SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  79
Télécharger pour lire hors ligne
PENENTUAN PARAMETER MODEL JILES-ATHERTON
DENGAN ALGORITMA GENETIKA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Magister dalam bidang Ilmu Material
Oleh
AHMAD YANI
NIM: 630300202Y
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL
UNIVERSITAS INDONESIA
2006
LEMBAR PERSETUJUAN
TESIS IIIII TELAH I}ISETUJT]I OLEIT:
DR. $whanlio F,oertadii
Penguji
DR Anto $ulsksoqo
Penguii
DRAawtrrMmaf
Ketua Program Magister Ihnu Material
Fakdtss Mrtemrtika dan llmu pe*get*u*n Al*m
UniveruitasIndsnesia
Tonggal 26 Bulan JuliTahua 2006
r
).
Penguji
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat karunia-Nya saya berhasil menyelesaikan penelitian dengan
judul “Penentuan Parameter Model Jiles Atherton dengan Algoritma Genetika”
dengan segala keterbatasan yang ada. Penelitian ini dapat saya selesaikan atas bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu saya ingin ucapkan terima kasih yang tulus
kepada :
1. Dr. Azwar Manaf, ketua program Studi ilmu material yang telah banyak
memberikan pengetahuan dan wawasan melalui kuliah-kuliahnya yang saya ikuti.
Di samping itu, saya juga terkesan dengan ketelitian, ketekunan dan kesabarannya
dalam membimbing para mahasiswa.
2. Dr. Ridwan, sebagai pembimbing yang senantiasa mengarahkan dan memotivasi
saya untuk menyelesaikan penelitian ini tepat waktu. Saya mempelajari banyak
hal tentang bahan magnetik melalui diskusi dengannya selama proses penelitian
ini berlangsung.
3. Dr. Soehardjo Poertadji, Dr. Djoko Triyono dan Dr. Anto Sulaksono sebagai
penguji. Terima kasih atas masukan-masukan yang berharga agar tesis ini menjadi
lebih sempurna.
4. Seluruh dosen dan staf di Program Studi Ilmu Material yang telah banyak
membantu saya sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah dengan baik.
5. Dr. Setyo Purwanto, Mujamilah, MSc dan karyawan di PTBIN, BATAN atas
bantuan dan kerjasamanya.
iii
6. Teman-teman di SMAN 8 Jakarta, bapak kepala sekolah, para guru Fisika dan
teman-teman di laboratorium komputer.
7. Teman-teman belajar, Pintar, ibu Sri Endah, Fahamsyah dan Abdullah. Terima
kasih atas kerjasama dan persahabatan yang tulus selama ini.
8. Keluarga besar, ayah dan ibu serta adik-adik yang selalu mendoakan saya agar
berhasil dalam menempuh pendidikan ini. Istri dan anak saya tercinta, terima
kasih telah banyak membantu dan memberikan motivasi.
Saya sangat berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, walaupun saya
juga menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu kritik
dan saran sangat saya harapkan agar karya ini dapat lebih disempurnakan lagi.
Jakarta, 26 Juli 2006
Ahmad Yani
iv
ABSTRACT
There has been designed a program to identify parameter from ferromagnetic
material hysteresis loop based on Jiles-Atherton model. That program used genetic
algorithm toolbox which is integrated in MATLAB software. Its validation is conducted
through two steps, namely validation of simulation program and validation of
identification parameter program.
The program gave satisfactory result when it is applied in trial with error
relative less than 6,5%. Satisfactory result is shown when it is used to identify model
parameter from nickel 99,9% hysteresis measured data. In the contrary, dissatisfied
result obtained when it is applied to identify model parameter from barium ferrite
hysteresis measured data.
v
ABSTRAK
Telah dibuat suatu program penentuan parameter loop histerisis bahan
ferromagnet berdasarkan model Jiles-Atherton. Program itu dibuat dengan
memanfaatkan algoritma genetika yang telah terintegrasi dalam perangkat lunak
MATLAB. Validasi program dilakukan melalui dua tahap yaitu validasi program
simulasi dan validasi program penentuan parameter.
Program ini memberikan hasil yang memuaskan dengan kesalahan relatif
dibawah 6,5% pada saat ujicoba. Hasil yang memuaskan diperlihatkan pada saat
program ini dipergunakan untuk menentukan paramater dari data pengukuran histerisis
nickel 99,9%. Sebaliknya hasil yang kurang memuaskan diperoleh ketika dipergunakan
untuk menentukan parameter dari data pengukuran histerisis barium ferrit.
vi
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ………………………………………….. i
Kata Pengantar ........................................................................... ii
Abstract ....................................................................................... iv
Abstrak ....................................................................................... v
Daftar Isi ....................................................................................... vi
Daftar Tabel ................................................................................. ix
Daftar Gambar .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian ...................................................... 3
1.3. Manfaat Penelitian ..................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengantar ...................................................................... 4
2.2. Bahan Ferromagnetik ................................................... 6
2.2.1. Histerisis Ferromagnetik ............................. 6
2.2.1.1. Magnetisasi Jenuh ............................... 7
2.2.1.2. Remanen ............................................. 9
2.2.1.3. Koersifitas .......................................... 9
2.2.1.4. Permeabilitas diferensial ..................... 10
2.2.2. Vibrating Sample Magenetometer (VSM) ...... 12
2.3. Model Jiles-Atherton (JA) ......................................... 15
2.3.1. Penurunan Model Jiles-Atherton ........ .......... 15
2.3.2. Penentuan Parameter Model ...... ........... 20
2.4. Algoritma Genetika .................................................. 22
2.4.1. Komponen Algoritma Genetika ..................... 22
2.4.1.1. Skema Pengkodean ............................ 23
vii
2.4.1.2. Nilai Kecocokan ................................. 23
2.4.1.3. Seleksi Orangtua ................................. 25
2.4.1.4. Operator Genetika ............................... 26
2.4.1.5. Penggantian Populasi ................... 26
2.4.2. Cara Kerja Algoritma Genetika ....................... 28
2.5. Sifat Magnetis Barium Ferrit dan Nickel ....................... 28
2.5.1. Barium Ferrit .................................................... 28
2.5.2. Nickel .............................................................. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Alir Penelitian ........................................... 33
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................ 34
3.3. Alat dan Bahan Penelitian ............................................ 34
3.3.1. Alat yang digunakan .......................................... 34
3.3.2. Bahan yang digunakan .... …………………….. 34
3.4. Prosedur Penelitian ………………………………….. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Program Simulasi Model JA ………………………... 37
4.2. Validasi Program …………………………………. 38
4.2.1. Validasi Model JA ……………………………... 38
4.2.2. Pengaruh Tiap Parameter pada kurva histerisis ... 42
4.2.2.1. Pengaruh Parameter Ms .......................... 42
4.2.2.2. Pengaruh Parameter k ............................ 43
4.2.2.3. Pengaruh Parameter α ……………….. 44
4.2.2.4. Pengaruh Parameter a ........................... 44
4.2.2.5. Pengaruh Parameter c ........................... 45
4.2.3. Validasi Program Penentuan Parameter ............ 45
4.3. Penentuan Parameter Model JA pada bahan Nickel
dan Barium ferit ............................................................. 53
4.3.1. Nickel (diameter=0,125 mm dan tebal=3 mm) ...... 53
viii
4.3.2. Nickel Batang Kalibrator .................................... 56
4.3.3. Barium Ferrit ........................................ 57
BAB V KESIMPULAN, KESULITAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................... 60
5.2. Kesulitan .................................................................... 61
5.3. Saran .................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 63
LAMPIRAN ................................................................................ 65
ix
DAFTAR TABEL
halaman
2. Tabel 2.1 Magnetisasi jenuh beberapa bahan
ferromagnetik
8
3. Tabel 2.2 Sifat magnetik bahan ferromagnet dengan
permeabilitas tinggi. Permeabilitas relatif pada
induksi magnet 2T (µ2T), permeabilitas realtif
maksimum (µmax), induksi magnet jenuh (Bs),
rugi histerisis d.c. (WH), dan koersivitas (HC).
11
4. Tabel 2.3 Spesifikasi VSM tipe OXFORD VSM1.2H 14
5. Tabel 2.4 Data unsur ferromagnetik 32
Tabel 4.1 Opsi algoritma genetika 48
6. Tabel 4.2 Perbandingan nilai sebenarnya dengan nilai
yang diperkirakan
48
9. Tabel 4.3 Kesalahan relatif hasil optimasi 50
Tabel 4.4 Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil
optimasi material A
51
Tabel 4.5 Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil
optimasi material B
52
10. Tabel 4.6 Batasan nilai populasi awal 54
11. Tabel 4.7 Parameter nickel (diameter=0,125, tebal=3 mm)
hasil optimasi
55
Tabel 4.8 Batasan nilai populasi awal pada bahan nickel 56
x
Batang kalibrator
12. Tabel 4.9 Parameter hasil optimasi
bahan nickel batang kalibrator
56
13. Tabel 4.10 Parameter hasil optimasi barium ferit 58
xi
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Gambar 2.1 Loop histerisis untuk bahan ferromagnetik 7
2. Gambar 2.2 Penyearahan momen magnet bahan ferromagnet 8
3. Gambar 2.3 Perbedaan koersifitas dan koersifitas intrinsik 10
4. Gambar 2.4 Kurva anhisterisis 12
5. Gambar 2.5 Diagram sebuah VSM 13
6. Gambar 2.6 Perbandingan metode peringkat dengan metode
skala teratas
24
7. Gambar 2.7 Diagram alir algoritma genetika 28
8 Gambar 2.8 Representasi skematik struktur barium ferrit 30
9. Gambar 4.1 Diagram alir model JA 38
10. Gambar 4.2 Perbandingan kurva M-H 39
11. Gambar 4.3 Kurva magnetisasi anhisterisis dan magnetisasi
irreversibel
40
12 Gambar 4.4 Perbandingan magnetisasi reversibel 41
13. Gambar 4.5 Perbandingan kurva histerisis 41
14. Gambar 4.6. Pengaruh parameter Ms pada kurva histerisis 43
15. Gambar 4.7 Pengaruh parameter k pada kurva histerisis 43
16. Gambar 4.8 Pengaruh parameter α pada kurva histerisis 44
17. Gambar 4.9 Pengaruh parameter a pada kurva histerisis 44
18. Gambar 4.10 Pengaruh parameter c pada kurva histerisis 45
19. Gambar 4.11 Perbandingan kurva histerisis antara tesis ini 47
xii
dengan Hystersoft
20. Gambar 4.12 Kurva perbandingan M-H antara model dengan
data reproduksi
49
21. Gambar 4.13 Perbandingan loop histerisis data parameter A
dengan model
52
22. Gambar 4.14 Perbandingan loop histerisis data parameter B
dengan model
53
23. Gambar 4.15 Perbandingan kurva M-H hasil pengukuran
dengan model untuk bahan Nickel 99,9%
(diameter=0,125mm, tebal=3 mm)
55
21. Gambar 4.16. Perbandingan kurva data hasil pengukuran
dengan model untuk bahan nickel batang
kalibrator
57
22. Gambar 4.17. Perbandingan kurva data hasil pengukuran
dengan model untuk bahan barium ferit
58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Simulasi histerisis pada bahan ferromagnetik memainkan peran penting dalam
berbagai penerapan teknologi. Kualitas model histerisis diukur dari kesesuaian hasil
eksperimen dengan simulasi. Kesulitan umum dalam pemodelan kurva histerisis
berhubungan dengan banyak kemungkinan mengingat data pengukuran bersifat ’bulk’.
Selain itu sifat bahan magnet sangat bergantung pada suhu sehingga untuk mendapatkan
pemodelan kurva histerisis yang akurat, maka perubahan suhu selama pengukuran harus
dapat diukur dengan tepat. Namun pada kenyataannya dalam perhitungan suhu sering
dianggap tidak berubah selama pengukuran.
Berdasarkan tingkat ketelitiannya pemodelan histerisis magnetik dapat dibagi
menjadi tiga kelompok besar. Kelompok pertama mendekati masalah histerisis dari sudut
pandang mekanika kuantum, kelompok ini memiliki ketelitian yang paling tinggi yaitu
sampai ke tingkat atom. Kelompok kedua menggunakan analisis mikromagnetik dengan
ketelitian hingga tingkat domain (satu domain terdiri dari lebih kurang 1012
-1015
atom )
untuk meneliti masalah histerisis. Kelompok ketiga memiliki tingkat akurasi yang paling
rendah menggunakan analisis makromagnetik yang didasarkan pada prinsip-prinsip fisika
dan model-model yang mengikuti hubungan input-output nonlinear [1].
Model Jiles-Atherton (JA) mulai dikenal sejak tahun 1984, ketika D.C. Jiles dan
D.L. Atherton mempublikasikan jurnal mereka dengan judul “Theory of ferromagnetic
histerisis” pada Journal on magnetism and magnetic materials [2]. Pada jurnal tersebut
1
2
mereka membagi magnetisasi menjadi dua komponen yaitu magnetisasi reversibel akibat
rotasi domain dan magnetisasi irreversibel karena adanya pergerakan domain wall.
Penjelesan lebih mendalam tentang model JA akan ditemukan pada Bab II di tesis ini.
Pada tesis ini digunakan model JA untuk melakukan karakterisasi dari suatu
sampel bahan magnetik. Penggunaan model JA dipilih diantara model histerisis yang lain
dikarenakan model JA memiliki beberapa kelebihan yaitu : dinyatakan dengan persamaan
differensial, hanya menggunakan 5 parameter model dan penentuan parameter dapat
dilakukan dengan pengukuran loop histerisis tunggal [3].
Telah banyak usaha dilakukan oleh para ilmuwan untuk mendapatkan parameter
model JA dari data pengukuran VSM (Vibrating Sample Magnetometer). D.C. Jiles dan
J.B. Thoelke [4] menggunakan suseptibilitas pada titik asal, koersifitas, magnetisasi
remanen dan koordinat histerisis pada ujung loop untuk memperoleh parameter model
JA. Teknik lain penentuan parameter model JA dengan algoritma simulated annealing
dan penskalaan seperti dilakukan oleh D. Lederer et. al. [3]. Algoritma genetika
digunakan sebagai cara lain untuk mendapatkan parameter model JA seperti dilakukan
oleh Miouat Azzouz [5], P.R. Wilson et. al. [6] dan J.V. Leite et. al. [7].
Pada tesis ini penentuan parameter JA dari data yang diperoleh melalui
pengukuran dengan VSM dilakukan dengan menggunakan algoritma genetika. Algoritma
genetika (AG) dipopulerkan oleh Holland (1975) dan Goldberg (1986) adalah suatu
algoritma pencarian yang menirukan evolusi makhluk hidup secara alami. AG
menggunakan populasi sebagai calon solusi terhadap suatu masalah, lalu membuat
populasi tersebut berevolusi secara berulang-ulang dengan menerapkan operator-operator
stokastik [3]. Pada setiap generasi dihasilkan ketururunan melalui proses pemilihan
3
individu untuk menjadi orangtua dengan berdasarkan tingkat kecocokannya, lalu
orangtua yang terpilih itu menghasilkan keturunan dengan menggunakan operator-
operator genetika seperti pindah silang, mutasi dan elitisme.
Program MATLAB digunakan untuk membuat model JA dan untuk mendapatkan
parameter model JA dari satu set data percobaan. MATLAB ( MATrix LABoratory )
merupakan bahasa pemrograman tingkat tinggi yang berbasis pada matriks sering
digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah analisis numerik, pengembangan
algoritma, pemodelan, analisa data dan optimasi.
1.2. Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan model JA untuk bahan ferromagnetik dengan menggunakan bahasa
pemrograman MATLAB.
2. Meneliti pengaruh parameter model JA pada koersivitas, magnetisasi remanen
dan suseptibilitas magnetik bahan.
3. Melakukan pencocokan kurva pengukuran dengan model JA untuk bahan nickel
dan barium ferrit dengan menggunakan algoritma genetika.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai alat bantu untuk
menganalisa hasil pengukuran VSM dan dapat diaplikasikan untuk melakukan simulasi
disain bahan ferromagnet. Dengan demikian dapat lebih menghemat waktu dan biaya
produksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengantar
Ketika sebuah bahan ditempatkan pada daerah yang dipengaruhi medan magnet
eksternal (H dinyatakan dalam A/m), bahan itu akan memberikan reaksi yang berbeda-
beda. Reaksi bahan ini dapat dinyatakan dengan magnetisasi bahan (M dinyatakan dalam
A/m). Kombinasi dari medan magnet Eksternal (H), magnetisasi bahan (M) akan
menghasilkan induksi magnet (B dinyatakan dalam Tesla atau wb/m2
), secara matematis
dapat dituliskan
)(0 MHB += µ (2.1)
Untuk dapat mengelompokkan berbagai macam bahan berdasarkan reaksinya
apabila ditempatkan pada medan eksternal, maka diperlukan penjelasan tentang beberapa
sifat bahan berkaitan dengan keberadaan medan magnet luar tersebut, yaitu permeabilitas
dan suseptibilitas. Permeabilitas, µ didefinisikan sebagai perbandingan induksi magnetik
dengan medan magnet eksternal.
H
B
=µ (2.2)
Dan suseptibilitas,χ didefinisikan sebagai perbandingan magnetisasi bahan terhadap
medan magnet eksternal
H
M
=χ (2.3)
Karena B dan M dapat berupa fungsi linear atau nonlinear dari H, tergantung
kepada jenis material atau medium maka perlu ditekankan disini bahwa µ dan χ mungkin
4
5
bernilai tetap atau mungkin juga tidak bernilai tetap. Oleh karena itu digunakan
differensial permeabilitas dan suseptibilitas seperti berikut
dH
dB
='
µ (2.4)
dH
dM
='
χ (2.5)
Berbagai jenis bahan magnetik dikelompokkan berdasarkan suseptibilitas bulk.
Kelompok pertama disebut bahan diamagnetik yaitu bahan dengan χ kecil dan bernilai
negatif, χ ≈ -10-5
. Bahan ini memberikan respon magnetik yang berlawanan terhadap
medan magnetik yang diberikan kepadanya. Contoh bahan diamagnetik adalah tembaga,
perak, emas, bismuth dan berilium. Superkonduktor adalah diamagnetik dengan
suseptibilitas mendekati -1 .
Kelompok kedua disebut paramagnetik yaitu bahan dengan χ kecil dan positif,
besar χ antara χ ≈ 10-3
sampai 10-5
. Magnetisasi bahan ini lemah tetapi spin magnetiknya
searah dengan medan magnet luar. Contoh bahan paramagnetik adalah alumunium,
platinum dan mangan.
Kelompok ketiga disebut ferromagnetik, bahan ini paling sering digunakan
dibandingkan dengan kedua kelompok di atas. Suseptibilitas ferromagnetik bernilai
positif dan jauh lebih besar dari 1, biasanya mempunyai nilai χ ≈ 50 sampai 10.000.
Contoh bahan ferromagnetik adalah besi, cobalt, nickel, dan beberapa unsur tanah jarang
serta alloynya [8]. Pada bahan ferromagnetik χ dan µ tidak bernilai tetap, keduanya
dipengaruhi secara kuat oleh medan magnet eksternal, H dan riwayat bahan tersebut.
6
2.2. Bahan Ferromagnetik
2.2.1. Histerisis Ferromagnetik
Histerisis adalah suatu sifat yang dimiliki oleh sistem dimana sistem tidak secara
cepat mengikuti gaya yang diberikan kepadanya. Tetapi memberikan reaksi secara
perlahan, atau bahkan sistem tidak kembali lagi ke keadaan awalnya [1].
Bahan ferromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada pada
medan magnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa
spin elektron dan momen magnetik bahan ferromagnetik tersusun secara teratur.
Cara yang paling umum untuk menyatakan magnetisasi bulk dari bahan
ferromagnetik adalah dengan memetakan induksi magnetik, B untuk kuat medan magnet
eksternal, H yang berbeda-beda. Cara lain adalah dengan memetakan magnetisasi bahan,
M untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Kedua cara tersebut
memberikan informasi yang sama, karena antara B, M dan H memenuhi persamaan (2.1).
Loop histerisis biasanya digambarkan seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.1.
Loop histerisis untuk bahan ferromagnetik
(diambil dari makalah [9 ] hal. 12)
7
Kesesuaian penerapan bahan ferromagnetik ditentukan oleh karekteristik loop
histerisis. Sebagai contoh untuk penerapan transformer memerlukan bahan dengan
permeabilitas yang tinggi dan kerugian histerisis yang rendah karena untuk transformer
diperlukan pengubahan energi listrik yang efisien.
Informasi yang diperoleh dari kurva histerisis magnetik berupa magnetisasi jenuh,
remanen, koersifitas dan differensial permeabilitas. Penjelasan lebih rinci adalah sebagai
berikut
2.2.1.1. Magnetisasi Jenuh
Dari kurva histerisis dapat dilihat bahwa bahan ferromagnetik mulanya tidak
termagnetisasi. Pemberian medan magnet H menyebabkan induksi magnet meningkat
mengikuti medan magnet luar. Apabila H meningkat tajam maka magnetisasi akhirnya
mengalami kejenuhan pada nilai M0. Ini mewakili keadaan dimana semua dipol
magnetik di dalam bahan telah menjadi searah dengan medan magnet luar, H.
Magnetisasi jenuh hanya tergantung pada besar momen magnet m dan banyaknya atom
per satuan volume n serta tidak bergantung kepada struktur bahan. Sehingga magnetisasi
jenuh pada volume V besarnya
nmM =0 (2.6)
Magnetisasi jenuh terjadi ketika semua dipol magnet telah searah dengan medan
magnet luar dapat tercapai pada suhu 0 K. Pada suhu di atas 0 K, momen magnet
memiliki energi termal yang menyebabkannya berputar di sekitar arah medan magnetik
seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. Perputaran arah momen magnet ini menjadikan
8
momen magnet di dalam volume V tidak sepenuhnya searah dengan medan magnet H.
Oleh karena itu didapat nilai magnetisasi jenuh lebih rendah dari M0, nilai magnetisasi
jenuh pada suhu di atas 0 K disebut magnetisasi jenuh teknis. Magnetisasi jenuh dari
beberapa bahan ferromagnetik ditunjukkan pada tabel 2.1.
Gambar 2.2
Penyearahan momen magnet bahan ferromagnet
(a) pada suhu 0 K (b) pada suhu di atas 0 K
Tabel 2.1
Magnetisasi jenuh beberapa bahan ferromagnetik
Bahan (106
A/m)
Besi 1,71
Cobalt 1,42
Nickel 0,48
Permalloy (78% Ni; 22% Fe) 0,86
Supermalloy (80% Ni; 15% Fe; 5% Mo) 0,63
Metglas 2605 (Fe80B20) 1,27
(Diambil dari buku Introduction to Magnetism and Magnetic Material [8] hal. 71 )
2.2.1.2. Remanen
Magnetisasi remanen adalah magnetisasi yang masih tersisa ketika medan magnet
luar dikurangi hingga nol. Dalam penggunaannya, istilah remanen (remanence)
9
dibedakan dengan remanent . Istilah remanen digunakan untuk menggambarkan keadaan
magnetisasi atau induksi yang tersisa setelah bahan mencapai kejenuhan kemudian
medan magnet luar dihilangkan hingga nol, sedang magnetisasi remanent digunakan
untuk menyatakan keadaan magnetisasi yang tersisa setelah bahan mengalamani
magnetisasi pada tingkat sembarang lalu medan magnet dikurangi hingga nol. Oleh
karena itu remanen menjadi batas atas untuk remanent [8].
2.2.1.3. Koersifitas
Induksi suatu bahan dapat dikurangi hingga mencapai nol dengan memberikan
medan magnet luar yang berlawanan sebesar Hc pada bahan itu. Medan magnet Hc itu
disebut koersifitas. Koersifitas sangat tergantung pada keadaan sampel, yaitu dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti perlakuan panas maupun deformasi.
Seperti halnya dengan remanen, perbedaan pengertian dibuat antara medan
koersif dan koersifitas. Medan koersif adalah kuat medan magnet yang diperlukan untuk
mengurangi magnetisasi atau induksi magnetik sampai mencapai nol dari nilai
sembarang. Sedangkan koersifitas adalah kuat medan magnetik yang diperlukan untuk
menurunkan magnetisasi atau induksi magnetik sampai nol dari keadaan magnetisasi
jenuh.
Koersifitas intrinsik dilambangkan dengan Hci adalah kuat medan magnet pada
saat magnetisasi dikurangi sampai nol. Pada bahan soft magnetic Hc dan Hci bernilai
hampir sama, dan biasanya tidak perlu ada pembedaan diantara keduanya. Sedang pada
bahan hard magnetic terdapat perbedaan nyata antara Hc dan Hci [1]. Koersifitas (Hc)
adalah kuat medan magnet eksternal yang diperlukan untuk membuat induksi magnetik
10
sampel menjadi nol sedangkan koersifitas intrinsik (Hci) adalah kuat medan magnetik
eksternal yang diperlukan untuk membuat magnetisasi bahan menjadi nol. Perbedaan
pengertian koersifitas dan koersifitas intrinsik ditunjukkan oleh gambar 2.3.
Gambar 2.3
Perbedaan koersifitas dan koersifitas intrinsik
(diambil dari makalah [10 ] )
2.2.1.4. Permeabilitas differensial
Perlu digaris bawahi bahwa permeabilitas µ bukan salah satu parameter yang
berguna untuk mengkarakterisasi bahan ferromagnetik, karena dari loop histerisis dapat
diperoleh sembarang nilai dari µ termasuk µ=∞ pada B = Br, H = 0, dan µ=0 pada medan
koersifitas yaitu B=0, H=Hc.
Permeabilitas differensial µ’
=dB/dH lebih berguna walaupun harus diingat bahwa
µ’
juga nilainya dapat bervariasi tergantung pada H. Permeabilitas differensial maksimum
terjadi pada titik koersifitas H=Hc, B=0, dan permeabilitas differensial awal yaitu
kemiringan mula-mula pada kurva magnetisasi di titik asal. Informasi yang diperoleh dari
permeabilitas differensial lebih berguna karena dapat dihubungkan dengan jumlah dan
kuat pinning site serta stress yang diberikan [8].
11
Magnetisasi jenuh M0 akan memberikan batas magnetisasi maksimum yang dapat
dicapai pada suhu 0 K. Sedangkan pada suhu lebih besar dari 0 K dan di bawah
temperatur Curie magnetisasi jenuh akan mencapai nilai Ms, di mana Ms lebih kecil
daripada Mo. Lebar loop pada sumbu H adalah dua kali medan koersifitas Hc, sedang
tinggi loop histerisis pada sumbu M adalah magnetisasi remanen MR. Orientasi loop
histerisis secara menyeluruh dapat dinyatakan dengan µ’
max yaitu kemiringan kurva pada
titik koersifitas. Rugi histerisis WH adalah parameter yang juga independen seperti halnya
permeabilitas awal µ’
in [8].
Dari uraian di atas diharapkan dapat dikarakterisasi magnetik bulk suatu bahan ke
dalam lima atau enam parameter bebas. Parameter-parameter tersebut adalah (1)
koersifitas, (2) remanen, (3) rugi histerisis, (4) permeabilitas awal, (5) permeabilitas
maksimum dan (6) magnetisasi jenuh atau induksi magnetik jenuh. Tabel berikut
menunjukkan nilai 5 parameter dari beberapa bahan ferromagnetik dengan permeabilitas
tinggi.
Tabel 2.2.
Sifat magnetik bahan ferromagnet dengan permeabilitas tinggi. Permeabilitas relatif pada
induksi magnet 2T (µ2T), permeabilitas realtif maksimum (µmax), induksi magnet jenuh
(Bs), rugi histerisis d.c. (WH), dan koersifitas (HC).
Bahan µ2T µmax Bs
(tesla)
WH
(J/m3
)
HC
(A/m2
)
Besi murni 5000 180000 2,15 30 4
Besi 200 5000 2,15 500 80
Besi-4%Si 500 7000 1,97 350 40
Cold Rolled Steel 180 2000 2,1 - 144
45 Permalloy 2500 25000 1,6 120 24
78 Permalloy 1000000 800000 0,8 - 0,16
(Diambil dari buku Introduction to Magnetism and Magnetic Material [8] hal. 91 )
12
Penyebab terjadinya histerisis karena adanya ketidaksempurnaan, baik yang
disebabkan oleh dislokasi atau elemen ketidakmurnian dalam logam serta magneto
crystalline anisotrophy. Hal ini akan menyebabkan peningkatan rugi energi selama
proses magnetisasi.
Apabila keberadaan cacat dan anisotropi pada bahan diabaikan, akan didapatkan
bahan yang bebas histerisis. Magnetisasi akan menjadi fungsi tunggal dari H dan
reversibel. Fungsi anhisterisis ini diperlihatkan pada persamaan 2.7 dan gambarnya
ditunjukkan oleh gambar 2.4.






