CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
Final report kebijakan telematika dan pertarungan wacana di era konvergensi media sd_tifa
1.
2. Kebijakan Telematika dan Pertarungan Wacana di Era Konvergensi Media
Abstrak
Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika (Telematika) begitu pesat di dunia.
Ada kecenderungan konvergnsi (menyatu). Artinya, jika sebelumnya teknologi informasi,
telekomunikasi dan penyiaran terpisah, maka saat ini ada kecenderungan untuk menyatu.
Di Indonesia sendiri, trend konvergensi telematika disambut dengan gegap gempita. Melonjaknya
pengguna facebook, twitter dan jejaring sosial lainnya di internet seiring dengan meningkatnya
pengguna handphone, dapat dijadikan contoh dalam hal ini.
Di tengah gegap gempita era konvergensi telematika itu, ternyata ada persoalan serius terkait
telematika di Indonesia. Setidaknya ada dua persoalan. Pertama, pengguna internet di Indonesia
ternyata cenderung pasif dalam memproduksi konten. Kedua, pengguna internet, termasuk media
sosialnya, ternyata masih didominasi oleh warga yang tinggal di Jawa, khususnya Jakarta dan kota-
kota besar lainnya di Jawa, Indonesia Barat, dan sebagian Indonesia Tengah. Hal itu terkait
ketimpangan akses infrastruktur telematika di negeri ini.
Dengan adanya dua persoalan tersebut, maka datangnya era konvergensi telematika
dimanfaatkan oleh korporasi di industri media. Konvergensi telematika, memperkuat bisnis
konglomerasi media di Indonesia yang telah ada sebelumnya. Dengan konvergensi telematika, proses
produksi berita menjadi lebih efisien secara ekonomi. Hasil reportase lapangan seorang wartawan, kini
dapat dipublikasi di berbagai kanal sekaligus, cetak, online, televisi dan radio.
Selain muncul kritik atas mutu sebuah karya jurnalistik terkait dengan fenomena menguatnya
konglomerasi media di era konvergensi telematika ini, juga muncul kekuatiran terkait hegomoni
wacana publik. Meskipun di era konvergensi telematika juga muncul kesempatan bagi publik untuk
melawan hegomoni wacana dari media-media konglomerasi itu. Namun, dengan adanya dua
persoalan telematika seperti tersebut di atas, pertarungan wacana antara publik dan media
konglomerasi menjadi tidak seimbang. Artinya, media konglomerasilah yang akhirnya menjadi
pemenang dalam pertarungan wacana tersebut.
Kebijakan telematika yang diharapkan mampu memberi ruang bagi publik untuk mengekspresikan
pendapatnya dan membangun wacana justru mengecewakan. Keberadaan pasal karet pencemaran
nama baik di UU ITE misalnya, justru mengkondisikan publik pengguna internet bertambah pasif
dalam memproduksi konten.
Begitu pula RUU Konvergensi Telematika yang semula diharapkan mampu mengatasi persoalan
kesenjangan akses telematika antar wilayah di Indonesia, justru tidak memuat hak warga negara
untuk menggugat atau sekedar komplain bila negara gagal membangun infrastruktur telematika di
kawasannya. Yang tercantum dalam RUU Konvergensi Telematika adalah hak konsumen, bukan warga
negara.
3. I. Konvergensi Telematika
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau sering juga disebut dengan ICT
(Information and communication Technology) tidak terelakan lagi. Di Indonesia istilah telematika
(telekomunikasi dan informatika) juga sering digunakan untuk menyebut ICT atau TIK.
Di dunia, menurut /id.wikipedia.org1 sejarah perkembangan ICT dimulai ketika telepon
ditemukan oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875. Temuan ini kemudian berkembang menjadi
pengadaan jaringan komunikasi dengan kabel yang meliputi seluruh daratan Amerika, bahkan
kemudian diikuti pemasangan kabel komunikasi trans-atlantik. Jaringan telepon ini merupakan
infrastruktur masif pertama yang dibangun manusia untuk komunikasi global.
Sementara merujuk definisi konvergensi dari European Union, OECD, ITU, 2 konvergensi dapat
dipandang sebagai perpaduan layanan telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran yang
sebelumnya terpisah menjadi satu kesatuan hingga diperoleh nilai tambah dari layanan tersebut.
Bersamaan dengan datangnya era konvergensi telematika, pengguna internet di seluruh dunia
pun mengalami kenaikan yang cukup pesat. Ini mengindikasikan bahwa di era konvergensi ini,
memungkinkan sebagian penduduk bumi untuk saling terhubung (connected) antara satu dan lainnya.
Dari data tersebut di atas terlihat jelas bahwa kawasan Asia menjadi pengguna internet
terbesar di dunia3. Indonesia adalah bagian dari Negara yang berada di kawasan Asia yang memiliki
penduduk terbesar. Terkait dengan hal itulah perkembangan telematika di Indonesia menjadi penting
untuk dicermati.
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi
2
http://biginaict.wordpress.com/2010/11/01/ruu-konvergensi-belum-konvergen/
3
http://www.internetworldstats.com/stats.htm
4. Perkembangan Telematika di Indonesia
Menurut Prasetya Puspita Saputri, seperti ditulis dalam webnya4, mengungkapkan bahwa
perkembangan telematika di Indonesia dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama adalah periode rintisan
yang berlangsung akhir tahun 1970-an sampai dengan akhir tahun 1980-an. Periode kedua disebut
pengenalan, rentang waktunya adalah tahun 1990-an, dan yang terakhir adalah periode aplikasi.
Periode ketiga ini dimulai tahun 2000.
Di luar pembagian tahapan tersebut di atas, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana peta
perkembangan telematika di Indonesia saat ini? Hal ini menjadi penting untuk mengetahui posisi kita
di tengah perkembangan telematika secara global dan regional.
Seiring dengan pesatnya perkembangan telematika di tingkat global, kepemilikan produk-
produk telematika di rumah tangga di Indonesia juga mengalami kenaikan. Salah satu produk
telematika itu adalah computer.
Menurut data Bank Dunia5, pada tahun 2000 terdapat 1 orang per 100 orang yang memiliki
personal computer. Pada tahun 2000 itu jumlah total populasi di Indonesia adalah kurang lebih 205
juta jiwa. Sementara, pada tahun 2008, masih menurut Bank Dunia, terdapat 2 orang per 100 orang
yang memiliki personal computer. Pada tahun 2008 jumlah populasi penduduk Indonesia sebesar 227
juta jiwa.
Sementara menurut survei BPS tahun 2005 menyebutkan bahwa Sekitar 2,2 juta rumah tangga
dari 58,8 juta rumah tangga keseluruhan (3,68 persen) yang memiliki komputer dan 2,0 juta berada di
perkotaan6.
Di sisi lain dalam buku putih Komunikasi dan Informatika Indonesia tahun 2010 yang
diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) disebutkan bahwa sejak tahun
2006 hingga tahun 2008 terdapat peningkatan kepemilikan komputer dalam rumah tangga Indonesia.
Pada tahun 2006, kepemilikan komputer di rumah tangga Indonesia hanya 4%. Pada tahun 2007
meningkat menajdi 6%. Dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 8%.
4
http://www.prasetyapuspita.info/berita-113-sejarah-perkembangan-telematika-di-indonesia.html
5
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,menuPK:447277~pageP
K:141132~piPK:141109~theSitePK:447244,00.html
6
Berita Resmi Statistik No. 42 / IX / 14 Agustus 2006
5. Seiring dengan kenaikan jumlah kepemilikan computer di Indonesia, pengguna internet di
Indonesia pun mengalami banyak peningkatan dalam hal jumlahnya. Tabel berikut menggambarkan
prosentase pengguna internet di Indonesia.
Indonesia internet Usage and Population Statistics7
Year User Population Presontase GDP p.c Source
2000 2000000 206264595 1.00% US$ 570 ITU
2007 20000000 224481720 8.90% US$ 1,916 ITU
2008 25000000 237512355 10.50% US$ 2,238 APJII
2009 30000000 240271522 12.50% US$ 2,329 ITU
2010 30000000 242968342 12.30% US$ 2,858 ITU
Sumber: http://www.internetworldstats.com/asia/id.htm
Menurut Buku Putih “Komunikasi dan Informatika Indonesia” yang diterbitkan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2010 menyebutkan bahwa pada tahun 2007-
2008, akses internet dalam rumah tangga Indonesia mengalami peningkatan pesat.
Pada tahun 2007, menurut buku putih tersebut, prosentase keluarga Indonesia yang memiliki
7
Note: Per Capita GDP in US dollars, source: United Nations Department of Economic and Social Affairs.
6. akses internet sebesar 5,58 persen. Dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 8,56 persen. Sementara
menurut Plt Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan, seperti ditulis oleh detik.com Juni 2010,
mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 45 juta.
Sementara itu menurut Mastel (Masyarakat Telematika-Indonesia)8, memperlihatkan bahwa
dari tahun ke tahun penetrasi penggunaan mobile phone terus meningkat. Penggunaan mobile phone
yang meninggat ini memungkinkan perluasan akses internet melalui mobile phone.
SERVICES 2004 2005 2006 2007 2008
Fixed Telephones 8,703,300 8,824,467 8,806,702 8,717,872 8,612,872
Fixed WirelessPhones 1,673,081 4,683,363 6,014,031 10,811,635 16,598,550
Mobile Phones 30,336,607 46,992,118 63,803,015 93,386,881 124,805,871
Demam Social Network di Internet
Pengguna internet di Indonesia yang cenderung meningkat itu ternyata tengah mengalami
euphoria9 terhadap social network di internet. Menurut situs alexa.com, facebook adalah situs yang
paling popular di Indonesia. Kepopularan facebook di Indonesia melebihi situs-situs berita. Tabel di
bawah ini adalah situs social media yang terpopular di Indonesia menurut Alexa.com.
No Site Ranking Remaks
1 Facebook Per 9 Mei 2011, A social utility that
menurut connects people,
http://www.checkfac to keep up with
ebook.com/ terdapat friends, upload
36,585,480 pengguna photos, share links
facebook di and videos.
Indonesia. Menurut
8
“INDONESIAN ICT-2009 FACTS & FIGURES“
9
Euphoria adalah perasaan gembira yang berlebihan. Terjadinya euphoria itu tercermin di alexa.com, situs pemeringkat web di dunia.
7. web tersebut
Indonesia berada di
urutan ke 2 setelah
US. Sementara per 10
Mei 2011, menurut
http://www.alexa.co
m/topsites/countries;
0/ID, facebook
menempati urutan
pertama situs
terpopular di
Indonesia.
2 Youtube Rank 3 di dunia. YouTube is a way to
Namun data dari get your videos to
alexa .com the people who
menempatkan matter to you.
popularitas youtube Upload, tag and
di Indonesia di bawah share your videos
kaskus. (data 10 Mei worldwide
2011) . sebanyak 1,3%
trafik dari Indonesia
(Percent of Site
Traffic)
3 Twitter Per 10 Mei 2011, Social networking
Alexa menempatkan and microblogging
twitter rangking 9. service utilising
Percent of Site Traffic instant messaging,
dari Indonesia sebesar SMS or a web
2,1%. Sementara interface
Berdasarkan data
8. Goole Ad Planner,
seperti ditulis
tempointeraktif.com,
jumlah pengunjung
Twitter Indonesia
(unique visitor)
mencapai 4,6 juta
orang.
