Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai penagihan pajak (STP) meliputi pengertian STP, penyebab diterbitkannya STP, fungsi STP, tata cara pembayaran, kewajiban wajib pajak, sanksi perpajakan dan contoh kasus pengenaan sanksi berdasarkan undang-undang perpajakan.
2. • Pengertian STP
• Fungsi STP dan
Penerapannya
• Tata cara pembayaran dan
kewajiban WP
• Sanksi perpajakan
• Kasus
RUMUSAN MASALAH
3. A. Pengertian STP (surat penagihan pajak)
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan
Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan
pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda. Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib
Pajak.
Jenis-jenis penagihan pajak
a. Penagihan Pajak Pasif
b. Penagihan Pajak Aktif
PENGERTIAN STP
4. Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU KUP
yaitu :
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
2. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah
tulis dan/atau salah hitung.
3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak
7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Penyebab Terbitnya STP
5. Setiap Surat Tagihan Pajak memiliki nomor unik atau
disebut nomor kohir. Penomoran STP ini sama persis dengan
penomoran SKP dengan format sebagai berikut :
AAAAA/BBB/CC/DDD/EE. AAAAA menunjukkan nomor
urut dalam lima digit. Misalnya 00202. BBB meunjukkan kode
untuk jenis pajak. Misalnya 106 untuk PPh Badan atau 107
untuk PPN. CC menunjukkan tahun pajak. Misal untuk tahun
pajak 2007 kodenya adalah 07. DDD adalah kode KPP yang
menerbitkan. Misalnya angka 059 menunjukkan KPP PMA
Enam. EE menunjukkan tahun diterbitkannya STP tersebut.
Misalnya jika STP diterbitkan tahun 2008 maka kodenya adalah
08. Nah, apabila semua kode di atas dirangkai maka penomoran
STP tersebut adalah 00202/106/07/059/08.
Penomoran STP
6. 1) Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang
terutan menurut Surat Pemberitahuan
(SPT) Wajib Pajak
2) Sarana untuk mengenakan sanksi
berupa bunga atau denda .
3) Sarana untuk menagih pajak
Fungsi Surat Tagihan Pajak adalah:
7. TATA CARA PEMBAYARAN
Menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) melalui bank
persepsi atau kantor pos persepsi. Tentu ada pembaca yang
bertanya apa itu SSP, dan bank persepsi. SSP itu adalah
formulir bukti pembayaran ( jika di bank kita mengenalnya
sebagai slip) yang terdiri atas 5 rangkap kertas. Untuk
memperolehnya dapat anda unduh di www.pajak.go.id di
menu download -lainnya. Bank biasanya meminta SSP yang
berkarbon, jika WP mencetak dari website informasikan untuk
membawa kertas karbon sendiri. Ada pun bank persepsi
adalah bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menerima
pembayaran pajak. Berikut ini adalah ketentuan jika
membayar dengan menggunakan SSP
8. • Bank persepsi: SSP lembar ke-1 dan ke-3 yang didalamnya sudah tertera
NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) dan NTB (Nomor Transaksi
Bank).
– SSP baru dianggap sah jika sudah tercantum NTPN dan NTB (Pasal 2
ayat (5) PER 148/PJ/2007). tetapi utk beberapa Bank terkadang validasi
NTPN diberikan di lembaran tersendiri yang terpisah dari SSP.
Untuk WP yang membayar PPh pasal 25, maka SSP yang didalamnya sudah
tertera NTPN tersebut dianggap sebagai pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25,
sehingga WP tidak perlu lagi melaporkan SSP yang sudah diterakan NTPN
tsb ke KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 4 ayat (1) PER 22/PJ/2008) Kantor
• Pos Persepsi : SSP lembar ke-1 dan ke-3 yang yang didalamnya sudah
tertera NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) dan NTP (Nomor
Transaksi Pos) (Pasal 2 ayat (5) PER 148/PJ/2007).