−= )()(coth
H
a
a
H
MM ss (2.7)
Gambar 2.4.
Kurva anhisterisis
2.2.2. Vibrating Sample Magnetometer [11]
Vibrating sample magnetometer (VSM) pertama sekali ditemukan oleh Simon
Foner. Momen magnetik sampel dideteksi dengan menempatkan koil di dekat sampel
yang bervibrasi di dalam medan magnet yang dapat diatur. Medan magnet dapat
13
dihasilkan dengan menggunakan bahan elektromagnet, magnet superkoduktor, atau bitter
magnet.
VSM menggunakan teknik induksi, yaitu dengan menempatkan sampel di ujung
batang kaku yang terhubung dengan resonator mekanik. Resonator berosilasi sehingga
mengakibatkan sampel juga berosilasi pada arah vertikal dengan frekuensi tetap ω. Di
sekitar sampel ditempatkan koil. Ketika sampel bergerak, medan magnet sampel yang
sebanding dengan momen magnet, mengubah fluks magnetik melalui koil. Perubahan
fluks magnet ini pada gilirannya menginduksikan arus yang dapat diamplifikasi dan
dideteksi menggunakan lock in amplifier. Medan magnet eksternal diberikan oleh
elektromagnet horizontal.
Gambar 2.5
Diagram sebuah VSM
(diambil dari [12])
Vibrating sample Magnetometer (VSM) adalah adalah alat yang digunakan untuk
mengukur beda induksi magnetik antara daerah yang di dalamnya terdapat spesimen dan
daerah yang di dalamnnya tidak ada spesimen.
VSM yang digunakan pada penelitian ini adalah VSM tipe OXFORD VSM1.2H.
Alat ini merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat
14
magnetik bahan. Dengan alat ini akan diperoleh informasi berupa besaran-besaran sifat
magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva
histerisis ( gambar 2.1 ), sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat
magnetik bahan sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan.
Spesifikasi dari VSM tipe OXFORD VSM1.2H ditunjukkan oleh tabel 2.3 berikut
ini.
Tabel 2.3
Spesifikasi VSM tipe OXFORD VSM1.2H
Sistem medan magnet luar
Tipe
Daerah kerja
Laju perubahan medan maksimum
Resolusi medan
Stabilitas medan
Elektromagnet horizontal
-1 T s/d 1 T
50 Gauss/detik
1 Gauss
1 Gauss
Sistem perubah suhu lingkungan
Tipe
Suhu operasi
Stabilitas suhu
Perubahan suhu
Cryostat dengan aliran cryogen kontinu
(4,2 – 300 ) K (dengan pendingin He cair)
(90 – 300 ) K (dengan pendingin N2 cair)
0,05 K (4,2 – 77 ) K, 0,1 K (77 – 300) K
10 K dalam 10 menit dengan 0,2 K lonjakan
Sistem pengukuran
Daerah pengukuran tegangan
Konstan waktu pengukuran
Sinyal latar belakang
Resolusi pengukuran
Daerah penempatan sampel
Akurasi penempatan sampel
Rotasi sampel
Amplitudo getaran
Frekuensi getaran
(0,1 – 1000) mV
1 ms – 10 s
5x10-4
emu/ T
1x10-4
emu
20 mm
0,005 mm
7200
(0-1,5) MM
(40 – 80)Hz (untuk sistem ini frekuensi diatur tetap
pada 55 Hz)
Sistem Pengendali dan Pengolah Data
Perangkat keras
Perangkat lunak
PC Pentium 166
OXFORD ObjectBench Software
(diambil dari makalah yang ditulis oleh Mujamilah et. al [11] )
15
2.3. Model Jiles Atherton (JA)
2.3.1. Penurunan Model Jiles-Atherton [4 dan 5]
Pada bagian ini akan dibahas penurunan persamaan yang akan digunakan untuk
model bulk ferromagnet. Pertama akan dibicarakan model Langevin untuk paramagnet,
lalu modifikasi yang dilakukan Weiss dan akhirnya model JA.
Langevin menggunakan asumsi bahwa tidak ada interaksi antara momen
magnetik dalam bahan paramagnetik serta menggunakan statistik Maxwell-Boltzmann
untuk mengevaluasi probabilitas p sembarang elektron yang menempati keadaan energi E
pada temperatur T.
Tk
E
B
eEp
−
=)( (2.8)
Banyaknya momen magnetik yang berada pada sudut θ dan dθ terhadap arah
medan eksternal adalah
θ
θµ
θ
θ
θµ
θ
π
d
Tk
mH
d
Tk
mH
N
dn
B
B
)
cos
(expsin
)
cos
exp(sin
0
0
0
∫
= (2.9)
Magnetisasi M adalah jumlah proyeksi semua momen magnetik pada arah medan magnet
H.
∫
∫
∫
==
π
π
π
θ
θµ
θ
θ
θµ
θθ
θ
0 0
0
0
0
)
cos
(expsin
)
cos
exp(sincos
cos
d
Tk
mH
d
Tk
mH
Nm
dnmM
B
B
(2.10)
Evaluasi persamaan di atas akan menghasilkan persamaan magnetisasi bahan
paramagnetik sebagai fungsi medan magnet (H) dan temperatur (T).
16






−= )()coth(
0
0
mH
Tk
Tk
mH
NmM B
B µ
µ
(2.11)
Dimana Ms=Nm adalah magnetisasi jenuh.
Pada temperatur tinggi,
kT
mH0µ
<<1, ini akan mengantarkan pada hukum Curie.
kT
HmN
M
3
2
0µ
= , karena
T
C
kT
mN
H
M
===
3
2
0µ
χ (2.12)
Apabila pendekatan di atas diterapkan pada bahan ferromagnetik maka terlebih
dahulu perlu dilakukan koreksi pada asumsi bahwa tidak ada interaksi diantara momen
magnetik. Karena pada bahan ferromagnetik terdapat kopling diantara momen magnet
yang berperilaku seperti medan magnet kuat yang berusaha menyearahkan momen
magnet di dalam domain. Medan rerata Weiss yang sebanding dengan magnetisasi bulk
M, Hweiss= αM dapat digunakan untuk menyatakan kopling magnetik. Akibatnya medan
magnet efektif (He) yang dialami oleh momen magnet individual adalah
MHHe α+= (2.13)
Dengan mengganti H dengan He pada model Langevin untuk paramagnet, model
Langevin-Weiss menggambarkan magnetisasi anhisteris pada bahan ferromagnetik.
( )
coth
( )
o
an s
o
m H M kT
M M
kT m H M
µ α
µ α
  + 
= −    +    
(2.14)
dimana
o
B
m
a
k T
µ
= (2.15)
sehingga persamaan (2.13) dapat dituliskan
17
( )
coth
( )
an s
H M a
M M
a H M
α
α
  + 
= −   
+    
(2.16)
Disamping mempertimbangkan kopling antar individu momen magnetik, Jiles dan
Atherton juga menggunakan medan rerata Weiss untuk menyatakan kopling antar domain
dan mengembangkan model histerisis berdasarkan disipasi energi akibat pergerakan
domain wall di dalam pengaruh medan magnet. Pergerakan domain wall di bawah
pengaruh medan magnet, sehingga seluruh volume domain yang disejajarkan dengan arah
medan. Jika luasan domain wall yang memiliki sudut 1800
terhadap medan magnet
eksternal bergerak sejauh dx, perubahan magnetisasinya menjadi
AdxMdM s2= (2.17)
Sedang untuk domain wall yang memilki sudut selain 1800
, perubahan magnetisasinya
adalah
AdxMdM s )cos1( θ−= (2.18)
Gerakan domain wall tersebut dihambat oleh pinning sites yang dihasilkan oleh
cacat di dalam bahan yang menginduksi energi minimum lokal ketika domain wall
memotong atau melaluinya. Diperlukan energi lebih oleh domain wall untuk melewati
daerah energi minimum lokal ini, yang menghasilkan rugi histerisis. Model ini
menganggap distribusi pinning site homogen dan isotropik dengan kerapatan pinning site
n dan setiap pinning site memiliki rerata energi pinning sama. Jika sebuah domain
bergerak sejauh dx, energi yang hilang karena domain wall pinning adalah
AdxndELoss πεµ0= (2.19)
Untuk domain dengan sudut bukan 1800
, rugi energinya adalah
AdxndEloss )cos1(
2
1
0 θεµ π −= (2.20)
18
Persamaan 2.19 dapat ditulis ulang dengan memasukkan suku dM pada persamaan 2.17
kdM
M
dMn
dE
s
loss 0
0
2
µ
εµ π
== (2.21)
dengan
sM
n
k
2
πε
= . Persamaan di atas mengandung arti bahwa rugi energi karena gerak
domain wall sebanding dengan perubahan magnetisasi. Apabila tidak ada pinning site
seluruh energi yang diberikan kepada bahan akan sama dengan energi magnetostatik
bahan, ini adalah magnetisasi anhisterisis. Pada kasus histerisis, energi yang diberikan
kepada bahan sama dengan energi magnetostatis ditambah rugi histerisis. Energi
magnetostatis di dalam bahan adalah energi anhisterisis tanpa pinning, dikurangi rugi
energi karena domain wal pinning [7].
∫ ∫ ∫−= e
e
eeanee dH
dH
dM
kdHHMdHHM )()()( 000 µµµ (2.22)
Dengan mendiferensialkan persamaan integral di atas, akan menghasilkan






−=
e
eane
dH
dM
kHMHM )()( (2.23)
( )
k
MM
dH
dM an
e
−
= (2.24)
Dengan menyatakan medan efektif He ke dalam suku-suku H dan αM akan menghasilkan
( )
)( MMk
MM
dH
dM
an
an
−−
−
=
αδ
(2.25)
Dimana δ mengambil nilai +1 ketika H bertambah pada arah positif (dH/dt > 0), dan -1
ketika H bertambah pada arah negative (dH/dt < 0), untuk menjamin bahwa pinning
selalu melawan perubahan magnetisasi. Harus dicatat bahwa persamaan diferensial (2.25)
adalah untuk komponen magnetisasi irreversibel.
19
( )
)( irran
irranirr
MMk
MM
dH
dM
−−
−
=
αδ
(2.26)
Selama proses magnetisasi, komponen magnetisasi reversibel yang dapat berupa
lengkungan domain wall, translasi reversibel atau rotasi domain wall secara reversibel.
Komponen magnetisasi reversibel Mrev dianggap sebanding dengan selisih antara
Magnetisasi anhisterisis (Man) dengan magnetisasi irreversibel (Mirr), dengan konstanta
reversibilitas c. Sehingga total magnetisasi M adalah penjumlahan magnetisasi
reversibel dengan magnetiasi irreversibel.
M=Mrev + Mirr = anirr cMMc +− )1( (2.27)
Sedangkan magnetisasi reversibel adalah selisih antara magnetisasi anhisteris dan
magnetisasi irreversibel dikalikan dengan suatu konstanta c [9].
)( irranrev MMcM −= (2.28)
Dimana koefisien konstanta c bernilai diantara 0 (magnetisasi irreversibel
sempurna) sampai 1 (magnetisasi reversibel sempurna). Model Jiles-Atherton
memasukkan komponen reversibel dan irreversibel, dan dapat dinyatakan sebagai [7 dan
16]
( )
dH
dM
c
MMk
MM
c
dH
dM an
an
an
M +
−−
−
−=
)(
)(
1
αδ
δ (2.29)
Untuk menyelesaikan persamaan diferensial orde satu di atas secara numerik
maka persamaan (2.29) dipilah menjadi Mrev dan Mirr. Bagian pertama dari persamaan
2.29 adalah magnetisasi irreversibel dan dapat dipecahkan secara cepat dengan metode
Euler. Bagian kedua
dH
dM
c an
adalah magnetisasi reversibel, sehingga dapat digantikan
20
dengan persamaan 2.28. Suku δM pada persamaan 2.29 digunakan untuk menjamin nilai
dH
dM
selalu positif atau nol tetapi tidak bernilai negatif.
δM= (2.30)
Apabila persamaan (2.29) diimplementasikan ke dalam program komputer maka
akan diperoleh model loop histerisis berbentuk sigmoid seperti pada gambar (2.1). Jika
parameter pada model JA diubah maka model tersebut dapat digunakan untuk
meramalkan magnetisasi pada bahan soft magnetic, hard magnetic dan magnetisasi
anhisterisis.
Seperti terlihat dari persamaan (2.16) dan (2.29) bahwa pada model Jiles-Atherton
terdapat 5 parameter yaitu α, a,c,k dan M s[9].
α : Kuat interaksi domain
a : Aspek termal dan diperkenalkan oleh Langevin ketika mendefinisikan perilaku
anhisterisis.
c : Komponen magnetisasi reversibel
k : Kerapatan pinning site
Ms : Magnetisasi jenuh teknis
2.3.2. Penentuan parameter model [4 dan 8]
Parameter model JA dapat diperoleh dari data eksperimen loop histerisis dengan
proses inversi atau kebalikan dari pembuatan plot model ke bentuk grafik. Cara ini
0, jika dH/dt <0 dan Man-M ≥0
0, jika dH/dt >0 dan Man-M ≤0
1, selain dari itu
21
diusulkan oleh D.C. Jiles dan J.B. Thoelke [4]. Menurut mereka untuk memperoleh solusi
dari persamaan anhisteritis, maka terlebih dahulu kita perlu dapatkan suseptibilitas pada
titik asal kurva M-H. Dengan mendiferensialkan persamaan 2.16 akan diperoleh
s
s
an
HM
an
M
M
dH
dM
αα
χ
−
==





== 3
'
0;0
(2.31)
Persamaan di atas memberikan batasan untuk mendapatkan α dan a. Selanjutnya
suseptibilitas awal untuk kurva yang sedang naik (δ= +1) dapat diperoleh dari persamaan
2.29.
α
χ
3
'
0;0
s
in
MH
cM
dH
dM
==





==
(2.32)
Penentuan koersifitas ditentukan dengan parameter rugi (k), untuk bahan yang
sangat soft magnetik, dan jika k dan Hc diukur dalam satuan yang sama, maka
cHk = (2.33)
Tetapi jika k dan Hc menjadi lebih besar, persamaan sederhana di atas dapat digantikan
dengan












−
−
+
−
=
dH
HdM
c
cc
HM
k
can
can
)(
1
1
1
)(
max
'
χ
α (2.34)
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menghitung k jika diketahui medan koersifitas
Hc dan suseptibilitas diferensial maksimum χmax, dan dengan diketahui parameter α, a
dan c.
Untuk mendapatkan parameter-parameter lainnya kita membutuhkan informasi
tambahan. Magnetisasi remanen dapat digunakan untuk memperoleh parameter lain yang
belum diketahui.
22