(http://www.tempoint
eraktif.com/hg/it/201
0/03/17/brk,20100317-
233133,id.html).
4 Multiply Per 10 Mei 2011, Multiply is a
Alexa.com vibrant Social
menempatkan situs Shopping
ini ke peringkat 386 destination that
sedunia dan 26 di feels like a visit
Indonesia.Percent of with friends to the
Site Traffic untuk S... Morehopping
Indonesia sebesar mall, but faster and
24,2% more convenient
5 Friendster Per 10 Mei 2011, Friendster is a
menurut Alexa.com, leading global
Friendster.com’s social network
Regional Traffic emphasizing
Ranks, untuk genuine friendships
Indonesia menempati and the discovery...
ranking ke-2 setelah More of new
9. philipina. Sementara people through
untuk Percent of Site friends. Search for
Traffic Indonesia old friends and
sebesar 17,5% classmates, stay in
better touch with
friends, share
photos and videos,
and so much more.
6 Linkedin Per 10 Mei 2011, A networking tool
Alexa menempatkan to find connections
Linkedin sebagai to recommended
social network yang job candidates,
popular di Indonesia, industry experts
di bawah friendster and business
partners. Allows
registered users to
maintain a list of
contact details of
people they know
and trust in
business.
7 Digg.com Per 10 Mei 2011, Technology
menurut Alexa.com, focused news site
percent of Site Traffic where the stories
Indonesia sebesar 3% are chosen by
community
members rather
than editors.
8 Myspace.com Per 10 Mei 2011, Myspace is ranked
10. menurut alexa.com, #76 in the world
percent of Site Traffic according to the
Indonesia sebesar 1% three-month Alexa
traffic rankings.
The site has been
online since 1996
9 Tagged Per 10 Mei 2011, Tagged.com is one
menurut of the top social
http://www.alexa.co networking sites in
m/topsites/countries; the world.
7/ID, menempatkan
Tagged di bawah My
Space, sebagai situs
jajaring sosial
terpopular
10 Indowebster Per 10 Mei 2011, Indonesian
Percent of Site Traffic Multimedia Web
dari alexa Server - Server
menunjukan 95% dari download, upload
Indonesia dan streaming
GRATIS!
Sementara data per tanggal 9 Mei 2011, seperti ditulis dalam http://www.checkfacebook.com/
terdapat 36.585.480 pengguna facebook di Indonesia. Menurut web tersebut Indonesia berada di
urutan ke 2 setelah Amerika Serikat.
Pola Produksi dan Konsumsi Masyarakat di Era Konvergensi Telematika
Dengan perkembangan telematika yang semakin pesat di Indonesia tersebut, idealnya,
masyarakat kita lebih produktif. Untuk melihat pola produksi dan konsumsi masyarakat di era
konvergensi telematika ini, kita perlu mengetahui sikap dan prilaku pengguna internet di Indonesia.
11. Riset yang dilakukan oleh MarkPlus Insight tentang aspirasi dan perilaku anak muda (golongan
AB) di 6 kota besar di Indonesia awal tahun 2010 tentang Attitude and Behavior Pengguna Internet di
Indonesia10, dapat digunakan untuk melihat pola produksi dan konsumsi masyarakat di era
konvergensi telematika.
Menurut Riset “Netizen Indonesia 2010” ini menunjukkan bahwa ternyata para pengguna
Internet tidaklah monolitik, mereka sangat beragam baik terkait aspirasi maupun perilakunya.
Kebiasaan dan Prilaku Prosentase
pengguna internet di
Indonesia
Passive11 13,6 %
Average12 81,9 %
Active13 4,4 %
Biaya Gaya Hidup Digital Masyarakat
Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia tersebut menyisakan satu pertanyaan yaitu,
berapa uang yang dikeluarkan oleh pengguna internet di Indonesia untuk gaya hidup digital tersebut?
Masih menurut hasil riset markplus, menyebutkan bahwa para pengguna internet yang menjadi
responden survey tersebut menghabiskan Rp 166,000 hanya untuk akses Internet melalui PC/Laptop.
Sementara melalui handphone mereka rata-rata menghabiskan Rp 86,000 dalam sebulan.
Jika diteliti per umur, anak muda lebih sedikit pengeluarannya dibanding orang dewasa. Untuk
akses intenet melalui handphone dalam sebulan anak muda menghabiskan Rp. 85,000 sementara
orang dewasa menghabiskan Rp. 95,000. Untuk koneksi melalui PC/Laptop dalam sebulan anak muda
menghabiskan Rp. 150,000, sementara orang dewasa menghabiskan Rp. 200,000.
Sementara itu dalam sebuah diskusi di Satudunia, hasil survey FAKTA, sebuah NGOs yang
10
http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-di-indonesia.html
11
mereka adalah pengguna Internet yang pasif, baru sebatas sebagai “pembaca dan penonton”, mereka baru sebatas membaca berita di
situs-situs berita dan forum online, mendengarkan podcast, menonton video di youtube.
12
mereka adalah pengguna Internet kebanyakan yang dari sisi aktifitasnya lebih banyak di banding yang passive, mereka sudah memiliki
akun dan mengupdate status mereka di situs-situs social media, seperti Facebook, Twitter, dll. Mereka juga kadang – kadang
menambahkan tag di website maupun photo di situs social media
13
mereka adalah pengguna Internet yang aktif, mereka memiliki dan menulis artikelnya di blog pribadi mereka dan juga di forum-forum
oline, mereka juga aktif berkontribusi menulis review produk dan jasa
12. melakukan pendampingan terhadap warga miskin kota Jakarta, mengungkapkan bahwa pada tahun
2010, masyarkaat miskin dampingannya mengeluarkan uang rata-rata Rp 30.000/bulan/KK untuk
mengakses internet di warnet dan sebesar Rp 160.000/bulan/KK untuk membeli voucher handphone.
Jika ditotal maka sekitar Rp. 190 ribu/bulan/KK pengeluaran warga miskin kota untuk belanja produk
ICT 14.
Pengeluaran warga miskin kota untuk produk ICT itu ternyata hampir sama dengan
pengeluaran per KK warga miskin untuk kebutuhan minimum makanan per kapita per bulan atau
menurut Badan Pusat Statistics (BPS) dikenal dengan Garis Kemiskinan Makanan (GKM). Pada tahun
2010 GKM di Jakarta mencapai Rp 213.487. Bahkan pengeluaran untuk belanja produk ICT warga
miskin itu telah melebihi pengeluaran kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan,
dan kesehatan atau Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Pada tahun 2010 GKNM di Jakarta
sebesar Rp 117.68215.
Liberalisasi dan Ketimpangan Akes Telematika di Indonesia
a. Sejarah Liberalisasi Telematika di Indonesia
Indonesia adalah Negara kepulauan. Kebutuhan untuk komunikasi menjadi sesuatu yang
penting. Akses warga terhadap telematika adalah salah satu factor yang dapat mempermudah warga
Indonesia untuk saling berkomunikasi satu dengan lainnya. Pertanyaannya adalah bagaimana akses
telematika di Indonesia.
Jadi menjadi sebuah kewajaran bila negara menempatkan telematika sebagai sesuatu yang
sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Karena sebagai sesuatu yang menguasai hajat hidup
orang banyak, maka sudah menjadi kewajiban negara untuk menyediakan akses bagi warga negara
terhadap telematika.
Namun, upaya menempatkan telematika sebagai sektor yang mengusai hajat hidup orang
banyak nampaknya tinggal sebuah kenangan di negeri ini. Di era Orde Baru, tepatnya tahun 1994,
diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan
yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam PP itu disebutkan bahwa Penanaman
modal bidang usaha yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk
14
http://www.satudunia.net/system/files/Indepth%20Report-
Revolusi%20Digital%20sama%20dengan%20Revolusi%20Hijau%20%3F_SD.pdf
15
http://jakarta.bps.go.id/fileupload/brs/Miskin_2011.pdf
13. telekomunikasi16 dapat dilakukan oleh PMA patungan asalkan kepemilikan peserta Indonesia minimal
5%17.
Pada tahun 1997, Indonesia menandatangani World Trade Organization (WTO) Aggrement on
Basic Telecomunication18. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1999, diterbitkan Keputusan Menteri
(KM) Perhubungan Nomor 72 Tahun 1999 tentang Cetak Biru Kebijakan Telekomunikasi Indonesia 19.
KM Perhubungan No. 72/1999 menjadi penting dalam tonggak liberalisasi telematika di
Indonesia. Karena dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa KM 72 wajib digunakan sebagai
pedoman dalam menetapkan pengaturan dan penyelenggaraan Telkom nasional20. Dalam KM tersebut
dituliskan bahwa Tujuan reformasi telekomunikasi antara lain adalah mempersiapkan ekonomi
Indonesia dalam menghadapi Globalisasi yang secara kongkret diwujudkan dalam kesepakatan WTO,
APEC dan AFTA dan melaksanakan liberalisasi telekomunikasi. 21
Di tahun yang sama, pemerintah menerbitkan Undang Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi. Dalam penjelasan umum UU 36/1999 itu mulai nampak pergeseran
paradigma bahwa telekomunikasi tidak lagi menjadi bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak,
namun sudah menjadi komoditi. Bahkan dalam penjelasan umum dari UU 36/1999 itu terlihat bahwa
penerbitan UU itu merupakan konsekuensi dari penandatangan General Aggrement on Trade and
Service (GATS)22.
b. Ketimpangan Akses Telematika di Indonesia
Dalam UU 36/199923 disebutkan bahwa tujuan dari telekomunikasi adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks telekomunikasi tentu saja kesejahteraan masyarakat ini
dicapai melalui perluasaan akses telekomunikasi di seluruh Indonesia. Idealnya, liberalisasi yang
didorong oleh UU 36/1999 akan semakin mendorong perluasan akses telekomunikasi itu. Namun
benarkah demikian?
Data dari kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)24menyebutkan, bahwa hingga
tahun 2008, desa di wilayah Jawa merupakan kawasan yang paling banyak memiliki infrastruktur
16
Pasal 5 ayat 1 PP 20/1994
17
Pasal 6 ayat 1 PP 20/1994
18
GATS: Liberalisasi Kehidupan, Lutfiyah Yamnin dan Yanuar Nugroho, Institute Global of Justice, 2008
19
http://www.postel.go.id/content/ID/regulasi/telekomunikasi/kepmen/blueprint.pdf
20
Pasal 2 KM 72/1999
21
BAB I.3 Tujuan Reformasi Telekomunikasi, KM 72/1999
22
Penjelasan atas UU 36/1999
23
Pasal 3 UU 36/1999
24
Buku Putih, “Komunikasi dan Informatika tahun 2010”
14. telepon kabel. Kemudian menyusul wilayah Sumatera, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan, Papua dan Maluku. Kepemilikan telepon kabel (84,79%) pun paling banyak berada di
wilayah Jawa dan Sumatera. Dari data ini mulai muncul indikasi ketimpangan akses telekomunikasi di
Indonesia. Akses telekomunikasi masih didominasi Jawa dan Indonesia Bagian Barat (Sumatera).
Namun bisa jadi, data tersebut di atas muncul karena makin ditinggalkannya telepon kabel dan
beralih ke komunikasi mobile melalui handphone. Jika demikian maka indikator yang bisa dipakai
adalah tentang banyaknya penerima sinyal selluar antara di Jawa, Indonesia Bagian Barat dan
Indonesia Timur.
