Era revolusi industri 4.0 membuka kesempatan bagi sumber daya manusia (SDM) di berbagai bidang untuk memiliki keahlian yang sesuai dengan perkembangan teknologi terkini. Untuk itu, diperlukan kesiapan pelaksanaan program pendidikan dan pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan (up-skilling) atau pembaruan keterampilan (reskilling) para peserta didik berdasarkan kebutuhan dunia kerja saat ini.
Perguruan tinggi, sudah menyadari pentingnya pendidikan soft skill untuk para mahasiswanya. Perguruan tinggi saat ini tak hanya membekali anak didiknya dengan ilmu pengetahuan dan hard skill, tetapi juga mulai melakukan pengembangan soft skill. Perguruan tinggi harus secara konsisten mendidik dan mempersiapkan anak didik mereka agar kelak dapat beradaptasi dengan dunia kerja dewasa ini melalui penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang menyelarasakan kebutuhan hardskill dan softskill kekinian, yang menjadi tuntutan dalam era revolusi industri 4.0.
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Keterampilan yang Diperlukan di Era Industri 4.0
1. Bayang-bayang industries shock dan empower shock semakin rentan menghantui kesiapan bangsa ini terhadap perubahan yang telah
berjalan di hadapan mata. Perkembangan teknologi dan digitalisasi akan membuat sekitar 56 persen pekerja di dunia akan kehilangan
pekerjaan dalam 10 sampai 20 tahun ke depan. Realitas tersebut juga selaras dengan proyeksi Organisasi Buruh Internasional
(International Labour Organization/ILO) belum lama ini.
Banyak analisa menyatakan bahwa keunggulan kompetitif (competitive adventage) sebuah bangsa di era Revolusi Industri 4.0 ini
sesungguhnya mengejawantah pada kemampuan mengintegrasikan beragam sumber daya yang dimiliki agar memiliki konektivitas
pada penguasaan teknologi, komunikasi, dan big data untuk menghasilkan 'smart product' dan 'smart services', dan tidak sekadar pada
produktivitas kerja yang berskala besar semata.
Perguruan tinggi Indonesia tentu harus melakukan perubahan di berbagai bidang. Salah satu perubahan itu bisa terbentuk dengan
perbaikan kualitas luaran perguruan tinggi, khususnya membekali keterampilan dan keahlian peserta didik untuk dapat beradaptasi
dalam dunia kerja era revolusi industri 4.0. Tantangan Utama Revolusi Industri 4.0 adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia,
yang dapat mengelaborasi ilmu pengetahuan, keterampilan hidup, dan penguasaan terhadap teknologi informasi.
Revolusi industri 4.0 bukan saja hasil puncak dari perkembangan sains modern, melainkan juga awal terciptanya alam
(buatan) baru. Tradisi cara berpikir manusia kemudian berubah dari linier jadi siklikal karena produk-produk teknologi yang
dihasilkan manusia tidak saja hanya dilihat sebagai ”hilir” dari pengetahuan dan sains, tetapi juga sebagai ”hulu”
pengetahuan untuk melahirkan sains dan produk-produk teknologi baru. Pergeseran cara berpikir ini dapat kita kenali dari
berubahnya cara berpikir yang semula disebut sebagai discovery menjadi innovation.
Era revolusi industri 4.0, pemanfaatan robot dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam proses produksi
manufaktur akan semakin lazim. Perubahan ke arah automasi tersebut bisa mendatangkan berbagai dampak kepada para
pekerja industri. Akan ada jenis pekerjaan yang hilang seiring berkembangnya revolusi industri 4.0. sebanyak 57 persen
pekerjaan yang ada saat ini akan tergerus oleh robot. Namun, di balik hilangnya beberapa pekerjaan akan muncul juga
beberapa pekerjaan baru. Bahkan, jumlahnya diprediksi sebanyak 65.000 pekerjaan.
Perguruan tinggi harus segera melakukan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Pertanyaannya, apa saja yang
harus disesuaikan? Perubahan pola kebijakan yang berorientasi pada kualitas pembelajaran yang selaras dengan tuntutan
tentang apa dan bagaimana seharusnya pendidikan di Indonesia sebagai media penyiapan sumber daya manusia yang siap
terlibat dalam tantangan Revolusi Industri 4.0 tersebut.
Beberapa hal mengenai persiapan perguruan tinggi yang diperlukan guna menghasilkan kompetensi lulusan yang mampu
beradaptasi dengan dunia kerja di era revolusi industri 4.0. Saya coba urai satu persatu di bawah ini.