−
+
−
+=
dH
MdM
c
c
k
MMM
Ran
rem
RanR
)(
1
)
1
(
)(
'
χ
α
(2.35)
Setelah metode di atas, berikutnya dikembangkan metode-metode lain untuk
mendapatkan kelima parameter model JA. Di antaranya adalah yang dilakukan oleh D.
Lederer dan kawan-kawan (1999) dengan menggunakan metode simulasi annealing dan
P.R. Wilson, Neil J dan A. Brown (2001) menggunakan metode algoritma genetika
dengan kodifikasi binari, serta J.V. Leite dan kawan-kawan menggunakan algoritma
genetika dengan kode real.
2.4. Algoritma genetika
2.4.1. Komponen Algoritma genetika
Algoritma genetika adalah algoritma pencarian yang didasarkan pada mekanisme
seleksi alamiah dan genetika alamiah [John Holland]. Kemunculan AG diilhami oleh
teori-teori dalam ilmu biologi . Sesuai dengan namanya proses-proses dalam AG sama
dengan proses-proses yang terjadi dalam evolusi biologi [13].
Istilah-istilah yang digunakan dalam AG memiliki kemiripan dengan istilah yang
ada pada ilmu genetika. Istilah kromosom digunakan untuk menyatakan kumpulan
karakter yang mewakili solusi dari masalah yang ingin dipecahkan. Sebuah kromosom
adalah individu yang tersusun atas sejumlah gen. Sementara satu gen mewakili satu
variabel solusi, sehingga jika ada lima gen di dalam satu kromosom maka itu berarti
masalah yang ingin dipecahkan mengandung lima variabel bebas. Sejumlah individu atau
kromosom pada suatu waktu tertentu membentuk suatu populasi. Populasi tersebut
23
berevolusi sehingga hanya individu yang memiliki tingkat kecocokan tinggi yang tetap
dapat bertahan.
Pada dasarnya algoritma genetika memiliki lima komponen, dan terdapat banyak
metode yang diusulkan untuk tiap-tiap komponen tersebut. Lima komponen utama
tersebut adalah.
2.4.1.1. Skema pengkodean
Untuk merepresentasikan variabel atau parameter ke dalam kromosom maka
dilakukan suatu pengkodean. Terdapat tiga skema pengkodean yang umum
digunakan yaitu
• Real number encoding. Pada skema ini nilai gen berada pada interval [0,R],
dimana R adalah bilangan real positif dan biasanya R=1.
• Discrete decimal encoding. Setiap gen bisa bernilai salah satu dari bilangan bulat
dalam interval [0,9].
• Binary encoding. Setiap gen hanya bisa bernilai 0 atau satu.
2.4.1.2. Nilai kecocokan
Suatu individu dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran
performasinya. Di dalam evolusi alam, individu yang dapat bertahan adalah individu
dengan nilai kecocokan yang tinggi, sedang individu dengan nilai kecocokan rendah akan
mati.
Skala kecocokan mengubah nilai mentah kecocokan yang diperoleh dari fungsi
kecocokan menjadi suatu nilai dalam ranah yang dapat dipilih oleh fungsi seleksi.
24
Terdapat dua metode pada skala kecocokan yaitu peringkat (rank) dan top scaling (skala
teratas) . Secara default skala teratas menetapkan 40% individu yang paling cocok
dengan nilai skala tertentu yang sama, dan sisanya memiliki nilai skala nol. Sedangkan
metode peringkat mengubah nilai mentah kecocokan menjadi suatu nilai dalam rentang 1
sampai dengan jumlah individu. Jika tujuan penggunaan AG adalah untuk minimalisasi
suatu fungsi maka individu dengan nilai kecocokan terendah akan diberikan peringkat 1,
kemudian 2 dan seterusnya. Sedang apabila tujuan penggunaan AG adalah untuk
maksimalisasi suatu fungsi maka individu dengan nilai kecocokan tertinggi akan diberi
peringkat 1, yang lebih rendah diberi peringkat 2 dan seterusnya. Perbandingan dari
kedua metode itu disajikan dalam gambar 2.6 [14].
Gambar 2.6
Perbandingan metode peringkat dengan metode skala teratas
2.4.1.3. Seleksi orangtua [14]
Fungsi seleksi bertugas memilih orangtua untuk menghasilkan keturunan yang
akan menghasilkan generasi berikutnya. Pemilihan orangtua ini didasarkan kepada nilai
25
skala dari fungsi kecocokan. Di dalam MATLAB disediakan 6 pilihan metode untuk
memilih orangtua, yaitu
• Stochastic uniform. Setiap individu yang menjadi calon orangtua menempati satu
bagian yang panjangnya sesuai dengan nilai skala individu itu pada suatu garis.
Algoritma ini bekerja dengan cara bergerak sepanjang garis dengan ukuran
langkah yang sama, pada setiap langkah, algoritma memilih satu orangtua pada
bagian yang terkena langkahnya.
• Remainder. Pemilihan orang tua dengan cara ini adalah dengan menggunakan
nilai skala kecocokannya.
• Uniform. Metode uniform memilih orangtua menggunakan harga ekspektasi dan
jumlah orangtua.
• Roulette wheel. Metode ini memilih orangtua dengan cara mensimulasikan roda
roulette, dimana individu calon orangtua ditempatkan pada roda dengan luas
bagian sebanding dengan harga ekspektasinya.
• Tournament. Pemilihan orangtua pada metode ini adalah dengan menetapkan
sejumlah individu secara acak untuk mengikuti turnamen, lalu algoritma akan
memilih individu terbaik sebagai orangtua.
• Custom. Memungkinkan pengguna menentukan sendiri fungsi seleksinya.
2.4.1.4. Operator genetika [14]
Untuk memperoleh generasi baru, operator genetika seperti pindah silang, mutasi
dan elitisme diterapkan pada induk yang terpilih melalui proses seleksi. Pindah silang
adalah cara memperoleh individu baru dengan mengabungkan bagian-bagian gen yang
26
dimiliki kedua induk. Pindah silang dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu satu titik
potong, n titik potong, uniform dan heuristik.
Mutasi terjadi dengan probabilitas rendah. Pada proses mutasi sebuah individu
baru diperoleh dengan cara mengubah kode genetik induk. Cara pengubahannya dapat
menggunakan distribusi acak Gauss. Biasanya mutasi sangat jarang terjadi, dalam satu
generasi mungkin hanya satu atau dua individu yang mengalami mutasi.
Untuk menjamin bahwa individu dengan skala nilai kecocokan tinggi dapat
terpilih sebagai orangtua, maka dibuatkan duplikat individu tersebut sebagai calon
orangtua bagi generasi berikutnya. Proses ini disebut elitisme.
Sebagai misal apabila suatu populasi terdiri dari 20 individu, probabilitas pindah
silang 0,8 dan jumlah ellitisme adalah 2, maka pada populasi generasi berikutnya terdiri
dari
0,8 x 20 individu = 16 individu hasil pindah silang
= 2 individu elit
20 – 16 – 2 = 2 individu hasil mutasi
2.4.1.5. Penggantian Populasi
Setelah diperoleh populasi baru melalui proses pindah silang, mutasi dan elitisme
maka populasi tersebut akan menggantikan seluruh anggota populasi sebelumnya. Pada
dunia nyata penggantian populasi seperti ini tidak realistis, karena faktanya individu-
individu dari generasi yang berbeda dapat berada dalam satu waktu. Secara umum skema
penggantian generasi dapat dirumuskan berdasarkan ukuran yang disebut generational
27
gap G. Ukuran ini menunjukkan persentase populasi yang digantikan dalam setiap
generasi.
Pada skema penggantian generasi dengan G =1, artinya seluruh individu anggota
populasi pada satu generasi digantikan oleh individu dari generasi berikutnya. Pada
skema penggantian yang paling ekstrem adalah hanya mengganti satu individu dalam
setiap generasi, yaitu G= 1/N, di mana N adalah jumlah individu dalam populasi. Pada
setiap penggantian populasi selalu dijaga agar jumlah populasi selalu tetap dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Untuk keperluan itu maka beberapa individu di dalam
populasi harus dihapus agar dapat diganti dengan beberapa populasi dari generasi
berikutnya [13]
2.4.2. Cara kerja Algoritma Genetika
Proses pencarian solusi yang terjadi di dalam AG adalah dimulai dengan
membangkitkan N-individu sebagai populasi awal. Lalu tiap-tiap individu di dalam
populasi diuji tingkat kecocokannya dengan menggunakan fungsi obyektif sehingga
masing-masing individu tersebut memiliki nilai kecocokan. Berdasarkan nilai kecocokan
tersebut kemudian dipilih sejumlah individu sebagai calon orangtua. Dengan menerapkan
operator genetika pada orangtua tersebut maka dihasilkan generasi baru yang berjumlah
sama dengan generasi sebelumnya. Generasi baru tersebut memiliki tingkat kecocokan
yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Proses itu berlangsung terus sehingga pada
akhirnya diperoleh individu yang paling mendekati solusi sebenarnya dari fungsi yang
dievaluasi.
28
Diagram alir berikut menggambarkan proses yang terjadi pada algoritma genetika
untuk optimasi suatu fungsi.
Gambar 2.7
Diagram alir algoritma genetika
2.5. Sifat Magnetis Barium Ferrit dan Nickel
2.5.1 Barium Ferrit
Bahan Ferrimagnetik menunjukkan magnetisasi spontan pada temperatur ruang,
seperti halnya bahan ferromagnetik, sehingga hal tersebut menjadikan bahan
ferrimagnetik menjadi penting dalam perindustrian. Seperti halnya bahan ferromagnetik,
bahan ferrimagnetik juga memiliki domain yang tersaturasi dengan sendirinya. Bahan
ferrimagnetik baru dikenal setelah Neel mempublikasikan makalahnya pada tahun 1948,
Mulai
Populasi awal
Evaluasi
fitness
Operator genetika
Populasi baru
Selesai
29
sebelumnya bahan ferrimagnetik selalu diasosiakan dengan bahan ferromagnetik karena
adanya persamaan diantara keduanya. Persamaan bahan ferrimagnetik dengan bahan
ferromagnetik adalah pada terjadinya magnetisasi spontan di bawah temperatur tertentu.
Sedang perbedaannya terletak pada ukuran momen magnetik, bahan ferromagnetik
memiliki momen magnetik berukuran sama sedang pada bahan ferrimagnetik memiliki
ukuran momen magnetik yang berbeda.
Bahan ferrimagnetik dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yang memiliki
struktur kristal berbeda [ 15];
1. Kubik. Rumus umum untuk bahan yang berada pada kelompok ini adalah
MO.Fe2O3, di mana M adalah ion logam divalen seperti Mn, Ni, Fe, Co, Mg
dan lain-lain. Ferrit kobalt CaO.Fe2O3 adalah magnet keras (hard magnetic) ,
tetapi ferrit kubus yang lainnya termasuk magnet lunak (soft magnetic).
2. Hexagonal. Oksida ferrimagnetik heksagonal jumlahnya banyak, tetapi bahan
paling penting secara komersial adalah barium ferrit dengan rumus kimia
BaO.6Fe2O3 (=BaFe12O19) dan Strontium ferrit.
Sel satuan heksagonal yang dimiliki barium ferrit terdiri dari dua molekul
sehingga jumlah atom-atom yang terdapat didalamnya menjadi 2 x 32 = 64 atom.
Parameter kisi barium ferrit adalah sebagai berikut c=23,2 Å dan a=5,88 Å. Ion Ba2+
dan
O2-
berukuran besar dan hampir sama serta bersifat non magnetik, mereka tersusun
sedemikian hingga dalam suatu tatanan close packed. Ion yang lebih kecil Fe3+
terletak
pada lokasi interstisial [14].
Satu-satunya ion yang bersifat magnetik pada barium ferrit adalah ion Fe3+
,
masing-masingnya memiliki momen magnetik 5 µB. Ion-ion Fe3+
ini terletak pada tiga
30
lokasi kristal yang berbeda yaitu tetrahedral, oktahedral dan heksahedral. Secara
keseluruhan magnetisasi jenuh spesifik barium ferrit pada 0 K (σo) adalah 100 emu/gram,
sementara magnetisasi jenuh spesifik pada 20 0
C (σs) besarnya 72 emu/gram. Magnetisasi
jenuh barium ferrit pada 20 0
C (Ms) besarnya adalah 380 emu/cm3
, sehingga 4πMs =
6660.176 Gauss.
Barium ferrit memiliki struktur gabungan antara hcp dan ccp atau fcc, secara
skematik ditunjukkan pada gambar 2.7, terdapat 10 lapisan ion-ion besar (Ba2+
atau O2-
),
dengan 4 ion pada tiap lapisnya. Delapan dari 10 lapisan ini terisi oleh oksigen, sedang 2
lainnya terisi oleh barium. Secara keseluruhan 10 lapis ini dapat dipandang sebagai 4
blok, dengan 2 blok kubus dan 2 blok heksagonal. Pada blok kubus susunan ion oksigen
menempati lokasi tetrahedral dan oktahedral. Pada masing-masing blok heksagonal
sebuah ion barium menggantikan ion oksigen di tengah dari tiga lapisan.
Gambar 2.8
Representasi skematik struktur barium ferrit
(diambil dari buku [15])
31
2.5.2. Nickel [15 dan 16]
Nickel adalah unsur yang menempati golongan 10 dan bilangan periode 4 pada
tabel periodik. Unsur ini memiliki nomor atom 28 dengan massa atom 58,6934 gr/mol
serta konfigurasi elektron [Ar] 3d8
4s2
. Kerapatan padatan nickel adalah 8909 kg/m3
.
Karena Nickel memiliki titik lebur 1728 K ( 1455 0
C ) dan titik didih 3186 K (2913 0
C),
sehingga pada temperatur ruang nickel dijumpai dalam bentuk padat.
Nickel dijumpai pada banyak mineral, terutama pada pentlandite ( (Fe,Ni)9S8 ),
pyrrhotite (besi- nickel sulfat) dan garnierite (magnesium-nickel silikat). Nickel juga
terdapat pada kebanyakan meteorit, sehingga seringkali nickel digunakan untuk
membedakan meteorit dengan mineral lain [16].
Struktur kristal Nickel adalah cubic close packed (ccp) dengan parameter sel a=
b=c=352,4 pm; dan α=β=χ= 900
. Space group yang dimiliki oleh Nickel adalah Fm3m
(space group nomer 225 ). Struktur cubic close packed memiliki tiga lapisan yang
berbeda sebelum polanya berulang lagi dan struktur ini membentuk unit sel kubus
berpusat muka (fcc). Atom-atom pada struktur ini menempati 52% ruang yang tersedia.
Temperatur Curie nickel adalah 626 K, sehingga pada temperatur di atas 626 K
atau 353 0
C Nickel bersifat paramagnetik, sedang di bawah temperatur tersebut Nickel
bersifat ferromagnetik.Pada temperatur ruang Nickel memiliki permeabilitas awal 130
dan permeabilitas maksimum 124. Induksi magnet jenuh Nickel adalah 6050 Gauss dan
memiliki medan magnetik remanen 3250 Gauss serta koersifitasnya 3.0 Oersted. Sedang
magnetisasi spesifik jenuh nickel pada 0 K adalah 221,9 emu/gram. Lebih lengkapnya
data tentang sifat kemagnetan bahan ferromagnetik disajikan pada tabel 2.4.
32
Tabel 2.4
Data unsur ferromagnetik
20 0
C 0 K
Unsur σs
(emu/g)
Ms
(emu/cm3
)
4πMs
(G)
σo
(emu/g)
µH
( µB )
Tc
( 0
C )
Fe 218,0 1714 21580 221,9 2,219 770
Co 161 1422 17900 162,5 1,715 1131
Ni 54,39 484,1 6084 57,50 0,604 358
(diambil dari buku Introduction to Magnetic Material [15] hal 617)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN
KAJIAN TEORI
JILES ATHERTON
MEMBUAT PROGRAM SIMULASI MODEL HISTERISIS
JA DENGAN MATLAB
MENGUJI PROGRAM TERSEBUT DENGAN PARAMETER
SEPERTI YANG ADA PADA MAKALAH [4]
MEMBUAT PROGRAM IDENTIFIKASI PARAMETER MODEL
JA DARI DATA YANG DIPEROLEH DENGAN VSM
MENGUJI PROGRAM TERSEBUT DENGAN DATA YANG
DIBANGKITKAN DARI PARAMETER YANG ADA PADA
MAKALAH [4] DAN [7]
MENGGUNAKAN PROGRAM TERSEBUT UNTUK
MENDAPATKAN PARAMETER JA DARI DATA VSM
UNTUK BAHAN Ni DAN BARIUM FERIT
MENGANALISA PARAMETER YANG DIPEROLEH
DIKAITKAN DENGAN SEJARAH SAMPEL
KESIMPULAN
33
34
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di laboratorium BATAN dan di laboratorium
komputer SMAN 8 Jakarta. Dan, memakan waktu selama kurang lebih satu tahun
tepatnya sejak bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Juni 2006.
3.3. Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1. Alat yang digunakan
Alat yang dipakai pada penelitian ini adalah
• Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
• Laptop IBM thinkpad T22
• X ray Difraction (XRD)
3.3.2. Bahan yang digunakan
Penelitian ini menggunakan bahan sebagai berikut
• Nickel 99,9% berbentuk padatan (bulk)
• Barium ferrit berbentuk padatan
3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian pada tesis ini terdiri dari 6 langkah yang diuraikan sebagai
berikut.
35
1. Melakukan studi literatur tentang bagaimana cara mensimulasikan model JA,
studi dilakukan pada beberapa makalah yang membicarakan masalah tersebut
yaitu [5],[6], [17], [18] dan [19].
2. Membuat program komputer dengan MATLAB untuk mensimulasikan model
JA. Setelah melakukan penelaahan terhadap ketiga makalah di atas, maka
dibuat suatu program simulasi model JA dengan MATLAB. Program ini
mengkombinasikan teknik integrasi tidak gayut waktu [17] dan formulasi
model JA oleh Miouat Azzouz [5].
3. Menguji program tersebut dengan parameter seperti yang terdapat pada
makalah Jiles dan Atherton [4]. Untuk mengetahui seberapa tepat program itu
dengan model JA, dilakukan pengujian kinerja program dengan beberapa set
parameter seperti yang ada pada makalah [4], kemudian membandingkannya
dengan menggunakan program Hystersoft [20].
4. Membuat program komputer dengan MATLAB untuk mendapatkan
parameter dari suatu set data percobaan. Pada saat tesis ini ditulis telah banyak
terdapat beberapa toolbox AG yang dapat digunakan oleh program
MATLAB, tapi pada tesis ini yang digunakan adalah Genetic Algorithm and
Direct Search Toolbox ( GADS ) ver 2.0, dikarenakan toolbox ini telah
tersedia pada MATLAB ver 7.1. yang dirilis pada bulan Agustus 2005.
Penggunaan program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menuliskan
kode program dengan MATLAB, atau menggunakan panel kendali yang
disediakan. Pada tesis ini program MATLAB untuk menentukan parameter
model JA dibuat dengan menggunakan algoritma genetika. Penggunaan
36
algoritma genetika dilakukan dengan cara pengaturan pilihan metode
algoritma genetika melalui panel kendali, kemudian sebuah kode program
MATLAB dibangkitkan berdasarkan metode algoritma genetika yang telah
dipilih.
5. Menguji program tersebut dengan data yang dibangkitkan dari simulasi
model JA dengan menggunakan parameter yang ada pada makalah [4] dan [7].
6. Menggunakan program-program di atas untuk mendapatkan parameter model
JA dari suatu data yang diperoleh melalui pengukuran dengan VSM untuk
bahan nickel 99,9% dan barium ferrit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Program Simulasi Model JA
Penyelesaian model JA seperti yang dinyatakan dengan persamaan 4.1
memberikan tantangan tersendiri, ini terbukti dengan banyaknya laporan penelitian
tentang hal tersebut [1], [3], [5], [6], [7] dan [9].
( )
dH
dM
c
MMk
MM
c
dH
dM an
an
an
M +
−−
−
−=
)(
)(
1
αδ
δ (4.1)
Untuk menyelesaikan persamaan Jiles-Atherton secara numeris, Brian Phelps [17]
menggunakan integrasi gayut waktu dan membagi persamaan tersebut ke dalam tiga
komponen yaitu persamaan diferensial yang menggambarkan magnetisasi total,
magnetisasi anhisterisis dan medan magnet efektif. Hessa Al Junaid dan Tom Kazmierski
[16] menggunakan teknik integrasi tidak gayut waktu. Pada tesis ini digunakan teknik
integrasi tidak gayut waktu .
Sebuah program komputer dibuat dengan MATLAB untuk mensimulasikan gejala
histerisis pada bahan ferromagnetik. Program itu memilah komponen magnetisasi
irreversibel dan magnetisasi reversibel, lalu menjumlahkannya menjadi magnetisasi total.
Program tersebut akan berulang terus mencari magnetisasi total untuk setiap nilai medan
magnet luar dan akan berakhir apabila nilai tmax (user input) terlampaui. Variasi nilai
medan magnet luar diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.2.
sin( )mH H tω= (4.2)
37
38
Secara skematis algoritma penyelesaian numeris dari persamaan 4.1 adalah
sebagai berikut.
Gambar 4.1
Diagram alir model JA
4.2. Validasi Program
4.2.1. Validasi model JA
Validasi program model JA pada tesis ini dilakukan dengan cara membuat kurva
histerisis berdasarkan parameter model JA yang terdapat pada makalah [4]. Selanjutnya
START
Pemberian nilai pada kelima parameter
model JA
Penetapan nilai awal M, Mirr dan Mrev
t <tHmax
Hitung He
Hitung Man
Hitung Mirr
Hitung Mrev
Hitung Mtotal
ya
tidak
STOP
Hitung H
39
kurva histerisis tersebut dibandingkan dengan gambar yang terdapat pada makalah [4].
Hasil perbandingan tersebut ditunjukkan pada gambar 4.2. Gambar 4.2 (a) adalah kurva
histerisis yang diambil dari makalah [4] dan gambar 4.2(b) merupakan kurva histerisis
yang dihasilkan dengan menggunakan program MATLAB.
Gambar 4.2.
Perbandingan kurva M-H
(a) sesuai referensi [4] (b) hasil reproduksi
Dengan membandingkan kedua kurva histeresis tersebut terlihat bahwa keduanya
memiliki kecocokan yang sangat tinggi. Hasil ini memberi keyakinan bahwa sistem
program MATLAB yang disusun telah siap digunakan mensimulasikan model JA.
Data-data lain yang digunakan sebagai pembanding adalah hasil analisa yang
dilakukan oleh Miouat Azzouz [5]. Azzouz dalam perhitungannya memilah komponen
magnetisasi anhisterisis, irreversibel dan reversibel, lalu membuatkan grafik hasil plot M
dengan H. Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan sesuai dengan
makalah [5], yaitu Ms =1,7x106
A/m, k= 2000 A/m, α=0,001, a= 1000 A/m dan c=0,1.
Pada Gambar 4a-4b, dapat dilihat kurva histeresis hasil perhitungan yang dilakukan
dibandingkan dengan hasil perhitungan Azzouz [5].
40
(a)
(b)
Gambar 4.3
Kurva magnetisasi anhisterisis dan magnetisasi irreversibel
(a) Azzouz ; (b) hasil tesis ini
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, tampak bahwa kurva anhisteresis hasil
analisa Azzouz sangat bersesuaian dengan hasil yang diperoleh dari tesis ini, Adapun
untuk kurva magnetisasi reversibel dapat dilihat pada Gambar 5. Tidak jauh berbeda
dengan hasil sebelumnya, perhitungan kurva magnetisasi reversibel yang diperoleh dalam
tesis ini sama dengan yang didapatkan oleh Azzouz.
.
41
(a) (b)
Gambar 4.4
Perbandingan magnetisasi reversibel
(a) Azzouz ; (b) Hasil tesis ini
Proses validasi juga dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh pada
tesis ini dengan program hystersoft yang dibuat oleh Petru Andrei [20].
(a) (b)
Gambar 4.5
Perbandingan kurva histerisis
(a) Hystersoft; (b) Hasil tesis ini
Pada tahap selanjutnya diperlukan suatu program untuk mengenali parameter
yang terdapat pada satu set data eksperimen. Dengan program tersebut diharapkan dapat
42
diperoleh 5 parameter model JA dari suatu data hasil pengukuran berupa magnetisasi (M)
dan medan magnet luar (H), kelima parameter tersebut adalah
α : Kuat interaksi domain
a : Aspek termal dan diperkenalkan oleh Langevin ketika mendefinisikan perilaku
anhisterisis.
c : Komponen magnetisasi reversibel
k : Kerapatan pinning site
Ms : Magnetisasi jenuh teknis
4.2.2. Pengaruh Tiap Parameter Pada Kurva Histerisis [5 dan 9]
Masing-masing parameter pada model JA memberikan pengaruh pada kurva
histeresis secara keseluruhan. Pada bahasan berikut akan dianalisis pengaruh tiap-tiap
parameter pada bentuk kurva histerisis yang dapat diidentifikasi sebagai kuat medan
koersif (Hc), magnetisasi remanen (MR) dan magnetisasi maksimal (Mm).
4.2.2.1. Pengaruh parameter Ms
Pada gambar 4.6. diperlihatkan dua kurva histeresis dengan keempat parameter k,
α, a dan c sama, sedangkan Ms berbeda. Dari gambar tersebut terlihat bahwa magnetisasi
maksimal dan magnetisasi remanen untuk parameter Ms =2,0x106
A/m akan bernilai lebih
besar daripada parameter dengan Ms=1,6x106
A/m. Sedangkan kuat medan koersif untuk
kedua kurva histerisis tersebut adalah sama [5].
43
Gambar 4.6.
Pengaruh parameter Ms pada kurva histerisis
4.2.2.2. Pengaruh parameter k
Pengaruh parameter k pada bentuk kurva histerisis adalah pada kuat medan
koersif, magnetisasi maksimal dan magnetisasi remanen. Kuat medan koersif dan
magnetisasi remanen mengalami kenaikan apabila parameter k bertambah besar, sedang
magnetisasi maksimal mengalami penurunan kecil jika paramater k dinaikkan seperti
terlihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.7
Pengaruh parameter k pada kurva histerisis
44
4.2.2.3. Pengaruh parameter α
Pengaruh parameter α pada bentuk kurva histerisis ditunjukkan pada gambar 4.8.
Peningkatan nilai α akan mengakibatkan kenaikan magnetisasi maksimum, magnetisasi
remanen dan suseptibilitas, sedangkan kuat medan koersif bertambah sedikit.
Gambar 4.8
Pengaruh parameter α pada kurva histerisis
4.2.2.4. Pengaruh parameter a
Parameter a berkaitan dengan aspek termal dan pertama sekali diperkenalkan oleh
Langevin untuk menggambarkan kurva anhisterisis. Apabila nilai a bertambah akan
mengakibatkan suseptibilitas, magnetisasi remanen dan magnetisasi maksimum
berkurang, sedangkan kuat medan koersif mengalami peningkatan sedikit.
Gambar 4.9
Pengaruh parameter a pada kurva histerisis
45
4.2.2.5. Pengaruh parameter c
Parameter c merupakan parameter yang menunjukkan kontribusi magnetisasi
reversibel terhadap magnetisasi total. Pada gambar 4.10 terlihat bahwa semakin besar
nilai c maka magnetisasi maksimum dan magnetisasi remanen akan menurun, kuat medan
koersif akan mengalami sedikit penurunan.
Gambar 4.10
Pengaruh parameter c pada kurva histerisis
4.2.3. Validasi Program Penentuan Parameter
D.C. Jiles dan J.B. Thoelke menggunakan teknik inversi untuk mendapatkan
kelima parameter di atas. Mula-mula harus dihitung suseptibilitas pada titik asal kurva
M-H, koersifitas Hc dan suseptibilitas diferensial maksimum χmax. Kemudian peneliti-
peneliti berikutnya menggunakan teknik simulated annealing dan algoritma genetika.
Peter Wilson et. al melakukan perbandingan penggunaan simualted annealing dan
algoritma genetika pada kecocokan parameter yang diperoleh dengan data percobaan.
Diperoleh kesimpulan bahwa ternyata parameter yang diperoleh dengan menggunakan
AG lebih cocok daripada dengan menggunakan simulated annealing.
46
Selanjutnya pada tesis ini digunakan AG untuk mendapatkan parameter model JA
dari satu set data pengukuran dengan VSM. Terlebih lagi pada MATLAB versi 7.04 telah
tersedia toolbox GADS (Genetic Algorithm and direct Search), yaitu suatu toolbox yang
berisi fungsi-fungsi AG.
Sebelum program ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap
ketepatan program dalam menaksir parameter dari suatu set data percobaan. Lima
parameter yang terdapat pada makalah [4] digunakan untuk membangkitkan nilai M pada
berbagai nilai H. Pasangan data ini M dan H selanjutnya disimulasikan sebagai data
percobaan dan disimpan kedalam file coba.txt. Kelima parameter tersebut adalah
Kurva histeresis yang dihasilkan dari kelima parameter tersebut adalah seperti
yang ditunjukkan oleh gambar 4.11. (a). Kurva ini diperoleh dengan menggunakan
program hystersoft, sedangkan gambar 4.8.(b) adalah kurva yang diperoleh dengan
menggunakan program komputer dengan MATLAB.
Ms = 1,6 x 106
A/m
k = 2000 A/m
α = 0,003
a = 2000 A/m
c = 0,1
47
Gambar 4.11
Perbandingan kurva histerisis antara tesis ini dengan Hystersoft
(a) dengan hystersoft (b) dengan program MATLAB
Kemudian dengan program komputer ingin diperoleh kelima parameter tersebut.
Proses pencarian nilai parameter ini dilakukan beberapa kali sehingga mendapatkan
tingkat kecocokan yang terbaik. Untuk melihat tingkat kecocokan digunakan nilai rata-
rata jumlah kuadrat selisih nilai model dan nilai pada data percobaan atau mean sum
squared error (MSSE) [7].
( )
N
MM
MSSE
N
i
iel∑=
−
= 1
2
modexp
(4.3.)
Opsi algoritma genetika yang ditetapkan untuk tiga kali pengulangan disajikan
pada tabel 4.1.
48
Tabel 4.1
Opsi algoritma genetika
options Pengulangan ke-1 Pengulangan ke-2 Pengulangan ke-3
Batas populasi
awal
[1e6 1500 0 1500 0 ;
2e6 3000 1 3000 1 ]
[1.4e6 1500 0 1500 0
;1.8e6 2500 0.01 2500
0.5 ]
[1.4e6 1500 0 1500 0 ;
1.8e6 2500 0.01 2500 0.5
]
Jumlah populasi 50 50 50
Jumlah elit 5 5 5
Jumlah generasi 200 200 400
Fungsi kecocokan @fitscalingrank @fitnescalingrank @fitnescalingrank
Fungsi pindah
silang
@crossoverheuristic 1.2 @crossoverheuristic 1.2 @crossoverheuristic 1.2
Fungsi mutasi @mutationgaussian 1 1 @mutationgaussian 1 1 @mutationgaussian 1 1
Fungsi seleksi @selectionroulette @selectionroulette @selectionroulette
Berikut adalah parameter yang diperoleh dengan menggunakan algoritma genetika dari
file data coba.txt.
Tabel 4.2
Perbandingan nilai sebenarnya dengan nilai yang diperkirakan
Diperkirakan
Sebenarnya
1 2 3
fval 7,0832 x 107
1,6543 x 106
2,7844 x 105
Ms (A/m) 1,6 x 106
1,6048 x 106
1.5984x 106
1,6035x 106
k (A/m) 2000 1984,0 1981,0 2000,2
α 0,003 0,0028 0.0029 0,0030
a (A/m) 2000 1899,5 1954,2 2031,7
c 0,1 0,1189 0,1249 0,0993
49
Perbandingan antara kurva model dengan kurva data percobaan dapat dilihat pada
gambar 4.12. (a), (b) dan (c) berikut.
Gambar 4.12
Kurva perbandingan M-H antara model dengan data reproduksi
(a) fval = 7.0832 x 107
Ms = 1.6048e x 106
k = 1984,0
α= 0,0028
a = 1899,5
c = 0,1189
(b) fval = 1,6543e x 106
Ms = 1,5984 x 106
k = 1981,0
alpha = 0,0029
a = 1954,2
c = 0,1249
(c) fval = 2,7844e x 105
Ms = 1,6035e x 106
k = 2000,2
α = 0,0030
a = 2031,7
c = 0,0993
50
Perbedaan nilai parameter hasil optimasi dengan nilai sebenarnya dapat
ditentukan dengan rumus
%100x
x
xx
sebenarnya
sebenarnyaoptimasi −
(4.4)
Kesalahan relatif untuk tiap-tiap pengulangan ditunjukkan oleh tabel 4.3.
Pengulangan ke-1 dan pengulangan ke-2 menggunakan opsi yang sama dan dibedakan
pada batas populasi awal. Pada pengulangan ke-2 batasan populasi awal sudah lebih
menyempit dan oleh karena itu diperoleh nilai kecocokan yang lebih kecil. Pada
pengulangan ke-3 digunakan jumlah generasi 400 dan batas populasi awal serupa dengan
pengulangan ke-2. Pada pengulangan ke-3 ini diperoleh nilai kecocokan terendah dan
prosentase kesalahan relatif untuk tiap parameter kurang dari 1,6%. Secara lengkap
kesalahan relatif untuk tiap parameter ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Kesalahan relatif hasil optimasi
ParameterPengulangan ke-
Ms k α a c
1. 0,3% 0,8% 6,67% 5,03% 18,90%
2. 0,1% 0,95% 3,33% 2,29% 24,90%
3. 0,22% 0,01% 0% 1,59% 0,70%
Berdasarkan analisa di atas maka terlihat bahwa nilai hasil optimasi yang
diperoleh untuk tiap parameter model JA dari file coba.txt tidak memiliki perbedaan
signifikan dengan nilai sebenarnya.
51
Sebelum digunakan untuk menentukan parameter dari suatu data pengukuran
dengan VSM, maka terlebih dahulu program tersebut divalidasi lagi dengan data yang
dibangkitkan dari parameter yang terdapat pada makalah [7]. Pada makalah tersebut
disajikan contoh penggunaan algoritma genetika pada dua buah material A dan B.
Pencarian dilakukan pada batas-batas yang telah ditetapkan, kemudian diperoleh
parameter hasil optimasi untuk material A dan B. Penentuan batas-batas parameter yang
dilakukan pada makalah [7] adalah dengan cara trial and error pada sejumlah kecil
individu dan sedikit generasi [7].
Validasi pada tesis ini dilakukan dengan menggunakan batas-batas populasi awal
seperti diberikan pada makalah [7] dan menggunakan metode algoritma genetika seperti
ditunjukkan pada tabel 4.1 pengulangan ke-3.
Perbandingan antara parameter hasil optimasi material A yang diperoleh pada
tesis ini dengan nilai sebenarnya dan kesalahan relatifnya ditunjukkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil optimasi material A
Batas populasi
awal
Nilai sebenarnya Nilai dugaan Kesalahan relatif
Ms (A/m) 1x106
- 2x106
1,453x106
1,4525 x106
0,03%
k (A/m) 25 -100 72,352 72,6804 0,45%
Alpha 5x10-5
– 5x10-4
1,7703 x10-4
1,7383 x10-4
1,81%
a (A/m) 25 - 100 88,424 86,2932 2,41%
c 0,1 – 0,5 0,35025 0,3602 2,84%
52
Perbandingan antara loop histerisis data dan loop histerisis model dengan
parameter hasil optimasi ditunjukkan pada gambar 4.13.
Gambar 4.13
Perbandingan loop histerisis data parameter A dengan model
Dengan menggunakan cara yang sama dilakukan penentuan parameter hasil
optimasi untuk material B. Hasil penentuan parameter tersebut ditunjukkan pada tabel 4.5
di bawah ini.
Tabel 4.5
Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil optimasi material B
Batas populasi awal Nilai sebenarnya Nilai dugaan Kesalahan relatif
Ms (A/m) 1x106
- 2x106
1,589x106
1,58106
0,82%
k (A/m) 150 -750 289,76 288,4244 0,46%
Alpha 5x10-5
– 5x10-4
1001 9380 6,25%
a (A/m) 150 - 750 584,07 546,745 6,45%
c 0,1 – 0,5 0,41775 0,4273 2,29%
53
Perbandingan loop histerisis data dengan loop histerisis model diperlihatkan oleh
gambar 4.13.
Gambar 4.14
Perbandingan loop histerisis data parameter B dengan model
Model JA yang diimplementasikan pada program MATLAB pada tesis ini sudah
berhasil mendekati model JA seperti yang terdapat pada makalah Jiles dan Thoelke [4],
Azzouz dan program hystersoft yang dikembangkan oleh Petru Andrei. Dan dengan
algoritma genetika dapat diperoleh parameter model JA jika diberikan data berupa
pasangan medan magnet luar (H) dan magnetisasi bahan (M).
4.3. Penentuan Parameter Model JA pada bahan Nickel dan Barium Ferrit
4.3.1. Nickel (diameter=0,125 mm dan tebal= 3 mm)
Pada tahap ini program komputer yang telah divalidasi seperti diuraikan di atas
digunakan untuk menentukan parameter model JA pada bahan Nickel 99,9%.
54
Algoritma genetika yang digunakan pada program ini ingin menemukan 5
variabel. Dimulai dengan membangkitkan 50 individu sebagai anggota populasi yang
nilainya diberi batasan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.6
Batasan nilai populasi awal
Ms 3,0x105
-5,0 x105
k 1000 – 5000
Alpha 0 – 1
a 1000 - 5000
c 0 - 1
Pencarian parameter ini dilakukan sebanyak empat kali dengan melakukan
beberapa pengubahan pada fungsi seleksi dan jumlah generasi.Sedangkan batas-batas
nilai populasi awal sama untuk setiap pencarian dan ditunjukkan pada tabel 4.2.
Pemberian batasan pada populasi awal tidak menghalangi algoritma genetika untuk
menemukan solusi di luar batas tersebut.
Pada pencarian pertama dan kedua menggunakan fungsi seleksi stokastik dan
dengan perbedaan pada jumlah generasi, yaitu pada pencarian pertama sebanyak 50
generasi dan pecarian kedua 100 generasi. Sedangkan pada pencarian ketiga dan keempat
menggunakan metode roda roulette dengan jumlah generasi 100 pada pencarian ketiga
dan 200 pada pengulangan keempat. Dari keempatnya terlihat bahwa dengan metode roda
roulette diperoleh nilai kecocokan yang lebih kecil atau tingkat kecocokan lebih tinggi
dan peningkatan jumlah generasi akan memberikan dampak peningkatan tingkat
kecocokan.
55
Parameter yang diperoleh dan nilai kecocokan dari keempat kegiatan pencarian
tersebut ditunjukkan dalam tabel 4.4. sebagai berikut.
Tabel 4.7
Parameter Nickel (diameter=0,125 mm dan tebal= 3 mm) hasil optimasi
No Nilai kecocokan
(x 106
)
Ms
(x105
A/m)
k
(A/m)
α a
(A/m)
c
1 35,273 3,6657 5065,7 -0,3781 2787,2 0,1103
2 36,385 3,6663 4681,8 -0,3725 3015,2 0,1156
3 34,830 3,6569 3402,6 -0,3738 2299,9 0,0985
4 30,252 3,660 4394,2 -0,3928 2006,5 0,0789
Pada pencarian yang keempat diperoleh nilai kecocokan terkecil dibandingkan
dengan ketiga pencarian yang lainnya. Maka kelompok parameter pada pencarian
keempat inilah yang paling mendekati nilai sebenarnya. Perbandingan antara kurva M-H
hasil pengukuran dengan kurva M-H model adalah sebagai berikut.
Gambar 4.15
Perbandingan kurva M-H hasil pengukuran dengan model untuk
bahan Nickel 99,9% (diameter=0,125 mm dan tebal= 3 mm)
56
Pada model di atas, titik-titik acuan yang dapat diidentifikasi adalah Mm =
3.57x105
A/m , MR = 2,113x104
A/m dan Hc = 5746 A/m.
4.3.2. Nickel Batang Kalibrator
Dengan cara seperti pada langkah penentuan parameter model JA bahan Nickel
(diameter = 0,125 mm dan tebal = 3 mm) di atas, maka untuk bahan Nickel batang
kalibrator dimulai dengan menetapkan jangkauan populasi awal. Selanjutnya batas ini
dapat diperbaiki pada pengulangan penentuan parameter berikutnya. Pada pengulangan
pertama digunakan batas-batas seperti diperlihatkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Batasan nilai populasi awal pada bahan nickel batang kalibrator
Ms 3,0 x105
-5,0 x105
k 1000 – 5000
α 0 – 1
A 1000 – 5000
c 0 – 1
Penentuan parameter model JA untuk bahan ini dilakukan sebanyak empat kali
dengan melakukan beberapa variasi terhadap batas-batas populasi awal, hasilnya dapat
dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.8 Parameter hasil optimasi
bahan nickel batang kalibrator
Batas populasi awal Nilai
kecoco
kan
(x107
)
Ms
(A/m)
(x105
)
k
(A/m)
α a
(A/m)
c
[3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 2,6381 3,6819 6651,9 -0,3550 4120,7 0,1255
[3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 2,8595 3,7016 7755 -0,3215 4265,2 0,1719
[3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 4,6152 3,7020 2932,8 -0.3320 5402 0.2042
[3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 4,5323 3,6839 2564,7 -0,3426 4493,3 0,1816
57
(a) (b)
Gambar 4.16.
Perbandingan kurva data hasil pengukuran dengan model
Untuk bahan nickel batang kalibrator
(a) fval=4,6152x107
; (b)fval=2,6381x106
Perbandingan kurva antara data pengukuran dan model ditunjukkan pada gambar
4.13 . Dengan mempertimbangkan hasil-hasil pencarian di atas, maka parameter model
JA yang paling cocok dengan hasil pengukuran adalah pada pencarian ke pertama atau
seperti ditunjukkan pada gambar 4.5.(b). Parameter hasil optimasi tersebut adalah
Ms=3,6819x105
A/m, k=6651,9 A/m, alpha=-0,3550 , a=4120,7 A/m, c=-0,1255. Titik titik acuan
pada gambar 4.5.(a) yang dapat diidentifikasi adalah Mm = 3.52x105
A/m , MR = 1114 A/m
dan Hc = 2355 A/m.
4.3.3. Barium Ferrit
Pencarian parameter dilakukan dengan mengatur pilihan pada algoritma genetika,
kemudian mengubah batas bawah dan batas atas populasi awal. Mula-mula didapati kurva model
yang menyerupai kotak, dan gagal mengikuti kelengkungan pada ujung loop di sekitar titik
magnetisasi remanen. Namun kemudian setelah dilakukan pengubahan batas atas dan batas
58
bawah terutama untuk parameter α dan a, diperoleh kurva model yang memilki tingkat
kecocokan lebih baik dari sebelumnya. Walaupun tetap saja kurva model gagal mendekati secara
baik kurva data hasil pengukuran. Berikut disajikan hasil pencarian parameter model JA barium
ferit dalam tabel 4.7.
Tabel 4.9
Parameter hasil optimasi barium ferrit
Batas populasi awal Nilai
kecocok
an
(x107
)
Ms (A/m)
(x105
)
k
(A/m)
alpha a
(A/m)
c
[3e5 1000 0 0 0 ; 5e5 5000 1
5000 1 ]
464,99 3,322 3601,7 1,0703 7325,7 1,0417
[4e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000
1 5000 1 ]
464,09 3,3606 2802,7 1,0885 8060 1,0292
[3e5 2000 0 5000 0 ; 5e5 8000
1 5000 1 ]
455,11 3,3296 3419,4 1,1078 9920 1,0491
Model dengan parameter hasil optimasi tersebut apabila diperbandingkan dengan
kurva hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.17.
Perbandingan kurva data hasil pengukuran dengan model
untuk bahan barium ferit
(a) fval=464,09x107
; (b)fval=455,11x107
59
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa titik koersifitas kurva model dengan
koersivatas kurva pengukuran relatif sama, sedangkan magnetisasi remanen dan
suseptibitas kurva model memiliki perbedaan dengan kurva pengukuran. Pada kurva
model suseptibiltas atau kemiringan kurva lebih besar daripada suseptibilitas kurva
pengukuran. Sedang magnetisasi remanen kurva model dan kurva pengukuran berbeda
sedikit.
BAB V
KESIMPULAN, KESULITAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Model JA berhasil diimplementasikan ke dalam program MATLAB dan telah
divalidasi dengan pembanding gambar yang ada pada makalah D.C. Jiles dan D.L.
Thoelke [4], software hystersoft yang dibuat oleh Petru Andrei dan tesis yang diajukan
oleh Miouat Azzouz.
Parameter model JA yaitu Ms, k, α, a dan c memiliki pengaruh pada bentuk kurva
hysteris. Kenaikan nilai Ms akan mengakibatkan peningkatan magnetisasi maksimum dan
magnetisasi remanen, sedang kuat medan koersif tetap. Apabila k bertambah besar,
magnetisasi remanen dan kuat medan koersif juga bertambah, sedang magnetisasi
maksimum mengalami penurunan sedikit. Jika parameter α bertambah maka magnetisasi
remanen, magnetisasi maksimum, suseptibiltas dan kuat medan koersif juga turut
bertambah. Pertambahan nilai a akan berakibat pada penurunan nilai magnetisasi
remanen, magnetisasi maksimum dan suseptibilitas sedang kuat medan koersif
mengalami peningkatan sedikit. Jika parameter c bertambah besar akan memberikan
pengaruh pada penurunan nilai magnetisasi remanen, magnetisasi maksimum dan kuat
medan koersif, sedang suseptibiltas cenderung tetap.
Program penentuan parameter model JA telah divalidasi dengan menggunakan
data yang ada pada makalah [4] dan [7]. Hasil validasi menunjukkan bahwa dengan
melakukan iterasi sampai 400 generasi diperoleh kesalahan relatif pada kisaran 0,08% -
6,45%.
60
61
Kurva model yang diperoleh dengan menggunakan parameter hasil optimasi
dengan algoritma genetika memiliki tingkat kecocokan yang bagus dengan data hasil
pengukuran untuk bahan nickel (diameter=0,125mm dan tebal=3mm ) dan nickel batang
kalibrator. Sedangkan program yang digunakan pada tesis ini memberikan tingkat
kecocokan model yang kurang memuaskan pada saat digunakan untuk data pengukuran
histerisis barium ferit.
5.2. Kesulitan
Kesulitan yang dijumpai pada pembuatan program MATLAB model JA ini adalah
pada penyelesaian persamaan diferensial model JA secara numerik. Penentuan parameter
model JA dengan algoritma genetika memiliki ruang pencarian yang sangat luas dan
terdapat banyak pilihan metode yang dapat digunakan.
5.3. Saran
Program penentuan parameter model JA dengan algoritma genetika ini dapat
diperbaiki lagi sehingga dapat menentukan parameter model secara lebih akurat.
Perbaikan dapat dilakukan dengan menyelesaikan persamaan diferensial tak linear model
JA dengan metode yang lebih akurat lagi seperti Range-Kutte, walaupun ini akan
memakan waktu lebih lama.
Sebelum menentukan parameter model JA dengan algoritma genetika, sebaiknya
terlebih dahulu dilakukan penentuan secara kasar dengan bantuan titik-titik acuan seperti
magnetisasi remanen, magnetisasi jenuh, kuat medan koersif dan suseptibilitas pada titik
nol.
62
Peneliti lain dapat menyelidiki kelima parameter model JA tersebut dikaitkan
dengan struktur kristal, perlakuan mekanik maupun perlakuan panas yang diberikan pada
bahan ferromagnetik.
Metode pembuatan model dan penentuan parameter model JA pada tesis ini dapat
dicoba untuk diterapkan pada pembuatan model histerisis bahan ferromagnetik yang lain
seperti model Stoner-Wohlfarth dan Preisach.
65
LAMPIRAN
Source Code file fithys :
% program untuk mendapatkan parameter dari data pengukuran
% VSM dan membandingkannya dengan simulasi teoritris
clear all,clf;
load vsm1/coba2.txt;
Mexp=coba2(:,2);
Hexp=coba2(:,1);
[x fval]=fitga;
fval
Ms =x(1)
k=x(2)
alpha = x(3)
a=x(4)
c=x(5)
step=0.01;
M=0;
M1=0;
Man=0;
Mirr =0;
Mrev=0;
oldH=0;
for i=1:1:length(Hexp);
H = Hexp(i);
He = H + alpha*M;
dH=H-oldH;
oldH =H;
if dH > 0
dk= k;
else
dk = -k;
end
Man=Ms*(coth(He/a)-a/He);
deltaM=(Man-M);
if dH<0 & deltaM >= 0
delM=0;
elseif dH>0 &deltaM <= 0
delM=0;
else
66
delM=1;
end
dMdH=(1-c)*delM*(deltaM)/(dk-alpha*deltaM);
Mirr=Mirr +dMdH*dH;
Mrev=c*(Man-Mirr);
M=Mrev+Mirr;
Mt(i)=M;
Ht(i)=H;
%plot(H,M,'r-'),hold on
end
plot(Ht,Mt,'r:'),hold on
plot(Hexp,Mexp,'b.')
xlabel('H (A/m) ')
ylabel('M (A/m) '),grid on
hold off;
Source code file fitja.M
function y = fitja(x)
%Program ini bertujuan untuk mencocokkan data pengukuran
% dengan model menggunakan MSSE
load vsm1/coba2.txt;
Mexp=ni1253(:,2);
H=ni1253(:,1);
%status=batas(x);
%if status==0
% y=1e20;
% return
%else
x(1)=x(1); %Ms 1.6e6;
x(2)=x(2); %k 1000;
x(3)=x(3); %alpha 0.003;
x(4)=x(4); % a 2000;
x(5)=x(5); %c 0.1;
Ms =x(1);
k=x(2);
alpha = x(3);
a=x(4);
c=x(5);
M=0;
Man=0;
Mirr =0;
Mrev=0;
67
oldH=0;
maxN=length(H);
sumsqr=0;
for jj=1:1:maxN;
Hexp=H(jj);
He = Hexp + alpha*M;
dH=Hexp-oldH;
deltaH=dH;
oldH =Hexp;
if dH > 0
dk= k;
else
dk = -k;
end
Man=Ms*(coth(He/a)-a/He);
deltaM=(Man-M);
if dH<0 & deltaM >= 0
delM=0;
elseif dH>0 &deltaM <= 0
delM=0;
else
delM=1;
end
if dH<0 & deltaM >= 0
delM=0;
elseif dH>0 &deltaM <= 0
delM=0;
else
delM=1;
end
dMdH=(1-c)*delM*(deltaM)/(dk-alpha*deltaM);
Mirr=Mirr +dMdH*dH;
Mrev=c*(Man-Mirr);
M=Mrev+Mirr;
%Mex=Mexp(jj);
sumsqr = sumsqr + (Mexp(jj)-M)^2;
end
y=sumsqr/maxN;
%end
Source code file fitga.M
function [X,FVAL,REASON,OUTPUT,POPULATION,SCORES] = fitga
%% This is an auto generated M file to do optimization with the
Genetic Algorithm and
68
% Direct Search Toolbox. Use GAOPTIMSET for default GA options
structure.
%%Fitness function
fitnessFunction = @fitja;
%%Number of Variables
nvars = 5 ;
%Linear inequality constraints
Aineq = [];
Bineq = [];
%Linear equality constraints
Aeq = [];
Beq = [];
%Bounds
%LB = [3e5 1000 0 1000 0];
%UB = [5e5 5000 0.001 5000 1 ];
LB=[];
UB=[];
%Nonlinear constraints
nonlconFunction = [];
%Start with default options
options = gaoptimset;
%%Modify some parameters
options = gaoptimset(options,'PopInitRange' ,[1e6 1000 0 500 0 ; 1.5e6
2000 0.01 1500 1 ]);
options = gaoptimset(options,'PopulationSize' ,50);
options = gaoptimset(options,'EliteCount' ,5 );
%options = gaoptimset(options,'MutationFcn' ,@mutationadaptfeasible);
options = gaoptimset(options,'Generations' ,400);
options = gaoptimset(options,'StallGenLimit' ,Inf);
options = gaoptimset(options,'StallTimeLimit' ,Inf);
%options = gaoptimset(options,'FitnessScalingFcn' ,{
@fitscalingshiftlinear 2 });
%options = gaoptimset(options,'CrossoverFcn' ,{ @crossoverintermediate
1 });
options = gaoptimset(options,'CrossoverFcn' ,{ @crossoverheuristic 1.2
});
options = gaoptimset(options,'SelectionFcn' ,@selectionroulette);
%options = gaoptimset(options,'SelectionFcn' ,@selectionremainder);
options = gaoptimset(options,'MutationFcn' ,{ @mutationgaussian 1 1
});
options = gaoptimset(options,'Display' ,'off');
%%Run GA
[X,FVAL,REASON,OUTPUT,POPULATION,SCORES] =
ga(fitnessFunction,nvars,Aineq,Bineq,Aeq,Beq,LB,UB,nonlconFunction,opti
ons);