Menurut buku putih itu pula, wilayah Jawa juga merupakan wilayah desa penerima sinyal
selular terbanyak dibandingkan daerah lain di Indonesia. Tak heran pula pada tahun 2008 kepemilikan
handphone (81,57%) berada di wilayah Jawa dan Sumatera25.
Sementara di sisi lain, data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 201026,
menyebutkan sebanyak 65,2% infrastruktur backbone27 serat optik terkonsentrasi di Jawa, kemudian
diikuti oleh Sumatera (20,31%) dan Kalimantan (6,13%), sementara pada wilayah Indonesia timur
(Nusa Tenggara, Maluku dan Papua) belum terjangkau infrastruktur ini.
Sumber: Muhammad Salahuddien, ID-Sirti
Kondisi infrastruktur telematika yang seperti tersebut di atas juga menyebabkan pengguna
25
Distribusi telepon kabel dan bergerak berdasarkan pulau, 2008, Buku Putih, “Komunikasi dan Informatika tahun 2010”,
26
Buku Putih, “Komunikasi dan Informatika tahun 2010”
27
Pengertian backbone serat optik adalah saluran atau koneksi berkecepatan tinggi yang menjadi lintasan utama dalam sebuah jaringan
telematika.
15. internet juga terpusat di Jawa. Data dari Susenas 2006-2008, Badan Pusat Statistik memperlihatkan
bahwa selama tahun 2007-2008 akses internet dalam rumah tangga di Indonesia mengalami kenaikan.
Pada tahun 2007, prosentase rumah tanngga yang memiliki akses internet sebanyak 5,58%. Pada
tahun 2008 meningkat menjadi 8,56%. Dan sekali lagi rumah tangga di Jawa masih memiliki akses
tertinggi terhadap internet diantara rumah tangga di seluruh Indonesia.
Hal yang sama juga tercermin dalam pengguna facebook dan produksi tweet di Indonesia.
Seperti ditulis di Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 201128,
menyebutkan bahwa pengguna facebook terbesar di Indonesia didominasi oleh warga Jakarta
(50,33%). Pada urutan selanjutnya Bandung (5,2%), Bogor (3,23%), Yogyakarta (3,09%), Medan
(3,04%), Makasar (2,23%) dan Surabaya (2,18%). Bandingkan dengan pengguna Facebook di Jayapura
(0,12%) dan Ternate (0,03%).
Begitu pula produksi tweet di Twitter. Tweet yang diproduksi dari Jakarta mendominasi seluruh
tweet dari Indonesia. Tweet yang diproduksi dari Jakarta sebesar 16,33%, dari Bandung 13,79%, dari
Yogyakarta 11,05%, dari Semarang 8,29% dan dari Surabaya 8,21%. Bandingkan tweet yang diproduksi
dari Palu hanya 0,71%, Ambon 0,35% dan Jayapura 0,23%.
28
http://www.slideshare.net/salingsilang/snapshot-of-indonesia-social-media-users-saling-silang-report-feb-2011
16. II. Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
Era digital membuat setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi konsumen sekaligus
produsen dari sebuah konten. Namun di sisi lain era digital juga dimanfaatkan oleh perusahaan-
perusahaan media massa besar untuk memperkokoh bangunan konglomerasi medianya 29.
Amerika Serikat adalah negara yang dapat dijadikan contoh dari konglomerasi media. Pada era
tahun 1980-an hinggga pertengahan tahun 1990-an, perusahaan media massa di Amerika Serkat terus
mengalami penurunan. Tahun 1996, perusahaan media di negeri itu hanya menyisakan lima media,
yaitu Time-Warner, Viacom, News Corp., Bertelsmann Inc., dan Disney 30.
Diolah dari tulisan Veronika Kusuma31
Tahun 2011, muncullah sejarah besar dalam integrasi konglomerasi media di Amerika Serikat
yang mencoba mengintegrasikan kepemilikan media dan infrastruktur internet. Pada tahun tersebut
perusahaan raksasa Time Warner bergabung dengan American On Line (AOL)32 menjadi Time Warner
29
terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan. http://twitoaster.com/country-us/ndorokakung/konglomerasi-
media-mungkin-tak-menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-suara/
30
https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/
31
Konglomerasi Media dalam Grup MNC (Media Nusantara Citra)
32
AOL amat disukai para investor di pasar Wall Street, karena dianggap sebagai a leader in the rapidly emerging world of internet based
media
17. and AOL (TWOL)33. Penggabungan dua perusahaan itu dinilai sangat strategis dan menandai
munculnya konglomerasi media baru34.
Namun marger TWOL tidak berlangsung lama. Pada tahun 2003 marger itu bubar. Menurut
Satrio Arismunandar35, yang ditulis dalam blognya36, setidaknya ada tiga penyebab dari kegagalan
marger kedua media besar itu. Pertama, alasan yang bersifat teknis. Orang Amerika ternyata lamban
dalam mengadopsi koneksi pita-lebar berkecepatan tinggi, yang diperlukan untuk terjadinya
konvergensi.
Kedua, pemilihan waktu yang tidak tepat. Merger itu terjadi tak lama sebelum saham-saham
perusahaan yang terkait dengan Internet berguguran, sehingga menguras habis modal potensial yang
dibutuhkan untuk memajukan proses ke arah konvergensi yang diidamkan.
Ketiga, terkait dengan kekeliruan dalam membaca psikologi konsumen. Hanya karena
seseorang bisa terkoneksi ke Internet melalui AOL, tidaklah lantas berarti ia ingin menyaksikan liputan
CNN37 atau menonton film-film Warner Brothers atau membaca majalah Time38.
Sementara itu menurut Direktur LSPP39 Ignatius Haryanto, dalam wawancara dengan Yayasan
SatuDunia40, kegagalan marger TWOL disebabkan oleh culture dari keduanya (Time Warner dan AOL)
berbeda. “Misalnya, AOL terkait dengan internet yang sangat tinggi. Sementara produksi konten Time
Warner sangat lama bila dibandingkan dengan internet,” ujarnya, “Kalau kita bicara soal produksi
majalah, itu kan skalanya mingguan atau bulanan. Bahkan jika bicara film, maka proses produksinya
bisa tahunan,”
Hal itulah, menurut Ignatius yang kurang bisa dipertemukan. Pertanyaan berikutnya adalah,
apakah jika faktor-faktor kegagalan yang menimpa TWOL itu dibenahi, apakah akan ada integrasi baru
antara industri konten media dan penyedia infrastruktur internet? “Bisa jadi, jika perusahaan-
perusahaan lain sudah mengetahui kunci untuk mengatasi kegagalan marger TWOL itu dan bisa
bersinergi, maka bukan tidak mungkin muncul konglomerasi media baru yang berbasiskan konvergensi
telematika itu di masa depan,” kataya.
33
KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry Subiakto, Dosen Jurusan Komunikasi FISIP dan Program
Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya
34
Time Warner menguasai konten, dengan deretan majalah, film, dan program-program televisi yang dimilikinya. Sedangkan AOL
memiliki saluran ke lebih dari 20 juta tempat tinggal di Amerika
35
Seorang TV Jurnalis di salah satu group media terkemuka di Indonesia
36
http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2010/11/memahami-konvergensi-media-media.html
37
CNN adalah televisi yang dimiliki oleh Group Time Warner
38
Time adalah majalah yang dimiliki oleh Group Time Warner
39
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
40
Wawancara di Kantor SatuDunia, 17 Juni 2011
18. Konglomerasi media yang menyorot perhatian publik di Amerika Serikat lainnya adalah
kerajaan media News Corporation milik Ruperth Murdoch. Jaringan bisnis media dari News
Corporation ini membentang dari Amerika, Australia, Inggris, Eropa dan Asia. Jaringan bisnis medianya
meliputi media cetak, televisi dan internet.
No Negara Media dalam Jaringan News Corporation
1 Australia Fox Studio Australia, Fox Sport Australia, Foxtel, Harper Collins Australia, Big
League, Daily Telegraph, Gold Coast Bulletin, Hearl Sun, Alpha, Donna Hay,
Inside Out, Sunday Hearld Sun, Sunday Mail, Sunday Tasmanian, Sunday
Territorian, The Advertiser, The Australian, The Courier-mail, The Sunday
Times, Weekly Times, The Mercury, The Sunday Telegraph, Sunday Times, The
Sunday Mail, NT News, Truelocal.com.au, News.com.au, Careerone.com.au,
Foxsport.com.au
2 Inggris Bskyb, News International, The Times, The Sun, Shine Group, Harper Collins
UK, Time Literary Supplement, NDS
3 Amerika Serikat Fox News Channel, National Geographic Channel AS, The Wall Street Journal,
20th Century Fox, Fox Searchilight Picture, Fox Broadcasting Company, Harper
Collins Publishers, New York Post, FX dsb
4 India Tata Sky, Harper Collins India
5 Hongkong Star TV
6 Kanada Harper Collins Canada
7 Italia Sky Italia
8 Jerman Sky Deutschland
9 Selendia Baru Harper Collins New Zealand
10 Papua Nugini Post-Courier
Tabel Kerajaan Bisnis Media Murdoch41.
Beberapa kerajaan bisnis media Murdoch juga merambah dunia internet. Jejaring media milik
Murdoch di internet antara lain: Americanidol.com, askmen, fox.com, foxsport.com, hulu.com,
mikround, News Digital Media, News Outdor, Scout, Spring Widgets dan Whatifsport. Selain itu pada
41
Sumber: Media Indonesia, Selasa, 26 Juni 2011
19. tahun 2005, News Corporation juga membeli saham MySpace42. Rupert Murdoch, membeli MySpace
pada 2005 seharga US$580 juta sekitar Rp 5,2 triliun43.
Di Amerika Serikat, menurut Ketua Yayasan Pantau44 Andreas Harsono dalam sebuah
wawancara melalui Skype dengan SatuDunia45, beberapa konglomerat media itu memiliki saham di
perusahaan telekomunikasi dan jasa internet. “Washington Post46 itu punya saham di facebook,
meskipun kecil,” ujarnya, “Donald Graham, CEO The Washington Post47, menjadi salah satu investor
facebook,” Raksasa di dunia internet, seperti google, lanjut Andreas Harsono, itu memiliki kerjasama
dengan New York Time48. “Tapi itu bukan kepemilikan saham,” lanjutnya.
Seperti ditulis oleh kompas.com49, The New York Times (dan juga Washington Post ) memiliki
kerjasama dengan Google. Kedua media besar AS tersebut membuat proyek eksperimen yang disebut
Living Stories untuk menyajikan berita secara komprehensif berdasarkan tema dan akan ter-update
setiap ada berita lanjutan.
