Kekeringan parah di beberapa kecamatan di Kabupaten Indramayu menyebabkan ancaman kelaparan dan penyakit busung lapar bagi warga. Krisis daya beli yang terjadi membuat sebagian warga hanya mampu makan nasi aking atau sega aking. Kondisi ini terjadi di berbagai desa dan kecamatan terpencil yang dilanda kekeringan.
2. Nama : Yudha P Sunandar
Panggilan : Yudha
Status : Menikah
Pendidikan: Universitas Padjadjaran
Aktivitas
Blogger & Praktisi Citizen Journalism
Penulis Teknologi Informasi dan Citizen
Journalism
Asisten Manajer bidang Media Divisi Pengkajian
dan Penerbitan (DPP) Salman ITB
Pemimpin Redaksi SalmanITB.com
General Manager SalmanRadio.com
Pengurus Masyarakat Mandiri Informasi (MMI)
Jabar
7. Orisinalitas / Lengkap Data Gaya
Keaslian & Fakta Bercerita
Sudut
Bahasanya
Pandang Isunya Dekat
Sederhana
Berbeda
Show, Not Tell Menginspirasi
8. • Asli, bukan saduran apalagi contekan.
• Digali berdasarkan pengalaman langsung
penulis.
• Banyak orang menghargai cerita langsung
daripada cerita yang disadur dari orang lain
dan media.
• Waspada! Sekali Anda mencontek atau
menggunakan karya orang lain, Anda tidak
akan dipercaya selamanya.
9. Alex jatuh dari Sudah halaman 30 ketika Alex
tangga. Ketika itu, menginjakkan kaki pertama anak tangga
dia sedang lantai 2. “Brug,” tiba-tiba terdengar
berjalan sambil dentuman seperti benda jatuh dari arah
membaca buku. tangga. Semua orang melihatnya. “Aduh...
Kejadian ini Aduh...” tampak Alex mengerang kesakitan
membuatnya di bawah tangga. Rupanya dia jatuh dari
lututnya terluka. tangga. Tangannya memegang lututnya
Semua orang yang tampak kesakitan. Darah merah
menolongnya dan deras mengucur seketika, membanjiri
menasihatinya lututnya. Orang-orang yang ada di sekitar
untuk tidak situ langsung menghampiri Alex.
melakukannya “Makanya, jangan jalan sambil baca buku,”
lagi. nasihat salah seorang dari mereka.
10. Andai aku punya sayap Andai aku punya sayap
Akan aku ajak ibu ke pasar Ibu aku ajak ke pasar
Melewati kemacetan Bapak aku antar ke kantor
Dan tiba dengan cepat Tapi, dipikir-pikir, ribet juga yah
Andai aku punya sayap punya sayap
Bapak aku antar ke kantor Ketika duduk bersandar di sekolah,
Adik juga aku ajak sayap saya akan tertekan
Biar ke berangkat Pasti sakit
bersama Tidur pun tidak bisa terlentang
Sungguh asyik punya Kalau hujan, pasti kebasahan kalo
sayap harus terbang
Bisa melihat kota dari atas Mending tidak usah punya sayap,
Senang aku punya sayap deh
Dan ingin ini jadi nyata Dan saya bersyukur jadi manusia
11. Era liberalisasi informasi Remaja hendaknya
saat ini harus disikapi meningkatkan pertahanan
dengan ketahanan diri yang diri sebaik-baiknya dalam
optimal. Bila tidak, dapat menghadapi zaman
menyebabkan degradasi kebebasan informasi. Bila
hati yang dapat tidak, bisa menyebabkan
menyebabkan penurunan kualitas hati. Hal
meningkatnya problematika ini bisa menyebabkan
kehidupan yang sudah meningkatnya masalah-
semakin kompleks ini. masalah dalam kehidupan.
Padahal, hidup saja sudah
rumit.
13. Meskipun harga Bahan Meskipun BBM batal naik, tapi
Bakar Minyak (BBM) harga-harga di masyarakat
tidak jadi naik, tapi terlanjur naik. Salah satu yang
harga-harga di saya temui di tukang gorengan.
masyarakat sudah mulai Menurut Ketua Asosiasi
naik. Salah satu yang Pedagang Gorengan, Cecep, 70
saya temui adalah di persen anggotanya menaikkan
tukang gorengan. Banyak harga dari Rp. 500 menjadi Rp.
dari mereka yang 700. Sedangkan 30 persen
menaikkan harga lainnya memilih memperkecil
dagangannya. Bila tidak ukurannya. Pisang goreng, yang
naik, ukurannya pun jadi biasanya berukuran 5 Cm,
lebih kecil dari biasanya. menjadi 3 Cm.