Contenu connexe

Tendances (8)

sma/kelas11_sistem-refrigerasi-dan-tata-udara
sma/kelas11_sistem-refrigerasi-dan-tata-udarasma/kelas11_sistem-refrigerasi-dan-tata-udara
sma/kelas11_sistem-refrigerasi-dan-tata-udara
 
Buku pedomanpkl skripsi
Buku pedomanpkl skripsiBuku pedomanpkl skripsi
Buku pedomanpkl skripsi
 
Pedoman kti prodi keperawatan lubuklinggau 2012 rev
Pedoman kti prodi keperawatan lubuklinggau 2012 revPedoman kti prodi keperawatan lubuklinggau 2012 rev
Pedoman kti prodi keperawatan lubuklinggau 2012 rev
 
Laporan kelompok kito
Laporan kelompok kitoLaporan kelompok kito
Laporan kelompok kito
 
File 1fdg
File 1fdgFile 1fdg
File 1fdg
 
Kelas v sd matematika_rj soenarjo
Kelas v sd matematika_rj soenarjoKelas v sd matematika_rj soenarjo
Kelas v sd matematika_rj soenarjo
 
Laporan Praktikum Pengelasan
Laporan Praktikum PengelasanLaporan Praktikum Pengelasan
Laporan Praktikum Pengelasan
 
pengaruh jalan santai terhadap tekanan darah pada pra lansia di posyandu lans...
pengaruh jalan santai terhadap tekanan darah pada pra lansia di posyandu lans...pengaruh jalan santai terhadap tekanan darah pada pra lansia di posyandu lans...
pengaruh jalan santai terhadap tekanan darah pada pra lansia di posyandu lans...
 