III. Konglomerasi Media di Indonesia
a. Perubahan konsumsi masyarakat terhadap media di Indonesia
Trend digital juga merambah ke Indonesia. “Saat ini sedang transisi dari analog ke digital,
ditandai dengan proses migrasi dari system analog dan digital yang menurut blue print pemerintah
berakhir di tahun 2017,” ujar aktivis AJI50 Margiono di Jakarta pada Agustus 2011 51. Setelah 2017 tidak
ada lagi radio FM, TV UHF. Kita melihatnya TV Digital. Pada 2013 dilakukan switch di kota-kota besar
dahulu. Kalau planning tersebut berjalan, dua tahun lagi di Jakarta kita tidak akan bisa lagi ndengar
42
situs jejaring sosial terpopuler di Amerika pada 2006
43
http://daerah.tempo.co/hg/iptek/2011/01/12/brk,20110112-305665,id.html
44
Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan memperbarui jurnalisme di Indonesia
45
Wawancara via skype dilakukan 23 Juni 2011
46
The Washington Post Company (NYSE: WPO) is a diversified education and media company whose principal operations include
educational services, newspaper print and online publishing, television broadcasting and cable television systems.
http://www.washpostco.com/phoenix.zhtml?c=62487&p=irol-ourcompanyprofile
47
The Company also owns The Washington Post, Express and El Tiempo Latino; Post–Newsweek Stations (Detroit, Houston, Miami,
Orlando, San Antonio and Jacksonville); Cable ONE, serving subscribers in midwestern, western and southern states; The Slate Group
(Slate, TheRoot.com and Foreign Policy); The Gazette and Southern Maryland Newspapers; The Herald (Everett, WA); Avenue100 Media
Solutions, an analytics-based performance marketing company; SocialCode, a full service Facebook advertising agency; and Trove, a
personalized news aggregation service.
48
The New York Times Company, a leading media company with 2010 revenues of $2.4 billion, includes The New York Times, the
International Herald Tribune, The Boston Globe, 15 other daily newspapers and more than 50 Web sites, including NYTimes.com,
Boston.com and About.com. http://www.nytco.com/company/index.html
49
http://bola.kompas.com/read/2009/12/09/18482871/.The.New.York.Times.dan.Washington.Post.Merapat.ke.Google
50
Aliansi Jurnalis Independen
51
Diskusi lingkar balajar Telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-
belajar-telematika-1
20. radio FM, nonton TV UHF, kita harus beli seatle box terlebih dahulu.
Trend baru itu juga membawa perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap media di negeri
ini. Hasil Survei Media Index yang dilakukan oleh Nielsen Media Survei 52, menunjukan pembaca koran
konvensional menurun sementara pengguna internet mengalami kenaikan. Sementara penonton
televisi relatif stabil di angka 94%.
Sumber riset Nilsen yang dikutip Kompas.com
Data itu juga dikuatkan oleh riset yahoo.com dan TNS mengenai trend pengguna internet di
Indonesia. Riset itu menyebutkan bahwa telah terjadi lonjakan yang signifikan dalam pengaksesan
berita online, 28% di tahun 2009 dibandingkan 37% di tahun 2010 sementara penggunaan media
cetak terus menurun53.
Survei Markplus Insight54, juga menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia cenderung
tidak lagi menjadikan media konvensional sebagai sumber informasi utama. Menurut riset tersebut,
internet sudah menjadi preferensi utama dalam mendapatkan informasi dan hiburan selain TV.
Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, Internet lebih unggul di banding TV.
Temuan lain yang cukup menarik sekaligus mengkhawatirkan adalah penetrasi media cetak seperti
surat kabar, tabloid, dan majalah terlihat jauh di bawah media yang lain. Meski demikian ada
52
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/16/16015757/survei.nielsen.pembaca.media.cetak.makin.turun
53
http://www.detikinet.com/read/2010/05/31/160759/1366831/398/media-online-mulai-memangsa-media-cetak
54
http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-di-indonesia.html
21. beberapa kota yang memiliki karakteristik yang berbeda. Di Surabaya surat kabar masih populer,
karena posisi Jawa Pos yang sangat kuat. Hal yang sama juga terjadi di Denpasar.
b. Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
Era konvergensi telematika yang mulai menjalar di Indonesia dimanfaatkan pula oleh para
konglomerat media untuk mengukuhkan bisnis medianya. Namun, sejarah konglomerasi media di
Indonesia sendiri, sejatinya telah dimulai sejak era Orde Baru.
Menurut aktivis AJI Margiyono, proses konvergensi di Indonesia dimulai dari konglomerasi,
“Dimana industri-industri media besar membeli/mencaplok media-media lain,” ujarnya55, “Misal
portal beritasatu.com milik Ulil dibeli Lippo, Detik.com dibeli kelompok Para,”. Menurutnya, hal itu
tidak ahanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di tingkat internasional, “Sebagaimana Google dan
Yahoo yang membeli situs-situs/kontak local,” tambahnya.
“Konglomerasi media, dalam arti cross section56, di Indonesia muncul sejak jaman Soeharto
dan semua terpusat di Jakarta,” ujar Andreas Harsono, “Di era Hindia Belanda dan Soekarno memang
ada media besar, tapi tidak cross section, pada waktu itu hanya koran saja,”
“Adapun aktornya, kebanyakan sama sejak Orde Baru,” katanya, “Namun ada aktor baru dalam
konglomerasi media ini setelah Orde Baru tumbang, yaitu Trans Corps”
Menurut Andreas Harsono, di luar internet, konglomerasi media yang terbesar adalah MNC
(Media Nusantara Citra). “Yang kedua, Kompas-Gramedia,” ujarnya, “Untuk konglomerasi yang
berbasiskan konvergensi telematika, saat ini yang paling besar adalah Group Bakrie,”. Menurutnya,
konvergensi telematika akan semakin memperkuat konglomerasi media di Indonesia. “Akan makin
parah,” ungkapnya.
No Media Newspaper Magazine Radio Television Cyber Media Other Bussines
Group Station Station
57
1 Kompas- Kompas, The 37 Majalah dan Sonora Kompas TV Kompas.com, Hotel,Printing,
58
Gramedia Jakarta Post, Tabloid, 5 book Radio dan Kompasiana.com House, Promotion,
Group Warta Kota publisher Otomotion Agencies,
dan 11 surat Radio University
55
Diskusi Lingkar Belajar Telematika (1), Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-
lingkar-belajar-telematika-1
56
Media cetak, radio, televisi dan internet
57
Saat tulisan ini dibuat Group Kompas sedang mempersiapkan kompasTV
58
Kompasiana adalah sebuah Media Warga (Citizen Media)
22. kabar lokal
2 MNC (Media Seputar Genie, Trijaya RCTI, Global Okezone.com IT Bussines
Nusantara Indonesia Mom&Kiddy, FM,Radio TV, TPI (MNC
Citra) Realita, Majalah Dangdut TV),
Trust TPI, ARH Indovision
Global, (Televisi
Women Cable)
Radio
3 Jawa Pos Jawa Pos, 23 majalah Fajar FM di JTV di Travel Bureau,
Fajar, Riau mingguan Makassar Surabaya dan Power House
Pos, Rakyat 3 stasiun TV
59
Merdeka, lokal
dan 90 surat
kabar lokal di
berbagai
daerah
62
4 Mugi Reka Cosmopolitan, Hard Rock O’Channel Holder of Saveral
60
Aditama Harper’s FM , MTV International
61
(MRA) Bazaar,Esquire, Sky Boutique
FHM, Good
House Keeping
dan 10 majalah
lainnya
(kebanyakan
franchise)
5 Bali Post Bali post, Tabloid Tokoh Bali TV dan 8 Balipost, bisnis bali
Suluh TV lokal
Indonesia lainnya
dan 2 koran
lainnya
6 Mahaka Harian Golf Digest, Radio Jak JakTV, TV Entertaiment.
63
Media Republika Arena, Parents FM One Outdoor
Indonesia, A+ Advertisment
7 Femina Femina, Gadis, Radio U FM Production House
Group Ayah Bunda,
Dewi dan 10
59
Batam, Pekanbaru, Makassar
60
Bandung, Jakarta, Bali dan Surabaya
61
Jakarta dan Bandung
62
Has been taken over SCTV
63
Bekerjasama dengan Group Bakrie
23. majalah lainnya
8 Bakrie AnTV, TV Vivanews.com Property, minning,
Group One palm oil dan
telekomunikasi
9 Lippo Jakarta Majalah Beritasatu.com Property,hospital,
64
Group Globe, Investor, Globe Education,
Investor Asia, Campus insurance, internet
Daily, Suara Asia service provider
Pembaruan
65
10 Trans Corp TransTV, Detik.com
Trans7
11 Media Media MetroTv mediaindonesia.com
66
Group Indonesia,
Lampung
Post, Borneo
News
Sumber: diolah dari tabel konglomerasi media Ignatius Haryanto 67
“Konglomerasi media di era konvergensi telematika adalah sesuatu yang sulit dihindarkan,”
ujar Don Bosco Salamun, dari Berita Satu Media Holdings68, saat menjadi pembicara di konferensi
media baru yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) 69.
”Karena dengan penyatuan kepemilikan media itu dapat menjadikan operasional industri
media lebih efisien,” katanya, “Seorang wartawan misalnya, dapat membuat satu berita bukan hanya
untuk satu kanal namun juga beberapa kanal sekaligus”
Bahkan dalam seperti ditulis di salah satu portal70, Presiden Direktur PT Bakrie Telecom Tbk
(BTEL) Anindya Novyan Bakrie saat memaparkan Bakrie Telecom, Media and Technology
(BakrieTMT2015) yang akan menyinergikan lini bisnis telekomunikasi (BTEL), media (VIVA Group) dan
teknologi (BConn dan BNET) sampai dengan tahun 2015.
“Sebelum era konvergensi telematika di Indonesia ini, konglomerasi sudah terjadi,” ujar Farid
64
Berita Satu Media Holdings
65
Saat tulisan ini dibuat, masih dalam proses akusisi
66
http://id.wikipedia.org/wiki/Media_Group
67
10 tahun Yayasan Tifa,”Semangat Masyarakat Terbuka”
68
Berita Satu Media Holdings is an Indonesian media holding company that operates the Berita Satu TV, BeritaSatu.com, Jakarta Globe,
Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Investor Daily, Majalah Investor and Suara Pembaruan. Berita Satu Media Holdings are a
multiplatform media company, focusing in broadcast, print, digital, online, social media, mobile, and events.
http://www.linkedin.com/company/berita-satu-media-holdings.
69
Konferensi “Media Baru: Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”, Hotel Nikko Jakarta, 7 Juli 2011
70
http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867
24. Gaban71, dalam wawancaranya dengan SatuDunia72, “Kemajuan teknologi mempermudahkan lagi
konglomerasi itu,”
Sementara menurut aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margiyono, konvergensi
telematika adalah istilah teknologi, sementara dalam konteks bisnis adalah konglomerasi. “Secara
teknologi terkonvergensi dan secara bisnis ya konglomerasi,” ujarnya dalam diskusi lingkar belajar di
Yayasan SatuDunia73.
Di tempat terpisah Ignatius Haryanto menyatakan bahwa yang paling pertama diuntungkan
dengan era konvergensi telematika ini adalah pengusaha media. “Karena itu membuka peluang baru
untuk menyebarkan konten-konten media melalui outlet-outlet yang beragam,” ujarnya, “Kuntungan
dari konvergensi telematika ini paling cepat dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha media. Nah,
pertanyaannya kemudian adalah publik akan mendapatkan apa dengan konvergensi telematika ini?”
Konglomerasi media dengan memanfaatkan konvergensi telematika di Indonesia semakin
nampak dari upaya Trans Corps membeli situs portal popular, detik.com. Dari sisi bisnis pembelian
detik.com memang sangat menguntungkan. Bagaimana tidak, menurut situs alexa.com 74, per 26 Juli
2011, detik.com masuk 10 besar situs paling popular di Indonesia. Tak heran kue iklan pun banyak
mengalir ke situs detik.com.