"Skill" yang Harus Dimiliki
Lulusan Perguruan Tinggi
di Era Industri 4.0
-Yusrin Ahmad Tosepu
(Kajian: The Future of Global Higher Education)
2. 1. Kurikulum
Penyelarasan pembelajaran dalam tataran praktik yang disesuaikan pada konstruk kurikulum yang telah ada menjadi fokus
pertama dalam penyelesaian ‘pekerjaan rumah’ pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijakan Kurikulum harus
mengelaborasi kemampuan peserta didik pada dimensi pedagogik, kecakapan hidup, kemampuan hidup bersama
(kolaborasi), dan berpikir kritis dan kreatif. Ini yang kemudian disinggung pada awal tulisan, yaitu pengedepanan 'soft skills'
dan 'transversal skills', keterampilan hidup, dan keterampilan yang secara kasat tidak terkait dengan bidang pekerjaan dan
akademis tertentu. Namun, hal itu bermanfaat luas pada banyak situasi pekerjaan layaknya kemampuan berpikir kritis dan
inovatif, keterampilan interpersonal, warga negara yang berwawasan global, dan literasi terhadap media dan informasi yang
ada.
Banyak kajian mengemukakan bahwa implementasi kurikulum di lapangan mengalami degradasi yang keluar konteks dan
tidak lagi berorientasi pada pencapaian kemampuan peserta didik pada pemahaman ilmu dalam konteks praktik hidup dan
keseharian (kompetensi keterampilan hidup), namun hanya berkisar pada target pencapaian kompetensi peserta didik yang
digambarkan pada nilai-nilai akademik semata. Artinya, implementasi kurikulum di lapangan mengalami degradasi yang
keluar konteks dan tidak lagi berorientasi pada pencapaian kemampuan peserta didik tersebut pada pemahaman ilmu dalam
konteks praktik hidup dan keseharian.
2. Metode Belajar
Menstimulus kemampuan peserta didik melalui beragam terobosan metode belajar kontekstual yang mendorong peserta
didik berpikir kritis dalam beragam konteks hidup yang nanti dihadapinya, seperti problem-based learning, inquiry-based
learning, pendekatan pembelajaran Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM), dan ragam
pendekatan pembelajaran lainnya. Sehingga tidak sekadar berfokus pada pola-pola lama dan monoton pada pembelajaran
yang minim kreativitas.
Selama ini kita banyak beranggapan bahwa dosen adalah kunci keberhasilan sebuah praktik pembelajaran pada peserta
didik, tetapi lupa untuk mengakui bahwa dosen tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar peserta didik. Pola dan
metode pembelajaran lama sering kali menempatkan dosen menjadi satu-satunya sumber belajar dan 'maha tahu' di dalam
ruang kelas, seolah melupakan bahwa peserta didik yang merupakan subjek belajar pun sesungguhnya merupakan sumber
belajar bagi rekan sejawatnya.
Metode pembelajaran yang beragam dan membuka keleluasaan dosen dalam mengeksplorasi peserta didik dan pola
pembelajaran yang dijalankan di kelas, diharapkan akan juga memperluas wawasan peserta didik tentang kontekstualisasi
ilmu yang didapatkannya di dalam kelas menuju praktik hidup yang dihadapinya nanti sebagai bagian dari realitas
kehidupan.
Membuka banyak kesempatan dan peluang kepada peserta didik, dosen, kampus, dan iklim pendidikan secara luas untuk
mengembangkan cakupan sumber belajar yang dimilikinya, baik dari sumber yang sifatnya tangible maupun intangible,
akademis ataupun non akademis, tanpa batasan aksesibilitas atas sumber belajar tersebut. Dalam hal ini, perguruan tinggi
melalui kebijakan-kebijakannya harus hadir dalam mengakomodir kebutuhan tersebut. Selama ini kita banyak beranggapan
bahwa dosen adalah kunci keberhasilan sebuah praktik pembelajaran pada peserta didik, tetapi lupa untuk mengakui bahwa
dosen tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar peserta didik.
3. 3. Penguasaan Data, Informasi, dan Teknologi
Menstimulus dan memfasilitasi peserta didik serta masyarakat pendidikan untuk menguasai data dan informasi secara
global, serta teknologi informasi yang dielaborasi dengan menciptakan ruang-ruang kreativitas dan ragam peluang yang
memberikan keuntungan ekonomi yang sifatnya luas. Dalam hal ini, perguruan tinggi harus dapat mengakomodir
infrastruktur digital yang dibutuhkan peserta didik dan masyarakat pendidikan untuk meniscayakan penguasaan data,
informasi, serta teknologi tersebut.
4. Kapasitas yang Adaptif
Mendorong perkembangan pendidikan berbasis vokasional, dengan ragam keterampilan yang tidak sekadar
mengedepankan konsep link and match antara perguruan tinggi dengan dunia industri, tetapi juga menekankan kapasitas
lulusan yang lincah, adaptif, dan sensitif terhadap perubahan lingkungan industri dan ekonomi.
Keseimbangan pemahaman antara konsep pengetahuan dan keterampilan adalah hal yang penting, tetapi belum cukup bagi
mahasiswa untuk dapat memahami cepatnya perubahan lingkungan. Survival of the fittest sepertinya akan berlaku di era
generasi keempat ini. Hanya mereka yang adaptiflah, yang akan survive terhadap gempuran Revolusi Industri 4.0 ini.
