1. 2.1 Pengertian Pielonefritis
Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena
adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai dari saluran
kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenchym maupun
renal pelvis (pyelum= piala ginjal).
2.2 Penyebab
Bakteri E. Coli.
Resisten terhadap antibiotik.
Obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.
Infeksi aktif.
Penurunan fungsi ginjal.
Uretra refluk.
Bakteri menyebar ke daerah ginjal, darah, sistem limfatik.
2.3 Patofisiologi
Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan pembekakan
daerah tersebut, dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah
terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena infeksi steptococcus yang berasal dari
darah (descending).
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
Pyelonefritis akut.
Pyelonefritis kronik.
1. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak
sempurna atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu
setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan
selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.
Kronik pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor
lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak
jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan
dapat menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk
jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan
ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau
setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita
hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena
uterus yang membesar.
2.4 Tanda dan Gejala
2. 1. Pyelonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang
ginjal.
2. Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri
pada pinggang , sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
3. Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.
4. Client biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
5. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang
tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
1. Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Sehingga kedua ginjal
perlahan-lahan mejadi rusak.
2.4 Tanda dan Gejala
1. Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai
gejala yang sfesifik.
2. Adanya keletihan.
3. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
4. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria,
pyuria, dan kepekatan urin menurun.
5. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
6. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
7. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
8. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hypertensi.
2.5 Evaluasi Diagnostik.
Evaluasi Diagnostik. Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting
untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran. Kultus urine dan tes sensitivitas dilakukan
untuk menentukan organisme penyebab sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat
diresepkana.
1. Diagnosa pyelonefritis kronik
Dulu hampir selalu dipakai bila ditemukan kelainan tubulointerstisial ini, pengertian tentang
derajat VUR yang berat dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada ginjal, atrofi,
dan dilatasi kaliks (nefropati refluks0, yang lazim didiagnosis sebagai pyelonefritis kronik,
sekarang ini sudah diterima dengan baik. Mekanisme penyebab jaringan parut diyakini
merupakan gabungan dari efek : (1) VUR, (2) refluks intrarenal, dan (3) infeksi (kunin, 1997;
tolkoff-Rubin, 2000; Rose, Rennke, 1994). Keparahan VUR merupakan satu-satunya faktor
penentu terpenting dari kerusakan ginjal. Banyak bukti yang menyongkong pendapat bahwa
keterlibatan ginjal pada nefropati refluks terjadi pada awal masa kanak-kanak sebelum usia 5
sampai 6 tahun, karena pembentukan jaringan parut yang baru jarang terjadi setelah usia ini.
Penjelasan dari pengamatan ini adalah bahwa refluks intrarenal terhenti sewaktu anak
menjadi lebih besar (kemungkinan besar karena perkembangan ginjal), walaupun demikian
VUR dapat terus berlanjut.
3. Pada orang dewasa. VUR dan nefropati refluks dapat berkaitan dengan gangguan obstruktif
dan neoruligik yang menyebabkan sumbatan pada drainase urine (seperti batu ginjal atau
vesika urinaria neurologik akibat diabetes atau cidera batang otak). Namun, sebagian besar
orang dewasa yang memiliki jaringan parut pada ginjal akibat pyelonefritis kronik mendapat
lesi-lesi ini pada awal masa kana-kanaknya. Bkti-bukti yang menyokong mekanisme refluks
infeksi ini berasal dari percobaan pada hewan dan pengamatan pada manusia dengan hasil
sebagai berikut : 85% sampai 100% anak-anak dan 50% orang dewasa dengan jaringan
parut ginjal menderita VUR (Tolkoff-Rubin,2000) .
Mekanisme penyataannya nefropati refluks yang mulai terjadi pada awal masa kanak-kanak
dapat njelskan bagmenjelaskan pembentukan jaringan parut dan kerusakan ginjal pada
banyak pasien, masih sulit untuk menjelaskan bagaimana perjalanan kerusakan ginjal
progresif karena pada sejumlah orang orang dewasa dengan pyelonifritis tahap akhir tidak
dapat refluks maupun UTI. Beberapa pasien bahkan tidak dapat mengingat sama sekali
pernah mengalami UTI berulang. Teori paling populer untuk menjelaskan gagal ginjal
progisif yang terjadi pada pasien dengan refluks yang sudah dikoreksi dengan urine steril
adalah teori hemodinamik intrarenal atau hipotesis hiperfitrasi (Rose, Rennke, 1994).
Menurut teori ini, infeksi awal penyebab kerusakan nefron mengakibatkan kompensasi
peningkatan tekanan kapiler glomelurus (Pgc) dan hiperperfusi pada sisa nefron yang masih
relatif normal. Tampaknya hipertensi intraglomerulus ini menimbulkan cidera pada
glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis. Konsep cedera glomerulus yang
diperantaikeadaan hemodinamik ini didukung oleh semakin banyaknya bukti dari percobaan
menunjukan bahwa pengendalian hipertensi sistemik terutama dengan pemberian obat-obat
penghambat enzim konversi angiotensi (ACE) seperti koptopril atau enalapril maleat
memperlambat penurunan GFR pada banyak pasien gagal ginjal. Obat-obatan ini
menurunkan Pgc dengan melawan kerja angiotensin II dan dilatasi arteriol eferen. Penurunan
Pgc juga terjadi jika makanan berprotein dibatasi hanya 20 sampai 30g/hari, dilengkapi
dengan asam amino dan analog ketonya.
2.6 Penatalaksanaan
Pasien pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan terapi antimikrobisl
ysng intensif. Terapi parental diberikan se;lama 24 samapi 28 jam sampai pasien afrebil. Pada
waktu tersebut, agens oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan
efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mrncega perkemban
biakannyabakteri yang tersisa, maka pengobatan pyelonefritis akut biasanya lebi lama dari
pada sistesis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang
muncul sampai beberapa bulan atau tahun tampa gejala. Setelah program antimikrobial awal,
pasien dipertahankan untuk terus diwah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya bukti
adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan
fungsi ginjal stabil. Kadar keratininserum dan hitung darah pasien dipantau durasinya pada
terapi jangka panjang.
Penatalaksanaan agens antimokrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen melalui
kultur urin. Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin, nitrofurantion atau kombinasi
sulfametoxazole dan trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Fungsi renal ketat, terutama jika medikasi potensial toksin bagi ginjal.