Menurut Nukman Lutfie, seperti ditulis portal TEMPO75, detik.com adalah media daring nomor
satu dalam perolehan iklan. “Tahun 2011 ini mereka meraup Rp 100 miliar dari iklan. "Media
detik.com nomor satu diikuti kompas.com." ujarnya.
c. Dampak Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
c.1. Hegomoni Wacana Publik
Mungkin benar bahwa konglomerasi media di era konvergensi telematika ini akan
menguntungkan dari segi bisnis. Dari sisi pendapatan iklan dan juga efisiensi kerja para jurnalisnya.
Namun konglomerasi media bukan sekedar urusan bisnis. Konglomerasi media mendorong munculnya
hegomoni76 wacana di publik.
71
Mantan wartawan Harian Republika dan Majalah TEMPO, kini aktif di Kantor Berita Pena Indonesia dan juga menjadi pengajar
pelatihan jurnalistik dan menulis bagi wartawan dan aktifis NGOs.
72
Wawancara dengan Farid Gaban di Jakarta, Selasa, 5 Juli 2011
73
Diskusi lingkar belajar telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011
74
http://www.alexa.com/topsites/countries/ID
75
http://portal.tempo.co/hg/bisnis/2011/07/01/brk,20110701-344177,id.html
76
Pengertian dari hegomoni itu sendiri adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, biasanya tanpa ancaman
kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan tersebut diterima sebagai sesuatu yang wajar.
25. “Dengan konglomerasi media di era konvergensi telematika ini, akhirnya informasi akan
dikuasai oleh segelintir orang saja,” ujar Andras Harsono, “Opini publik di Indonesia ya hanya dikuasai
beberapa perusahaan media besar itu,”
Televisi yang dimiliki oleh jaringan konglomerasi media misalnya, memiliki potensi pemirsa
yang besar di Indonesia. Dengan besarnya pemirsa tersebut, menimbulkan kecenderungan hegomoni
wacana. Kecenderungan itu bertambah besar bila kemudian konglomerasi media itu juga merambah
dunia online.
Nama Stasiun TV Transmission Potential
Site Viewer
(juta)
RCTI77 49 115,7
SCTV 47 117,8
ANTV78 23 87,4
TPI79 28 90,6
Indosiar 40 113,5
Global TV80 20 108,8
Trans TV81 30 100,7
Trans 782 27 92,8
TV One83 26 108,8
Metro TV84 52 97,8
Potensi Pemrisa Televisi, sumber presentasi Satriyo Dharmanto85
“Jika konvergensi telematika ini kemudian mendorong monopoli kepemilikan media dari
http://satuportal.net/content/menyoal-konglomerasi-media-baru
77
Group MNC
78
Group Bakrie
79
Group MNC
80
Group MNC
81
Group Trans Corps
82
Group Trans Corps
83
Group Bakrie
84
Group Media Indonesia, Surya Paloh
85
Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18 Februari 2010
26. berbagai kanal86, maka itu akan dapat mempengaruhi opini publik yang luar biasa,” ujar Farid Gaban,
“Dan opini publik ini kan berpengaruh pada pembuatan kebijakan publik,”
Farid Gaban mencontohkan persoalan pembangunan jalan tol misalnya. “Pilihan membangun
jalan tol atau rel kereta api, itu kan public policy,” ujarnya, “Bisa dibayangkan bila wacana publik
mengenai hal itu dikuasai oleh konglomerat media yang juga berkepentingan atau memiliki bisnis
infrastruktur,”
“Group Bakrie misalnya, selain menguasai media87, mereka juga punya bisnis jalan tol, properti
dan tambang,” kata Farid Gaban, “Jika konglomerasi media di era konvergensi telematika ini tidak
diatur akan berbahaya sekali,”
c.2. Menurunnya Kualitas Jurnalistik
Selain itu di era konvergensi telematika ini memungkinkan seorang wartawan menuliskan
berita bukan hanya untuk satu kanal informasi saja, tapi berbagai kanal sekaligus. Misalnya, seorang
wartawan dapat menulis berita untuk ditampilkan di media cetak, ditayangkan di running text
televisi, disiarkan di radio dan diupload (unggah) di media online.
“Meskipun itu menurut kaidah bisnis dapat lebih efisien, namun menurut saya harus dibatasi,”
ujar Farid Gaban, “Ini akan berpengaruh pada kualitas jurnalistik, wartawan menjadi kekurangan
waktu untuk menambah bahan bacaan, akibatnya berita yang dihasilkannya pun tidak lagi kritis,”
Selain itu, menurut Farid Gaban, posisi wartawan akan semakin lemah. “Dengan membebani
wartawan untuk menulis berita di berbagai kanal sekaligus, keuntungan pemilik modal di media
semakin berlipat-lipat sementara penghasilan wartawan sendiri tidak jauh berubah,” katanya, “Ini juga
akan berpengaruh pada kualitas karya jurnalistik,”
Bahaya yang lain dari integrasi media cetak, televisi, radio dan online, lanjut Farid Gaban,
media massa cenderung memuaskan yang online atau yang cepat. “Sehingga orang lebih
memperhatikan berita yang cepat dibanding berita yang berkualitas,” jelasnya, “Jika tidak ada
pengaturan-pengaturan terkait hal ini maka, jurnalistik akan semakin hancur, kesejahteraan wartawan
makin turun dan karya jurnalistik pun makin tak berkualitas,”
“Saya tidak tahu pasti, apakah serangkaian dampak buruk dari konglomerasi media di era
konvergensi telematika ini disadari oleh kawan-kawan wartawan,” ujar Farid Gaban, “Tapi menurut
86
Cetak, televisi, radio, online
87
Group Bakrie memiliki TV One, An TV dan vivanews.com
27. saya agak sulit bila wartawan akan kritis terhadap lembaganya sendiri,”
“Konglomerasi media di era konvergensi telematika ini posisi wartawan semakin lemah dan
posisi pemilik modal semakin kuat, sehingga mereka akan sulit bila harus mengkritisi kebijakan
lembaganya sendiri dalam menyajikan berita,” katanya, “Berita terorisme di TV One atau kasus
Lapindo88 di Group Media Bakrie89misalnya, adakah wartawannya kemudian mengkritisi cara media
itu menyajikan berita?
d. Perlawanan Publik Terhadap Hegomoni Wacana di Era Konvergensi Telematika
Di era konvergensi telematika ini, selain dapat memberikan peluang semakin kuatnya
konglomerasi media, juga memberikan peluang bagi publik untuk mengimbangi, bahkan juga
melawan wacana yang dikeluarkan oleh media massa arus utama.
Kita, pengguna internet, dapat menulis ketidakpuasan kita terhadap pemberitaan sebuah
media mainstream di blog, milis, web 2.0 90, twitter atau facebook. “Publik memungkinkan untuk
melakukan perlawanan terhadap dominasi wacana dari konglomerasi media mainstream, terutama
dengan hadirnya internet yang memberikan ruang baru bagi publik untuk berekspresi,” ujar Andreas
Harsono, “Tetapi kecil sekali,”
“Melawan konglomerat media sekarang ini tidaklah gampang,” ujarnya, “Mayoritas konten
yang ada di internet91, dibuat oleh media konglomerasi itu,” Selama publik, termasuk jurnalis warga,
lanjut Andreas Hartanto, tidak membuat konten sendiri, akan sulit untuk menandingi hegomoni
wacana dari media konglomerasi.
88
Kasus Lapindo adalah kasus munculnya semburan lumpur di Sidoarjo. Sebagian pakar pemboran di dunia dalam konferensi
internasional di cape town, Afrika Selatan, menyatakan bahwa semburan lumpur Lapindo terkait dengan aktivitas pemboran
(http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Geolog-Internasional-Pengeboran-Penyebab-Lumpur-Lapindo-2750.html). Lapindo sebagai
anak perusahaan Group Bakrie dikaitkan dengan peristiwa itu. Selain memiliki usaha tambang, group Bakrie juga memiliki media massa
(dua televisi dan satu portal berita).
89
TV One, AnTV dan vivanews.com
90
Website yang memungkinkan pengguna internet mengupload sendiri tulisannya, seperti www.politikana.com, www.kompasiana.com,
www.suarakomunitas.net, www.satuportal.net
91
Twitter, facebook
28. Menurut laporan Saling-Silang tahun 201192, sebanyak 22% link media massa muncul di twitter.
Adapun komposisinya adalah sebagai berikut.
Link media yang sering muncul di twitter
“Sesekali perlawanan publik terhadap dominasi wacana media konglomerasi ini bisa berhasil,”
ujar Andreas Harsono, “Kasus penyerangan Jama’ah Ahmadiyah di Cikusik misalnya,”
Video tragedi Cikesik di youtube misalnya, itu hanya bisa mendominasi pemberitaan di media
besar dalam beberapa minggu saja. “Tapi setelah itu berjalan seperti biasanya,” ujarnya, “Dan akan
lebih sulit lagi bila kasusnya menyangkut kepentingan Group media konglomerasi, kasus Lapindo
misalnya,”
Kasus Lapindo menjadi salah satu hal yang dapat dijadikan contoh bagaimana publik
melakukan perlawanan terhadap wacana yang disajikan oleh media-media dalam kelompok Group
Bakrie. TV One menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo 93. Bahkan
TV itu secara khusus mewawancarai pakar geologi Rusia Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan
semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan pengeboran 94. Sementara
pendapat pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat pengeboran tidak diwawancarai.
Hal yang sama juga terjadi di ANTV. Televisi milik Group Bakrie itu juga menyebut semburan
92
Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011
93
Penyebutan semburan lumpur dengan lumpur Sidoarjo mengarahkan opini publik bahwa semburan itu adalah bencana alam bukan
akibat pengeboran.
94
http://www.youtube.com/watch?v=F9H1X8cMaoE
29. lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo. ANTV juga menayangkan pendapat Dr. Sergey
Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan
pengeboran95. Seperti halnya TV One, pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat
pengeboran tidak dimintai pendapat.
Hal yang sama juga terjadi pada vivanews.com. Portal berita milik Group Bakrie itu juga
menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo, bukan lumpur Lapindo. Di saat yang hampir
bersamaan pula portal berita itu menampilkan pendapat pakar geologi Rusia yang menyatakan
semburan lumpur bukan akibat pengeboran96. Liputan khusus terhadap pakar Rusia juga ditampilkan
secara audio-visual di portal vivanews.com97.
Tapi publik tidak tinggal diam. Terkait wawancara khusus kelompok media Bakrie terhadap Dr.
Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan
pemboran, diimbangi oleh www.korbanlumpur.info98 dengan menuliskan pendapat pakar
perminyakan Mark Tingay dari Australian School of Petroleum, Universitas Adelaide, Australia 99.
Menurut Mark Tingay, semburan lumpur di Sidoarjo, 90% akibat aktivitas pemboran bukan bencana
alam100.
Web korban korban lumpur sendiri adalah sebuah inisiatif masyarakat sipil untuk melawan
wacana dari media mainstream dalam kasus Lapindo. Web korban lumpur juga mendistribusikan
kontennya melalui media sosial, facebook dan twitter. Kampanye untuk melawan wacana media
mainstream dalam kasus Lapindo juga dilakukan melalui jejaring sosial facebook.