Similaire à Tesis yani penentuan parameter model ja

Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Albaar Rubhasy
 
Kimia kelas10 sma irvan_permana
Kimia kelas10 sma irvan_permanaKimia kelas10 sma irvan_permana
Kimia kelas10 sma irvan_permana
Andi Rahim
 
Kimia kelas 12 _ari_harnanto
Kimia kelas 12 _ari_harnantoKimia kelas 12 _ari_harnanto
Kimia kelas 12 _ari_harnanto
Andi Rahim
 
Fisika dasar, fakultas pertanian, praktikum
Fisika dasar, fakultas pertanian, praktikumFisika dasar, fakultas pertanian, praktikum
Fisika dasar, fakultas pertanian, praktikum
sihite90
 
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosinTeknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
ariindrawati2
 
Abstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregarAbstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregar
Mara Sutan Siregar
 
Tesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-GovernmentTesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-Government
Arie Purwanto
 
Contoh Kkp MI
Contoh Kkp MIContoh Kkp MI
Contoh Kkp MI
Ahmad M
 
Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02
Bucek MyName
 
Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2
wiizza
 
Smk12 kimiaindustri-suparni
Smk12 kimiaindustri-suparniSmk12 kimiaindustri-suparni
Smk12 kimiaindustri-suparni
Dian Fery Irawan
 
Smk11 kimiaindustri-suparni
Smk11 kimiaindustri-suparniSmk11 kimiaindustri-suparni
Smk11 kimiaindustri-suparni
Dian Fery Irawan
 

Similaire à Tesis yani penentuan parameter model ja (20)

Buku Fisika Kelas 2 sma_fisika_sarwono
Buku Fisika Kelas 2 sma_fisika_sarwonoBuku Fisika Kelas 2 sma_fisika_sarwono
Buku Fisika Kelas 2 sma_fisika_sarwono
 
mikrokontroler
mikrokontrolermikrokontroler
mikrokontroler
 
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
 
Kimia kelas10 sma irvan_permana
Kimia kelas10 sma irvan_permanaKimia kelas10 sma irvan_permana
Kimia kelas10 sma irvan_permana
 
Kimia kelas 12 _ari_harnanto
Kimia kelas 12 _ari_harnantoKimia kelas 12 _ari_harnanto
Kimia kelas 12 _ari_harnanto
 
Laporan resmi paktikum peralatan pemboran dan produksi.output
Laporan resmi paktikum peralatan pemboran dan produksi.outputLaporan resmi paktikum peralatan pemboran dan produksi.output
Laporan resmi paktikum peralatan pemboran dan produksi.output
 
Fisika dasar, fakultas pertanian, praktikum
Fisika dasar, fakultas pertanian, praktikumFisika dasar, fakultas pertanian, praktikum
Fisika dasar, fakultas pertanian, praktikum
 
Proposal ta kid
Proposal ta kidProposal ta kid
Proposal ta kid
 
Proposal TA kid
Proposal TA kidProposal TA kid
Proposal TA kid
 
BSE SMA Kelas XI IPA
BSE SMA Kelas XI IPABSE SMA Kelas XI IPA
BSE SMA Kelas XI IPA
 
Modul komp-elekt-bambang
Modul komp-elekt-bambangModul komp-elekt-bambang
Modul komp-elekt-bambang
 
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosinTeknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
 
Abstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregarAbstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregar
 
Tesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-GovernmentTesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-Government
 
Contoh Kkp MI
Contoh Kkp MIContoh Kkp MI
Contoh Kkp MI
 
Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02
 
Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2
 
Smk12 kimiaindustri-suparni
Smk12 kimiaindustri-suparniSmk12 kimiaindustri-suparni
Smk12 kimiaindustri-suparni
 
Analisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananAnalisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makanan
 
Smk11 kimiaindustri-suparni
Smk11 kimiaindustri-suparniSmk11 kimiaindustri-suparni
Smk11 kimiaindustri-suparni
 

Plus de Yani Ahmad (6)

Kartu soal a 2018
Kartu soal a 2018Kartu soal a 2018
Kartu soal a 2018
 
Pos us sma mht 2015
Pos us sma mht 2015Pos us sma mht 2015
Pos us sma mht 2015
 
Penerimaan peserta didik baru 2011
Penerimaan peserta didik baru 2011Penerimaan peserta didik baru 2011
Penerimaan peserta didik baru 2011
 
School banking program
School banking programSchool banking program
School banking program
 
Prediksi un fisika dan penyelesaiannya 2010
Prediksi un fisika dan penyelesaiannya 2010Prediksi un fisika dan penyelesaiannya 2010
Prediksi un fisika dan penyelesaiannya 2010
 
File1 profil sman 8 jakarta 2011
File1 profil sman 8 jakarta 2011File1 profil sman 8 jakarta 2011
File1 profil sman 8 jakarta 2011
 