16. Referensi
Public Relations atau kehumasan, menurut definisi
Public Relations Society of America (1998) adalah
membantu institusi dan publik untuk beradaptasi
dalam hubungan saling menguntungkan, dan sinergis
satu sama lain. Definisi ini senada dengan hasil riset
terhadap ratusan pemimpin lembaga PR, yaitu:
“Kehumasan adalah fungsi manajerial yang
membantu membangun dan menjaga hubungan
saling menguntungkan, dalam hal komunikasi,
pemahaman, penerimaan dan kerjasama antara
organisasi dan publiknya”.
17. Referensi
Plato dan gurunya, Socrates, hidup ketika era awal
penulisan menyapu Yunani. Menggunakan Socrates
sebagai salahsatu karakter dalam “Dialogues”-nya,
Plato mengekspresikan kekhawatirannya mengenai
perubahan masyarakat yang diakibatkan oleh
penulisan. Pertama, Plato percaya bahwa menulis itu
berbahaya karena menulis bisa merusak ingatan
manusia. Kedua, karena gagasan penulis bisa
disalahartikan oleh pembaca.
18. Referensi
“Man Jadda wa Jadda,” begitulah hikmah yang
ingin disampaikan oleh Negeri 5 Menara. Sang
penulis ingin mengajarkan bahwa bekerja keras
adalah salah satu kunci kehidupan. Lebih dari itu,
orang yang bekerja keras selalu mendapatkan
solusi atas permasalahan yang selalu dihadapinya.
19. Contoh
Dari kejadian sehari-hari, seringkali pesan-pesan
publikasi ternyata memiliki berbagai kendala
praktis, cara penulisan, kurangnya unsur penting
berita hingga nilai berita itu sendiri. Untuk
mendapatkan publikasi media, adalah memberi
editor, dan reporter apa yang mereka inginkan:
berita.
20. Contoh
Suardi, temen saya yang hobi ngebut itu, nasibnya
kini harus berakhir di rumah sakit. Sebuah
kecelakaan yang menimpanya tadi malam, telah
membuat kakinya patah. Padahal, dari dulu saya
sudah mengingatkannya untuk berkendara tidak
lebih dari 40 Kilometer per jam saja. Namun, dia
tidak menggubris apa yang saya sampaikan.
21. Analogi
Sesosok hantu bergentayangan di dunia—hantu
uang alam kehadiran elektronik imaterialnya, tak
mempunyai bentuk tak mempunyai rupa. Ia
mengendap-endap mengitari bola bumi siang
malam; ia tak kenal batas negara juga tak kenal
musim. Si liar aneh ini masih begitu baru
penampilannya di penta bumi sehingga kita belum
mempunyai nama untuknya.
22. Analogi
Hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas, tak jarang
juga di bawah. Siklus ini selalu berulang setiap
waktu, tidak mengenal siapa pun juga. Yang harus
kita lakukan adalah bersiap diri untuk menghadapi
siklus ini. Ketika di atas, kita tidak boleh sombong
dan harus ingat bahwa kita ada di bawah. Ketika
di bawah, kita juga harus selalu terpacu untuk
bekerja keras.
23. Testimoni
Persentuhan dengan publik, membuat
konsekuensi lain yang ternyata semakin
meningkatkan motivasi untuk menulis. ”Ketika
karya puisi saya ditempel, dampaknya luar biasa,
meskipun nilainya tidak ada apa-apanya, tapi itu
menjadi semacam tonggak awal bagi saya untuk
sering nulis,” kata Muhtar.
24. Testimoni
Menulis adalah proses yang tidak cepat. Ketika
kita mampu bersabar berkarya, orang pun akan
menghargainya. Seperti yang terjadi pada teman
saya, Amin. “Saya butuh waktu 6 tahun untuk
tulisan saya dimuat di koran Kompas,” paparnya.
Ketika itu terjadi, tulisannya sebulan sekali
menghiasi halaman koran terbesar di Indonesia
tersebut. Honornya pun sudah lebih dari 1 juta
Rupiah setiap pemuatan tulisannya.