95
http://www.youtube.com/watch?v=vLlvU9pcVZU
96
http://nasional.vivanews.com/news/read/180457-lumpur-sidoarjo-bukan-karena-pengeboran
97
http://video.vivanews.com/read/11227-wawancara-dengan-pakar-geologi-rusia-tentang-penyebab-lumpur-sidoarjo
98
Situs ini (www.korbanlumpur.info) dikelola oleh Kanal News Room, dapur berita dan data yang lahir atas inisiatif aliansi masyarakat
sipil untuk korban Lapindo pada pertemuan Ciputat 12-13 Juli 2008. Kanal hingga kini melahirkan tiga bentuk media, yakni website
www.korbanlumpur.info, buletin Kanal dan Kanal Radio. Kanal menyajikan fakta lapangan, data, dan analisis tentang kasus lumpur
Lapindo dengan menitikberatkan pada komitmen memperjuangkan hak-hak korban.
99
http://korbanlumpur.info/berita/lingkungan/705-pakar-bantah-ilmuwan-rusia-90-persen-yakin-semburan-lapindo-akibat-pemboran-
.html
100
“Menurut pendapat saya, berdasarkan kajian-kajian ilmiah yang sudah saya lakukan, gempa tidak bisa memicu semburan lumpur
Lapindo. Dan kita 90 persen yakin, bahkan kolega-kolega saya 99 persen yakin, semburan ini terkait dengan kecerobohan pemboran,”
ujar Tingay.
30. Gerakan kampanye kasus Lapindo di media sosial
Channel Jumlah anggota/follower Keterangan
Fanpage facebook101 878 (per 19 Juli 2011)
Friend of Lapindo Victim, 3404 (per 19 Juli 2011)
Group in Facebook102
Twitter @korbanlapindo103 452 (27 Juli 2011)
Cause;Dukung Korban 17,238 ( Per Juni 2011)
Lapindo Mendapatkan
Keadilan 104
Tingkat keterbacaan atau paparan media yang dijadikan tempat untuk melawan dominasi
wacana dalam kasus Lapindo sangat sedikit dibandingkan dengan keterbacaan atau paparan dari
media konglomerasi Group Bakrie.
NO Channel Jumlah Ranking di Jumlah
pembaca/pemirsa Alexa anggota/follower
di media sosial
Gerakan kampanye publik untuk kasus Lapindo
1 Website korbanlumpur.info 6,167,065
(global),
140,328 (rank in
id), 40 (site link
in)
2 Fanpage facebook 878
3 Friend of Lapindo Victim, 3404
101
http://www.facebook.com/korbanlumpur.info?sk=wall
102
http://www.facebook.com/group.php?gid=26083340518
103
http://twitter.com/#!/korbanlapindo
104
http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932
31. Group in Facebook
4 Twitter @korbanlapindo 452
5 Cause;Dukung Korban 17,238
Lapindo Mendapatkan
Keadilan
Media Group Bakrie
1 Vivanews.com Peringkat ke-13
topsite menurut
alexa.
857 (global), 13
(rank in Id), 276
(site link in)
Twitter (@VIVAnews) 185,597
Vivanews.com di 4,545
facebook105
Vivanews.com di facebook 66,849
2106
2 AnTV 87,4 juta
AnTV di twitter107 30,278
3 TV One 108,8
TV One di Twitter108 404,409
Dari tabel di atas terlihat bahwa secara kuantitas potensi publik yang terpapar kampanye
terkait kasus Lapindo dan media group Bakrie jauh dari berimbang.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana masa depan gerakan perlawanan publik dalam
melawan dominasi wacana oleh konglomerasi media di era konvergensi telematika ini?
105
http://www.facebook.com/#!/pages/VIVAnews-dot-COM/72076019043?sk=wall
106
http://www.facebook.com/#!/VIVAnewscom
107
@whatsonANTV
108
@tvOneNews
32. IV. Kebijakan Telematika dan Masa Depan Gerakan Perlawanan di Dunia Maya
a. UU ITE dan Pelemahan Perlawanan Publik
Prita Mulyasari. Sebuah nama yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah gerakan sosial di internet.
Prita Mulyasari adalah seorang perempuan yang menuliskan ketidakpuasannya terhadap pelayanan
sebuah rumah sakit Omni Internasional melalui email pribadinya ke rekan-rekannya.
Akhirnya email pribadi tersebut sampai ke RS Omni Internasional. RS Omni Internasional
kemudian melakukan gugatan perdata dan melaporkan Prita Mulyasari secara pidana. Dalam hukum
pidana Prita Mulyasari dinilai telah melakukan pencemaran nama baik seperti yang tertuang dalam
Pasal 27 ayat 3 Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasus itu kemudian mendorong para pengguna internet, blogger dan facebooker menggalang
dukungan untuk Prita Mulyasari melawan RS Omni Internasional. Gerakan dukungan online itu
kemudian berlanjut ke aktifitas offline. Hal itu terlihat dari berbagai demonstrasi di persidangan Prita
Mulyasari dan yang paling besar tentu saja adalah gerakan koin keadilan untuk Prita.
Gencarnya dukungan di dunia maya terhadap Prita Mulyasari ini akhirnya mencuri perhatian
media massa mainstream untuk memberitakannya. Gerakan dukungan terhadap Prita Mulyasari pun
semakin besar sejak beritanya muncul di media massa mainstream konvensional 109. Menggemannya
dukungan terhadap Prita Mulyasari pun membuat para kandidat calon Presiden pada tahun 2009
memanfaatkan kasus ini sebagai salah satu isu dalam kampanye mereka.
Besarnya dukungan terhadap gerakan di internet dalam kasus Prita Mulyasari ini akhirnya
dicoba diulangi dalam kasus-kasus lainnya. Meskipun tidak semuanya bisa mengulang lagi
keberhasilan gerakan itu. Gerakan di internet yang cukup berhasil dalam mengulang gerakan dalam
kasus Prita adalah dukungan terhadap Bibit-Candra dalam kasus Cicak Vs Buaya (KPK)110.
Gerakan Sosial di Facebook Jumlah Pendukung Keterangan
Page Dukung: 19.339 (per 8 Juni 2011)
Bebasmurnikan Prita dr
Tuntutan Bui111
109
Televisi, koran, tabloid, majalah, radio
110
Saat itu ada anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dinilai telah dikriminalkan oleh kepolisian. Pihak polisi diberi label
buaya, sementara pihak KPK diberi label cicak
111
(http://www.facebook.com/pages/Dukung-Bebasmurnikan-Prita-dr-Tuntutan-Bui/179105094476?ref=ts)
33. Causes; “Dukungan Bagi Ibu 389.639 (per 8 Juni 2011)
Prita Mulyasari, Penulis
Surat Kelahuhan Melalui
Internet yang ditahan”112.
Gerakan 1.000.000 378,453 (per 19 Juli 2011)
Facebookers Dukung
Chandra Hamzah & Bibit
Samad Riyanto113
Cause;Dukung Korban 17,238 ( Per Juni 2011)
Lapindo Mendapatkan
Keadilan 114
Group Gerakan Rakyat 3669 (per 7 Juni 2011)
Dukung Pembebasan Nenek
Minah115
Selain gerakan sosial di facebook, muncul pula gerakan jurnlisme warga melalui website UGC
(User Generate Content)116. Hal itu misalnya dilakukan Akhmad Rovahan117. Pengajar di sebuah
madrasah di Buntet, Cirebon, itu menulis karut-marut pengucuran dana pendidikan untuk tujuh
sekolah di Kecamatan Astanajapura. Karyanya itu kemudian diunggah di Suara Komunitas
(www.suarakomunitas.net), salah satu portal tempat para pewarta warga berbagi informasi, akhir
tahun 2010.
Tulisannya mengalir sampai ke Jakarta. Petugas Badan Pemeriksa Keuangan mengecek
langsung, juga tim pemantau dari beberapa kampus. Kasus itu menjadi pembicaraan di tingkat
provinsi. "Orang pemerintah daerah sampai minta tulisannya dicabut," kata Akhmad.
Kejadian itu bukan satu-satunya. Seorang warga mengunggah tulisan tentang sekolah yang
siswanya belajar secara lesehan. "Dua hari kemudian, datang meja-kursi dari pemerintah," kata
112
http://www.causes.com/causes/290597-dukungan-bagi-ibu-prita-mulyasari-penulis-surat-keluhan-melalui-internet-yang-ditahan
113
http://www.facebook.com/pages/Gerakan-1000000-Facebookers-Dukung-Chandra-Hamzah-Bibit-Samad-
Riyanto/192945806132?ref=ts&sk=info
114
http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932
115
http://www.facebook.com/group.php?gid=180415896573
116
User Generte Conten (UGC) adalah website yang memungkinkan pengguna internet menulis dan mengupload sendiri connten di web
tersebut
117
Majalah TEMPO, Edisi 2 Mei 2011. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/02/MD/mbm.20110502.MD136575.id.html
34. Akhmad. Ada juga cerita pengusutan kasus meninggalnya tenaga kerja asal Cirebon di Jawa Tengah
oleh pemerintah setelah beredarnya tulisan dari kerabat korban di situs media komunitas.
Suara Komunitas (www.suarakomunitas.net) sendiri adalah website yang dikelola oleh media-
media komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengelolaannya difasilitasi oleh sebuah NGOs
Yogyakarta, COMBINE Resource Institution118.
Namun, nampaknya gerakan sosial di dunia maya kembali akan menemui kendala. Kendala
pertama adalah terkait dengan ancaman pencemaran nama baik di UU ITE. Dalam kasus pidana119,
Prita dikalahkan melalui putusan kasasi Mahkamah Agung. Dikalahkannya Prita Mulyasari dalam
kasus pidana melawan RS Omni menjadi preseden buruk bagi gerakan sosial di dunia maya.
Selain dalam kasus Prita Mulyasari, pasal karet pencemaran nama baik dan perbuatan tidak
menyenangkan120, telah mengancam beberapa warga yang mencoba melakukan kritik sosial terhadap
tokoh-tokoh yang kebetulan memiliki kekuasaan, baik secara politik maupun ekonomi. Bambang
Kisminarso misalnya, polisi sempat menahannya berserta anaknya M. Naziri atas tuduhan telah
menghina anak presiden dalam pelanggaran ketentuan pencemaran nama baik melalui UU ITE.
Bambang mengajukan pengaduan kepada komisi pengawasan pemilu daerah bahwa para
pendukung putra presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membagi-bagikan uang
kepada para calon pemilih121.
Selain itu ada Yudi Latif, seorang intelektual publik yang pernah terancam terjerat pasal karet
UU ITE ini. Pada akhir tahun 2010 lalu, Yudi latif, dilaporkan ke polisi oleh para kader Partai Golkar
dengan tuduhan mencemarkan nama baik pimpinan partainya, Aburizal Bakrie. Dalam laporan polisi
bernomor TBL/498/XII/2010/Bareskrim itu, Yudi dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 310 dan
atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU ITE122.
Sebelumnya pasal pencemaran nama baik selalu digunakan menjadi alat untuk membungkam
gerakan masyarkat sipil123.
1. Fifi Tanang, seorang penulis surat pembaca di sebuah surat kabar. Dituduh
mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi melalui tulisannya di kolom surat pembaca.
2. Alex Jhoni Polii, warga Minahasa, yang memperjuangkan kepemilikan tanahnya
118
http://combine.or.id/suara-komunitas/
119
http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/2026
120
Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik, pasal 28 UU ITE tentang perbuatan tidak menyenangkan.