Tesis yani penentuan parameter model ja

  • 1. PENENTUAN PARAMETER MODEL JILES-ATHERTON DENGAN ALGORITMA GENETIKA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Material Oleh AHMAD YANI NIM: 630300202Y PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL UNIVERSITAS INDONESIA 2006
  • 2. LEMBAR PERSETUJUAN TESIS IIIII TELAH I}ISETUJT]I OLEIT: DR. $whanlio F,oertadii Penguji DR Anto $ulsksoqo Penguii DRAawtrrMmaf Ketua Program Magister Ihnu Material Fakdtss Mrtemrtika dan llmu pe*get*u*n Al*m UniveruitasIndsnesia Tonggal 26 Bulan JuliTahua 2006 r ). Penguji
  • 3. ii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, berkat karunia-Nya saya berhasil menyelesaikan penelitian dengan judul “Penentuan Parameter Model Jiles Atherton dengan Algoritma Genetika” dengan segala keterbatasan yang ada. Penelitian ini dapat saya selesaikan atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu saya ingin ucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Dr. Azwar Manaf, ketua program Studi ilmu material yang telah banyak memberikan pengetahuan dan wawasan melalui kuliah-kuliahnya yang saya ikuti. Di samping itu, saya juga terkesan dengan ketelitian, ketekunan dan kesabarannya dalam membimbing para mahasiswa. 2. Dr. Ridwan, sebagai pembimbing yang senantiasa mengarahkan dan memotivasi saya untuk menyelesaikan penelitian ini tepat waktu. Saya mempelajari banyak hal tentang bahan magnetik melalui diskusi dengannya selama proses penelitian ini berlangsung. 3. Dr. Soehardjo Poertadji, Dr. Djoko Triyono dan Dr. Anto Sulaksono sebagai penguji. Terima kasih atas masukan-masukan yang berharga agar tesis ini menjadi lebih sempurna. 4. Seluruh dosen dan staf di Program Studi Ilmu Material yang telah banyak membantu saya sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. 5. Dr. Setyo Purwanto, Mujamilah, MSc dan karyawan di PTBIN, BATAN atas bantuan dan kerjasamanya.
  • 4. iii 6. Teman-teman di SMAN 8 Jakarta, bapak kepala sekolah, para guru Fisika dan teman-teman di laboratorium komputer. 7. Teman-teman belajar, Pintar, ibu Sri Endah, Fahamsyah dan Abdullah. Terima kasih atas kerjasama dan persahabatan yang tulus selama ini. 8. Keluarga besar, ayah dan ibu serta adik-adik yang selalu mendoakan saya agar berhasil dalam menempuh pendidikan ini. Istri dan anak saya tercinta, terima kasih telah banyak membantu dan memberikan motivasi. Saya sangat berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, walaupun saya juga menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu kritik dan saran sangat saya harapkan agar karya ini dapat lebih disempurnakan lagi. Jakarta, 26 Juli 2006 Ahmad Yani
  • 5. iv ABSTRACT There has been designed a program to identify parameter from ferromagnetic material hysteresis loop based on Jiles-Atherton model. That program used genetic algorithm toolbox which is integrated in MATLAB software. Its validation is conducted through two steps, namely validation of simulation program and validation of identification parameter program. The program gave satisfactory result when it is applied in trial with error relative less than 6,5%. Satisfactory result is shown when it is used to identify model parameter from nickel 99,9% hysteresis measured data. In the contrary, dissatisfied result obtained when it is applied to identify model parameter from barium ferrite hysteresis measured data.
  • 6. v ABSTRAK Telah dibuat suatu program penentuan parameter loop histerisis bahan ferromagnet berdasarkan model Jiles-Atherton. Program itu dibuat dengan memanfaatkan algoritma genetika yang telah terintegrasi dalam perangkat lunak MATLAB. Validasi program dilakukan melalui dua tahap yaitu validasi program simulasi dan validasi program penentuan parameter. Program ini memberikan hasil yang memuaskan dengan kesalahan relatif dibawah 6,5% pada saat ujicoba. Hasil yang memuaskan diperlihatkan pada saat program ini dipergunakan untuk menentukan paramater dari data pengukuran histerisis nickel 99,9%. Sebaliknya hasil yang kurang memuaskan diperoleh ketika dipergunakan untuk menentukan parameter dari data pengukuran histerisis barium ferrit.
  • 7. vi DAFTAR ISI Lembar Persetujuan ………………………………………….. i Kata Pengantar ........................................................................... ii Abstract ....................................................................................... iv Abstrak ....................................................................................... v Daftar Isi ....................................................................................... vi Daftar Tabel ................................................................................. ix Daftar Gambar .............................................................................. xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian................................................ 1 1.2. Tujuan Penelitian ...................................................... 3 1.3. Manfaat Penelitian ..................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar ...................................................................... 4 2.2. Bahan Ferromagnetik ................................................... 6 2.2.1. Histerisis Ferromagnetik ............................. 6 2.2.1.1. Magnetisasi Jenuh ............................... 7 2.2.1.2. Remanen ............................................. 9 2.2.1.3. Koersifitas .......................................... 9 2.2.1.4. Permeabilitas diferensial ..................... 10 2.2.2. Vibrating Sample Magenetometer (VSM) ...... 12 2.3. Model Jiles-Atherton (JA) ......................................... 15 2.3.1. Penurunan Model Jiles-Atherton ........ .......... 15 2.3.2. Penentuan Parameter Model ...... ........... 20 2.4. Algoritma Genetika .................................................. 22 2.4.1. Komponen Algoritma Genetika ..................... 22 2.4.1.1. Skema Pengkodean ............................ 23
  • 8. vii 2.4.1.2. Nilai Kecocokan ................................. 23 2.4.1.3. Seleksi Orangtua ................................. 25 2.4.1.4. Operator Genetika ............................... 26 2.4.1.5. Penggantian Populasi ................... 26 2.4.2. Cara Kerja Algoritma Genetika ....................... 28 2.5. Sifat Magnetis Barium Ferrit dan Nickel ....................... 28 2.5.1. Barium Ferrit .................................................... 28 2.5.2. Nickel .............................................................. 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian ........................................... 33 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................ 34 3.3. Alat dan Bahan Penelitian ............................................ 34 3.3.1. Alat yang digunakan .......................................... 34 3.3.2. Bahan yang digunakan .... …………………….. 34 3.4. Prosedur Penelitian ………………………………….. 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Program Simulasi Model JA ………………………... 37 4.2. Validasi Program …………………………………. 38 4.2.1. Validasi Model JA ……………………………... 38 4.2.2. Pengaruh Tiap Parameter pada kurva histerisis ... 42 4.2.2.1. Pengaruh Parameter Ms .......................... 42 4.2.2.2. Pengaruh Parameter k ............................ 43 4.2.2.3. Pengaruh Parameter α ……………….. 44 4.2.2.4. Pengaruh Parameter a ........................... 44 4.2.2.5. Pengaruh Parameter c ........................... 45 4.2.3. Validasi Program Penentuan Parameter ............ 45 4.3. Penentuan Parameter Model JA pada bahan Nickel dan Barium ferit ............................................................. 53 4.3.1. Nickel (diameter=0,125 mm dan tebal=3 mm) ...... 53
  • 9. viii 4.3.2. Nickel Batang Kalibrator .................................... 56 4.3.3. Barium Ferrit ........................................ 57 BAB V KESIMPULAN, KESULITAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................... 60 5.2. Kesulitan .................................................................... 61 5.3. Saran .................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 63 LAMPIRAN ................................................................................ 65
  • 10. ix DAFTAR TABEL halaman 2. Tabel 2.1 Magnetisasi jenuh beberapa bahan ferromagnetik 8 3. Tabel 2.2 Sifat magnetik bahan ferromagnet dengan permeabilitas tinggi. Permeabilitas relatif pada induksi magnet 2T (µ2T), permeabilitas realtif maksimum (µmax), induksi magnet jenuh (Bs), rugi histerisis d.c. (WH), dan koersivitas (HC). 11 4. Tabel 2.3 Spesifikasi VSM tipe OXFORD VSM1.2H 14 5. Tabel 2.4 Data unsur ferromagnetik 32 Tabel 4.1 Opsi algoritma genetika 48 6. Tabel 4.2 Perbandingan nilai sebenarnya dengan nilai yang diperkirakan 48 9. Tabel 4.3 Kesalahan relatif hasil optimasi 50 Tabel 4.4 Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil optimasi material A 51 Tabel 4.5 Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil optimasi material B 52 10. Tabel 4.6 Batasan nilai populasi awal 54 11. Tabel 4.7 Parameter nickel (diameter=0,125, tebal=3 mm) hasil optimasi 55 Tabel 4.8 Batasan nilai populasi awal pada bahan nickel 56
  • 11. x Batang kalibrator 12. Tabel 4.9 Parameter hasil optimasi bahan nickel batang kalibrator 56 13. Tabel 4.10 Parameter hasil optimasi barium ferit 58
  • 12. xi DAFTAR GAMBAR halaman 1. Gambar 2.1 Loop histerisis untuk bahan ferromagnetik 7 2. Gambar 2.2 Penyearahan momen magnet bahan ferromagnet 8 3. Gambar 2.3 Perbedaan koersifitas dan koersifitas intrinsik 10 4. Gambar 2.4 Kurva anhisterisis 12 5. Gambar 2.5 Diagram sebuah VSM 13 6. Gambar 2.6 Perbandingan metode peringkat dengan metode skala teratas 24 7. Gambar 2.7 Diagram alir algoritma genetika 28 8 Gambar 2.8 Representasi skematik struktur barium ferrit 30 9. Gambar 4.1 Diagram alir model JA 38 10. Gambar 4.2 Perbandingan kurva M-H 39 11. Gambar 4.3 Kurva magnetisasi anhisterisis dan magnetisasi irreversibel 40 12 Gambar 4.4 Perbandingan magnetisasi reversibel 41 13. Gambar 4.5 Perbandingan kurva histerisis 41 14. Gambar 4.6. Pengaruh parameter Ms pada kurva histerisis 43 15. Gambar 4.7 Pengaruh parameter k pada kurva histerisis 43 16. Gambar 4.8 Pengaruh parameter α pada kurva histerisis 44 17. Gambar 4.9 Pengaruh parameter a pada kurva histerisis 44 18. Gambar 4.10 Pengaruh parameter c pada kurva histerisis 45 19. Gambar 4.11 Perbandingan kurva histerisis antara tesis ini 47
  • 13. xii dengan Hystersoft 20. Gambar 4.12 Kurva perbandingan M-H antara model dengan data reproduksi 49 21. Gambar 4.13 Perbandingan loop histerisis data parameter A dengan model 52 22. Gambar 4.14 Perbandingan loop histerisis data parameter B dengan model 53 23. Gambar 4.15 Perbandingan kurva M-H hasil pengukuran dengan model untuk bahan Nickel 99,9% (diameter=0,125mm, tebal=3 mm) 55 21. Gambar 4.16. Perbandingan kurva data hasil pengukuran dengan model untuk bahan nickel batang kalibrator 57 22. Gambar 4.17. Perbandingan kurva data hasil pengukuran dengan model untuk bahan barium ferit 58
  • 14. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Simulasi histerisis pada bahan ferromagnetik memainkan peran penting dalam berbagai penerapan teknologi. Kualitas model histerisis diukur dari kesesuaian hasil eksperimen dengan simulasi. Kesulitan umum dalam pemodelan kurva histerisis berhubungan dengan banyak kemungkinan mengingat data pengukuran bersifat ’bulk’. Selain itu sifat bahan magnet sangat bergantung pada suhu sehingga untuk mendapatkan pemodelan kurva histerisis yang akurat, maka perubahan suhu selama pengukuran harus dapat diukur dengan tepat. Namun pada kenyataannya dalam perhitungan suhu sering dianggap tidak berubah selama pengukuran. Berdasarkan tingkat ketelitiannya pemodelan histerisis magnetik dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar. Kelompok pertama mendekati masalah histerisis dari sudut pandang mekanika kuantum, kelompok ini memiliki ketelitian yang paling tinggi yaitu sampai ke tingkat atom. Kelompok kedua menggunakan analisis mikromagnetik dengan ketelitian hingga tingkat domain (satu domain terdiri dari lebih kurang 1012 -1015 atom ) untuk meneliti masalah histerisis. Kelompok ketiga memiliki tingkat akurasi yang paling rendah menggunakan analisis makromagnetik yang didasarkan pada prinsip-prinsip fisika dan model-model yang mengikuti hubungan input-output nonlinear [1]. Model Jiles-Atherton (JA) mulai dikenal sejak tahun 1984, ketika D.C. Jiles dan D.L. Atherton mempublikasikan jurnal mereka dengan judul “Theory of ferromagnetic histerisis” pada Journal on magnetism and magnetic materials [2]. Pada jurnal tersebut 1
  • 15. 2 mereka membagi magnetisasi menjadi dua komponen yaitu magnetisasi reversibel akibat rotasi domain dan magnetisasi irreversibel karena adanya pergerakan domain wall. Penjelesan lebih mendalam tentang model JA akan ditemukan pada Bab II di tesis ini. Pada tesis ini digunakan model JA untuk melakukan karakterisasi dari suatu sampel bahan magnetik. Penggunaan model JA dipilih diantara model histerisis yang lain dikarenakan model JA memiliki beberapa kelebihan yaitu : dinyatakan dengan persamaan differensial, hanya menggunakan 5 parameter model dan penentuan parameter dapat dilakukan dengan pengukuran loop histerisis tunggal [3]. Telah banyak usaha dilakukan oleh para ilmuwan untuk mendapatkan parameter model JA dari data pengukuran VSM (Vibrating Sample Magnetometer). D.C. Jiles dan J.B. Thoelke [4] menggunakan suseptibilitas pada titik asal, koersifitas, magnetisasi remanen dan koordinat histerisis pada ujung loop untuk memperoleh parameter model JA. Teknik lain penentuan parameter model JA dengan algoritma simulated annealing dan penskalaan seperti dilakukan oleh D. Lederer et. al. [3]. Algoritma genetika digunakan sebagai cara lain untuk mendapatkan parameter model JA seperti dilakukan oleh Miouat Azzouz [5], P.R. Wilson et. al. [6] dan J.V. Leite et. al. [7]. Pada tesis ini penentuan parameter JA dari data yang diperoleh melalui pengukuran dengan VSM dilakukan dengan menggunakan algoritma genetika. Algoritma genetika (AG) dipopulerkan oleh Holland (1975) dan Goldberg (1986) adalah suatu algoritma pencarian yang menirukan evolusi makhluk hidup secara alami. AG menggunakan populasi sebagai calon solusi terhadap suatu masalah, lalu membuat populasi tersebut berevolusi secara berulang-ulang dengan menerapkan operator-operator stokastik [3]. Pada setiap generasi dihasilkan ketururunan melalui proses pemilihan
  • 16. 3 individu untuk menjadi orangtua dengan berdasarkan tingkat kecocokannya, lalu orangtua yang terpilih itu menghasilkan keturunan dengan menggunakan operator- operator genetika seperti pindah silang, mutasi dan elitisme. Program MATLAB digunakan untuk membuat model JA dan untuk mendapatkan parameter model JA dari satu set data percobaan. MATLAB ( MATrix LABoratory ) merupakan bahasa pemrograman tingkat tinggi yang berbasis pada matriks sering digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah analisis numerik, pengembangan algoritma, pemodelan, analisa data dan optimasi. 1.2. Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menerapkan model JA untuk bahan ferromagnetik dengan menggunakan bahasa pemrograman MATLAB. 2. Meneliti pengaruh parameter model JA pada koersivitas, magnetisasi remanen dan suseptibilitas magnetik bahan. 3. Melakukan pencocokan kurva pengukuran dengan model JA untuk bahan nickel dan barium ferrit dengan menggunakan algoritma genetika. 1.3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai alat bantu untuk menganalisa hasil pengukuran VSM dan dapat diaplikasikan untuk melakukan simulasi disain bahan ferromagnet. Dengan demikian dapat lebih menghemat waktu dan biaya produksi.
  • 17. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar Ketika sebuah bahan ditempatkan pada daerah yang dipengaruhi medan magnet eksternal (H dinyatakan dalam A/m), bahan itu akan memberikan reaksi yang berbeda- beda. Reaksi bahan ini dapat dinyatakan dengan magnetisasi bahan (M dinyatakan dalam A/m). Kombinasi dari medan magnet Eksternal (H), magnetisasi bahan (M) akan menghasilkan induksi magnet (B dinyatakan dalam Tesla atau wb/m2 ), secara matematis dapat dituliskan )(0 MHB += µ (2.1) Untuk dapat mengelompokkan berbagai macam bahan berdasarkan reaksinya apabila ditempatkan pada medan eksternal, maka diperlukan penjelasan tentang beberapa sifat bahan berkaitan dengan keberadaan medan magnet luar tersebut, yaitu permeabilitas dan suseptibilitas. Permeabilitas, µ didefinisikan sebagai perbandingan induksi magnetik dengan medan magnet eksternal. H B =µ (2.2) Dan suseptibilitas,χ didefinisikan sebagai perbandingan magnetisasi bahan terhadap medan magnet eksternal H M =χ (2.3) Karena B dan M dapat berupa fungsi linear atau nonlinear dari H, tergantung kepada jenis material atau medium maka perlu ditekankan disini bahwa µ dan χ mungkin 4
  • 18. 5 bernilai tetap atau mungkin juga tidak bernilai tetap. Oleh karena itu digunakan differensial permeabilitas dan suseptibilitas seperti berikut dH dB =' µ (2.4) dH dM =' χ (2.5) Berbagai jenis bahan magnetik dikelompokkan berdasarkan suseptibilitas bulk. Kelompok pertama disebut bahan diamagnetik yaitu bahan dengan χ kecil dan bernilai negatif, χ ≈ -10-5 . Bahan ini memberikan respon magnetik yang berlawanan terhadap medan magnetik yang diberikan kepadanya. Contoh bahan diamagnetik adalah tembaga, perak, emas, bismuth dan berilium. Superkonduktor adalah diamagnetik dengan suseptibilitas mendekati -1 . Kelompok kedua disebut paramagnetik yaitu bahan dengan χ kecil dan positif, besar χ antara χ ≈ 10-3 sampai 10-5 . Magnetisasi bahan ini lemah tetapi spin magnetiknya searah dengan medan magnet luar. Contoh bahan paramagnetik adalah alumunium, platinum dan mangan. Kelompok ketiga disebut ferromagnetik, bahan ini paling sering digunakan dibandingkan dengan kedua kelompok di atas. Suseptibilitas ferromagnetik bernilai positif dan jauh lebih besar dari 1, biasanya mempunyai nilai χ ≈ 50 sampai 10.000. Contoh bahan ferromagnetik adalah besi, cobalt, nickel, dan beberapa unsur tanah jarang serta alloynya [8]. Pada bahan ferromagnetik χ dan µ tidak bernilai tetap, keduanya dipengaruhi secara kuat oleh medan magnet eksternal, H dan riwayat bahan tersebut.
  • 19. 6 2.2. Bahan Ferromagnetik 2.2.1. Histerisis Ferromagnetik Histerisis adalah suatu sifat yang dimiliki oleh sistem dimana sistem tidak secara cepat mengikuti gaya yang diberikan kepadanya. Tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan sistem tidak kembali lagi ke keadaan awalnya [1]. Bahan ferromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada pada medan magnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahan ferromagnetik tersusun secara teratur. Cara yang paling umum untuk menyatakan magnetisasi bulk dari bahan ferromagnetik adalah dengan memetakan induksi magnetik, B untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Cara lain adalah dengan memetakan magnetisasi bahan, M untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Kedua cara tersebut memberikan informasi yang sama, karena antara B, M dan H memenuhi persamaan (2.1). Loop histerisis biasanya digambarkan seperti gambar di bawah ini. Gambar 2.1. Loop histerisis untuk bahan ferromagnetik (diambil dari makalah [9 ] hal. 12)
  • 20. 7 Kesesuaian penerapan bahan ferromagnetik ditentukan oleh karekteristik loop histerisis. Sebagai contoh untuk penerapan transformer memerlukan bahan dengan permeabilitas yang tinggi dan kerugian histerisis yang rendah karena untuk transformer diperlukan pengubahan energi listrik yang efisien. Informasi yang diperoleh dari kurva histerisis magnetik berupa magnetisasi jenuh, remanen, koersifitas dan differensial permeabilitas. Penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut 2.2.1.1. Magnetisasi Jenuh Dari kurva histerisis dapat dilihat bahwa bahan ferromagnetik mulanya tidak termagnetisasi. Pemberian medan magnet H menyebabkan induksi magnet meningkat mengikuti medan magnet luar. Apabila H meningkat tajam maka magnetisasi akhirnya mengalami kejenuhan pada nilai M0. Ini mewakili keadaan dimana semua dipol magnetik di dalam bahan telah menjadi searah dengan medan magnet luar, H. Magnetisasi jenuh hanya tergantung pada besar momen magnet m dan banyaknya atom per satuan volume n serta tidak bergantung kepada struktur bahan. Sehingga magnetisasi jenuh pada volume V besarnya nmM =0 (2.6) Magnetisasi jenuh terjadi ketika semua dipol magnet telah searah dengan medan magnet luar dapat tercapai pada suhu 0 K. Pada suhu di atas 0 K, momen magnet memiliki energi termal yang menyebabkannya berputar di sekitar arah medan magnetik seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. Perputaran arah momen magnet ini menjadikan
  • 21. 8 momen magnet di dalam volume V tidak sepenuhnya searah dengan medan magnet H. Oleh karena itu didapat nilai magnetisasi jenuh lebih rendah dari M0, nilai magnetisasi jenuh pada suhu di atas 0 K disebut magnetisasi jenuh teknis. Magnetisasi jenuh dari beberapa bahan ferromagnetik ditunjukkan pada tabel 2.1. Gambar 2.2 Penyearahan momen magnet bahan ferromagnet (a) pada suhu 0 K (b) pada suhu di atas 0 K Tabel 2.1 Magnetisasi jenuh beberapa bahan ferromagnetik Bahan (106 A/m) Besi 1,71 Cobalt 1,42 Nickel 0,48 Permalloy (78% Ni; 22% Fe) 0,86 Supermalloy (80% Ni; 15% Fe; 5% Mo) 0,63 Metglas 2605 (Fe80B20) 1,27 (Diambil dari buku Introduction to Magnetism and Magnetic Material [8] hal. 71 ) 2.2.1.2. Remanen Magnetisasi remanen adalah magnetisasi yang masih tersisa ketika medan magnet luar dikurangi hingga nol. Dalam penggunaannya, istilah remanen (remanence)
  • 22. 9 dibedakan dengan remanent . Istilah remanen digunakan untuk menggambarkan keadaan magnetisasi atau induksi yang tersisa setelah bahan mencapai kejenuhan kemudian medan magnet luar dihilangkan hingga nol, sedang magnetisasi remanent digunakan untuk menyatakan keadaan magnetisasi yang tersisa setelah bahan mengalamani magnetisasi pada tingkat sembarang lalu medan magnet dikurangi hingga nol. Oleh karena itu remanen menjadi batas atas untuk remanent [8]. 2.2.1.3. Koersifitas Induksi suatu bahan dapat dikurangi hingga mencapai nol dengan memberikan medan magnet luar yang berlawanan sebesar Hc pada bahan itu. Medan magnet Hc itu disebut koersifitas. Koersifitas sangat tergantung pada keadaan sampel, yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perlakuan panas maupun deformasi. Seperti halnya dengan remanen, perbedaan pengertian dibuat antara medan koersif dan koersifitas. Medan koersif adalah kuat medan magnet yang diperlukan untuk mengurangi magnetisasi atau induksi magnetik sampai mencapai nol dari nilai sembarang. Sedangkan koersifitas adalah kuat medan magnetik yang diperlukan untuk menurunkan magnetisasi atau induksi magnetik sampai nol dari keadaan magnetisasi jenuh. Koersifitas intrinsik dilambangkan dengan Hci adalah kuat medan magnet pada saat magnetisasi dikurangi sampai nol. Pada bahan soft magnetic Hc dan Hci bernilai hampir sama, dan biasanya tidak perlu ada pembedaan diantara keduanya. Sedang pada bahan hard magnetic terdapat perbedaan nyata antara Hc dan Hci [1]. Koersifitas (Hc) adalah kuat medan magnet eksternal yang diperlukan untuk membuat induksi magnetik
  • 23. 10 sampel menjadi nol sedangkan koersifitas intrinsik (Hci) adalah kuat medan magnetik eksternal yang diperlukan untuk membuat magnetisasi bahan menjadi nol. Perbedaan pengertian koersifitas dan koersifitas intrinsik ditunjukkan oleh gambar 2.3. Gambar 2.3 Perbedaan koersifitas dan koersifitas intrinsik (diambil dari makalah [10 ] ) 2.2.1.4. Permeabilitas differensial Perlu digaris bawahi bahwa permeabilitas µ bukan salah satu parameter yang berguna untuk mengkarakterisasi bahan ferromagnetik, karena dari loop histerisis dapat diperoleh sembarang nilai dari µ termasuk µ=∞ pada B = Br, H = 0, dan µ=0 pada medan koersifitas yaitu B=0, H=Hc. Permeabilitas differensial µ’ =dB/dH lebih berguna walaupun harus diingat bahwa µ’ juga nilainya dapat bervariasi tergantung pada H. Permeabilitas differensial maksimum terjadi pada titik koersifitas H=Hc, B=0, dan permeabilitas differensial awal yaitu kemiringan mula-mula pada kurva magnetisasi di titik asal. Informasi yang diperoleh dari permeabilitas differensial lebih berguna karena dapat dihubungkan dengan jumlah dan kuat pinning site serta stress yang diberikan [8].
  • 24. 11 Magnetisasi jenuh M0 akan memberikan batas magnetisasi maksimum yang dapat dicapai pada suhu 0 K. Sedangkan pada suhu lebih besar dari 0 K dan di bawah temperatur Curie magnetisasi jenuh akan mencapai nilai Ms, di mana Ms lebih kecil daripada Mo. Lebar loop pada sumbu H adalah dua kali medan koersifitas Hc, sedang tinggi loop histerisis pada sumbu M adalah magnetisasi remanen MR. Orientasi loop histerisis secara menyeluruh dapat dinyatakan dengan µ’ max yaitu kemiringan kurva pada titik koersifitas. Rugi histerisis WH adalah parameter yang juga independen seperti halnya permeabilitas awal µ’ in [8]. Dari uraian di atas diharapkan dapat dikarakterisasi magnetik bulk suatu bahan ke dalam lima atau enam parameter bebas. Parameter-parameter tersebut adalah (1) koersifitas, (2) remanen, (3) rugi histerisis, (4) permeabilitas awal, (5) permeabilitas maksimum dan (6) magnetisasi jenuh atau induksi magnetik jenuh. Tabel berikut menunjukkan nilai 5 parameter dari beberapa bahan ferromagnetik dengan permeabilitas tinggi. Tabel 2.2. Sifat magnetik bahan ferromagnet dengan permeabilitas tinggi. Permeabilitas relatif pada induksi magnet 2T (µ2T), permeabilitas realtif maksimum (µmax), induksi magnet jenuh (Bs), rugi histerisis d.c. (WH), dan koersifitas (HC). Bahan µ2T µmax Bs (tesla) WH (J/m3 ) HC (A/m2 ) Besi murni 5000 180000 2,15 30 4 Besi 200 5000 2,15 500 80 Besi-4%Si 500 7000 1,97 350 40 Cold Rolled Steel 180 2000 2,1 - 144 45 Permalloy 2500 25000 1,6 120 24 78 Permalloy 1000000 800000 0,8 - 0,16 (Diambil dari buku Introduction to Magnetism and Magnetic Material [8] hal. 91 )
  • 25. 12 Penyebab terjadinya histerisis karena adanya ketidaksempurnaan, baik yang disebabkan oleh dislokasi atau elemen ketidakmurnian dalam logam serta magneto crystalline anisotrophy. Hal ini akan menyebabkan peningkatan rugi energi selama proses magnetisasi. Apabila keberadaan cacat dan anisotropi pada bahan diabaikan, akan didapatkan bahan yang bebas histerisis. Magnetisasi akan menjadi fungsi tunggal dari H dan reversibel. Fungsi anhisterisis ini diperlihatkan pada persamaan 2.7 dan gambarnya ditunjukkan oleh gambar 2.4.       −= )()(coth H a a H MM ss (2.7) Gambar 2.4. Kurva anhisterisis 2.2.2. Vibrating Sample Magnetometer [11] Vibrating sample magnetometer (VSM) pertama sekali ditemukan oleh Simon Foner. Momen magnetik sampel dideteksi dengan menempatkan koil di dekat sampel yang bervibrasi di dalam medan magnet yang dapat diatur. Medan magnet dapat
  • 26. 13 dihasilkan dengan menggunakan bahan elektromagnet, magnet superkoduktor, atau bitter magnet. VSM menggunakan teknik induksi, yaitu dengan menempatkan sampel di ujung batang kaku yang terhubung dengan resonator mekanik. Resonator berosilasi sehingga mengakibatkan sampel juga berosilasi pada arah vertikal dengan frekuensi tetap ω. Di sekitar sampel ditempatkan koil. Ketika sampel bergerak, medan magnet sampel yang sebanding dengan momen magnet, mengubah fluks magnetik melalui koil. Perubahan fluks magnet ini pada gilirannya menginduksikan arus yang dapat diamplifikasi dan dideteksi menggunakan lock in amplifier. Medan magnet eksternal diberikan oleh elektromagnet horizontal. Gambar 2.5 Diagram sebuah VSM (diambil dari [12]) Vibrating sample Magnetometer (VSM) adalah adalah alat yang digunakan untuk mengukur beda induksi magnetik antara daerah yang di dalamnya terdapat spesimen dan daerah yang di dalamnnya tidak ada spesimen. VSM yang digunakan pada penelitian ini adalah VSM tipe OXFORD VSM1.2H. Alat ini merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat
  • 27. 14 magnetik bahan. Dengan alat ini akan diperoleh informasi berupa besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis ( gambar 2.1 ), sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat magnetik bahan sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Spesifikasi dari VSM tipe OXFORD VSM1.2H ditunjukkan oleh tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Spesifikasi VSM tipe OXFORD VSM1.2H Sistem medan magnet luar Tipe Daerah kerja Laju perubahan medan maksimum Resolusi medan Stabilitas medan Elektromagnet horizontal -1 T s/d 1 T 50 Gauss/detik 1 Gauss 1 Gauss Sistem perubah suhu lingkungan Tipe Suhu operasi Stabilitas suhu Perubahan suhu Cryostat dengan aliran cryogen kontinu (4,2 – 300 ) K (dengan pendingin He cair) (90 – 300 ) K (dengan pendingin N2 cair) 0,05 K (4,2 – 77 ) K, 0,1 K (77 – 300) K 10 K dalam 10 menit dengan 0,2 K lonjakan Sistem pengukuran Daerah pengukuran tegangan Konstan waktu pengukuran Sinyal latar belakang Resolusi pengukuran Daerah penempatan sampel Akurasi penempatan sampel Rotasi sampel Amplitudo getaran Frekuensi getaran (0,1 – 1000) mV 1 ms – 10 s 5x10-4 emu/ T 1x10-4 emu 20 mm 0,005 mm 7200 (0-1,5) MM (40 – 80)Hz (untuk sistem ini frekuensi diatur tetap pada 55 Hz) Sistem Pengendali dan Pengolah Data Perangkat keras Perangkat lunak PC Pentium 166 OXFORD ObjectBench Software (diambil dari makalah yang ditulis oleh Mujamilah et. al [11] )
  • 28. 15 2.3. Model Jiles Atherton (JA) 2.3.1. Penurunan Model Jiles-Atherton [4 dan 5] Pada bagian ini akan dibahas penurunan persamaan yang akan digunakan untuk model bulk ferromagnet. Pertama akan dibicarakan model Langevin untuk paramagnet, lalu modifikasi yang dilakukan Weiss dan akhirnya model JA. Langevin menggunakan asumsi bahwa tidak ada interaksi antara momen magnetik dalam bahan paramagnetik serta menggunakan statistik Maxwell-Boltzmann untuk mengevaluasi probabilitas p sembarang elektron yang menempati keadaan energi E pada temperatur T. Tk E B eEp − =)( (2.8) Banyaknya momen magnetik yang berada pada sudut θ dan dθ terhadap arah medan eksternal adalah θ θµ θ θ θµ θ π d Tk mH d Tk mH N dn B B ) cos (expsin ) cos exp(sin 0 0 0 ∫ = (2.9) Magnetisasi M adalah jumlah proyeksi semua momen magnetik pada arah medan magnet H. ∫ ∫ ∫ == π π π θ θµ θ θ θµ θθ θ 0 0 0 0 0 ) cos (expsin ) cos exp(sincos cos d Tk mH d Tk mH Nm dnmM B B (2.10) Evaluasi persamaan di atas akan menghasilkan persamaan magnetisasi bahan paramagnetik sebagai fungsi medan magnet (H) dan temperatur (T).
  • 29. 16       −= )()coth( 0 0 mH Tk Tk mH NmM B B µ µ (2.11) Dimana Ms=Nm adalah magnetisasi jenuh. Pada temperatur tinggi, kT mH0µ <<1, ini akan mengantarkan pada hukum Curie. kT HmN M 3 2 0µ = , karena T C kT mN H M === 3 2 0µ χ (2.12) Apabila pendekatan di atas diterapkan pada bahan ferromagnetik maka terlebih dahulu perlu dilakukan koreksi pada asumsi bahwa tidak ada interaksi diantara momen magnetik. Karena pada bahan ferromagnetik terdapat kopling diantara momen magnet yang berperilaku seperti medan magnet kuat yang berusaha menyearahkan momen magnet di dalam domain. Medan rerata Weiss yang sebanding dengan magnetisasi bulk M, Hweiss= αM dapat digunakan untuk menyatakan kopling magnetik. Akibatnya medan magnet efektif (He) yang dialami oleh momen magnet individual adalah MHHe α+= (2.13) Dengan mengganti H dengan He pada model Langevin untuk paramagnet, model Langevin-Weiss menggambarkan magnetisasi anhisteris pada bahan ferromagnetik. ( ) coth ( ) o an s o m H M kT M M kT m H M µ α µ α   +  = −    +     (2.14) dimana o B m a k T µ = (2.15) sehingga persamaan (2.13) dapat dituliskan
  • 30. 17 ( ) coth ( ) an s H M a M M a H M α α   +  = −    +     (2.16) Disamping mempertimbangkan kopling antar individu momen magnetik, Jiles dan Atherton juga menggunakan medan rerata Weiss untuk menyatakan kopling antar domain dan mengembangkan model histerisis berdasarkan disipasi energi akibat pergerakan domain wall di dalam pengaruh medan magnet. Pergerakan domain wall di bawah pengaruh medan magnet, sehingga seluruh volume domain yang disejajarkan dengan arah medan. Jika luasan domain wall yang memiliki sudut 1800 terhadap medan magnet eksternal bergerak sejauh dx, perubahan magnetisasinya menjadi AdxMdM s2= (2.17) Sedang untuk domain wall yang memilki sudut selain 1800 , perubahan magnetisasinya adalah AdxMdM s )cos1( θ−= (2.18) Gerakan domain wall tersebut dihambat oleh pinning sites yang dihasilkan oleh cacat di dalam bahan yang menginduksi energi minimum lokal ketika domain wall memotong atau melaluinya. Diperlukan energi lebih oleh domain wall untuk melewati daerah energi minimum lokal ini, yang menghasilkan rugi histerisis. Model ini menganggap distribusi pinning site homogen dan isotropik dengan kerapatan pinning site n dan setiap pinning site memiliki rerata energi pinning sama. Jika sebuah domain bergerak sejauh dx, energi yang hilang karena domain wall pinning adalah AdxndELoss πεµ0= (2.19) Untuk domain dengan sudut bukan 1800 , rugi energinya adalah AdxndEloss )cos1( 2 1 0 θεµ π −= (2.20)
  • 31. 18 Persamaan 2.19 dapat ditulis ulang dengan memasukkan suku dM pada persamaan 2.17 kdM M dMn dE s loss 0 0 2 µ εµ π == (2.21) dengan sM n k 2 πε = . Persamaan di atas mengandung arti bahwa rugi energi karena gerak domain wall sebanding dengan perubahan magnetisasi. Apabila tidak ada pinning site seluruh energi yang diberikan kepada bahan akan sama dengan energi magnetostatik bahan, ini adalah magnetisasi anhisterisis. Pada kasus histerisis, energi yang diberikan kepada bahan sama dengan energi magnetostatis ditambah rugi histerisis. Energi magnetostatis di dalam bahan adalah energi anhisterisis tanpa pinning, dikurangi rugi energi karena domain wal pinning [7]. ∫ ∫ ∫−= e e eeanee dH dH dM kdHHMdHHM )()()( 000 µµµ (2.22) Dengan mendiferensialkan persamaan integral di atas, akan menghasilkan       −= e eane dH dM kHMHM )()( (2.23) ( ) k MM dH dM an e − = (2.24) Dengan menyatakan medan efektif He ke dalam suku-suku H dan αM akan menghasilkan ( ) )( MMk MM dH dM an an −− − = αδ (2.25) Dimana δ mengambil nilai +1 ketika H bertambah pada arah positif (dH/dt > 0), dan -1 ketika H bertambah pada arah negative (dH/dt < 0), untuk menjamin bahwa pinning selalu melawan perubahan magnetisasi. Harus dicatat bahwa persamaan diferensial (2.25) adalah untuk komponen magnetisasi irreversibel.
  • 32. 19 ( ) )( irran irranirr MMk MM dH dM −− − = αδ (2.26) Selama proses magnetisasi, komponen magnetisasi reversibel yang dapat berupa lengkungan domain wall, translasi reversibel atau rotasi domain wall secara reversibel. Komponen magnetisasi reversibel Mrev dianggap sebanding dengan selisih antara Magnetisasi anhisterisis (Man) dengan magnetisasi irreversibel (Mirr), dengan konstanta reversibilitas c. Sehingga total magnetisasi M adalah penjumlahan magnetisasi reversibel dengan magnetiasi irreversibel. M=Mrev + Mirr = anirr cMMc +− )1( (2.27) Sedangkan magnetisasi reversibel adalah selisih antara magnetisasi anhisteris dan magnetisasi irreversibel dikalikan dengan suatu konstanta c [9]. )( irranrev MMcM −= (2.28) Dimana koefisien konstanta c bernilai diantara 0 (magnetisasi irreversibel sempurna) sampai 1 (magnetisasi reversibel sempurna). Model Jiles-Atherton memasukkan komponen reversibel dan irreversibel, dan dapat dinyatakan sebagai [7 dan 16] ( ) dH dM c MMk MM c dH dM an an an M + −− − −= )( )( 1 αδ δ (2.29) Untuk menyelesaikan persamaan diferensial orde satu di atas secara numerik maka persamaan (2.29) dipilah menjadi Mrev dan Mirr. Bagian pertama dari persamaan 2.29 adalah magnetisasi irreversibel dan dapat dipecahkan secara cepat dengan metode Euler. Bagian kedua dH dM c an adalah magnetisasi reversibel, sehingga dapat digantikan
  • 33. 20 dengan persamaan 2.28. Suku δM pada persamaan 2.29 digunakan untuk menjamin nilai dH dM selalu positif atau nol tetapi tidak bernilai negatif. δM= (2.30) Apabila persamaan (2.29) diimplementasikan ke dalam program komputer maka akan diperoleh model loop histerisis berbentuk sigmoid seperti pada gambar (2.1). Jika parameter pada model JA diubah maka model tersebut dapat digunakan untuk meramalkan magnetisasi pada bahan soft magnetic, hard magnetic dan magnetisasi anhisterisis. Seperti terlihat dari persamaan (2.16) dan (2.29) bahwa pada model Jiles-Atherton terdapat 5 parameter yaitu α, a,c,k dan M s[9]. α : Kuat interaksi domain a : Aspek termal dan diperkenalkan oleh Langevin ketika mendefinisikan perilaku anhisterisis. c : Komponen magnetisasi reversibel k : Kerapatan pinning site Ms : Magnetisasi jenuh teknis 2.3.2. Penentuan parameter model [4 dan 8] Parameter model JA dapat diperoleh dari data eksperimen loop histerisis dengan proses inversi atau kebalikan dari pembuatan plot model ke bentuk grafik. Cara ini 0, jika dH/dt <0 dan Man-M ≥0 0, jika dH/dt >0 dan Man-M ≤0 1, selain dari itu
  • 34. 21 diusulkan oleh D.C. Jiles dan J.B. Thoelke [4]. Menurut mereka untuk memperoleh solusi dari persamaan anhisteritis, maka terlebih dahulu kita perlu dapatkan suseptibilitas pada titik asal kurva M-H. Dengan mendiferensialkan persamaan 2.16 akan diperoleh s s an HM an M M dH dM αα χ − ==      == 3 ' 0;0 (2.31) Persamaan di atas memberikan batasan untuk mendapatkan α dan a. Selanjutnya suseptibilitas awal untuk kurva yang sedang naik (δ= +1) dapat diperoleh dari persamaan 2.29. α χ 3 ' 0;0 s in MH cM dH dM ==      == (2.32) Penentuan koersifitas ditentukan dengan parameter rugi (k), untuk bahan yang sangat soft magnetik, dan jika k dan Hc diukur dalam satuan yang sama, maka cHk = (2.33) Tetapi jika k dan Hc menjadi lebih besar, persamaan sederhana di atas dapat digantikan dengan             − − + − = dH HdM c cc HM k can can )( 1 1 1 )( max ' χ α (2.34) Persamaan di atas dapat digunakan untuk menghitung k jika diketahui medan koersifitas Hc dan suseptibilitas diferensial maksimum χmax, dan dengan diketahui parameter α, a dan c. Untuk mendapatkan parameter-parameter lainnya kita membutuhkan informasi tambahan. Magnetisasi remanen dapat digunakan untuk memperoleh parameter lain yang belum diketahui.
  • 35. 22             − + − += dH MdM c c k MMM Ran rem RanR )( 1 ) 1 ( )( ' χ α (2.35) Setelah metode di atas, berikutnya dikembangkan metode-metode lain untuk mendapatkan kelima parameter model JA. Di antaranya adalah yang dilakukan oleh D. Lederer dan kawan-kawan (1999) dengan menggunakan metode simulasi annealing dan P.R. Wilson, Neil J dan A. Brown (2001) menggunakan metode algoritma genetika dengan kodifikasi binari, serta J.V. Leite dan kawan-kawan menggunakan algoritma genetika dengan kode real. 2.4. Algoritma genetika 2.4.1. Komponen Algoritma genetika Algoritma genetika adalah algoritma pencarian yang didasarkan pada mekanisme seleksi alamiah dan genetika alamiah [John Holland]. Kemunculan AG diilhami oleh teori-teori dalam ilmu biologi . Sesuai dengan namanya proses-proses dalam AG sama dengan proses-proses yang terjadi dalam evolusi biologi [13]. Istilah-istilah yang digunakan dalam AG memiliki kemiripan dengan istilah yang ada pada ilmu genetika. Istilah kromosom digunakan untuk menyatakan kumpulan karakter yang mewakili solusi dari masalah yang ingin dipecahkan. Sebuah kromosom adalah individu yang tersusun atas sejumlah gen. Sementara satu gen mewakili satu variabel solusi, sehingga jika ada lima gen di dalam satu kromosom maka itu berarti masalah yang ingin dipecahkan mengandung lima variabel bebas. Sejumlah individu atau kromosom pada suatu waktu tertentu membentuk suatu populasi. Populasi tersebut
  • 36. 23 berevolusi sehingga hanya individu yang memiliki tingkat kecocokan tinggi yang tetap dapat bertahan. Pada dasarnya algoritma genetika memiliki lima komponen, dan terdapat banyak metode yang diusulkan untuk tiap-tiap komponen tersebut. Lima komponen utama tersebut adalah. 2.4.1.1. Skema pengkodean Untuk merepresentasikan variabel atau parameter ke dalam kromosom maka dilakukan suatu pengkodean. Terdapat tiga skema pengkodean yang umum digunakan yaitu • Real number encoding. Pada skema ini nilai gen berada pada interval [0,R], dimana R adalah bilangan real positif dan biasanya R=1. • Discrete decimal encoding. Setiap gen bisa bernilai salah satu dari bilangan bulat dalam interval [0,9]. • Binary encoding. Setiap gen hanya bisa bernilai 0 atau satu. 2.4.1.2. Nilai kecocokan Suatu individu dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran performasinya. Di dalam evolusi alam, individu yang dapat bertahan adalah individu dengan nilai kecocokan yang tinggi, sedang individu dengan nilai kecocokan rendah akan mati. Skala kecocokan mengubah nilai mentah kecocokan yang diperoleh dari fungsi kecocokan menjadi suatu nilai dalam ranah yang dapat dipilih oleh fungsi seleksi.
  • 37. 24 Terdapat dua metode pada skala kecocokan yaitu peringkat (rank) dan top scaling (skala teratas) . Secara default skala teratas menetapkan 40% individu yang paling cocok dengan nilai skala tertentu yang sama, dan sisanya memiliki nilai skala nol. Sedangkan metode peringkat mengubah nilai mentah kecocokan menjadi suatu nilai dalam rentang 1 sampai dengan jumlah individu. Jika tujuan penggunaan AG adalah untuk minimalisasi suatu fungsi maka individu dengan nilai kecocokan terendah akan diberikan peringkat 1, kemudian 2 dan seterusnya. Sedang apabila tujuan penggunaan AG adalah untuk maksimalisasi suatu fungsi maka individu dengan nilai kecocokan tertinggi akan diberi peringkat 1, yang lebih rendah diberi peringkat 2 dan seterusnya. Perbandingan dari kedua metode itu disajikan dalam gambar 2.6 [14]. Gambar 2.6 Perbandingan metode peringkat dengan metode skala teratas 2.4.1.3. Seleksi orangtua [14] Fungsi seleksi bertugas memilih orangtua untuk menghasilkan keturunan yang akan menghasilkan generasi berikutnya. Pemilihan orangtua ini didasarkan kepada nilai
  • 38. 25 skala dari fungsi kecocokan. Di dalam MATLAB disediakan 6 pilihan metode untuk memilih orangtua, yaitu • Stochastic uniform. Setiap individu yang menjadi calon orangtua menempati satu bagian yang panjangnya sesuai dengan nilai skala individu itu pada suatu garis. Algoritma ini bekerja dengan cara bergerak sepanjang garis dengan ukuran langkah yang sama, pada setiap langkah, algoritma memilih satu orangtua pada bagian yang terkena langkahnya. • Remainder. Pemilihan orang tua dengan cara ini adalah dengan menggunakan nilai skala kecocokannya. • Uniform. Metode uniform memilih orangtua menggunakan harga ekspektasi dan jumlah orangtua. • Roulette wheel. Metode ini memilih orangtua dengan cara mensimulasikan roda roulette, dimana individu calon orangtua ditempatkan pada roda dengan luas bagian sebanding dengan harga ekspektasinya. • Tournament. Pemilihan orangtua pada metode ini adalah dengan menetapkan sejumlah individu secara acak untuk mengikuti turnamen, lalu algoritma akan memilih individu terbaik sebagai orangtua. • Custom. Memungkinkan pengguna menentukan sendiri fungsi seleksinya. 2.4.1.4. Operator genetika [14] Untuk memperoleh generasi baru, operator genetika seperti pindah silang, mutasi dan elitisme diterapkan pada induk yang terpilih melalui proses seleksi. Pindah silang adalah cara memperoleh individu baru dengan mengabungkan bagian-bagian gen yang
  • 39. 26 dimiliki kedua induk. Pindah silang dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu satu titik potong, n titik potong, uniform dan heuristik. Mutasi terjadi dengan probabilitas rendah. Pada proses mutasi sebuah individu baru diperoleh dengan cara mengubah kode genetik induk. Cara pengubahannya dapat menggunakan distribusi acak Gauss. Biasanya mutasi sangat jarang terjadi, dalam satu generasi mungkin hanya satu atau dua individu yang mengalami mutasi. Untuk menjamin bahwa individu dengan skala nilai kecocokan tinggi dapat terpilih sebagai orangtua, maka dibuatkan duplikat individu tersebut sebagai calon orangtua bagi generasi berikutnya. Proses ini disebut elitisme. Sebagai misal apabila suatu populasi terdiri dari 20 individu, probabilitas pindah silang 0,8 dan jumlah ellitisme adalah 2, maka pada populasi generasi berikutnya terdiri dari 0,8 x 20 individu = 16 individu hasil pindah silang = 2 individu elit 20 – 16 – 2 = 2 individu hasil mutasi 2.4.1.5. Penggantian Populasi Setelah diperoleh populasi baru melalui proses pindah silang, mutasi dan elitisme maka populasi tersebut akan menggantikan seluruh anggota populasi sebelumnya. Pada dunia nyata penggantian populasi seperti ini tidak realistis, karena faktanya individu- individu dari generasi yang berbeda dapat berada dalam satu waktu. Secara umum skema penggantian generasi dapat dirumuskan berdasarkan ukuran yang disebut generational
  • 40. 27 gap G. Ukuran ini menunjukkan persentase populasi yang digantikan dalam setiap generasi. Pada skema penggantian generasi dengan G =1, artinya seluruh individu anggota populasi pada satu generasi digantikan oleh individu dari generasi berikutnya. Pada skema penggantian yang paling ekstrem adalah hanya mengganti satu individu dalam setiap generasi, yaitu G= 1/N, di mana N adalah jumlah individu dalam populasi. Pada setiap penggantian populasi selalu dijaga agar jumlah populasi selalu tetap dari satu generasi ke generasi berikutnya. Untuk keperluan itu maka beberapa individu di dalam populasi harus dihapus agar dapat diganti dengan beberapa populasi dari generasi berikutnya [13] 2.4.2. Cara kerja Algoritma Genetika Proses pencarian solusi yang terjadi di dalam AG adalah dimulai dengan membangkitkan N-individu sebagai populasi awal. Lalu tiap-tiap individu di dalam populasi diuji tingkat kecocokannya dengan menggunakan fungsi obyektif sehingga masing-masing individu tersebut memiliki nilai kecocokan. Berdasarkan nilai kecocokan tersebut kemudian dipilih sejumlah individu sebagai calon orangtua. Dengan menerapkan operator genetika pada orangtua tersebut maka dihasilkan generasi baru yang berjumlah sama dengan generasi sebelumnya. Generasi baru tersebut memiliki tingkat kecocokan yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Proses itu berlangsung terus sehingga pada akhirnya diperoleh individu yang paling mendekati solusi sebenarnya dari fungsi yang dievaluasi.
  • 41. 28 Diagram alir berikut menggambarkan proses yang terjadi pada algoritma genetika untuk optimasi suatu fungsi. Gambar 2.7 Diagram alir algoritma genetika 2.5. Sifat Magnetis Barium Ferrit dan Nickel 2.5.1 Barium Ferrit Bahan Ferrimagnetik menunjukkan magnetisasi spontan pada temperatur ruang, seperti halnya bahan ferromagnetik, sehingga hal tersebut menjadikan bahan ferrimagnetik menjadi penting dalam perindustrian. Seperti halnya bahan ferromagnetik, bahan ferrimagnetik juga memiliki domain yang tersaturasi dengan sendirinya. Bahan ferrimagnetik baru dikenal setelah Neel mempublikasikan makalahnya pada tahun 1948, Mulai Populasi awal Evaluasi fitness Operator genetika Populasi baru Selesai
  • 42. 29 sebelumnya bahan ferrimagnetik selalu diasosiakan dengan bahan ferromagnetik karena adanya persamaan diantara keduanya. Persamaan bahan ferrimagnetik dengan bahan ferromagnetik adalah pada terjadinya magnetisasi spontan di bawah temperatur tertentu. Sedang perbedaannya terletak pada ukuran momen magnetik, bahan ferromagnetik memiliki momen magnetik berukuran sama sedang pada bahan ferrimagnetik memiliki ukuran momen magnetik yang berbeda. Bahan ferrimagnetik dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yang memiliki struktur kristal berbeda [ 15]; 1. Kubik. Rumus umum untuk bahan yang berada pada kelompok ini adalah MO.Fe2O3, di mana M adalah ion logam divalen seperti Mn, Ni, Fe, Co, Mg dan lain-lain. Ferrit kobalt CaO.Fe2O3 adalah magnet keras (hard magnetic) , tetapi ferrit kubus yang lainnya termasuk magnet lunak (soft magnetic). 2. Hexagonal. Oksida ferrimagnetik heksagonal jumlahnya banyak, tetapi bahan paling penting secara komersial adalah barium ferrit dengan rumus kimia BaO.6Fe2O3 (=BaFe12O19) dan Strontium ferrit. Sel satuan heksagonal yang dimiliki barium ferrit terdiri dari dua molekul sehingga jumlah atom-atom yang terdapat didalamnya menjadi 2 x 32 = 64 atom. Parameter kisi barium ferrit adalah sebagai berikut c=23,2 Å dan a=5,88 Å. Ion Ba2+ dan O2- berukuran besar dan hampir sama serta bersifat non magnetik, mereka tersusun sedemikian hingga dalam suatu tatanan close packed. Ion yang lebih kecil Fe3+ terletak pada lokasi interstisial [14]. Satu-satunya ion yang bersifat magnetik pada barium ferrit adalah ion Fe3+ , masing-masingnya memiliki momen magnetik 5 µB. Ion-ion Fe3+ ini terletak pada tiga
  • 43. 30 lokasi kristal yang berbeda yaitu tetrahedral, oktahedral dan heksahedral. Secara keseluruhan magnetisasi jenuh spesifik barium ferrit pada 0 K (σo) adalah 100 emu/gram, sementara magnetisasi jenuh spesifik pada 20 0 C (σs) besarnya 72 emu/gram. Magnetisasi jenuh barium ferrit pada 20 0 C (Ms) besarnya adalah 380 emu/cm3 , sehingga 4πMs = 6660.176 Gauss. Barium ferrit memiliki struktur gabungan antara hcp dan ccp atau fcc, secara skematik ditunjukkan pada gambar 2.7, terdapat 10 lapisan ion-ion besar (Ba2+ atau O2- ), dengan 4 ion pada tiap lapisnya. Delapan dari 10 lapisan ini terisi oleh oksigen, sedang 2 lainnya terisi oleh barium. Secara keseluruhan 10 lapis ini dapat dipandang sebagai 4 blok, dengan 2 blok kubus dan 2 blok heksagonal. Pada blok kubus susunan ion oksigen menempati lokasi tetrahedral dan oktahedral. Pada masing-masing blok heksagonal sebuah ion barium menggantikan ion oksigen di tengah dari tiga lapisan. Gambar 2.8 Representasi skematik struktur barium ferrit (diambil dari buku [15])
  • 44. 31 2.5.2. Nickel [15 dan 16] Nickel adalah unsur yang menempati golongan 10 dan bilangan periode 4 pada tabel periodik. Unsur ini memiliki nomor atom 28 dengan massa atom 58,6934 gr/mol serta konfigurasi elektron [Ar] 3d8 4s2 . Kerapatan padatan nickel adalah 8909 kg/m3 . Karena Nickel memiliki titik lebur 1728 K ( 1455 0 C ) dan titik didih 3186 K (2913 0 C), sehingga pada temperatur ruang nickel dijumpai dalam bentuk padat. Nickel dijumpai pada banyak mineral, terutama pada pentlandite ( (Fe,Ni)9S8 ), pyrrhotite (besi- nickel sulfat) dan garnierite (magnesium-nickel silikat). Nickel juga terdapat pada kebanyakan meteorit, sehingga seringkali nickel digunakan untuk membedakan meteorit dengan mineral lain [16]. Struktur kristal Nickel adalah cubic close packed (ccp) dengan parameter sel a= b=c=352,4 pm; dan α=β=χ= 900 . Space group yang dimiliki oleh Nickel adalah Fm3m (space group nomer 225 ). Struktur cubic close packed memiliki tiga lapisan yang berbeda sebelum polanya berulang lagi dan struktur ini membentuk unit sel kubus berpusat muka (fcc). Atom-atom pada struktur ini menempati 52% ruang yang tersedia. Temperatur Curie nickel adalah 626 K, sehingga pada temperatur di atas 626 K atau 353 0 C Nickel bersifat paramagnetik, sedang di bawah temperatur tersebut Nickel bersifat ferromagnetik.Pada temperatur ruang Nickel memiliki permeabilitas awal 130 dan permeabilitas maksimum 124. Induksi magnet jenuh Nickel adalah 6050 Gauss dan memiliki medan magnetik remanen 3250 Gauss serta koersifitasnya 3.0 Oersted. Sedang magnetisasi spesifik jenuh nickel pada 0 K adalah 221,9 emu/gram. Lebih lengkapnya data tentang sifat kemagnetan bahan ferromagnetik disajikan pada tabel 2.4.
  • 45. 32 Tabel 2.4 Data unsur ferromagnetik 20 0 C 0 K Unsur σs (emu/g) Ms (emu/cm3 ) 4πMs (G) σo (emu/g) µH ( µB ) Tc ( 0 C ) Fe 218,0 1714 21580 221,9 2,219 770 Co 161 1422 17900 162,5 1,715 1131 Ni 54,39 484,1 6084 57,50 0,604 358 (diambil dari buku Introduction to Magnetic Material [15] hal 617)
  • 46. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN KAJIAN TEORI JILES ATHERTON MEMBUAT PROGRAM SIMULASI MODEL HISTERISIS JA DENGAN MATLAB MENGUJI PROGRAM TERSEBUT DENGAN PARAMETER SEPERTI YANG ADA PADA MAKALAH [4] MEMBUAT PROGRAM IDENTIFIKASI PARAMETER MODEL JA DARI DATA YANG DIPEROLEH DENGAN VSM MENGUJI PROGRAM TERSEBUT DENGAN DATA YANG DIBANGKITKAN DARI PARAMETER YANG ADA PADA MAKALAH [4] DAN [7] MENGGUNAKAN PROGRAM TERSEBUT UNTUK MENDAPATKAN PARAMETER JA DARI DATA VSM UNTUK BAHAN Ni DAN BARIUM FERIT MENGANALISA PARAMETER YANG DIPEROLEH DIKAITKAN DENGAN SEJARAH SAMPEL KESIMPULAN 33
  • 47. 34 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di laboratorium BATAN dan di laboratorium komputer SMAN 8 Jakarta. Dan, memakan waktu selama kurang lebih satu tahun tepatnya sejak bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Juni 2006. 3.3. Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1. Alat yang digunakan Alat yang dipakai pada penelitian ini adalah • Vibrating Sample Magnetometer (VSM) • Laptop IBM thinkpad T22 • X ray Difraction (XRD) 3.3.2. Bahan yang digunakan Penelitian ini menggunakan bahan sebagai berikut • Nickel 99,9% berbentuk padatan (bulk) • Barium ferrit berbentuk padatan 3.4. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian pada tesis ini terdiri dari 6 langkah yang diuraikan sebagai berikut.
  • 48. 35 1. Melakukan studi literatur tentang bagaimana cara mensimulasikan model JA, studi dilakukan pada beberapa makalah yang membicarakan masalah tersebut yaitu [5],[6], [17], [18] dan [19]. 2. Membuat program komputer dengan MATLAB untuk mensimulasikan model JA. Setelah melakukan penelaahan terhadap ketiga makalah di atas, maka dibuat suatu program simulasi model JA dengan MATLAB. Program ini mengkombinasikan teknik integrasi tidak gayut waktu [17] dan formulasi model JA oleh Miouat Azzouz [5]. 3. Menguji program tersebut dengan parameter seperti yang terdapat pada makalah Jiles dan Atherton [4]. Untuk mengetahui seberapa tepat program itu dengan model JA, dilakukan pengujian kinerja program dengan beberapa set parameter seperti yang ada pada makalah [4], kemudian membandingkannya dengan menggunakan program Hystersoft [20]. 4. Membuat program komputer dengan MATLAB untuk mendapatkan parameter dari suatu set data percobaan. Pada saat tesis ini ditulis telah banyak terdapat beberapa toolbox AG yang dapat digunakan oleh program MATLAB, tapi pada tesis ini yang digunakan adalah Genetic Algorithm and Direct Search Toolbox ( GADS ) ver 2.0, dikarenakan toolbox ini telah tersedia pada MATLAB ver 7.1. yang dirilis pada bulan Agustus 2005. Penggunaan program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menuliskan kode program dengan MATLAB, atau menggunakan panel kendali yang disediakan. Pada tesis ini program MATLAB untuk menentukan parameter model JA dibuat dengan menggunakan algoritma genetika. Penggunaan
  • 49. 36 algoritma genetika dilakukan dengan cara pengaturan pilihan metode algoritma genetika melalui panel kendali, kemudian sebuah kode program MATLAB dibangkitkan berdasarkan metode algoritma genetika yang telah dipilih. 5. Menguji program tersebut dengan data yang dibangkitkan dari simulasi model JA dengan menggunakan parameter yang ada pada makalah [4] dan [7]. 6. Menggunakan program-program di atas untuk mendapatkan parameter model JA dari suatu data yang diperoleh melalui pengukuran dengan VSM untuk bahan nickel 99,9% dan barium ferrit.