25. Statistika
Kucuran anggaran yang masuk ke Papua juga tidak
sedikit, melalui anggaran otonomi khusus, Papua
boleh jadi adalah provinsi yang memiliki anggaran
terbesar. Rp 10 triliun diberikan dalam 2002 hingga
2006. Rencananya, Rp 17 triliun lain dikucurkan ke
sana. Belum lagi dana APDB yang tahun 2007 saja
mencacat angka Rp 5,371 triliun. Kekayaan dan
anggaran yang relative sangat besar itu belum
mampu menolong taraf hidup masyarakat Papua.
Hampir 80 persen keluarga yang bermukim di Papua
tergolong miskin, bahkan miskin absolut.
26. Statistika
Angka siswa yang tertangkap basah mencontek
setiap hari semakin banyak saja. Bila semester lalu
ada 30 dari 360 siswa yang ketahuan mencontek.
Semester ini jumlahnya meningkat hingga 120
orang siswa yang ketahuan mencontek. Hal ini
mengindikasikan bahwa siswa tidak segan lagi
untuk mencontek. Bisa jadi, di masa yang akan
datang, mencontek adalah hal yang lumrah terjadi
di lingkungan sekolah.
27. Lihat Dengar Rasa Sentuh Bau
Kampung mungil Krraaak… Sepahit ampas Air yang hangat Udara segar
itu dilingkungi kopi Pasir lembut di
bukit-bukit. Bruugg... sela jemari Amis ikan
Posisinya seperti Semanis gula
sebuah cawan Tok... Tok... Tok... putih Hembusan angin Aroma cemara
raksasa. Sawah yang membelai
berundak-undak Seasam mangga Seharum melati
di timur, diapit muda Renyahnya kulit
dua bukit yang pecah yang
tak terlalu tinggi terinjak
28. Kenaikan harga BBM, Kenaikan BBM memancing
memancing naiknya harga kenaikan harga-harga. Salah
bahan-bahan pokok. satu yang saya temui di
Umumnya, kenaikan tukang gorengan. Menurut
berkisar antara 10 – 30 Cecep, pedagang gorengan,
persen. Di tingkat nasional dirinya menaikkan harga
saja, cabai naik dari 7 ribu dari Rp. 500 menjadi Rp.
menjadi 8 ribu per 700. Sedangkan pedagang
kilogramnya. Kenaikan ini lainnya, Asep, memilih
juga membuat jutaan orang memperkecil ukurannya.
jatuh ke lubang kemiskinan. Pisang goreng, yang
biasanya berukuran 5 Cm,
menjadi 3 Cm.
29. “...disebut juga Glocal, mengaplikasikan
isu-isu di tingkat global ke dalam nilai-
nilai di tingkat lokal...”
30. Glocal Examples
• Kenaikan harga BBM, berdampak pada harga
dan ukuran gorengan
• Karena biaya pendidikan mahal, masyarakat
banyak yang menyelenggarakan Sekolah Rumah
(Home Schooling)
• Menjelang pengumuman SNMPTN, Masjid
Salman ITB banyak dikunjungi lulusan SMA
ketika waktu dhuha
• Rini, karyawan Salman ITB, ingin Masjid Salman
ITB seperti Masjid Nabawi, Madinah
31. Air Sungai Kotor Orang Gila
Airnya berwarna hitam pekat. Rambutnya gimbal dan panjang
Saking pekatnya, dasar sungai hingga punggung. Kulitnya
pun sudah tidak terlihat. Baunya berwarna cokelat kehitaman dan
seperti bau bangkai. Di beberapa dipenuhi oleh daki dan tanah.
bagian sungai, sampah dan Mulutnya tertutup oleh kumis
bangkai hewan menumpuk dan jenggot. Hidungnya
menjadi satu. Lalat hijau pun mengeluarkan ingus hingga
berterbangan di atasnya. menyebar di kumisnya. Saking
pekatnya ingus di kumisnya, tak
jarang lalat berwarna hijau pun
hinggap di atasnya.
32. • Positive Journalism
• Journalism of Hope
• Epiphanic Journalism
• Peer Journalism
Jurnalisme yang mengangkat kemuliaan
(dignity) manusia, sekalipun manusia
mengalami nasib yang tidak baik (fate).