– Untuk WP yang membayar PPh pasal 25, maka SSP yang didalamnya
sudah tertera NTPN tersebut dianggap sebagai pelaporan SPT Masa
PPh Pasal 25, sehingga WP tidak perlu lagi melaporkan SSP yang sudah
diterakan NTPN tsb ke KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 4 ayat (1)
PER 22/PJ/2008)
9. 1. Mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya (Pasal 2 ayat (1), (2)
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000)
2. Mengambil dan mengisi SPT secara benar, lengkap, jelas serta
menandatangani dan menyampaikannya ke KPP pada waktunya (Pasal 3
ayat (1), (2), (3), Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000)
3. Menyampaikan penghitungan sementara pajak terutang dan bukti
pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak
menyampaikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
(Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000)
4. Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, SPT harus ditandatangani oleh
pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 TAHUN
2000)
5. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib Pajak,
harus dilampiri surat kuasa khusus (Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 16 TAHUN 2000)
6. Dan Seterusnya
KEWAJIBANWAJIBPAJAK
10. Jenis sanksi Dasar hukum dan besaran sanksi
Denda Ps. 7 ayat (1) UU KUP
Terlambat melapor SPT
Rp. 500.000 SPT Masa PPN
Rp. 100.000 SPT Masa Lainnya
Rp. 100.000 SPT Tahunan PPh OP
Rp. 1.000.000 SPT Tahunan Badan
Ps. 14 ayat (4) UU KUP
Tidak membuat FP atau tidak tepat waktu
Tidak mengisi FP dengan lengkap
Melaporkan FP tidak sesuai masa
2% DDP Faktur Pajak
Ps. 25 ayat (9) UU KUP
Permohonan keberatan ditolak
50% dari pajak yg masih harus dibayar
Ps. 27 ayat (5d) UU KUP
Permohonan Banding ditolak
Sanksi
11. Bunga 2% per bulan Ps. 9 ayat (2a) UU KUP
Terlambat membayar SPT Masa Normal
Ps. 9 ayat (2b) UU KUP
Terlambat membayar SPT Tahunan Normal
Ps. 8 ayat (2a) UU KUP
Terlambat membayar SPT Masa Pembetulan
Ps. 14 ayat (3) UU KUP maksimal 24 bulan
PPh pasal 25 tidak/ kurang dibayar
PPh pasal 29 salah tulis/hitung
Ps. 14 ayat (5) UU KUP
PKP gagal berproduksi dan telah diberikan pengambilan Pajak Masukan
Ps. 19 ayat (1) UU KUP
Terlambat melunasi Ketetapan/Keputusan/Putusan
Ps. 19 ayat (2) UU KUP
Mengangsur pembayaran pajak
Ps. 19 ayat (3) UU KUP
SPT Tahunan penundaan kurang bayar
13. KASUS
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 19 Ayat (1) KUP
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebesar Rp 10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7
Oktober 2008, dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008.
Jumlah pembayaran sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp
6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan
Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar = Rp 10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan = Rp 6.000.000.00
Kurang dibayar = Rp 4.000.000,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp4.000.000,00) = Rp 80.000,00
14. Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana tersebut pada huruf a, Wajib Pajak membayar
Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan pada
tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak,
sanksi administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar = Rp 10.000.000.00
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan = Rp 10.000.000.00
Kurang dibayar = Rp 0,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp10.000.000,00)
=Rp 200.000,00
15. Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 19 Ayat (2) KUP
Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebesar Rp 1.120.000.00 yang diterbitkan pada tanggal
2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1
Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk
mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima)
bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp 224.000,00.
Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran
dihitung sebagai berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000.00 = Rp
22.400,00.
angsuran ke-2 : 2% x Rp 896.000.00 = Rp 17.920,00.
angsuran ke-3 : 2% x Rp 672.000,00 = Rp 13.440,00.
angsuran ke-4 : 2% x Rp 448.000.00 = Rp 8.960.00.
angsuran ke-5 : 2% x Rp 224.000,00 = Rp 4.480,00.
16. Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 Ayat
(9) KUP
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar
Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya
menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp
200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB
tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak
mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah
pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar
Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi
administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai
sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x
(Rp750.000.000.00-Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.