121
Kritik Menuai Pidana, Human Right Watch, 2010. http://satuportal.net/system/files/indonesia0510indosumandrecs.pdf
122
http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=11870
123
http://www.satudunia.net/lawan-kebangkitan-orde-baru-di-dunia-maya
35. melawan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Dituduh melakukan tindak pidana pencemaran
nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
3. Dr. Rignolda Djamaluddin, ia dinilai telah mencemarkan nama baik perusahaan
tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) karena pernyataannya tentang gejala
penyakit Minamata yang ditemukan pada beberapa warga Buyat Pante.
4. Yani Sagaroa dan Salamuddin, kedua orang itu dituding telah mencemarkan nama baik
perusahaan karena pernyataanya bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) harus
bertanggung jawab atas penurunan kualitas kesehatan yang dialami masyarakat Tongo
Sejorong sejak perusahaan tersebut membuang limbah tailingnya ke Teluk Senunu.
5. Usman Hamid (Koordiantor Kontras). Tuduhan: pencemaran nama baik.
6. Emerson Yuntho (Koordinator ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.
7. Illian Deta Arta Sari (aktivis ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.
8. Gatot (aktivis KSN). Tuduhan: pencemaran nama baik.
9. Suryani (aktivis LSM Glasnot Ponorogo). Tuduhan: pencemaran nama baik.
10. Dadang Iskandar (aktivis Gunung Kidul Corruption Watch). Tuduhan: pencemaran
nama baik.
11. Itce Julinar (Ketua SP Angkasapura). Tuduhan: pencemaran nama baik.
Kasus Prita Mulyasari yang akhirnya dikalahkan dalam putusan kasasi MA (UU ITE) dan juga
penggunaan pasal karet pencemaran nama baik dalam KUHAP untuk menjerat aktivis menjadi
preseden buruk bagi gerakan sosial digital ke depannya. Warga masyarakat yang akan melakukan
kontrol sosialnya melalui internet akan selalu dibayangi pasal pencemaran nama baik UU ITE.
b. RUU Konvergensi Telematika dan Pelemahan Perlawanan Publik
Saat laporan ini124 dibuat pemerintah sedang membahas Rancangan Undang Undang (RUU)
Konvergensi Telematika. RUU itu nantinya akan menggantikan UU 36/1999 tentang telekomunikasi.
Terkait dengan hal itulah RUU Konvergensi Telematika ini menjadi penting untuk mendapatkan
pengawalan dari masyarakat.
Dalam konteks liberalisasi telekomunikasi, RUU Konvergensi Telematika ini tidak jauh beda
dengan UU 36/1999. Dalam penjelasan draft RUU itu disebutkan bahwa Dalam penjelasan RUU
124
Juli 2011
36. Konvergensi Telematika secara gamblang disebutkan, bahwa salah satu hal yang melatarbelakangi
munculnya RUU Konvergensi Telematika adalah “Tekanan atau dorongan untuk mewujudkan
perubahan paradigma telematika dari vital dan strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak
menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan semakin besar melalui forum-forum regional dan
internasional dalam bentuk tekanan untuk pembukaan pasar (open market)”.125
Menurut Margiyono ada sebuah paradigma regulasi di era konvergensi telamatika. Paradigma
itu adalah126:
Sudah terjadi konvergensi teknologi, kemudian terjadi konvergensi media, dan tantangannya
ada konvergensi hukum, kemudian konvergensi badan regulasi
Karena selama ini di media ada beberapa badan yang bersentuhan dan bergesekan sehingga
terjadi pergesekan kewenangan, misalnya antara KPI dengan Dewan Press sempat terjadi
ketegangan ketika KPI memberikan sanksi kepada Metro TV yang menanyangkan berita pagi
tentang Satpol PP melakukan sweeping internet dan situs pornonya tidak disamarkan, KPI
memberian sangsi berita pagi tidak boleh tayang selama 5 hari. Dewan Press menganggap ini
sebagai pembredelan. Belum lagi pergesekan dengan pengatur frekuansi dengan BRTI.
Idenya adalah bagaimana membuat badan regulasi yang terkonvergensi
Pertanyaannya kemudian adalah, dari sisi masyarkat, apakah RUU ini akan mampu memberikan
payung hukum baru yang masyarakat untuk memperkuat perlawanan terhadap dominasi wacana dari
konglomerasi media yang telah terkonvergensi itu?
b.1. Pembagian Penyelenggara Telematika
Kendala pertama dari RUU ini muncul terkait dengan pembagian penyelenggara telematika.
"Persoalan pembagian penyelenggara telematika di RUU Konvergensi ini juga menimbulkan
pertanyaan," ujar Donny BU dalam wawancaranya dengan SatuDunia, di kantor ICT Watch Jakarta 127.
Persoalan terkait dengan hal itu menurut Donny berasal dari Pasal 8 ayat 1 draft RUU Konvergensi
Telematika.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika terdiri atas.
125
http://www.satudunia.net/content/indepth-report-membaca-inisiatif-e-asean
126
http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1
127
Wawancara dengan Donny BU, ICT Watch, 1 April 2011
37. Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial dan Penyelenggaraan Telematika yang bersifat
non-komersial. Semua penyelenggaraan telematika menurut RUU Konvergensi Telematika dianggap
komersial, kecuali pertahanan dan keamanan nasional, kewajiban pelayanan universal, dinas khusus
dan perseorangan.
Sedangkan menurut penjelasan pasal 8 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial” adalah penyelenggaraan
telematika yang disediakan untuk publik dengan dipungut biaya guna memperoleh keuntungan (profit
oriented). Dan yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat non-komersial”
adalah penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk keperluan sendiri atau keperluan publik
tanpa dipungut biaya (non-profit oriented).
Pasal 13 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri berupa perizinan
individu atau perizinan kelas.
Selain itu dalam pasal 12 juga disebutkan bahwa setiap penyelenggara telematika wajib
membayar biaya hak penyelenggaraan telematika yang diambil dari persentase pendapatan kotor
(gross revenue).
Sementara itu menurut RUU Konvergensi Telematika penyelenggaraan Layanan Aplikasi
Telematika adalah kegiatan penyediaan layanan aplikasi telematika yang terdiri dari aplikasi
pendukung kegiatan bisnis dan aplikasi penyebaran konten dan informasi.
"Nah pertanyaannya adalah bagaimana dengan Media Online, Situs jejaring komunitas seperti
suarakomunitas.net, penyelenggara radio streaming (IP-Based), penyedia forum diskusi yang user
generated content atau layanan darurat (emergency) seperti AirPutih/ JalinMerapi?" tanya Donny BU.
Soal penyelenggaraan telematika ini juga pernah diutaran oleh aktivis koalisi Masyarakat
Informasi (Maksi) dan juga Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margi Margiyono 128. "Jadi yang bisa
membuat aplikasi itu hanya komersial," ujar Margiyono, "Lantas, kalau NGO membuat aplikasi
bagaimana? Bukankah web termasuk juga aplikasi,"
Dalam RUU Konvergensi Telematika itu disebutkan bahwa baik penyelenggara non komersial
dan komersial harus izin ke menteri. "Jadi kalau kita bikin portal/website harus izin ke menteri dan
bayar BHP /Biaya Hak Penggunaan," lanjutnya.
RUU Konvergensi Telematika ini, lanjut Margiyono, jelas berpotensi menghambat gerakan
128
Diskusi di SatuDunia, “Revisi UU ITE dan RUU Konvergensi Telematika, Bagaimana Sikap Masyarakat Sipil”, 25 Oktober 2010
38. sosial digital atau klik activism dan juga jurnalisme warga. "Bagaimana tidak, untuk menjadi citizen
jurnalis dan aktivis sosial digital harus mendapat izin, membayar BHP dan melakukan USO,"
tambahnya, "UU Pers saja menyatakan bahwa pers tidak perlu ijin, lha kok Citizen Jurnalist harus izin”
“Begitu pula pers, kecuali penyiaran, tak bayar BHP,” tambah Margiyono “Lha kok Citizen
jurnalist harus bayar BHP?”
Dampak buruk RUU Konvergensi Telematika bagi organisasi non pemerintah mulai dikeluhkan
oleh aktivis Combine Resource Institute. "Organisasi kami menggunakan alat dan perangkat
telematika untuk pemberdayaan masyarakat (kebutuhan non komersial)," ujar Ranggoaini Jahja,
aktivis Combine Resource Institute kepada SatuDunia129, "Sehingga jika penerapan RUU ini akan
membatasi ruang kami untuk melakukan kerja pemberdayaan, sementara operator swasta
129
Wawancara dengan RANGGOAINI JAHJA (via email), COMBIMBINE Resource Institution, 4 April 2011
39. memperlakukan jenis layanan kepada masyarkat secara sama maka organisasi kami menolak RUU ini,"
b.2. Ketimpangan Akses Telematika
Ketimpangan akses telematika yang menjadi fakta di Indonesia menjadi persoalan serius dalam
konteks perlawanan warga terhadap wacana dominan konvergensi media konglomerasi. Warga yang
ada di luar Jawa, utamanya di sebagian kawasan Indonesia tengah dan Timur akan kesulitan
mengimbangi atau melawan dominasi wacana media konglomerasi melalui blog, jurnalisme warga
jika mereka tidak memiliki akses terhadap telematika.
Akibatnya, tentu saja apa yang dipublikasikan oleh media konglomerasi yang teleh konvergen
itu mendominasi wacana publik dan dianggap sebagai sebuah kebenaran tunggal. Perlawanan warga
di kawasan Indonesia tengah dan timur terhadap wacana dominan media konglomerasi menjadi
penting, utamanya menyangkut persoalan pengelolaan sumberdaya alam. Mengingat kawasan itu
sangat kaya dengan sumberdaya alam. Sementara di sisi lain, sebagian konglemerat media selain
memiliki bisnis media juga memiliki bisnis yang terkait dengan sumber daya alam semisal,
perkebunan sawit dan tambang.
“Jika konsep besarnya adalah hak warga negara (masyarakat luas), mengapa yang diatur dalam
RUU Konvergensi Telematika ini lebih kental soal hak konsumen/pengguna?” ujar Donny BU,
“Sementara hak warga negara, utamanya yang belum mendapat akses telematika, belum atau tidak
diatur,”
Terkait dengan hak warga itu pula, Donny BU mengaku sepakat dengan catatan yang pernah
dibuat oleh Yayasan SatuDunia terkait hak warga negara dalam RUU Konvergensi Telematika ini.
Dalam Brief Paper SatuDunia130 tentang RUU Konvergensi Telematika menyebutkan telah terjadi
pereduksian hak warga negara menjadi sekedar hak konsumen.
Menurut Brief Paper SatuDunia, meskipun berkali-kali disebutkan kata masyarakat dalam RUU
Konvergensi Telematika, namun di batang tubuh RUU ini justru tidak ada satu pasal pun yang
mengatur hak warga negara. Dalam salah satu pasal di RUU ini mengatur perlindungan konsumen tapi
bukan warga negara.
Antara konsumen dan warga negara jelas sesuatu yang berbeda. Hak konsumen muncul
didasarkan atas hubungan transaksional dengan korporasi. Sementara hak warga negara muncul
didasarkan atas kontrak sosial yang dibuat antara negara dan warganya.
130
http://www.satudunia.net/content/brief-paper-ruu-konvergensi-telematika
40. Dalam kontrak sosial itu, negara diberikan mandat untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi hak warganya. Termasuk hak warga atas pembangunan dalam hal ini termasuk
pembangunan telematika. Dalam pasal 38 RUU Konvergensi Telematika memang disebutkan bahwa
pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telematika131 menjadi tanggung jawab pemerintah.