  • 50. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Program Simulasi Model JA Penyelesaian model JA seperti yang dinyatakan dengan persamaan 4.1 memberikan tantangan tersendiri, ini terbukti dengan banyaknya laporan penelitian tentang hal tersebut [1], [3], [5], [6], [7] dan [9]. ( ) dH dM c MMk MM c dH dM an an an M + −− − −= )( )( 1 αδ δ (4.1) Untuk menyelesaikan persamaan Jiles-Atherton secara numeris, Brian Phelps [17] menggunakan integrasi gayut waktu dan membagi persamaan tersebut ke dalam tiga komponen yaitu persamaan diferensial yang menggambarkan magnetisasi total, magnetisasi anhisterisis dan medan magnet efektif. Hessa Al Junaid dan Tom Kazmierski [16] menggunakan teknik integrasi tidak gayut waktu. Pada tesis ini digunakan teknik integrasi tidak gayut waktu . Sebuah program komputer dibuat dengan MATLAB untuk mensimulasikan gejala histerisis pada bahan ferromagnetik. Program itu memilah komponen magnetisasi irreversibel dan magnetisasi reversibel, lalu menjumlahkannya menjadi magnetisasi total. Program tersebut akan berulang terus mencari magnetisasi total untuk setiap nilai medan magnet luar dan akan berakhir apabila nilai tmax (user input) terlampaui. Variasi nilai medan magnet luar diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.2. sin( )mH H tω= (4.2) 37
  • 51. 38 Secara skematis algoritma penyelesaian numeris dari persamaan 4.1 adalah sebagai berikut. Gambar 4.1 Diagram alir model JA 4.2. Validasi Program 4.2.1. Validasi model JA Validasi program model JA pada tesis ini dilakukan dengan cara membuat kurva histerisis berdasarkan parameter model JA yang terdapat pada makalah [4]. Selanjutnya START Pemberian nilai pada kelima parameter model JA Penetapan nilai awal M, Mirr dan Mrev t <tHmax Hitung He Hitung Man Hitung Mirr Hitung Mrev Hitung Mtotal ya tidak STOP Hitung H
  • 52. 39 kurva histerisis tersebut dibandingkan dengan gambar yang terdapat pada makalah [4]. Hasil perbandingan tersebut ditunjukkan pada gambar 4.2. Gambar 4.2 (a) adalah kurva histerisis yang diambil dari makalah [4] dan gambar 4.2(b) merupakan kurva histerisis yang dihasilkan dengan menggunakan program MATLAB. Gambar 4.2. Perbandingan kurva M-H (a) sesuai referensi [4] (b) hasil reproduksi Dengan membandingkan kedua kurva histeresis tersebut terlihat bahwa keduanya memiliki kecocokan yang sangat tinggi. Hasil ini memberi keyakinan bahwa sistem program MATLAB yang disusun telah siap digunakan mensimulasikan model JA. Data-data lain yang digunakan sebagai pembanding adalah hasil analisa yang dilakukan oleh Miouat Azzouz [5]. Azzouz dalam perhitungannya memilah komponen magnetisasi anhisterisis, irreversibel dan reversibel, lalu membuatkan grafik hasil plot M dengan H. Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan sesuai dengan makalah [5], yaitu Ms =1,7x106 A/m, k= 2000 A/m, α=0,001, a= 1000 A/m dan c=0,1. Pada Gambar 4a-4b, dapat dilihat kurva histeresis hasil perhitungan yang dilakukan dibandingkan dengan hasil perhitungan Azzouz [5].
  • 53. 40 (a) (b) Gambar 4.3 Kurva magnetisasi anhisterisis dan magnetisasi irreversibel (a) Azzouz ; (b) hasil tesis ini Berdasarkan hasil perhitungan di atas, tampak bahwa kurva anhisteresis hasil analisa Azzouz sangat bersesuaian dengan hasil yang diperoleh dari tesis ini, Adapun untuk kurva magnetisasi reversibel dapat dilihat pada Gambar 5. Tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya, perhitungan kurva magnetisasi reversibel yang diperoleh dalam tesis ini sama dengan yang didapatkan oleh Azzouz. .
  • 54. 41 (a) (b) Gambar 4.4 Perbandingan magnetisasi reversibel (a) Azzouz ; (b) Hasil tesis ini Proses validasi juga dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh pada tesis ini dengan program hystersoft yang dibuat oleh Petru Andrei [20]. (a) (b) Gambar 4.5 Perbandingan kurva histerisis (a) Hystersoft; (b) Hasil tesis ini Pada tahap selanjutnya diperlukan suatu program untuk mengenali parameter yang terdapat pada satu set data eksperimen. Dengan program tersebut diharapkan dapat
  • 55. 42 diperoleh 5 parameter model JA dari suatu data hasil pengukuran berupa magnetisasi (M) dan medan magnet luar (H), kelima parameter tersebut adalah α : Kuat interaksi domain a : Aspek termal dan diperkenalkan oleh Langevin ketika mendefinisikan perilaku anhisterisis. c : Komponen magnetisasi reversibel k : Kerapatan pinning site Ms : Magnetisasi jenuh teknis 4.2.2. Pengaruh Tiap Parameter Pada Kurva Histerisis [5 dan 9] Masing-masing parameter pada model JA memberikan pengaruh pada kurva histeresis secara keseluruhan. Pada bahasan berikut akan dianalisis pengaruh tiap-tiap parameter pada bentuk kurva histerisis yang dapat diidentifikasi sebagai kuat medan koersif (Hc), magnetisasi remanen (MR) dan magnetisasi maksimal (Mm). 4.2.2.1. Pengaruh parameter Ms Pada gambar 4.6. diperlihatkan dua kurva histeresis dengan keempat parameter k, α, a dan c sama, sedangkan Ms berbeda. Dari gambar tersebut terlihat bahwa magnetisasi maksimal dan magnetisasi remanen untuk parameter Ms =2,0x106 A/m akan bernilai lebih besar daripada parameter dengan Ms=1,6x106 A/m. Sedangkan kuat medan koersif untuk kedua kurva histerisis tersebut adalah sama [5].
  • 56. 43 Gambar 4.6. Pengaruh parameter Ms pada kurva histerisis 4.2.2.2. Pengaruh parameter k Pengaruh parameter k pada bentuk kurva histerisis adalah pada kuat medan koersif, magnetisasi maksimal dan magnetisasi remanen. Kuat medan koersif dan magnetisasi remanen mengalami kenaikan apabila parameter k bertambah besar, sedang magnetisasi maksimal mengalami penurunan kecil jika paramater k dinaikkan seperti terlihat pada gambar 4.7. Gambar 4.7 Pengaruh parameter k pada kurva histerisis
  • 57. 44 4.2.2.3. Pengaruh parameter α Pengaruh parameter α pada bentuk kurva histerisis ditunjukkan pada gambar 4.8. Peningkatan nilai α akan mengakibatkan kenaikan magnetisasi maksimum, magnetisasi remanen dan suseptibilitas, sedangkan kuat medan koersif bertambah sedikit. Gambar 4.8 Pengaruh parameter α pada kurva histerisis 4.2.2.4. Pengaruh parameter a Parameter a berkaitan dengan aspek termal dan pertama sekali diperkenalkan oleh Langevin untuk menggambarkan kurva anhisterisis. Apabila nilai a bertambah akan mengakibatkan suseptibilitas, magnetisasi remanen dan magnetisasi maksimum berkurang, sedangkan kuat medan koersif mengalami peningkatan sedikit. Gambar 4.9 Pengaruh parameter a pada kurva histerisis
  • 58. 45 4.2.2.5. Pengaruh parameter c Parameter c merupakan parameter yang menunjukkan kontribusi magnetisasi reversibel terhadap magnetisasi total. Pada gambar 4.10 terlihat bahwa semakin besar nilai c maka magnetisasi maksimum dan magnetisasi remanen akan menurun, kuat medan koersif akan mengalami sedikit penurunan. Gambar 4.10 Pengaruh parameter c pada kurva histerisis 4.2.3. Validasi Program Penentuan Parameter D.C. Jiles dan J.B. Thoelke menggunakan teknik inversi untuk mendapatkan kelima parameter di atas. Mula-mula harus dihitung suseptibilitas pada titik asal kurva M-H, koersifitas Hc dan suseptibilitas diferensial maksimum χmax. Kemudian peneliti- peneliti berikutnya menggunakan teknik simulated annealing dan algoritma genetika. Peter Wilson et. al melakukan perbandingan penggunaan simualted annealing dan algoritma genetika pada kecocokan parameter yang diperoleh dengan data percobaan. Diperoleh kesimpulan bahwa ternyata parameter yang diperoleh dengan menggunakan AG lebih cocok daripada dengan menggunakan simulated annealing.
  • 59. 46 Selanjutnya pada tesis ini digunakan AG untuk mendapatkan parameter model JA dari satu set data pengukuran dengan VSM. Terlebih lagi pada MATLAB versi 7.04 telah tersedia toolbox GADS (Genetic Algorithm and direct Search), yaitu suatu toolbox yang berisi fungsi-fungsi AG. Sebelum program ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap ketepatan program dalam menaksir parameter dari suatu set data percobaan. Lima parameter yang terdapat pada makalah [4] digunakan untuk membangkitkan nilai M pada berbagai nilai H. Pasangan data ini M dan H selanjutnya disimulasikan sebagai data percobaan dan disimpan kedalam file coba.txt. Kelima parameter tersebut adalah Kurva histeresis yang dihasilkan dari kelima parameter tersebut adalah seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4.11. (a). Kurva ini diperoleh dengan menggunakan program hystersoft, sedangkan gambar 4.8.(b) adalah kurva yang diperoleh dengan menggunakan program komputer dengan MATLAB. Ms = 1,6 x 106 A/m k = 2000 A/m α = 0,003 a = 2000 A/m c = 0,1
  • 60. 47 Gambar 4.11 Perbandingan kurva histerisis antara tesis ini dengan Hystersoft (a) dengan hystersoft (b) dengan program MATLAB Kemudian dengan program komputer ingin diperoleh kelima parameter tersebut. Proses pencarian nilai parameter ini dilakukan beberapa kali sehingga mendapatkan tingkat kecocokan yang terbaik. Untuk melihat tingkat kecocokan digunakan nilai rata- rata jumlah kuadrat selisih nilai model dan nilai pada data percobaan atau mean sum squared error (MSSE) [7]. ( ) N MM MSSE N i iel∑= − = 1 2 modexp (4.3.) Opsi algoritma genetika yang ditetapkan untuk tiga kali pengulangan disajikan pada tabel 4.1.
  • 61. 48 Tabel 4.1 Opsi algoritma genetika options Pengulangan ke-1 Pengulangan ke-2 Pengulangan ke-3 Batas populasi awal [1e6 1500 0 1500 0 ; 2e6 3000 1 3000 1 ] [1.4e6 1500 0 1500 0 ;1.8e6 2500 0.01 2500 0.5 ] [1.4e6 1500 0 1500 0 ; 1.8e6 2500 0.01 2500 0.5 ] Jumlah populasi 50 50 50 Jumlah elit 5 5 5 Jumlah generasi 200 200 400 Fungsi kecocokan @fitscalingrank @fitnescalingrank @fitnescalingrank Fungsi pindah silang @crossoverheuristic 1.2 @crossoverheuristic 1.2 @crossoverheuristic 1.2 Fungsi mutasi @mutationgaussian 1 1 @mutationgaussian 1 1 @mutationgaussian 1 1 Fungsi seleksi @selectionroulette @selectionroulette @selectionroulette Berikut adalah parameter yang diperoleh dengan menggunakan algoritma genetika dari file data coba.txt. Tabel 4.2 Perbandingan nilai sebenarnya dengan nilai yang diperkirakan Diperkirakan Sebenarnya 1 2 3 fval 7,0832 x 107 1,6543 x 106 2,7844 x 105 Ms (A/m) 1,6 x 106 1,6048 x 106 1.5984x 106 1,6035x 106 k (A/m) 2000 1984,0 1981,0 2000,2 α 0,003 0,0028 0.0029 0,0030 a (A/m) 2000 1899,5 1954,2 2031,7 c 0,1 0,1189 0,1249 0,0993
  • 62. 49 Perbandingan antara kurva model dengan kurva data percobaan dapat dilihat pada gambar 4.12. (a), (b) dan (c) berikut. Gambar 4.12 Kurva perbandingan M-H antara model dengan data reproduksi (a) fval = 7.0832 x 107 Ms = 1.6048e x 106 k = 1984,0 α= 0,0028 a = 1899,5 c = 0,1189 (b) fval = 1,6543e x 106 Ms = 1,5984 x 106 k = 1981,0 alpha = 0,0029 a = 1954,2 c = 0,1249 (c) fval = 2,7844e x 105 Ms = 1,6035e x 106 k = 2000,2 α = 0,0030 a = 2031,7 c = 0,0993
  • 63. 50 Perbedaan nilai parameter hasil optimasi dengan nilai sebenarnya dapat ditentukan dengan rumus %100x x xx sebenarnya sebenarnyaoptimasi − (4.4) Kesalahan relatif untuk tiap-tiap pengulangan ditunjukkan oleh tabel 4.3. Pengulangan ke-1 dan pengulangan ke-2 menggunakan opsi yang sama dan dibedakan pada batas populasi awal. Pada pengulangan ke-2 batasan populasi awal sudah lebih menyempit dan oleh karena itu diperoleh nilai kecocokan yang lebih kecil. Pada pengulangan ke-3 digunakan jumlah generasi 400 dan batas populasi awal serupa dengan pengulangan ke-2. Pada pengulangan ke-3 ini diperoleh nilai kecocokan terendah dan prosentase kesalahan relatif untuk tiap parameter kurang dari 1,6%. Secara lengkap kesalahan relatif untuk tiap parameter ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 4.3 Kesalahan relatif hasil optimasi ParameterPengulangan ke- Ms k α a c 1. 0,3% 0,8% 6,67% 5,03% 18,90% 2. 0,1% 0,95% 3,33% 2,29% 24,90% 3. 0,22% 0,01% 0% 1,59% 0,70% Berdasarkan analisa di atas maka terlihat bahwa nilai hasil optimasi yang diperoleh untuk tiap parameter model JA dari file coba.txt tidak memiliki perbedaan signifikan dengan nilai sebenarnya.
  • 64. 51 Sebelum digunakan untuk menentukan parameter dari suatu data pengukuran dengan VSM, maka terlebih dahulu program tersebut divalidasi lagi dengan data yang dibangkitkan dari parameter yang terdapat pada makalah [7]. Pada makalah tersebut disajikan contoh penggunaan algoritma genetika pada dua buah material A dan B. Pencarian dilakukan pada batas-batas yang telah ditetapkan, kemudian diperoleh parameter hasil optimasi untuk material A dan B. Penentuan batas-batas parameter yang dilakukan pada makalah [7] adalah dengan cara trial and error pada sejumlah kecil individu dan sedikit generasi [7]. Validasi pada tesis ini dilakukan dengan menggunakan batas-batas populasi awal seperti diberikan pada makalah [7] dan menggunakan metode algoritma genetika seperti ditunjukkan pada tabel 4.1 pengulangan ke-3. Perbandingan antara parameter hasil optimasi material A yang diperoleh pada tesis ini dengan nilai sebenarnya dan kesalahan relatifnya ditunjukkan pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil optimasi material A Batas populasi awal Nilai sebenarnya Nilai dugaan Kesalahan relatif Ms (A/m) 1x106 - 2x106 1,453x106 1,4525 x106 0,03% k (A/m) 25 -100 72,352 72,6804 0,45% Alpha 5x10-5 – 5x10-4 1,7703 x10-4 1,7383 x10-4 1,81% a (A/m) 25 - 100 88,424 86,2932 2,41% c 0,1 – 0,5 0,35025 0,3602 2,84%
  • 65. 52 Perbandingan antara loop histerisis data dan loop histerisis model dengan parameter hasil optimasi ditunjukkan pada gambar 4.13. Gambar 4.13 Perbandingan loop histerisis data parameter A dengan model Dengan menggunakan cara yang sama dilakukan penentuan parameter hasil optimasi untuk material B. Hasil penentuan parameter tersebut ditunjukkan pada tabel 4.5 di bawah ini. Tabel 4.5 Perbandingan nilai sebenarnya dengan hasil optimasi material B Batas populasi awal Nilai sebenarnya Nilai dugaan Kesalahan relatif Ms (A/m) 1x106 - 2x106 1,589x106 1,58106 0,82% k (A/m) 150 -750 289,76 288,4244 0,46% Alpha 5x10-5 – 5x10-4 1001 9380 6,25% a (A/m) 150 - 750 584,07 546,745 6,45% c 0,1 – 0,5 0,41775 0,4273 2,29%
  • 66. 53 Perbandingan loop histerisis data dengan loop histerisis model diperlihatkan oleh gambar 4.13. Gambar 4.14 Perbandingan loop histerisis data parameter B dengan model Model JA yang diimplementasikan pada program MATLAB pada tesis ini sudah berhasil mendekati model JA seperti yang terdapat pada makalah Jiles dan Thoelke [4], Azzouz dan program hystersoft yang dikembangkan oleh Petru Andrei. Dan dengan algoritma genetika dapat diperoleh parameter model JA jika diberikan data berupa pasangan medan magnet luar (H) dan magnetisasi bahan (M). 4.3. Penentuan Parameter Model JA pada bahan Nickel dan Barium Ferrit 4.3.1. Nickel (diameter=0,125 mm dan tebal= 3 mm) Pada tahap ini program komputer yang telah divalidasi seperti diuraikan di atas digunakan untuk menentukan parameter model JA pada bahan Nickel 99,9%.
  • 67. 54 Algoritma genetika yang digunakan pada program ini ingin menemukan 5 variabel. Dimulai dengan membangkitkan 50 individu sebagai anggota populasi yang nilainya diberi batasan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.6 Batasan nilai populasi awal Ms 3,0x105 -5,0 x105 k 1000 – 5000 Alpha 0 – 1 a 1000 - 5000 c 0 - 1 Pencarian parameter ini dilakukan sebanyak empat kali dengan melakukan beberapa pengubahan pada fungsi seleksi dan jumlah generasi.Sedangkan batas-batas nilai populasi awal sama untuk setiap pencarian dan ditunjukkan pada tabel 4.2. Pemberian batasan pada populasi awal tidak menghalangi algoritma genetika untuk menemukan solusi di luar batas tersebut. Pada pencarian pertama dan kedua menggunakan fungsi seleksi stokastik dan dengan perbedaan pada jumlah generasi, yaitu pada pencarian pertama sebanyak 50 generasi dan pecarian kedua 100 generasi. Sedangkan pada pencarian ketiga dan keempat menggunakan metode roda roulette dengan jumlah generasi 100 pada pencarian ketiga dan 200 pada pengulangan keempat. Dari keempatnya terlihat bahwa dengan metode roda roulette diperoleh nilai kecocokan yang lebih kecil atau tingkat kecocokan lebih tinggi dan peningkatan jumlah generasi akan memberikan dampak peningkatan tingkat kecocokan.
  • 68. 55 Parameter yang diperoleh dan nilai kecocokan dari keempat kegiatan pencarian tersebut ditunjukkan dalam tabel 4.4. sebagai berikut. Tabel 4.7 Parameter Nickel (diameter=0,125 mm dan tebal= 3 mm) hasil optimasi No Nilai kecocokan (x 106 ) Ms (x105 A/m) k (A/m) α a (A/m) c 1 35,273 3,6657 5065,7 -0,3781 2787,2 0,1103 2 36,385 3,6663 4681,8 -0,3725 3015,2 0,1156 3 34,830 3,6569 3402,6 -0,3738 2299,9 0,0985 4 30,252 3,660 4394,2 -0,3928 2006,5 0,0789 Pada pencarian yang keempat diperoleh nilai kecocokan terkecil dibandingkan dengan ketiga pencarian yang lainnya. Maka kelompok parameter pada pencarian keempat inilah yang paling mendekati nilai sebenarnya. Perbandingan antara kurva M-H hasil pengukuran dengan kurva M-H model adalah sebagai berikut. Gambar 4.15 Perbandingan kurva M-H hasil pengukuran dengan model untuk bahan Nickel 99,9% (diameter=0,125 mm dan tebal= 3 mm)
  • 69. 56 Pada model di atas, titik-titik acuan yang dapat diidentifikasi adalah Mm = 3.57x105 A/m , MR = 2,113x104 A/m dan Hc = 5746 A/m. 4.3.2. Nickel Batang Kalibrator Dengan cara seperti pada langkah penentuan parameter model JA bahan Nickel (diameter = 0,125 mm dan tebal = 3 mm) di atas, maka untuk bahan Nickel batang kalibrator dimulai dengan menetapkan jangkauan populasi awal. Selanjutnya batas ini dapat diperbaiki pada pengulangan penentuan parameter berikutnya. Pada pengulangan pertama digunakan batas-batas seperti diperlihatkan pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Batasan nilai populasi awal pada bahan nickel batang kalibrator Ms 3,0 x105 -5,0 x105 k 1000 – 5000 α 0 – 1 A 1000 – 5000 c 0 – 1 Penentuan parameter model JA untuk bahan ini dilakukan sebanyak empat kali dengan melakukan beberapa variasi terhadap batas-batas populasi awal, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.8 Parameter hasil optimasi bahan nickel batang kalibrator Batas populasi awal Nilai kecoco kan (x107 ) Ms (A/m) (x105 ) k (A/m) α a (A/m) c [3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 2,6381 3,6819 6651,9 -0,3550 4120,7 0,1255 [3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 2,8595 3,7016 7755 -0,3215 4265,2 0,1719 [3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 4,6152 3,7020 2932,8 -0.3320 5402 0.2042 [3e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 4,5323 3,6839 2564,7 -0,3426 4493,3 0,1816
  • 70. 57 (a) (b) Gambar 4.16. Perbandingan kurva data hasil pengukuran dengan model Untuk bahan nickel batang kalibrator (a) fval=4,6152x107 ; (b)fval=2,6381x106 Perbandingan kurva antara data pengukuran dan model ditunjukkan pada gambar 4.13 . Dengan mempertimbangkan hasil-hasil pencarian di atas, maka parameter model JA yang paling cocok dengan hasil pengukuran adalah pada pencarian ke pertama atau seperti ditunjukkan pada gambar 4.5.(b). Parameter hasil optimasi tersebut adalah Ms=3,6819x105 A/m, k=6651,9 A/m, alpha=-0,3550 , a=4120,7 A/m, c=-0,1255. Titik titik acuan pada gambar 4.5.(a) yang dapat diidentifikasi adalah Mm = 3.52x105 A/m , MR = 1114 A/m dan Hc = 2355 A/m. 4.3.3. Barium Ferrit Pencarian parameter dilakukan dengan mengatur pilihan pada algoritma genetika, kemudian mengubah batas bawah dan batas atas populasi awal. Mula-mula didapati kurva model yang menyerupai kotak, dan gagal mengikuti kelengkungan pada ujung loop di sekitar titik magnetisasi remanen. Namun kemudian setelah dilakukan pengubahan batas atas dan batas
  • 71. 58 bawah terutama untuk parameter α dan a, diperoleh kurva model yang memilki tingkat kecocokan lebih baik dari sebelumnya. Walaupun tetap saja kurva model gagal mendekati secara baik kurva data hasil pengukuran. Berikut disajikan hasil pencarian parameter model JA barium ferit dalam tabel 4.7. Tabel 4.9 Parameter hasil optimasi barium ferrit Batas populasi awal Nilai kecocok an (x107 ) Ms (A/m) (x105 ) k (A/m) alpha a (A/m) c [3e5 1000 0 0 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 464,99 3,322 3601,7 1,0703 7325,7 1,0417 [4e5 1000 0 1000 0 ; 5e5 5000 1 5000 1 ] 464,09 3,3606 2802,7 1,0885 8060 1,0292 [3e5 2000 0 5000 0 ; 5e5 8000 1 5000 1 ] 455,11 3,3296 3419,4 1,1078 9920 1,0491 Model dengan parameter hasil optimasi tersebut apabila diperbandingkan dengan kurva hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4.17. Perbandingan kurva data hasil pengukuran dengan model untuk bahan barium ferit (a) fval=464,09x107 ; (b)fval=455,11x107
  • 72. 59 Berdasarkan data di atas terlihat bahwa titik koersifitas kurva model dengan koersivatas kurva pengukuran relatif sama, sedangkan magnetisasi remanen dan suseptibitas kurva model memiliki perbedaan dengan kurva pengukuran. Pada kurva model suseptibiltas atau kemiringan kurva lebih besar daripada suseptibilitas kurva pengukuran. Sedang magnetisasi remanen kurva model dan kurva pengukuran berbeda sedikit.
  • 73. BAB V KESIMPULAN, KESULITAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Model JA berhasil diimplementasikan ke dalam program MATLAB dan telah divalidasi dengan pembanding gambar yang ada pada makalah D.C. Jiles dan D.L. Thoelke [4], software hystersoft yang dibuat oleh Petru Andrei dan tesis yang diajukan oleh Miouat Azzouz. Parameter model JA yaitu Ms, k, α, a dan c memiliki pengaruh pada bentuk kurva hysteris. Kenaikan nilai Ms akan mengakibatkan peningkatan magnetisasi maksimum dan magnetisasi remanen, sedang kuat medan koersif tetap. Apabila k bertambah besar, magnetisasi remanen dan kuat medan koersif juga bertambah, sedang magnetisasi maksimum mengalami penurunan sedikit. Jika parameter α bertambah maka magnetisasi remanen, magnetisasi maksimum, suseptibiltas dan kuat medan koersif juga turut bertambah. Pertambahan nilai a akan berakibat pada penurunan nilai magnetisasi remanen, magnetisasi maksimum dan suseptibilitas sedang kuat medan koersif mengalami peningkatan sedikit. Jika parameter c bertambah besar akan memberikan pengaruh pada penurunan nilai magnetisasi remanen, magnetisasi maksimum dan kuat medan koersif, sedang suseptibiltas cenderung tetap. Program penentuan parameter model JA telah divalidasi dengan menggunakan data yang ada pada makalah [4] dan [7]. Hasil validasi menunjukkan bahwa dengan melakukan iterasi sampai 400 generasi diperoleh kesalahan relatif pada kisaran 0,08% - 6,45%. 60
  • 74. 61 Kurva model yang diperoleh dengan menggunakan parameter hasil optimasi dengan algoritma genetika memiliki tingkat kecocokan yang bagus dengan data hasil pengukuran untuk bahan nickel (diameter=0,125mm dan tebal=3mm ) dan nickel batang kalibrator. Sedangkan program yang digunakan pada tesis ini memberikan tingkat kecocokan model yang kurang memuaskan pada saat digunakan untuk data pengukuran histerisis barium ferit. 5.2. Kesulitan Kesulitan yang dijumpai pada pembuatan program MATLAB model JA ini adalah pada penyelesaian persamaan diferensial model JA secara numerik. Penentuan parameter model JA dengan algoritma genetika memiliki ruang pencarian yang sangat luas dan terdapat banyak pilihan metode yang dapat digunakan. 5.3. Saran Program penentuan parameter model JA dengan algoritma genetika ini dapat diperbaiki lagi sehingga dapat menentukan parameter model secara lebih akurat. Perbaikan dapat dilakukan dengan menyelesaikan persamaan diferensial tak linear model JA dengan metode yang lebih akurat lagi seperti Range-Kutte, walaupun ini akan memakan waktu lebih lama. Sebelum menentukan parameter model JA dengan algoritma genetika, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan penentuan secara kasar dengan bantuan titik-titik acuan seperti magnetisasi remanen, magnetisasi jenuh, kuat medan koersif dan suseptibilitas pada titik nol.
  • 75. 62 Peneliti lain dapat menyelidiki kelima parameter model JA tersebut dikaitkan dengan struktur kristal, perlakuan mekanik maupun perlakuan panas yang diberikan pada bahan ferromagnetik. Metode pembuatan model dan penentuan parameter model JA pada tesis ini dapat dicoba untuk diterapkan pada pembuatan model histerisis bahan ferromagnetik yang lain seperti model Stoner-Wohlfarth dan Preisach.
  • 76. 65 LAMPIRAN Source Code file fithys : % program untuk mendapatkan parameter dari data pengukuran % VSM dan membandingkannya dengan simulasi teoritris clear all,clf; load vsm1/coba2.txt; Mexp=coba2(:,2); Hexp=coba2(:,1); [x fval]=fitga; fval Ms =x(1) k=x(2) alpha = x(3) a=x(4) c=x(5) step=0.01; M=0; M1=0; Man=0; Mirr =0; Mrev=0; oldH=0; for i=1:1:length(Hexp); H = Hexp(i); He = H + alpha*M; dH=H-oldH; oldH =H; if dH > 0 dk= k; else dk = -k; end Man=Ms*(coth(He/a)-a/He); deltaM=(Man-M); if dH<0 & deltaM >= 0 delM=0; elseif dH>0 &deltaM <= 0 delM=0; else
  • 77. 66 delM=1; end dMdH=(1-c)*delM*(deltaM)/(dk-alpha*deltaM); Mirr=Mirr +dMdH*dH; Mrev=c*(Man-Mirr); M=Mrev+Mirr; Mt(i)=M; Ht(i)=H; %plot(H,M,'r-'),hold on end plot(Ht,Mt,'r:'),hold on plot(Hexp,Mexp,'b.') xlabel('H (A/m) ') ylabel('M (A/m) '),grid on hold off; Source code file fitja.M function y = fitja(x) %Program ini bertujuan untuk mencocokkan data pengukuran % dengan model menggunakan MSSE load vsm1/coba2.txt; Mexp=ni1253(:,2); H=ni1253(:,1); %status=batas(x); %if status==0 % y=1e20; % return %else x(1)=x(1); %Ms 1.6e6; x(2)=x(2); %k 1000; x(3)=x(3); %alpha 0.003; x(4)=x(4); % a 2000; x(5)=x(5); %c 0.1; Ms =x(1); k=x(2); alpha = x(3); a=x(4); c=x(5); M=0; Man=0; Mirr =0; Mrev=0;
  • 78. 67 oldH=0; maxN=length(H); sumsqr=0; for jj=1:1:maxN; Hexp=H(jj); He = Hexp + alpha*M; dH=Hexp-oldH; deltaH=dH; oldH =Hexp; if dH > 0 dk= k; else dk = -k; end Man=Ms*(coth(He/a)-a/He); deltaM=(Man-M); if dH<0 & deltaM >= 0 delM=0; elseif dH>0 &deltaM <= 0 delM=0; else delM=1; end if dH<0 & deltaM >= 0 delM=0; elseif dH>0 &deltaM <= 0 delM=0; else delM=1; end dMdH=(1-c)*delM*(deltaM)/(dk-alpha*deltaM); Mirr=Mirr +dMdH*dH; Mrev=c*(Man-Mirr); M=Mrev+Mirr; %Mex=Mexp(jj); sumsqr = sumsqr + (Mexp(jj)-M)^2; end y=sumsqr/maxN; %end Source code file fitga.M function [X,FVAL,REASON,OUTPUT,POPULATION,SCORES] = fitga %% This is an auto generated M file to do optimization with the Genetic Algorithm and
  • 79. 68 % Direct Search Toolbox. Use GAOPTIMSET for default GA options structure. %%Fitness function fitnessFunction = @fitja; %%Number of Variables nvars = 5 ; %Linear inequality constraints Aineq = []; Bineq = []; %Linear equality constraints Aeq = []; Beq = []; %Bounds %LB = [3e5 1000 0 1000 0]; %UB = [5e5 5000 0.001 5000 1 ]; LB=[]; UB=[]; %Nonlinear constraints nonlconFunction = []; %Start with default options options = gaoptimset; %%Modify some parameters options = gaoptimset(options,'PopInitRange' ,[1e6 1000 0 500 0 ; 1.5e6 2000 0.01 1500 1 ]); options = gaoptimset(options,'PopulationSize' ,50); options = gaoptimset(options,'EliteCount' ,5 ); %options = gaoptimset(options,'MutationFcn' ,@mutationadaptfeasible); options = gaoptimset(options,'Generations' ,400); options = gaoptimset(options,'StallGenLimit' ,Inf); options = gaoptimset(options,'StallTimeLimit' ,Inf); %options = gaoptimset(options,'FitnessScalingFcn' ,{ @fitscalingshiftlinear 2 }); %options = gaoptimset(options,'CrossoverFcn' ,{ @crossoverintermediate 1 }); options = gaoptimset(options,'CrossoverFcn' ,{ @crossoverheuristic 1.2 }); options = gaoptimset(options,'SelectionFcn' ,@selectionroulette); %options = gaoptimset(options,'SelectionFcn' ,@selectionremainder); options = gaoptimset(options,'MutationFcn' ,{ @mutationgaussian 1 1 }); options = gaoptimset(options,'Display' ,'off'); %%Run GA [X,FVAL,REASON,OUTPUT,POPULATION,SCORES] = ga(fitnessFunction,nvars,Aineq,Bineq,Aeq,Beq,LB,UB,nonlconFunction,opti ons);