33. Kelaparan dan penyakit busung lapar alias honger odim (HO) menyusul terjadinya
kekeringan parah mulai menghantui sebagian warga Kab. Indramayu. Terjadi krisis
daya beli yang hebat, terutama melanda masyarakat yang berada di kecamatan dan
desa-desa terpencil. Berdasarkan pemantauan “PR”, Selasa (19/8), ancaman
kelaparan terlihat merata di kecamatan yang selama ini dilanda kekeringan parah.
Terbentang dari Kec. Krangkeng di Indramayu Timur sampai Haurgeulis di
Indramayu Barat.
Di Krangkeng dan Karangampel, terutama di perbatasan dengan Indramayu-
Cirebon, sebagian warga sudah tidak mampu lagi makan nasi. Terjadi krisis daya beli
hebat sehingga sebagian dari mereka terpaksa makan nasi atau sega aking. Mereka
yang terpaksa makan nasi aking ialah warga miskin atau prasejahtera. Mereka
sudah tidak mampu lagi membeli beras dan hanya mampu membeli nasi aking.
Nasi aking mereka beli dengan harga Rp. 500,00/Kg. Nasi bekas yang dijemur itu
ditanak kembali untuk makan sehari-hari, itu pun hanya mampu dua kali sehari.
Kondisi memprihatinkan itu jadi gambaran umum di warga Krangkeng dan
Karangampel terutama di desa-desa terpencil dekat pesisir pantai dan perbatasan
dengan Cirebon seperti melanda sekira 250 KK Blok Lebak Terate Ds. Singakerta
Krangkeng. Warga sudah lebih sebulan ini terpaksa makan nasi aking dengan lauk
seadanya seperti ikan asin dan sambal.
34. Adanya warga yang mulai makan nasi aking menjadi petunjuk telah terjadi krisis
daya beli hebat. Indramayu juga berada dalam ancaman kelaparan, hal ini
merupakan alamat buruk bagi derajat gizi dan kesehatan masyarakat. Ribuan anak-
anak balita di desa-desa terpencil itu terancam kelaparan dan kekurangan gizi.
Ancaman kelaparan juga berpotensi munculnya penyakit busung lapar atau HO,
penyakit yang pernah melanda Indramayu sekira tahun 1970.
“Kami kesulitan beli beras, terpaksa makan sega aking. Hanya, bila ini berlarut-larut,
bisa benar-benar kelaparan. Sega aking ini pertahanan terakhir kami, lalu
bagaimana dengan nasib anak-anak,” tutur warga Singakerta.
Ancaman kelaparan dan penyakit busung lapar juga menghantui warga Indramayu
di kecamatan lainnya. Setidaknya menghantui sekira 127 ribu KK warga prsejahtera
yang berada tersebar di 24 kecamatan di daerah yang terparah dilanda bencana
kekeringan. “Ancaman kelaparan berpotensi terjadi pada warga prasejahtera. Di
Indramayu jumlahnya 127 ribu KK. Kita berusaha menyediakan bantuan mengatasi
situasi darurat ancaman kelaparan itu,” tutur Kabag Perekonomian, Drs. H. Tjastana.
35. Krisis Daya Beli
Dari pemantauan di desa-desa terpencil, Indramayu tak lagi cuma rawan, tetapi
sudah benar-benar krisis daya beli. Warga prasejahtera sudah benar-benar tak
punya uang, meski hanya sekedar untuk membeli beras murah (Raskin). Krisis daya
beli hebat juga melanda warga di Haurgeulis. Terutama di desa-desa terpencil yang
merupakan masyarakat sekitar wilayah hutan milik Perhutani setempat. Di
antaranya melanda warga Ds. Situraja, Balaraja, Bantarwaru, Sanca, Gantar, dan
sekitarnya.
Krisis daya beli itu menyusul kemarau panjang yang sudah berlangsung dalam lima
bulan terakhir. Di Haurgeulis, krisis daya beli terkait gagalnya areal pertanian di
daerah setempat. Ditambah lagi sumber air satu-satunya di Haurgeulis, yakni
Waduh Cipancuh sudah kering-kerontang hingga melumpuhkan sedikitnya 3.000 ha
sawah.
“Jangankan beli lauk pauk, sekedar menebus Raskin saja sudah tidak bisa. Kami
makan sehari sekali, itu pun tanpa lauk-pauk. Sekedar ikan asin juga tidak sanggup
beli,” tutur akhmad (42) dan Kusen (45) warga Blok Sarkamal Ds. Situraja.