Sayangnya di RUU Konvergensi Telematika itu tidak disebutkan mengenai hak warga negara jika
layanan universal gagal dipenuhi pemerintah. Apakah warga negara berhak komplain atau bahkan
mengajukan gugatan jika layanan universal telematika itu gagal disediakan pemerintah? Tidak jelas,
karena hak warga negara untuk komplain dan menggugat itu tidak disebutkan dalam RUU.
Di sisi lain dalam RUU Konvergensi Telematika ini hanya mengatur perlindungan mengenai hak
konsumen atau pengguna telematika. Artinya, dalam RUU ini hak warga negara telah direduksi
menjadi hak konsumen. Hak warga negara untuk komplain bahkan menggugat tidak ada payung
hukumnya selama kita belum menjadi konsumen produk telematika. Hak warga negara pelosok
Indonesia untuk komplain dan menggugat akibat kegagalan pemerintah menyediakan layanan
universal telematika tidak mendapat perlindungan sama sekali dalam RUU ini. Ini sangat sesuai
dengan penjelasan umum RUU ini, bahwa “….paradigma telematika dari vital dan strategis dan
menguasai hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan….”
131
Kewajiban pelayanan universal telematika adalah kewajiban penyediaan layanan telematika agar masyarakat, terutama di daerah
terpencil atau belum berkembang, mendapatkan akses layanan telematika.
41. Kesimpulan
Konvergensi telematika sepertinya telah menjadi sebuah keniscayaan dalam sejarah peradaban
manusia di muka bumi ini. Kemajuan perkembangan teknologi telah mempercepat proses itu.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia pun tak ketinggalan dalam gegap gempita konvergensi
telematika itu.
Jumlah pengguna internet yang terus meningkat di negeri ini seakan memberikan sinyal bahwa
konvergensi telematika juga tengah terjadi di negeri ini. Pertanda lainnya adalah adanya perubahan
pola konsumsi media dalam kesehariannya. Kini untuk mengakses berita tidak lagi mengandalkan
media massa konvensional. Media online menjadi salah satu alternatif dalam memperoleh sebuah
informasi.
Bukan hanya itu, warga Indonesia juga tengah dilanda demam sosial media. Facebook dan
twitter adalah situs jejaring sosial di internet yang sangat popular di negeri ini. Kemudahan kedua situs
jejaring sosial itu diakses melalui handphone ikut mempengaruhi popularitasnya.
Namun setidaknya ada dua persoalan yang muncul di tengah gegap gempita konvergensi
telematika di Indonesia. Pertama, peningkatan pengguna internet di negeri ini sepertinya belum atau
tidak diimbangi dengan meningkatnya produktifitas konten dari penggunanya. Mayoritas pengguna
internet di negeri ini adalah pengguna internet yang pasif dalam hal produksi konten.
Kedua, adanya kesenjangan akses telematika antar wilayah di Indonesia. Sebagian besar
infrastruktur telematika terkonsentrasi di Jawa, khususnya lagi di Jakarta. Warga Indonesia bagian
timur tidak memiliki kemewahan yang sama dengan saudaranya di Jakarta dalam mengakses internet.
Tak heran pengguna sosial media, yang pernah dibanggakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), terkonsetrasi di Jakarta.
Singkat kata, pengguna internet di Indonesia selain pasif juga didominasi oleh warga yang
tinggal di Jakarta, Jawa, Indonesia Barat dan sebagian tengah. Sementara penduduk di Indonesia
Timur masih ketinggalan dalam hal mengakses internet.
Di sisi lain, konvergensi telematika juga dimanfaatkan oleh industri media massa untuk lebih
mengefektifkan proses produksi beritanya. Reportase berita yang dihasilkan oleh seorang wartawan
kini tidak hanya ditampilkan di media cetak. Namun dapat ditampilkan di berbagai kanal sekaligus.
Dari sisi perusahaan media, konvergensi telematika sungguh menguntungkan secara ekonomi. Singkat
kata, konvergensi telematika ini pada akhirnya akan semakin memperkuat bisnis konglomerasi media
42. yang telah ada sebelumya.
Persoalannya adalah, konglomerasi media bukan hanya persoalan ekonomi. Namun juga ada
sebuah hegomoni wacana di dalamnya. Dalam beberapa kasus di Indonesia, media-media
konglomerasi cenderung seragam dalam memberitakan sebuah persoalan, terutama yang
menyangkut kepentingan para pemilik medianya. Seragamnya pemberitaan media-media Group
Bakrie (vivanews.com, TVOne, AnTV) dalam memberitakan kasus Lapindo dapat dijadikan contoh
dalam hal ini.
Di sisi lainnya, konvergensi telematika juga memberikan peluang munculnya perlawanan
terhadap hegomoni wacana dari media konglomerasi. Kaburnya batas antara konsumen dan produsen
konten dalam era konvergensi telematika adalah sebuah peluang bagi masyarakat untuk melakukan
perlawanan terhadap hegomoni wacana oleh media konglomerasi.
Namun, fakta di lapangan juga menunjukan bahwa perlawanan oleh masyarakat terhadap
hegomoni wacana media konglomerasi berjalan tidak seimbang. Jumlah pemirsa, pembaca,
pendengar dan pengangses media konglomerasi lebih banyak dibandingkan media alternatif yang
dibuat oleh masyarkat sipil.
Persoalan pasifnya pengguna internet dan juga kesenjangan akses telematika di Indonesia
menjadi faktor penting dalam ketidakseimbangan pertarungan wacana antara media konglomerasi
dan media alternatif dari masyarakat. Lantas, bagaimana kebijakan telematika di Indonesia
memposisikan dirinya dalam pertarungan wacana ini?
Kebijakan telematika di Indonesia nampaknya tidak berpihak kepada masyarakat dalam
konteks pertarungan wacana dengan media konglomerasi. Pasal karet pencemaran nama baik di
Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik misalnya. Pasal karet di UU itu dapat dengan
mudah ditafsirkan untuk membungkam suara-suara kritis dari masyarakat.
Dan pasal karet itu hanya berlaku bagi masyarakat biasa yang tidak berprofesi sebagai
wartawan. Sebaliknya, wartawan media massa termasuk media konglomerasi dilindungi oleh UU Pers
ketika memproduksi karya jurnalistiknya. Pendek kata, keberadaan pasal karet di UU ITE itu membuat
masyarakat pengguna internet semakin pasif dalam memproduksi konten. Ancaman hukuman di pasal
karet UU ITE itu membuat para pengguna internet lebih baik diam daripada memproduksi konten
namun berbuah penjara.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvergensi Telematika yang diharapkan mampu
memberikan perlindungan bagi masyarakat untuk mengimbangi hegomoni wacana media
43. konglomerasi nampaknya akan mengecewakan. Di RUU Konvergensi Telematika justru muncul pasal
yang mewajibkan penyelenggara telematika, termasuk penyelenggara aplikasi website untuk
memperolah ijin dari menteri dan membayar BHP. Dengan ketentuan ini website-website yang dikelola
NGOs akan diwajibakan untuk memperoleh ijin dari menteri dan membayar BHP.
Ketentuan ini tentu akan menyulitkan NGOs yang menyelenggarakan aplikasi telematika
berupa mengelola website. Bukan tidak mungkin, website NGOs yang selama ini menuliskan kritik
yang tajam terhadap model pembangunan akan terganjal persoalan perijinan, sehingga website itu
dianggap illegal. Sebuah penyingkiran suara-suara kritis di dunia maya.
RUU Konvegensi yang diharapkan mampu memberikan payung hukum bagi pemenuhan hak
warga atas akses telematika ternyata juga mengecewakan. Dalam RUU itu tidak ada satupun payung
hukum yang melindungi hak warga negara atas akses telematika. Yang mendapat perlindungan
hanyalah hak konsumen. Atau hak sesorang setelah menjadi konsumen produk telematika. Sementara
hak warga untuk memperoleh akses terhadap infrastruktur telematika tidak mendapat perlindungan.
Dalam RUU itu memang dinyatakan bahwa ada kewajiban pemerintah untuk
menyelenggarakan layanan universal. Sebuah layanan akses telematika di kawasan terpencil. Namun
tidak ada satu pasal pun yang memberikan payung hukum bagi warga untuk menggugat atau sekedar
komplain bila kewajiban pemerintah itu tidak terpenuhi. Hal ini tentu memberikan peluang bagi
pemerintah untuk tidak melakukan kewajibannya.
Dengan adanya kesenjangan akses telematika maka warga di daerah terpencil pun akan
kesulitan mengekspresikan pendapatnya. Sebaliknya, media-media konglomerasi dengan kekuatan
modalnya tetap dengan leluasa memproduksi wacana terkait persoalan-persoalan di daerah.
Akibatnya wacana publik akan bias kota, utamanya Jakarta. Jika demikian, tidak mengherankan bila
kebijakan pembangunan akan bias Jakarta.
Untuk itulah, tidak berlebihan bila UU ITE, khususnya pasal mengenai pencemaran nama baik
dicabut atau minimal ditinjau ulang. Begitu pula proses penyusunan RUU Konvergensi Telematika.
Khusus untuk penyusunan RUU Konvergensi Telematika, perlu sebanyak mungkin melibatkan publik.
Sehingga penyusunan RUU itu tidak didominasi oleh prespektif dan kepentingan pemerintah dan
korporasi di sektor telematika, melainkan juga mempertimbangkan prespektif dan kepentingan warga
negara.
44. Daftar Pustaka
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi
2. http://biginaict.wordpress.com/2010/11/01/ruu-konvergensi-belum-konvergen/
3. http://www.internetworldstats.com/stats.htm
4. http://www.prasetyapuspita.info/berita-113-sejarah-perkembangan-telematika-di-
indonesia.html
5. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESI
AINBAHASAEXTN/0,,menuPK:447277~pagePK:141132~piPK:141109~theSitePK:447244,00.
html
6. Berita Resmi Statistik No. 42 / IX / 14 Agustus 2006
7. INDONESIAN ICT-2009 FACTS & FIGURES
8. http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-di-
indonesia.html
9. Indepth Report SatuDunia, “Revolusi Digital Samadengan Revolusi Hijau?”
http://www.satudunia.net/system/files/Indepth%20Report-
Revolusi%20Digital%20sama%20dengan%20Revolusi%20Hijau%20%3F_SD.pdf
10. http://jakarta.bps.go.id/fileupload/brs/Miskin_2011.pdf
11. GATS: Liberalisasi Kehidupan, Lutfiyah Yamnin dan Yanuar Nugroho, Institute Global of
Justice, 2008
12. Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan
yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
13. Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor 72 Tahun 1999 tentang Cetak Biru Kebijakan
Telekomunikasi Indonesia.
14. Undang Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
15. Buku Putih, “Komunikasi dan Informatika”, Kementerian Telekomunikasi dan Informatika
Republik Indonesia, tahun 2010.
16. Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011.
http://www.slideshare.net/salingsilang/snapshot-of-indonesia-social-media-users-saling-
silang-report-feb-2011.
17. Terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan.
http://twitoaster.com/country-us/ndorokakung/konglomerasi-media-mungkin-tak-
menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-suara/
18. https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-
media-nusantara-citra/
19. KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry Subiakto, Dosen
Jurusan Komunikasi FISIP dan Program Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi
Universitas Airlangga, Surabaya.
20. http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867
21. Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18 Februari 2010