Dokumen tersebut membahas tentang komponen-komponen belajar mengajar yang meliputi subjek yang dibimbing (peserta didik), pendidik, interaksi antara peserta didik dan pendidik, tujuan pendidikan, materi pendidikan, alat dan metode, serta lingkungan pendidikan. Dokumen tersebut juga membahas proses belajar mengajar, peran pendidik, klasifikasi belajar mengajar, dan kriteria pemilihan strategi belajar mengajar.
1. KOMPONEN-KOMPONEN BELAJAR
MENGAJAR
DI SUSUN
O
L
E
H
RUDIYANTO, NIM : F38007022
MARIA GORETI, NIM : F38007071
AGATA RENI, NIM : F38007065
BAMBANG SUPOYO, NIM : F38007067
TOMAS, NIM : F38007017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2009
2. Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan
Beberapa definisi mengenai pendidikan dari beberapa ahli dapat
dikemukakan di bawah ini :
M.J. Langeveld (1995) : Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa
membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas
hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila.
Encyclopedia Americana (1978) : Pendidikan merupakan sebarang proses yang
dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau
mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan.
Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani.
Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai
denga hati nurani.
3. Tujuan dan Proses Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,
luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan
memiliki dua fungsi yaitu :
1. Memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan
sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
2. Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi
penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat
dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pendidikan
dilakukan sematamata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian
tujuan tersebut.
Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan
tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah,
sehingga harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu
bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa,
tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta
dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.
4. Unsur-Unsur Pendidikan
1. Subjek yang dibimbing (peserta didik). Peserta didik berstatus sebagai subjek
didik.
2. Orang yang membimbing (pendidik). Pendidik ialah orang yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik.
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif). Interaksi
edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik dengan
pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan.
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan). Tujuan pendidikan
bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak.
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan). Dalam sistem
pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan
sebagai sarana pencapaian tujuan.
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode). Alat dan metode
pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya
sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya.
7. Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan). Lingkungan
pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat.
5. Proses Belajar Mengajar
Proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang
dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student
Teaching, antara lain :
1. Guru sebagai demonstrator, melalui peranannya sebagai
demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta
senantiasa mengembangkannya.
2. Guru sebagai mediator dan fasilitator, Sebagai mediator guru
hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi
guna lebih mengefektifkan proses belajarmengajar.
3. Guru sebagai evaluator Dalam dunia pendidikan, setiap jenis
pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama
satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya pada waktu-
waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi orang selalu
mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh
pihak terdidik maupun oleh pendidik.
6. Peran Pendidik Dalam Dunia Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal
1 ayat 5 bahwa :
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan menurut ayat 6, Pendidik adalah tenaga kependidikan
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala
sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan
sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan
rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung
(Lozanov, 1978).
7. Klasifikasi Belajar-Mengajar
Klasifikasi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan pendekatan :
Expository dan Discovery/Inquiry : “Exposition” (ekspositorik) yang berarti
guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum
atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung.
Discovery dan Inquiry : Discovery (penemuan) sering dipertukarkan
pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah
proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu
prinsip.
Pendekatan konsep : Terlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah
“concept” (konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita
khususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-
mengajar.
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Pendekatan ini sebenamya
telah ada sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas mesti terdapat kegiatan
belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif).
8. Pemilihan Strategi Belajar Mengajar
Titik tolak untuk penentuan strategi belajar-mengajar tersebut adalah
perumusan tujuan pengajaran secara jelas. Agar siswa dapat melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar secara optimal, tetapi strategi memang harus
dipilih untuk membantu siswa mencapai tujuan secara efektif dan produktif.
Langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut; Pertama menentukan
tujuan dalam arti merumuskan tujuan dengan jelas sehingga dapat diketahui
apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, dalam kondisi yang bagaimana
serta seberapa tingkat keberhasilan yang diharapkan.
Disamping itu tujuan yang bersifat afektif seperti sikap dan perasaan, lebih
sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan yang bersifat kognitif
biasanya lebih mudah. Strategi yang dipilih guru untuk aspek ini didasarkan
pada perhitungan bahwa strategi tersebut akan dapat membentuk
sebagaimana besar siswa untuk mencapai hasil yang optimal.
9. Kriteria Pemilihan Strategi Belajar Mengajar
Efisiensi :
Seorang guru biologi akan mengajar insekta (serangga). Tujuan pengajarannya berbunyi :
Diberikan lima belas jenis gambar binatang, yang belum diberi nama, siswa dapat
menunjukkan delapan jenis binatang yang termasuk jenis serangga. Untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi yang paling efisien ialah menunjukkan gambar jenis-jenis serangga itu dan
diberi nama, kemudian siswa diminta memperhatikan ciri-cirinya. Selanjutnya para siswa
diminta mempelajari di rumah untuk dihafal cirinya, sehingga waktu diadakan tes mereka
dapat menjawab dengan betul.
Efektifitas :
Strategi yang paling efisien tidak selalu merupakan strategi yang efektif. Jadi efisiensi akan
merupakan pemborosan bila tujuan akhir tidak tercapai. Bila tujuan tercapai, masih harus
dipertanyakan seberapa jauh efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah
dengan jalan menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang
dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan suatu strategi
tertentu dari pada strategi yang lain, maka strategi itu efisien.
Kriteria lain : Pertimbangan lain yang cukup penting dalam penentuan strategi maupun
metode adalah tingkat keterlibatan siswa. (Ely. P. 186). Strategi inquiry biasanya memberikan
tantangan yang lebih intensif dalam hal keterlibatan siswa. Sedangkan pada strategi
ekspository siswa cenderung lebih pasif. Biasanya guru tidak secara murni menggunakan
ekspository maupun discovery, melainkan campuran. Guru yang kreatif akan melihat tujuan
yang akan dicapai dan kemampuan yang dimiliki siswa, kemudian memilih strategi yang lain
efektif dan efisien untuk mencapainya.