36. Warga di Situraja dan sekitarnya sudah tidak memiliki kemampuan membeli. Kalau
selama ini masih bisa makan, tidak lain karena berutang atau menggadaikan
barangnya. “Kalau sekarang bisa makan, itu karena gadai barang atau berutang. Kita
sudah sangat kesulitan,” tutur mereka.
Sementara itu, Bupati Indramayu H. Irianto M.S. Syafiuddin mulai melakukan
“turba” (turun ke bawah) meninjau desa-desa yang dihantui kelaparan. Bahkan di
Singakerta, Bupati Irianto memberi bantuan empat ton beras dan dua tangki air
bersih.
Informasi yang diperoleh “PR”, pemkab mulai mengalokasikan beras dan dana
bantuan untuk mengantisipasi kemungkinan meluasnya kelaparan. Bupati Irianto
meminta agar warga yang terancam kelaparan segera melapor ke kuwu atau camat
agar bisa segera memperoleh bantuan.***
37. Makan nasi aking bagi keluarga Kamali (43) adalah hal biasa. Bersama istrinya,
Carimah (39) dan anak-anaknya Kamali menjalani hidup kekurangan. Membina
keluarga selama 11 tahun, Kabpaten Indramayu ini sudah terbiasa makan tidak
enak, kalau diukur dengan selera masyarakat punya.
Kamali berpenghasilan pas-pasan. Memasuki musim panen, dia bekerja menjadi
buruh tani. Atau kala ada yang mengjaka, dia menjadi buruh bangunan sebagai
laden. Jika tidak ada proyek, atau sedang tidak musim panen, Kamali menjadi
pengemudi becak. Penghasilannya paling banyak hanya Rp 20.000 sehari. Seringnya
paceklik penumpang.
Di gubuknya yang hanya berdinding bilik, Carimah mengasuh kedua anaknya, Yanto
(11) dan Sumiyati (6). Yanto duduk di bangku kelas 6, sedangkan adiknya baru kelas
1 madrasah. Carimah pun tanpa pekerjaan. Mau menjadi pembantu rumah tangga,
tentu di kampung miskin itu tidak ada rumah yang memerlukan pembantu. Carimah
hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan kadang-kadang membantu
tetangganya, membungkus kerupuk asin untuk dijajakan keliling kampung.
“Suami tidak mengizinkan saya ke Arab, juga tidak mengizinkan saya jadi pembantu
rumah tangga ke Jakarta. Kasihan anak-anak. Biarlah kami hidup apa adanya, yang
penting anak-anak bisa sekolah. Maunya sih nyekolahin anak sampai jadi sarjana.
Tapi karena keuangan sulit, sampai SMP saja saya sudah senang,” kata Carimah.
38. Kamali memang tidak mau melepaskan istrinya menjadi tenaga kerja wanita ke
Arab. Dia juga pernah memarahi calo TKI yang membujuk istrinya untuk bekerja
meninggalkan suami dan anaknya. Tentu saja dia tidak mendapatkan penghasilan
besar selain dari pekerjaannya sebagai buruh.
Pagi hari, Carimah mengantarkan suami menarik becak. Tak lama dia juga
menyiapkan sarapan buat kedua anaknya yang akan berangkat sekolah. Siang hari
anak-anaknya kembali ke gubuk reyot itu. Sore hari, kedua anaknya ke madrasah di
kampung itu, tidak jauh dari rumah mereka.
Sore hari, setelah tidak ada penumpang, Kamali kemudian berkeliling kota ke rumah
makan yang sudah dia kenal. Tentu saja bukan untuk makan-makan. Dia membeli
nasi sisa rumah makan tersebut. Selalu saja ada pelanggan yang tidak
menghabiskan nasinya.
Oleh pegawai rumah makan itu, nasi tersebut tidak dibuang, tapi dimasukkan ke
kantong plastik. Nasi sisa, yang dalam bahasa setempat disebut nasi aking itu, dijual
seharga Rp 750,- sekilonya. “Kalau yang tercampur banyak ikan dan sayurnya,
harganya Cuma Rp 500. Tapi nanti susah dicucinya,” kata dia.
Nasi aking memang adalah nasi bekas. Setelah dibeli, nasi itu kemudian dicuci
hingga bekas kuah dan lauk pauknya bisa dibersihkan. Setelah bersih, nasi itu
kemudian dijemur selama sehari. Setelah kering, nasi itu mengeras seperti kerasnya
beras. Kemudian nasi itu ditanak kembali, bak menanak beras menjadi nasi. Tugas
bersih membersihkan nasi ini dilakukan berdua oleh Kamali dan Carimah.