Survival of the fittest sepertinya akan berlaku di era generasi keempat ini. Hanya mereka yang adaptiflah, yang akan survive
terhadap gempuran Revolusi Industri 4.0.
Digitalisasi adalah bagian penting yang telah mengubah dunia industri modern, tak terkecuali jenis dan area profesi itu
sendiri. Hal ini akan mengubah cara hidup dan cara bekerja dari yang sebelumnya sederhana dan cenderung menggunakan
otot, kearah yang lebih cerdas dan efisien. Tetapi bukan hanya teknologi yang akan mempengaruhi masa depan sebuah
profesi, namun kehadiran manusia masih tak tergantikan.
Berdasarkan paparan artikel di laman World Economic Forum, untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang dibawa oleh
revolusi industri 4.0, seorang pekerja harus memiliki kemampuan yang tidak akan bisa dilakukan oleh mesin. Misalnya,
kemampuan untuk memecahkan masalah atau kreativitas. Soft skill adalah kunci World Economic Forum juga merilis 10 skill
yang mutlak dibutuhkan para pekerja untuk bisa menghadapi perubahan pada 2020 dan seterusnya, terutama karena
adanya Industri 4.0.
Skil tersebut di antaranya pemecahan masalah yang komplek, berpikir kritis, kreativitas, manajemen manusia, berkoordinasi
dengan orang lain, kecerdasan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan, berorientasi servis, negosiasi, dan
fleksibilitas kognitif. Menariknya, lebih dari setengah skil tersebut merupakan soft skill. Artinya, soft skill menjadi salah satu
faktor paling penting untuk dimiliki para pekerja di masa depan, seperti kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama
dengan orang lain, memecahkan masalah, serta aspek kecerdasan emosional lainnya.
Perguruan tinggi sudah menyadari pentingnya pendidikan soft skill untuk para mahasiswanya. Perguruan tinggi saat ini tak
hanya membekali anak didiknya dengan ilmu pengetahuan dan hard skill, tetapi juga mulai melakukan pengembangan soft
skill. Pergiruna tinggi secara konsisten mendidik dan mempersiapkan anak didik mereka agar kelak memiliki soft skill yang
menjadi tuntutan dalam era revolusi industri 4.0.
Untuk menghasilkan lulusan dengan soft skill kompeten di bidangnya, perguruan tinggi harus menerapkan pendidikan yang
berimbang hard skill dan soft skill. Yakni, mahasiswa dilibatkan dalam proses belajar dan kehidupan kampus secara
terstruktur dan terintegrasi. Mahasiswa dilatih latih untuk bisa bersikap kritis. Memperlakukan mereka sebagai individu
cerdas, bukan benda. Individu yang bisa terus belajar dan beradaptasi. Dari situlah nilai-nilai pendidikan yang harus di
tanamkan untuk perubahan perilaku peserta didik.
4. Perguruan tinggi harus melatih dan mengajarkan soft skills yang memang dibutuhkan oleh dunia kerja dewasa ini yang
sinergi dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Pada umumnya, industri menekankan kebutuhan akan karyawan yang
bisa terus belajar, cepat beradaptasi dan melek teknologi. Melalui sistem pendidikan yang juga menekankan pengembangan
soft skill, selain keterampilan teknis, lulusan perguruan tinggi akan bisa lebih mampu beradaptasi secara cepat terhadap
perubahan dan memiliki bekal mumpuni untuk menghadapi masa depan dan pengembangan karirnya di tengah geliat
revolusi industri 4.0.
Proses pembentukan karakter dan soft skill mahasiswa tanpa paksaan dapat membawa hasil yang langgeng. Sebab,
keinginan untuk berubah berasal dari diri mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa diarahkan dengan berbagai kegiatan positif dan
bertanggung jawab. Soft skill mahasiswa akan semakin terasah. Mereka dapat belajar untuk bisa memiliki inisiatif,
berkoordinasi dengan orang lain, belajar tentang cara menyampaikan pendapat mereka dengan baik dan benar,
berkomunikasi dengan baik, dan bertanggung jawab.
Sebagai bagian dari angkatan kerja yang terus berkembang ini, luaran perguruan tinggi harus mampu beradaptasi dengan
lingkungan yang inovatif. Ini berarti mahasiswa sebagai calon sarjana perlu memperbarui keahlian untuk secara aktif
berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja era revolusi industri 4.0
Beberapa bidang profesi yang menutut kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah, menempatkannya pada posisi
teratas dalam sepuluh skill yang paling dibutuhkan pada tahun 2020. Berikut infografis pekerjaan di masa depan dengan
pertumbuhan tercepat dan keterampilan terbaik untuk masing-masing profesi. Berikut Infografisnya.