 7,50 21,60 Interval 3 hari 15,00 19,20 Interval 4 hari 19,15 18,20 Interval 5 hari 5,00 16,60 Interval 6 hari 14,15 17,80 Interval 7 hari 8,30 19,60 Tanpa minyak cengkeh 73,30 33,60 Sumber: Sumartini (2010) KESIMPULAN a. Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum. b. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak cengkeh). c. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit karat adalah suhu, kelembapan, cahaya matahari, dan tanaman inang. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2007. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadu kedelai. Puslitbangtan. Balitbangtan. 54 hal. BPS. 2008. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Kardinan, A. 1998. Prospek penggunaan bahan nabati di Indonesia. Jur Penel dan Pengemb Pert. 17(1): 1−8.   14
  • 7. Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Panduan teknis budidaya kedelai di berbagai agroekosistem. Badan Litbang Pertanian. Deptan. 29 hal. Semangun. H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. 475 hal. Semangun H. 1991. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Poress, Yogyakarta. 449 hal. Sinclair, J.B. and G.L. Hartman. 1999. Soybean Rust. In G.L. Hartman, J.B. Sinclair, J.C. Rupe (Eds.) Compendium of Soybean Diseases (Fourth Edition). APS Press The American Phytopathological Society. p.25-26. Sudaryanto T dan D.K.S. Swastika. 2007. Kedudukan Indonesia dalam perdagangan internasional kedelai. p. 28-44. Dalam: Sumarno et al. (Eds.). Kedelai: teknik produksi dan pengembangan Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Sudjono, M.S. 1979. Ekobiologi cendawan karat kedelai dan resistensi varietas kedelai. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 60 hal. Sumarno dan S. Sudjono. 1977. Breeding for soybean rust resistance in Indonesia. P. 66-70. Report of Workshop on Rust of Soybean Problem and Research Needs. Manila. Sumartini. 2010. Penyakit karat pada kedelai dan cara pengendaliannya yang ramah lingkungan. Jurn Penel dan Pengemb Pert. Indonensian Agricultural Research and Development Journal: 29(3). Sri Hardaningsih. 2008. Penelitian pendahuluan penyakit karat kedelai Menggunakan jamur hiperparasit Verticillium sp. Risalah Seminar Hasil 2006, Malang: 445-460. Zadoks, J.C. dan R.D. Schein. 1979. Epidemiology and plant disease management. Oxford Univ Press. New York. 427 pp. Yulianto B., W. Tengkano, dan Marwoto. 2008. Penggerek polong kedelai, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), dan strategi pengendaliannya di Indonesia. Jur Penel dan Pengemb Pert. Indonensian Agricultural Research and Development Journal: 27(4).   15