39. Sementara itu, di saat anak-anak mereka mengaji, Carimah pergi ke pasar
untuk berbelanja. Tidak seperti itu rumah tangga lain yang pergi ke pasar
pagi hari, perempuan berkulit legam karena kepanasan ini berbelanja sore
hari. Selain membantu kenalannya beres-beres lapak, dia juga membeli
barang apkiran. “Saya beli sayur atau lauk yang sudah tidak dibeli orang,
supaya harganya murah,” katanya.
Menjelang maghrib, dia sudah kembali ke rumah. Maka dia pun menanak
nasi aking, dan memasak sayur dan lauk apkiran tersebut. Yang paling dsukai
suaminya adalah sambal pedas, ditambah mentimun, dan ikan asin.
Sedangkan anak-anaknya suka telur goreng, dan ceker ayam.
Masakan rampung sebelum adzan maghrib. Sang suami mandi di kamar
mandi kampung di ujung jalan belakang kampung. Selesai mandi, Kamali
pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, sekaligus menjemput kedua
anaknya.
Usai maghrib, mereka bertiga pulang ke gubuk itu. Di bawah lampu
temaram, Carimah menggelar tikar, menyiapkan makanan: setumpuk nasi
aking, satu telor ayam yang dibagi dua, dua pasang ceker ayam, sambal,
mentimun, dan lalap sederhana lainnya.
40. Mulailah mereka santap malam sambil bercengkrama. Kamali menanyakan
bagaimana sekolah si sulung hari ini. Dia juga meminta Yanto untuk segera
mengerjakan PR setelah shalat Isya. Setelah itu dia minta anak sulungnya untuk
segera tidur, dan tidak terlalu larut, supaya besok bisa sekolah. Bunyi gemerutuk
gigi si bungsu jelas terdengar ketika dia mengunyah ceker ayam. Kemudian tangan-
tangan kecil itu meraup nasi aking. Sedangkan Kamali tampak keluar keringat,
karena rasa sambal pedas yang menendang. Carimah hanya senyum-senyum
melihat tingkah laku ketiga buah hatinya.
Usai makan Kamali dan Carimah membantu membimbing anak-anaknya
mengerjakan PR sekolah. Jam 21.00 Yanto dan Sumiyati sudah tidak terdengar lagi
tawanya. Keduanya lelap. Tak lama suami istri itu pun memejamkan matanya,
setelah kenyang makan nasi aking. Kurang gizi memang, tapi makanan tak bergizi itu
mampu menopang kemesraan keluarga.***
41. Inspirative Journalism
• Bad news is news, good news is the best
• Tidak mengeksploitasi kelemahan, akan tetapi
mengungkapkan kekuatan di balik kelemahan
• Mengaitkan informasi apa pun dengan
kepentingan manusia
• Secara halus, mendorong penulisnya untuk
memaparkan solusi dan membuat
pembacanya untuk bergerak menawarkan
bantuan.
42.
43.
44.
45. More Examples
Conventional Inspiring
• Garuda Jatuh, 20 • Garuda Jatuh, 115
Penumpang Hangus Penumpang Selamat
• Mak Ratmi, Kurus Kering • Keluarga Utuh Kendati
Karena Nasi Aking Makan Nasi Aking
• Aids Mencuri Sebagian • Tetap Berkarya Bersama
Hidupnya Aids
• Bobotoh Persib Menjebol • Bobotoh Persib Bisa
Benteng Stadion Dipersuasi
• Ruang Kelas Bocor, Belajar • Beratap Langit Pun Tak
Siswa Terganggu Mematahkan Semangad
Mereka Belajar
53. Perbedaan Produk Jurnalistik
News Views
• Faktual (berdasarkan • Fakta hanya dipilih
fakta) untuk memperkuat
• Objektif pandangan penulis
• Umumnya • Subjektif
menyampaikan • Umumnya
peristiwa menyampaikan
pendapat tentang
sesuatu hal
59. • Terjun ke lapangan langsung.
• Melakukan proses pengamatan dengan
memfungsikan panca-inderanya guna
mendeskripsikan suasana
• Catat hal-hal yang dilihat, didengar, disentuh,
dicium, dan dikecap
• Deskripsi:
– Ruang: panjang, lebar, tinggi, volume
– Waktu: kini, kemarin, yang akan datang
– Warna, Rasa, Bau
60. • Melakukan riset dengan menelaah data pustaka:
buku, data publik, dokumentasi, bahan online,
makalah, pidato, dan lain sebagainya.
• Dilakukan sebelum dan setelah observasi dan
wawancara. Umumnya sebagai pelengkap
kegiatan observasi dan wawancara.
• Data pustaka umumnya menjadi rujukan utama
untuk tulisan pelengkap.
• Cantumkan sumber pustaka.
61. • Melakukan percakapan dengan orang-orang
yang memiliki kewenangan pada informasi
tertentu.
• Tujuannya adalah mengumpulkan data, fakta,
dan pendapat nara sumber.
• Kuncinya adalah kepercayaan dan empati.
63. Persiapan Wawancara
• Menyiapkan peralatan: recorder, buku catatan,
ballpoint, termasuk cadangannya
• Menyiapkan daftar pertanyaan: pertanyaan terbuka,
pertanyaan tertutup, kapan itu akan ditanyakan
• Melakukan riset tentang tema wawancara
• Melakukan riset tentang narasumber
• Menghubungi narasumber untuk menentukan hari,
waktu, dan tempat wawancara
64. Pelaksanaan Wawancara
• Menggunakan pakaian yang rapih dan santun.
• Hadir tepat waktu di tempat yang telah
disepakati
• Memperkenalkan diri, asal, dan tujuan
wawancara kepada nara sumber.
• Memulai percakapan dengan narasumber. Catat
hal-hal penting yang disampaikan narasumber.
• Ingatkan narasumber bila wawancara sudah
berlangsung.
• Jangan tulis atau rekam bila narasumber
meminta pemaparannya “off the record”
• Bersikap empati
65. Setelah Wawancara
Evaluasi hasil wawancara
Pelihara hubungan baik dengan narasumber
Segera menyusun cerita dari wawancara
66. Mendung menggelayut pekat di atas kota Bandung. Sore itu, Mukti Mukti
menggaungkan dendangnya di kafe Gedung Indonesia Menggugat (GIM)
Bandung. Im Books, sebuah toko buku di GIM, tengah merayakan ulang
tahunnya yang pertama. Sekitar 20 orang undangan hanyut mendengarkan
nyanyian Mukti.
Begitu juga dengan Budi Pramono (25). Dia duduk di samping kanan
panggung menyaksikan pertunjukan musik akustik sore itu.
Ada yang membedakan Budi Pramono dari undangan lainnya. Kedua
tangannya tidak bisa bergerak bebas. Jari-jarinya terkuncup kaku.
Persendian di sikunya membentuk sudut sekitar 60 derajat dan tidak bisa
diluruskan.
Begitu pun dengan kakinya. Persendian di lututnya membentuk sudut
sekitar 120 derajat dan tidak bisa diluruskan. Bila berjalan, tampak pincang.
Perbedaan ini juga melanda organ di kepalanya. Nafasnya tersenggol-
senggol untuk bicara. Untuk menyampaikan sebuah kalimat berisi 5-7 kata
pun, butuh usaha yang besar. Beberapa kali saya harus mendekatkan
telinga saya ke mulutnya. Hal ini saya lakukan agar mampu menangkap apa
yang Budi sampaikan.
67. Kebetulan di dekatnya ada Sinta Ridwan, sastrawan sekaligus peneliti
naskah kuno. “Om Yudha, kenalkan, ini Budi. Sastrawan, lho,” sahut Sinta
kepada saya. Saat itu, Budi memang sedang memperlihatkan puisi-puisinya
kepada Sinta. Puisinya berhasil masuk dalam buku Wirid Angin, kumpulan
puisi Majelis Sastra Bandung. Ada tiga puisi jumlahnya.
Saya dan Sinta bersama-sama langsung membaca puisi Budi. Kami berdua
terenyuh sekaligus terpesona. Kata-katanya begitu merdeka dan positif.
Pilihan katanya tepat dan mengesankan.
Budi kemudian menyodorkan kartu namanya kepada saya. Sebuah kartu
nama berwarna biru-putih dengan nama Muhammad Budi Pramono, sang
pemiliknya. Di sudut kirinya tertera logo bertuliskan Bilic. Bilic sendiri
singkatan dari Bandung Independent Living Center, merupakan lembaga
non-pemerintah yang mendorong kemandirian orang-orang berkebutuhan
khusus.
***